• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan Peta Kekuatan Masyarakat dalam PKHB

2. Pertemuan menyusun peta kekuatan warga

Tujuan

l Peserta memahami apa yang dimaksud dengan peta kekuatan warga

l Peserta mampu memahami bentuk-bentuk kekuatan yang dimiliki oleh warga

l Peserta memahami pentingnya penyusunan peta kekuatan warga dibandingkan pemetaan berdasarkan masalah

l Peserta mampu memetakan kekuatan yang dimilikinya

l Peserta mampu bertukar pikiran tentang pembangunan berdasarkan aset yang dimiliki oleh masyarakat

alat dan Bahan l Flipchart l Spidol l Metaplan l Kertas post-it l Slide presentasi

l Peta kampung dan peta lain yang tersedia.

l Informasi pembangunan kampung seperti data-data pembangunan sarana prasarana, laporan kegiatan pembangunan dan lain-lain.

Waktu 3 jam

Proses

Tahap 1: Identifikasi kekuatan diri dan kekuatan relasi

l Ajak peserta untuk mengingat 5 peristiwa pribadi yang membanggakan yang pernah dialami dalam kehidupan pribadi, kelompok, atau kampung mereka. Minta mereka masing-masing menuliskan peristiwa-peristiwa itu pada kartu metaplan, cukup dengan kalimat pendek atau judul peristiwa itu. Tekankan bahwa peristiwa itu harus pengalaman yang benar-benar dialami.

l Tergantung jumlah peserta, minta agar setiap peserta berbagi cerita secara berpasangan. Tekankan agar ketika menceritakan pengalaman yang membanggakan, peserta harus menghadirkan peristiwa itu pada saat ini. Proses berbagi cerita harus dilakukan dengan bersemangat, agar energi dari pengalaman membanggakan itu dibangkitkan lagi.

l Setelah cerita berpasangan selesai, jika peserta di bawah 20 orang, minta masing-masing peserta memilih satu cerita paling membanggakan untuk diceritakan di kelompok besar. Berikan batasan waktu, misalnya 2 menit per orang. Proses berbagi di kelompok besar penting agar energi kekuatan mulai menular lebih luas. Tekankan pada peserta untuk benar-benar menyimak ketika ada yang sedang bercerita.

l Jika peserta di atas 20 orang dan waktu terbatas, proses berbagi di kelompok besar bisa diubah dengan menggabungkan beberapa pasangan dalam satu kelompok. Misalnya, menjadi kelompok yang terdiri dari 3 pasangan (total 6 orang). Dalam kelompok kecil, masing-masing peserta harus menceritakan peristiwa-peristiwa membanggakan yang disampaikan oleh pasangannya dalam tahap sebelumnya. Jadi, bukan menceritakan pengalamannya sendiri, tetapi pengalaman pasangannya.

l Ketika peserta bercerita dalam pasangan dan/atau kelompok kecil, fasilitator harus benar-benar menyimak dan berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lain. Fasilitator bisa membuat catatan singkat tentang kejadian-kejadian yang diceritakan peserta.

l Setelah proses berbagi dalam kelompok kecil (atau besar) selesai, berikan penjelasan singkat tentang apa itu kekuatan diri (pengetahuan, ketrampilan dan perilaku), kekuatan relasi (asosiasi, perkumpulan, minat, jejaring, organisasi sosial) serta kekuatan situasi (kekayaan alam sekitar, tantangan bersama yang dihadapi).

l Minta agar setiap peserta menemukan 5 kekuatan yang dimiliki berdasarkan pengalamannya dalam peristiwa-peristiwa membanggakan yang sudah diceritakan. Kekuatan berupa

kekuatan diri dan kekuatan relasi. Berikan contoh secara tertulis dari pengalaman pribadi fasilitator.

l Minta agar peserta menuliskan kekuatan dirinya pada kertas metaplan; 1 metaplan ditulisi dengan 1 kekuatan. Dorong peserta agar menemukan 5 kekuatan diri. Jika menemui kesulitan, mereka bisa meminta teman sekelompoknya untuk membantu. Namun, perlu ditekankan bahwa kekuatan yang ditulis memang benar-benar diakui sebagai kekuatan penulisnya, bukan kata orang.

l Setelah peserta menuliskan kekuatannya, minta agar setiap orang membacakan kekuatannya di kelompok besar. Contoh: Nama saya Budi. Kekuatan saya adalah …, …, …, …, dan …

l Setelah semua kekuatan sudah disampaikan, metaplan itu bisa ditempel berdasarkan kekuatan diri dan kekuatan relasi. Tempelkan di tempat yang bisa dengan mudah dilihat semua peserta..

l Sebelum membuat rangkuman atas proses yang baru dilakukan, tanyakan pada peserta bagaimana perasaan mereka ketika menemukan dan berbagi cerita yang membanggakan. Jika saat berkeliling mendengarkan cerita-cerita mereka terdapat beberapa kejadian kolektif, fasilitator bisa menggaris bawahi peristiwa-peristiwa tersebut.

l Ajak peserta melihat kumpulan kekuatan yang dimiliki warga secara individu dan kolektif. Kekuatan relasi adalah kekuatan kolektif dan bersama dengan kekuatan masing-masing warga secara keseluruhan menjadi aset manusia dan sosial yang menjadi landasan penting dalam proses pemberdayaan masyarakat.

l Fasilitator menyampaikan juga hasil wawancara apresiatif yang telah dilakukan sebelumnya untuk memperkaya diskusi kelompok warga.

Tahap 2: Identifikasi kekuatan situasi

l Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi kekuatan situasi yang dimiliki komunitas. Mintalah kepada peserta untuk menjelaskan kondisi kampung mereka dan mengidentifikasi berbagai sumber daya alam dan buatan (hasil pembangunan) yang mereka miliki. Gunakan alat bantu berupa peta kampung, dan peta-peta pendukung lainnya.

l Agar lebih hidup dan terjadi partisipasi penuh, minta agar peserta bekerja dalam kelompok maksimal 6 orang dari tahapan sebelumnya. Kekuatan situasi dituliskan pada kertas metaplan atau bisa juga dibuat poster berisi gambar dan tulisan.

l Setelah selesai, minta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dengan singkat. Lalu tempelkan kekuatan situasi di dekat kekuatan diri dan relasi yang sudah ditempelkan sebelumnya.

l Buat rangkuman atas semua kekuatan yang dimiliki oleh kampung.

Tahap 3: Membuat Peta Kekuatan

l Tahap selanjutnya adalah melengkapi Peta Kekuatan Masyarakat atau dapat juga disebut peta kekuatan kampung berdasarkan identifikasi aset-aset yang ada. Sampaikan presentasi singkat tentang bentuk-bentuk aset yang perlu dikembangkan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu: aset manusia, aset fisik, aset sosial, aset finansial dan aset sumber daya alam.

l Untuk memudahkan dan mempercepat proses, minta agar setiap kelompok bertanggung jawab mengidentifikasi satu kelompok aset saja. Pastikan bahwa mereka menggunakan hasil dari tahap-tahap sebelumnya, lalu memperkayanya lagi. Hasil kelompok ditulis pada plano dalam bentuk poster, atau bisa juga menggunakan metaplan.

l Pajang hasil kelompok pada dinding, lalu lakukan presentasi menggunakan metode semi

world café. Minta agar setiap kelompok menunjuk satu jurubicara yang akan menjelaskan hasil

kelompok, sedangkan anggota lainnya berpindah ke kelompok lain untuk mendengarkan presentasi mereka.

l Ketika mendengarkan presentasi kelompok lain, peserta boleh bertanya dengan mencatat pertanyaan pada post-it dan ditempelkan pada poster presentasi. Ini penting dilakukan agar klarifikasi dapat dilakukan dengan mudah. Jurubicara boleh menjawab langsung, tetapi bisa juga menjawab pada waktu presentasi pleno di akhir.

l Berikan waktu 10 menit untuk setiap presentasi, lalu minta peserta berpindah ke presentasi berikutnya. Setelah 4 putaran, minta kelompok kembali ke meja asalnya dan beri kesempatan pada masing-masing kelompok untuk berdiskusi tentang tanggapan terhadap pertanyaan kelompok lain yang sudah ditulis pada post-it.

l Setelah proses presentasi kelompok selesai, tempelkan semua plano di depan, dan minta masing-masing kelompok menanggapi komentar serta pertanyaan pada post-it saja, bukan mempresentasikan ulang seluruh presentasi. Ingatkan bahwa semua peserta sudah mendengar presentasi kelompok ketika berkeliling.

l Fasilitator melakukan rangkuman atas keseluruhan proses dan hasil, lalu mengajak peserta melakukan refleksi singkat tentang mengapa penting melakukan identifikasi aset dalam pemberdayaan dibandingkan identifikasi masalah.

l Sampaikan secara singkat tentang studi kasus keberhasilan pemberdayaan berdasarkan aset dan potensi kegagalan dari pemberdayaan masyarakat berdasarkan masalah.

l Tutup sesi dengan memberikan motivasi bahwa peserta memiliki aset yang selanjutnya dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan mereka.

BaHaN BacaaN

Adimihardja, K. dan H. Harry. 2001. Participatory Research Appraisal dalam Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat: Modul Latihan. Humaniora, Bandung.

Mathie, 2002. Asset-Based Community Development: An Overview. Coady International Institute, Bangkok.

Anderson, B. and D. Paton. 2004. ABCD Toolkit.

Anderson, B. 2004. What is Asset Based Community Development?

Dureau, C. 2013. Pembaru dan Kekuatan Lokal dalam Pembangunan. ACCESS, Bali. Cunningham, G. and A. Usman, S. 2008. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Merto, S.B. 2010. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Aset, Universitas Indonesia, Jakarta. Munggoro, D. W. dan B. Kismadi. 2013. Pertemuan Apresiatif Multipihak. ACCESS, Bali. Wollenberg, E. 2001. Mengantisipasi perubahan: Skenario sebagai sarana pengelolaan hutan adaptif. CIFOR, Bogor.

BAB 5

Membangun