• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PERANAN HAKIM ANAK DALAM PENJATUHAN PUTUSAN

B. Pertimbangan Hakim Anak Dalam Menjatuhkan Putusan

Putusan merupakan hasil akhir dari proses pemeriksaan perkara di persidangan pengadilan yang diharapkan akhirnya dapat memberikan keadilan. Mengenai putusan apa yang akan dijatuhkan, tergantung pada penilaian hakim (apabila hakim tunggal) atau hasil mufakat musyawarah hakim (apabila hakim majelis) yang diperoleh berdasarkan Surat Dakwaan serta dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.

Menjatuhkan putusan bukanlah pekerjaan yang mudah mengingat keadilan itu sendiri sifatnya abstrak, sehingga tugas ini tidak jarang menempatkan hakim dalam kenyataan yang pahit terlebih lagi bila ada campur tangan dari pihak lain yang sulit dielakkan. Karena pengadilan bukanlah panggung sandiwara, maka hakim harus menjauhkan diri dari kemungkinan-kemungkinan untuk diajak kerjasama atau bermusyawarah dengan pihak manapun juga yang bermaksud untuk mempengaruhinya agar putusannya tidak berdasar atas hukum, keadilan dan kebenaran.

Kebebasan hakim bukanlah merupakan kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang diikat oleh tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat. Dalam menjatuhkan putusan hakim harus hati-hati dan teliti karena hal tersebut sangat mempengaruhi kewibawaan pengadilan dan menyangkut kehidupan seseorang atau anak yang diputus. Salah menjatuhkan putusan, akan membawa akibat buruk

terutama terhadap masa depan anak sebagai generasi bangsa yang masih perlu dididik dan diarahkan.

Suatu putusan yang sah harus memuat pertimbangan yang disusun secara ringkas. Sebagaimana ditentukan Pasal 197 ayat (1) KUHAP, pertimbangan hakim ini merupakan bagian dari suatu putusan yang apabila tidak dipenuhi mengakibatkan putusan batal demi hukum (Pasal 197 ayat (2) KUHAP).

Hal-hal yang dimuat dalam suatu pertimbangan pada putusan yaitu (Pasal 197 ayat (1) huruf d):

1. Fakta dan keadaan sesuai dengan apa yang ditemukan dalam pemeriksaan sidang pengadilan.

Apalagi mengenai fakta atau keadaan yang memberatkan atau meringankan terdakwa, mesti jelas diungkapkan dalam uraian pertimbangan putusan. Hal ini sangat penting diuraikan karena landasan yang dipergunakan sebagai dasar titik tolak untuk menentukan berat ringannya hukuman pidana yang akan ditimpakan kepada terdakwa, tidak terlepas dari fakta dan keadaan yang memberatkan atau meringankan.49

2. Pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa.

Sekalipun dikatakan “pertimbangan yang disusun ringkas”, bukan berarti putusan itu benar-benar ringkas tanpa argumentasi dan kesimpulan yang jelas, terperinci, dan utuh. Penguraian fakta dan keadaan serta alat pembuktian bukan semata-mata berupa uraian deskriptif, tetapi disamping diuraikan secara deskriptif

49

semuanya dipertimbangkan secara argumentatif sebelum sampai pada uraian pertimbangan yang menyimpulkan pendapatnya tentang kesalahan terdakwa, fakta, dan keadaan serta alat pembuktian yang diperoleh dalam pemeriksaan sidang, sehingga jelas terbaca jalan pikiran yang logis dan reasoning yang mantap, yang mendukung kesimpulan pertimbangan hakim.50

1. Laporan Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Anak)

Secara khusus sebagai Hakim Anak, berikut beberapa faktor yang dapat menjadi bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan:

Pembimbing Kemasyarakatan dimaksud adalah Pembimbing Kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan di wilayah hukum Pengadilan Negeri setempat. Apabila di wilayah hukum pengadilan negeri tidak terdapat Balai Pemasyarakatan, maka menurut Pasal 12 ayat (2) Keputusan Menteri Kehakiman No.M.02.PW.07.10 Tahun 1997, hakim dapat memerintahkan pembimbing kemasyarakatan dari anak yang bersangkutan untuk membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan terdekat.51

a. data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak;

Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian dari Pembimbing Kemasyarakatan yang memuat tentang:

b. kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan.

Laporan yang diberikan oleh Pembimbing Kemasyarakatan adalah laporan secara tertulis yang diserahkan kepada hakim sebelum sidang dibuka dengan

50

Ibid

51

maksud agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Namun meskipun demikian laporan Pembimbing Kemasyarakatan tersebut bukan berarti mengikat hakim dalam menentukan putusannya. Kebebasan dalam menentukan putusan tetap berada di tangan hakim. Setelah mempertimbangkan laporan penelitian dari Pembimbing Kemasyarakatan, bisa saja hakim mempunyai pendapat lain yang berbeda dengan laporan Pembimbing Kemasyarakatan tersebut. Jika terjadi hal demikian maka hakim harus mengemukakan apa yang menjadi dasarnya serta mencantumkannya dalam pertimbangan putusan. Dalam prakteknya, pada umumnya hakim selalu menggunakan laporan Pembimbing Kemasyarakatan tersebut mengingat keterbatasan hakim dalam mengetahui keadaan anak yang sebenarnya. Sebab hakim hanya bertemu dengan anak terbatas dalam ruang sidang yang hanya memakan waktu beberapa jam saja. Meskipun sebenarnya diluar persidanganpun hakim dapat melakukan pendekatan atau penelitian untuk lebih mengetahui kondisi anak lebih lanjut menyangkut perkara yang ditanganinya, namun hal tersebut sering tidak dapat dilakukan mengingat kesibukannya sebagai hakim biasa disamping sebagai hakim anak serta jumlah hakim anak yang masih sedikit. Jadi, laporan pembimbing kemasyarakatan merupakan alat pertimbangan atau pedoman yang mau tidak mau wajib diperhatikan oleh hakim52

52

Hasil wawancara dengan Hakim Anak di Pengadilan Negeri Medan, 23 Maret 2009

.

Hakim wajib meminta penjelasan kepada Pembimbing Kemasyarakatan atas hal tertentu yang berhubungan dengan perkara anak untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.

Berikut contoh dari hasil penelitian Pembimbing Kemasyarakatan: DEPARTEMEN KEHAKIMAN RI

KANTOR WILAYAH JAWA TENGAH BALAI PEMASYARAKATAN

(BAPAS) PEKALONGAN

Jalan Dharma Bakti 122 Telp. 21949 Pekalongan 51111

PENELITIAN KEMASYARAKATAN UNTUK SIDANG PENGADILAN NEGERI

Nomor Register: 98-06-0005 Perkara: Pemerasan

I. IDENTITAS A. Klien

1. Nama : Satrio Trisnojati bin Sumarsono

2. Tempat dan tanggal lahir : Tegal, 26 Juni 1982

3. Jenis kelamin : Pria

4. Agama : Islam

5. Bangsa/suku bangsa : Indonesia/Jawa

6. Pendidikan : SD Tidak Tamat

7. Pekerjaan : -

8. Status perkawinan : Belum kawin

9. Alamat : Jl. Pancasila Gg. I, RT.01/RW.03

Kel. Panggung, Kodya Tegal. B. Orang Tua

1. Ayah

- Nama : Sumarsono

- Umur : 47 tahun

- Agama : Islam

- Bangsa/suku bangsa : Indonesia/Jawa

- Pendidikan : SPG

- Pekerjaan : Wiraswasta

- Alamat : Ds. Pesarean Kec. Talang Kab. Tegal

- Keterangan : Telah bercerai dengan ibu klien 2. Ibu

- Nama : Siti Sodicha

- Umur : 37 tahun

- Agama : Islam

- Pendidikan : SD

- Pekerjaan : Pedagang

- Alamat : Jl. Pancasila Gg.I, RT.01/RW.03

Kel. Panggung, Kodya Tegal. C. Susunan keluarga dalam satu rumah:

No Nama Umur/Jns.

kelamin

Pendidikan/

Pekerjaan Status Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kaminah Siti Sodicha Moh. Saleh Mila R. Arum Lestari Satrio Trisnojati Aji Permadi Sita Rizki O. 70 thn/wanita 37 thn/wanita 30 thn/pria 25 thn/wanita 17 thn/wanita 16 thn/pria 12 thn/pria 4 thn/wanita -/Pedagang SD/Pedagang SPG/Guru SLTA/Pedagang SMEA kls.II SD/- SD kls.VI - Nenek Ibu Paman Bibi Kakak Klien Adik Kepon akan Serumah - Serumah Serumah - - - - II. MASALAH

Tindak pidana pemerasan yang dilakukan klien bersama seorang temannya yang bernama Kristanto bin Cusin terjadi pada hari Jumat tanggal 03 April 1998 sekitar jam 14.00 WIB di lokasi Alun-Alun Kotamadya Tegal.

Pada waktu klien bersama temannya dalam keadaan mabuk, karena sebelumnya telah minum-minuman keras jenis Anggur yang dicampur dengan Coca Cola, kemudian Kristanto mengajak klien untuk minta uang kepada orang yang ada di sekitar tempat tersebut dengan tujuan untuk membeli minuman lagi. Beberapa saat kemudian klien dan Kristanto menuju Pasar Burung dan bertemu dengan tiga orang pemuda. Dalam kesempatan tersebut klien dan Kristanto meminta uang kepada orang tersebut dengan nada memaksa “Mas tolong kasih uang sebanyak Rp.2000,- saja tidak boleh untuk tambah membeli minuman”. Akhirnya korban memberikan uangnya sebanyak sebanyak Rp.2000,- kepada klien dan temannya. Setelah klien menerima uang, klien bersama Kristianto pulang ke rumahnya di Jl. Pancasila Gg.I Kel. Panggung Kodya Tegal yang kebetulan tidak jauh dari lokasi kejadian dan sempat mandi dan makan. Tidak lama kemudian klien dan Kristanto kembali ke Alun-Alun Tegal dan di tempat tersebut klien dan temannya ditangkap oleh pihak yang berwajib karena telah melakukan pemerasan, kemudian dibawa ke POLRES Tegal untuk diadakan pengusutan lebih lanjut. Karena perbuatan tersebut, klien sampai saat ini masih di Rumah Tahanan Negara Tegal.

III. RIWAYAT HIDUP KLIEN

1. Riwayat kelahiran dan pertumbuhan

Klien lahir dengan selamat atas bantuan seorang bidan yang ada di kota Tegal. Ia lahir pada tanggal 26 Juni 1982, semenjak lahir sampai sekarang

pertumbuhan badan maupun kesehatannya dapat tumbuh dan berkembang secara normal.

2. Riwayat pendidikan

Klien mulai sekolah sejak usia enam tahun di Sekolah Dasar, dan selama mengikuti pendidikan di sekolah tersebut klien kurang ada kemampuan untuk belajar sehingga sering tidak naik kelas, akhirnya klien putus sekolah sebelum lulus Sekolah Dasar.

IV. TANGGAPAN KLIEN TERHADAP MASALAH YANG DIALAMINYA Klien dengan sengaja melakukan perbuatan pemerasan, karena membutuhkan uang untuk membeli minuman keras, serta adanya dukungan dari orang lain untuk melakukan perbuatan tersebut. Tetapi, setelah perbuatannya diketahui oleh orang lain klien baru menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Apabila pada suatu saat nanti telah selesai menjalani masa tahanan atau hukuman, klien akan berusaha merubah sikap dan perilakunya ke jalan yang lebih baik dan bercita-cita akan melanjutkan sekolah.

V. KEADAAN KELUARGA

1. Riwayat perkawinan orang tua

Kedua orang tua klien menikah pada tahun 1979, mereka menikah menurut tata cara agama Islam. Dari pernikahan tersebut telah dikaruniai tiga orang anak, klien adalah anak kedua dari tiga orang bersaudara. Pada bulan Oktober 1997, kedua orang tua bercerai karena sudah tidak ada kecocokan lagi dalam hidup berumah tangga.

2. Relasi sosial dalam keluarga

Hubungan ibu klien dengan anak-anaknya senantiasa terjalin baik dan penuh kasih sayang, demikian sebaliknya anak selalu bersikap hormat dan patuh kepada orang tua. Namun di antara tiga orang anak tersebut klien adalah salah satu yang agak sulit diatur oleh orang tua, nasihat orang tua sering dilecekan.

3. Relasi sosial keluarga dengan masyarakat sekitar

Hubungan orang tua klien bersama keluarga dengan warga masyarakat sekitarnya senantiasa terjalin baik, mereka hidup rukun dan saling bantu membantu dalam mengatasi kesulitan.

4. Keadaan ekonomi keluarga

Ibu klien mencari nafkah untuk menopang hidup keluarga dengan jalan berdagang makanan di lokasi Alun-Alun Kota Tegal dengan mendapatkan penghasilan kurang lebih Rp.10.000,- per hari. Namun dari hasil tersebut untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga dirasa masih mengalami kekurangan.

5. Keadaan rumah

Rumah yang ditempati klien bersama orang tua maupun saudara-saudaranya adalah rumah milik nenek klien. Rumah tersebut terbuat permanen dari tembok, atap genteng, lantai ubin, penerangan lampu listrik. Ukuran rumah 4 x 15 meter, terdiri dari tiga kamar tidur, satu ruang tamu,

ruang keluarga dan dapur. Perabot rumah tangga cukup sederhana, tetapi nampak bersih dan ditata rapi.

VI. KEADAAN LINGKUNGAN MASYARAKAT

1. Klien dan keluarga berdomisili di Jl. Pancasila Gg.I RT 01/RW 03 Kodya Tegal. Sebagian warga setempat mempunyai mata pencaharian sebagai: Pegawai Negeri, Karyawan, Purnawirawan, Wiraswasta dan Buruh dengan keadaan sosial rata-rata menengah ke bawa. Penduduk setempat mayoritas memeluk agama Islam yang didukung dengan adanya Musholla yang nampak bagus dan indah, membuktikan bahwa masyarakat senantiasa rajin menjalankan syariat-syariatnya.

2. Beberapa puluh meter dari Gg. I RT.01/RW.03, Kelurahan Panggung Kotamadya Tegal terdapat sebuah areal Alun-Alun dan di tempat tersebut adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang belum jelas asal usulnya serta kebanyakan gelandangan, preman dan pengamen dan dimungkinkan mempunyai perilaku yang kurang baik. Dengan kondisi yang demikian bisa memupuk dengan subur perilaku klien ke arah yang kurang baik karena dari keterangan keluarga, klien sejak kecil sudah sulit diberi nasihat oleh orang tua.

VII. TANGGAPAN PIHAK KELUARGA, MASYARAKAT DAN PEMERINTAH SETEMPAT

1. Orang tua beserta keluarga menyatakan rasa keprihatinannnya sehubungan perbuatan yang dilakukan klien, sebelumnya orang tua bersama keluarga sudah sering memberikan nasihat kepada klien, tetapi tidak pernah dihiraukan. Walaupun demikian, perbuatan klien masih dalam batas kewajaran dan apabila suatu saat nanti klien telah selesai menjalani tahanan atau pidana, orang tua akan berusaha untuk membimbing dan mendidik klien ke jalan ynga lebih baik(surat pernyataan terlampir).

2. Masyarakat dan pemerintah setempat sangat menyayangkan terhadap perbuatan yang dilakukan klien. Mereka menilai bahwa di masyarakat anak dikenal sebagai anak yang nakal akibat dari pergaulannya yang memilih kepada anak-anak nakal dan tidak sekolah. Apabila suatu saat nanti klien telah selesai menjalani masa tahanan, masyarakat dan pemerintah setempat akan membantu orang tua untuk membimbing dan mendidik klien agar menjadi anak yang baik.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

- Klien adalah anak remaja yang belum berusia 18 tahun (foto copy surat kenal lahir terlampir);

- Klien melakukan tindak pidana pemerasan disebabkan pergaulan yang kurang sehat;

- Kurangnya bimbingan dan pengawasan dari kedua orang tua klien disebabkan karena keduanya telah bercerai;

- Klien telah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.

2. Saran

Berdasarkan data dan informasi yang kami peroleh dari berbagai pihak, maka dengan tidak mengurangi hak dan kewenangan Majelis Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Pekalongan menyarankan agar klien diberikan sanksi pidana yang bersifat mendidik sesuai dengan tingkat usia maupun perbuatannya.

Pekalongan, 20 Juni 1998

Mengetahui:

Kepala Balai Pemasyarakatan Pekalongan Pembimbing Kemasyarakatan

Drs. ALI ROSJAD

2. Hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak yang disampaikan oleh orang tua, wali, atau orang tua asuh.

HARYANTO

NIP.: 040019870 NIP.: 04003468

Oleh karena hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian Pembimbing Kemasyarakatan, maka apabila ketentuan ini tidak dipenuhi mengakibatkan putusan batal demi hukum, dianggap tidak pernah ada (never existed).

Sesuai ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Pengadilan Anak, maka sebelum mengucapkan putusannya hakim terlebih dahulu memberi kesempatan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak, yang berarti peran mereka ikut diperhatikan di persidangan. Meskipun keterangan yang diberikan tersebut secara yuridis tidak

mengikat hakim, akan tetapi keterangan itu dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi hakim.

Sebagai contoh yang termasuk dalam hal-hal yang bermanfaat bagi anak yaitu orang tua, wali, atau orang tua asuh menyatakan kepada hakim kesanggupannya dalam mendidik anak. Jika demikian, maka hakim akan lebih mengutamakan pengembalian anak kepada orang tuanya untuk dididik. Tetapi hal ini tidak bersifat mutlak, adakalanya meskipun orang tua, wali, atau orang tua asuh telah menyampaikan kesanggupannya dalam mendidik anak, hakim berpendapat lain bahwa anak lebih baik tidak diserahkan kepada mereka mengingat kondisi orang tua, wali, atau orang tua asuh anak yang bersangkutan tidak mendukung untuk mendidik anak misalnya: kondisi ekonomi yang sulit, rumah tangga yang tidak harmonis, dikhawatirkan nantinya malah akan memperburuk keadaan anak. Jadi yang menjadi patokan utama adalah hal-hal apa yang paling menguntungkan/terbaik dan bermanfaat bagi anak sesuai dengan kebijakan hakim.53

3. Faktor-faktor penyebab anak melakukan kejahatan

Penjatuhan berat ringannya hukuman bukan semata-mata didasarkan pada penilaian subjektif hakim, tetapi dilandasi keadaan objektif yang didapat dan dikumpul dari kehidupan sosial terdakwa anak, kondisi keluarga, dan apa penyebab yang mendorong atau motivasi terdakwa anak melakukan kejahatan.54

Faktor dari luar diri anak sangat mempengaruhi perilaku yang dihasilkan oleh anak tersebut, seperti faktor keluarga: kondisi ekonomi lemah, sikap perilaku

53

Hasil wawancara dengan Hakim Anak di Pengadilan Negeri Medan, 23 Maret 2009.

54

orang tua yang buruk terhadap anak, perceraian, faktor pergaulan yang negatif, faktor pendidikan, kondisi lingkungan dengan kehidupan moralitas masyarakat yang bobrok. Pada masa remaja, mereka mengalami perubahan fisik dan emosinya belum stabil dan tidak matang cara berpikirnya. Remaja biasanya mudah cemas, mudah tergoncang emosinya, mudah tersinggung dan sangat peka terhadap kritikan. Oleh karena itu mereka perlu dibina dengan baik agar tidak salah jalan.55

Sebagai contoh kasus, di Bandung pernah ada seorang anak lumpuh berumur 15 tahun karena terserang polio, ia tidak dapat berjalan dan hanya dapat bergerak dengan cara menggeser pantat dengan kedua tangannya. Bocah tersebut bekerja berjualan boneka dan topi di tepi jalan Cibaduyut. Pada bulan Maret 2001, barang jualannya ditambah dengan ganja. Kata ayahnya, hasil dari penjualan ganja akan digunakan untuk biaya operasi agar anak tersebut dapat sembuh dari kelumpuhannya. Aneh tapi nyata, anak tak berdaya tersebut oleh Pengadilan

Melalui Peradilan Anak diharapkan ditemukan solusi terbaik bagi anak yang berperilaku menyimpang melakukan kejahatan. Orang dewasa tidak akan dapat menolong anak sebelum memahami makna perilaku anak tersebut. Jadi, tidaklah adil apabila anak yang melakukan suatu perilaku menyimpang/kejahatan serta merta dihukum sesuai dengan tindakan/kejahatan yang ia lakukan dan menganggap bahwa hukuman tersebut merupakan solusi terbaik tanpa mempertimbangkan faktor-faktor yang mendorong anak melakukan kejahatan.

55

Negeri Bandung divonis 2 (dua) tahun penjara karena dianggap terbukti menguasai narkotika golongan I (Pikiran Rakyat, 26/01/2003)56

No.

.

Berdasarkan hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Medan yang beralamat di Jalan Pemasyarakatan Tanjung Gusta maka diperoleh data dari penyebaran angket/kuisioner kepada 50 (lima puluh) orang Anak Pidana, dan dijabarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel : Faktor penyebab anak melakukan kejahatan

Variabel Jawaban N = 50

F Persentase

1. a. Perasaan benci

b. Dipengaruhi teman atau orang lain c. Agar perhatian d. Lain-lain 3 39 2 6 6 % 78 % 4 % 12 % 2. Tidak menjawab - - JUMLAH 50 100 %

Berdasarkan hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan penyebab anak melakukan kejahatan adalah karena adanya pengaruh dari teman atau orang lain dan hal ini terjadi terutama akibat pergaulan yang kurang baik. Kondisi jiwa anak yang memang belum stabil, membuat mereka mudah menerima pengaruh dari luar lingkungannya tanpa adanya pertimbangan yang matang terlebih dahulu.

56

http: //www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/032006/06/teropong/lainnya05.htm. Diakses tanggal 14 April 2009.

Tabel : Perasaan anak setelah melakukan kejahatan No Variabel Jawaban N = 50 F Persentase 1. a. Puas b. Menyesal c. Bingung d. Ketakutan 4 39 3 4 8 % 78 % 6 % 8 % 2. Tidak menjawab - - JUMLAH 50 100 %

Berdasarkan hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa setelah anak melakukan suatu kejahatan maka pada umumnya timbul suatu perasaan menyesal dalam diri mereka. Hal ini memang wajar, mengingat anak dalam melakukan tindakan tersebut dipengaruhi oleh kondisi emosinya yang labil dan mudah tergoncang. Akan sangat berpengaruh terhadap masa depan anak kelak, jika perasaan menyesal ini dibiarkan begitu saja tanpa adanya suatu upaya untuk memperbaiki diri anak yang bersangkutan.

4. Tujuan sanksi yang dijatuhkan

Undang-Undang Pengadilan Anak hanya memuat ketentuan mengenai jenis sanksi (pidana dan tindakan) dan lamanya pidana. Sedangkan pedoman mengenai prinsip-prinsip apa yang harusnya diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi tersebut terhadap anak tidak ada disebutkan khususnya dalam hal menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan. Padahal pedoman atau

prinsip-prinsip penjatuhan pidana terhadap anak ini justru sangat penting dikemukakan dalam ketentuan tentang peradilan (Barda N. Arief).57

Pada zaman kolonial Belanda, tujuan pemidanaan di Indonesia adalah merupakan pembalasan berupa sengsara/siksaan bagi pelanggar aturan-aturan hukum yang berlaku. Namun saat ini tujuan pidana dengan menempatkan terpidana di Lembaga Pemasyarakatan menjalani hukumannya adalah untuk mendapatkan pembinaan. Anak yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan latihan baik formal maupun informal sesuai dengan bakat dan kemampuannya serta memperoleh hak-hak lainnya. Akhirnya diharapkan mereka dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat ikut berperan aktif dalam pembangunan dan hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab

Secara garis besar sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap Anak Nakal ada 2 (dua) macam yaitu Pidana dan Tindakan (Pasal 22). Dalam menentukan hukuman pidana atau tindakan yang dapat dijatuhkan, hakim memperhatikan berat ringannya tindak pidana atau kenakalan yang dilakukan anak yang bersangkutan. Disamping itu hakim juga wajib memperhatikan keadaan anak, keadaan rumah tangga orang tua, wali, atau orang tua asuh sehubungan antara anggota keluarga dan keadaan lingkungannya (Penjelasan Pasal 25).

58

57

Romli Atmasasmita, Op. Cit, hlm.76.

58

Darwan Prinst, Op. Cit., hlm. 57-58.

. Digunakan istilah anak didik pemasyarakatan sebagai ungkapan yang lebih halus menggantikan istilah

narapidana anak yang dirasakan menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi anak.59

Menyangkut tempat pembinaan, bagi warga binaan dewasa ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan sedangkan Anak Didik pemasyarakatan ditempatkan secara terpisah di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Hal ini dilakukan demi kepentingan anak, sebab apabila digabungkan dengan orang-orang dewasa dapat mengakibatkan pengaruh buruk bagi anak seperti tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Disamping itu, hal tersebut dapat melahirkan kriminal-kriminal profesional karena dalam Lembaga Pemasyarakatan mereka dapat bergaul dengan penjahat dewasa. Sebagaimana berdasarkan penelitian R.M. Jackson, angka rata-rata pengulangan (residivis) yang paling tinggi di Inggris terjadi pada anak dan pengulangan tersebut justru lebih tinggi setelah anak masuk penjara.

Jadi penjatuhan pidana terhadap anak bukan semata-mata ingin menghukum dan merampas kemerdekaan anak yang melakukan tindak pidana

Dokumen terkait