• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS YURIDIS MENGENAI TINDAK PIDANA

5. Pertimbangan Hakim

Menimbang, bahwa sesuai dengan tertib Hukum Acara Pidana maka pertama-tama Majelis Hakim akan mempertimbangkan Dakwaan Kesatu yaitu : Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 76 C Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo UU RI No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dengan unsur-unsur pokoknya sebagai berikut:

1) Setiap orang;

2) Dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak yang mengakibatkan Anak mati.

Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut:

78

1) Unsur Setiap Orang

Bahwa yang dimaksud dengan ―Setiap Orang‖ menurut Pasal 1 ayat (16) dari Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah ―orang perseorangan atau korporasi‖. Yang dimaksud dengan ―Orang‖ adalah ―siapa saja yang menjadi subjek hukum, baik orang pribadi, badan hukum maupun badan usaha‖. Setiap orang dalam undang-undang ini adalah Subyek tindak pidana sebagai orang yang diajukan dipersidangan adalah benar sebagaimana disebutkan identitasnya dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum. Arti pentingnya mengetahui bahwa yang diperiksa dipersidangan adalah orang yang telah didakwa adalah agar yang diperiksa adalah benar tidak lain dan tidak bukan orang yang didakwa, jangan sampai terjadi orang lain yang tidak sesuai dengan identitas Terdakwa/Anak yang diperiksa dipersidangan.

Selanjutnya setiap orang adalah siapa saja tanpa terkecuali dan oleh karena itu tentulah sejajar dengan yang dimaksudkan dengan istilah barang siapa sebagaimana beberapa rumusan tindak pidana dalam KUHP. Berkaitan dengan Barang Siapa, ada beberapa pendapat menyangkut hal tersebut. Ada yang berpendapat apabila tegas-tegas disebutkan dalam rumusan tindak pidana, maka unsur Barang Siapa haruslah dibuktikan

terlebih dahulu, disisi lain ada yang berpendapat meskipun tidak secara tegas dalam rumusan tindak pidana unsur barang siapa tetap harus dibuktikan. Terlepas dari kedua pendapat tersebut, dalam praktek yang berlaku selama ini Barang Siapa diuraikan dalam setiap Putusan dan dipertimbangkan sebagai unsur;

Menimbang, bahwa Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa Barang Siapa haruslah yang menampakkan daya berfikir sebagai syarat bagi Subjek tindak pidana, untuk itu hanya orang yang sehat jiwanya yang dapat dipertanggungjawabkan; Berdasarkan Surat Keterangan Kelulusan Nomor 421/119/SD/SB/IV/2017 atas nama Anak Rani Nababan yang menerangkan bahwa Anak Rani Nababan, Lahir di Silo Bosar pada tanggal 4 Juni 2005.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas dengan diperkuat oleh fakta-fakta hukum yang diperoleh selama persidangan dimana Anak Rani Nababan telah memberikan keterangan membenarkan identitas dirinya bahwa ia Anak bernama Rani Nababan, demikian pula para Saksi telah membenarkannya.

Bahwa dari jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan, maka Hakim berpendapat bahwa selama persidangan Anak Rani Nababan sehat jasmani dan rohani sehingga dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya, maka Subyek Hukum yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah Anak Rani

80

Nababan. Dengan demikian menurut hemat Hakim, unsur Setiap Orang telah terpenuhi menurut hukum.

2) Unsur Dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak yang mengakibatkan Anak mati. Bahwa unsur ini disusun secara alternatif, sehingga yang harus dibuktikan hanya salah satu dari alternatif unsur tersebut. Untuk membuktikan adanya suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh Anak harus didukung oleh dua alat bukti yang sah, atau didukung oleh satu alat bukti dan petunjuk. Oleh karena unsur tersebut diatas adalah bersifat alternatif maka Hakim akan mempertimbangkan salah satu unsur sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan yaitu unsur melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan anak mati. Yang dimaksud dengan anak menurut Pasal 1 ayat (1) dari Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Berdasarkan berdasarkan Surat Pemandian Nomor 1045 yang menerangkan bahwa Karolina Sigalingging, Lahir di Pangambatan tanggal 25 September 2015 yang dipermandikan di Pangambatan, tanggal 25 September 2016, sehingga yang dimaksud dengan korban sebagaimana

dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum yaitu Anak Korban Petra Rotua Br Sigalingging pada bulan Desember 2016 belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sehingga yang dimaksud dengan anak menurut Pasal 1 ayat (1) dari Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah terpenuhi secara formal. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh di depan persidangan baik dari keterangan saksi-saksi dan Anak yang dihadirkan dipersidangan, bahwa pada hari Rabu tanggal 31 Oktober 2018 sekira pukul 16.00 Wib, anak Rani Nababan sampai di rumah sepulang sekolah, lalu anak melihat korban anak Karolina Sigalingging dan saksi anak Petra Rotua Sigalingging (masing-masing anak kandung kakak anak) sedang duduk-duduk di teras rumah orang tua anak yang terletak di Huta II Silou Bosar, Nagori Bosar Nauli, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun, sembari melihat-lihat ke arah kedai kopi yang berada di depan rumah orang tua anak, oleh karena saat itu anak tidak memiliki uang untuk membeli jajan sehingga anak menyuruh korban anak Karolina Sigalingging dan saksi anak Petra Rotua Sigalingging untuk masuk ke rumah tetapi korban anak Karolina Sigalingging dan saksi anak Petra Rotua Sigalingging tidak mau, kemudian anak menarik tubuh saksi anak Petra Rotua Sigalingging ke dalam

82

rumah akan tetapi saksi anak Petra Rotua Sigalingging tetap tidak mau sambil menjatuhkan badannya sehingga anak sulit menariknya yang memicu emosi anak, kemudian Anak menarik paksa tangan saksi anak Petra Rotua Sigalingging sampai ke ruang tamu, kemudian anak membenturkan kepala saksi anak Petra Rotua Sigalingging dengan menggunakan tenaga yang kuat ke lemari buku sebanyak 1 (satu) kali dan kemudian menonjok kepalanya saksi anak Petra Rotua Sigalingging sebanyak 1 (satu) kali. Selanjutnya anak yang masih dalam keadaan emosi memanggil anak korban Karolina Br Sigalingging yang masih berada di teras rumah orang tua anak akan tetapi korban anak Karolina Br Sigalingging berjalan lambat hingga kemudian anak melakukan penganiayaan terhadap korban anak Karolina Br Sigalingging dengan cara menonjok bagian kepala korban anak Karolina Br Sigalingging secara berulang – ulang sebanyak 4 (empat) kali, selanjutnya pada hari Kamis tanggal 01 Nopember 2018 sekira pukul 17.00 Wib, anak bermaksud memandikan korban anak Karolina Br Sigalingging dan saksi anak Petra Rotua Br Sigalingging di dalam kamar mandi orang tua anak namun anak merasa kesulitan memandikan korban Karolina Sigalingging dan Petra Rotua Sigalingging sehingga anak menjadi emosi dan melakukan penganiayaan terhadap saksi anak Petra Rotua Br

Sigalingging dengan cara menonjok bagian muka dan kepalanya dengan sekuat tenaga anak, selanjutnya anak melakukan penganiayaan terhadap korban anak Karolina Br Sigalingging dengan cara menjambak rambut depan korban anak Karolina Br Sigalingging, lalu anak membenturkan kepala bagian depan korban anak Karolina Br Sigalingging ke tembok bak kamar mandi rumah orang tua anak dengan sekuat tenaga sebanyak 2 (dua) kali sehingga mengakibatkan korban anak Karolina Br Sigalingging jatuh terpental ke belakang lantai kamar mandi rumah orang tua anak, melihat kondisi korban anak Karolina Br Sigalingging tidak sadarkan diri, anak langsung mengangkat tubuh anak korban Karolina Br Sigalingging ke tempat tidur orang tua anak, kemudian anak menyuruh anak saksi Lambok Tampubolon dan anak saksi Petra Rotua Br Sigalingging untuk memanggil orang tua anak yang sedang bekerja di ladangnya dan tidak lama kemudian saksi Renty Br Lumbantoruan alias Op. Mei (orang tua anak) datang dan melihat kondisi korban anak Karolina Br Sigalingging yang sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri, selanjutnya saksi Renty Br Lumbantoruan alias Op Mei menyuruh Gabriel untuk menjemput saksi Yesi Cristina Butar Butar (tenaga medis) dan oleh saksi Yesi Cristina Br Butar Butar datang ke rumah saksi Renty Br Lumbantoruan alias Op. Mei, lalu mengecek tubuh korban anak Karolina Br

84

Sigalingging, kemudian saksi Yesi Cristina Br Butar Butar menyarankan agar membawa korban anak Karolina Br Sigalingging ke Puskesmas Titi Beton Kecamatan Hatonduhan, selanjutnya korban anak Karolina Br Sigalingging dibawa ke Puskesmas Titi Beton Kecamatan Hatonduhan dan oleh saksi Lesmi Napitu mengecek kondisi tubuh korban anak Karolina Br Sigalingging dan saat itu juga korban anak Karolina Br Sigalingging dirujuk ke Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar dan setelah dirawat selama 3 (tiga) hari korban anak Karolina Br Sigalingging meninggal dunia pada hari Sabtu Tanggal 03 Nopember 2018 sekitar pukul 20.00 Wib. Berdasarkan Visum et Revertum Nomor 15449/IV/UPM/XI/2018 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Reinhard JD. Hutahaean, Sp.F, S.H., MM., dokter yang memeriksa pada RSUD Dr. Djasamen Saragih, Pematang Siantar dengan Kesimpulan : Telah diperiksa sesosok mayat seorang anak perempuan, dikenal, umur 3 tahun dan 6 bulan, panjang badan 89 cm, perawakan sedang, warna kulit kuning langsat, rambut, warna hitam, tidak mudah dicabut.

Dari hasil pemeriksaan luar dan dalam diambil kesimpulan bahwa mekanisme kematian korban adalah mati lemas akibat ganggung sistem pusat pernafasan (otak) oleh karena adanya perdarahan di jaringin otak (rongga tengkorak/ intra cranial beleding) yang disebabkan kekerasan/ trauma/ ruda paksa

tumpul pada kepala korban. Mekanisme trauma tumpul cenderung terjadi secara berulang pda kepala korban. Korban juga mengalami luka memar pada daerah dahi, kelopak mata kanan dan tangan kanan yang disebabkan kekerasan/ trauma/

ruda paksa tumpul, juga mengalami luka lecet lama pada daerah leher sisi kanan dan kiri yang telah mengalami proses penyembuhan. Dengan demikian unsur ―melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan anak mati‖ telah terpenuhi menurut hukum.

Oleh karena Anak didakwa dengan Dakwaan Kumulatif (Cumulatieve Ten Laste Legging) dimana dalam dakwaan tersebut Anak didakwa melakukan 2 (dua) tindak pidana yang masing-masing berdiri sendiri yang mana subyek tindak pidananya adalah Anak Rani Nababan.

Konsekuensi pembuktian dari Dakwaan tersebut adalah bahwa masing-masing dakwaan harus dibuktikan. Secara prosesual Majelis akan mempertimbangkan Dakwaan Kedua, Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 76 C Undang-Undang RI No.

35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo UU RI No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dengan unsur-unsur pokoknya sebagai berikut:

1) Setiap orang;

86

2) Dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak yang pada saat kejadian masih berumur sekitar 5 Tahun.

Terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:

1) Unsur setiap orang

Unsur setiap orang dalam Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 76 C Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo UU RI No.

11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah sama dengan unsur Setiap orang yang dimaksud dalam Dakwaan Kesatu, oleh karena itu unsur Setiap orang dalam hal ini adalah telah dibuktikan sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu, karena itu diambil alih menjadi pertimbangan Majelis Hakim dan telah terbukti pula terhadap unsur Setiap orang dalam Dakwaan Kedua.

2) Unsur Dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak yang pada saat kejadian masih berumur sekitar 5 Tahun

Unsur ini disusun secara alternatif, sehingga yang harus dibuktikan hanya salah satu dari alternatif unsur tersebut. Untuk membuktikan adanya suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh Anak harus didukung oleh dua alat bukti yang sah, atau didukung oleh satu alat bukti dan petunjuk. Oleh karena unsur tersebut diatas adalah bersifat alternatif maka Hakim akan mempertimbangkan salah satu unsur sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan yaitu unsur melakukan kekerasan terhadap anak pada saat kejadian masih berumur sekitar 5 tahun. Yang dimaksud dengan anak menurut Pasal 1 ayat (1) dari Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Berdasarkan berdasarkan Surat Pemandian Nomor 214 yang menerangkan bahwa Petra Rotua Sigalingging, Lahir di Pangambatan tanggal 6 Mei 2013 yang dipermandikan di Pangambatan, tanggal 23 Mei 2013, sehingga yang dimaksud dengan korban sebagaimana dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum yaitu Anak Korban Petra Rotua Br. Sigalingging pada bulan Desember 2016 belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sehingga yang dimaksud dengan anak menurut Pasal 1 ayat (1) dari Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang

88

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah terpenuhi secara formal.

Dokumen terkait