• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertimbangan Hukum Majelis Hakim

Dalam dokumen T1 312010038 BAB III (Halaman 44-53)

Baik terhadap Eksepsi-eksepsi Kepala Dinas maupun bantahan dari Umat

Beragama di Rumah Ibadat A Quo, Majelis Hakim PTUN yang memeriksa dan

mengadili sengketa itu memberikan dengan pertimbangan hukum berikut di bawah ini.

Pertama, menurut Majelis Hakim, mengenai eksepsi Legitime Persona In Standi Judicio dalam Acara Sidang Pemeriksaan Persiapan tanggal 22 Mei 2008, Majelis Hakim telah menerima Surat Kuasa Khusus tercantum Umat Beragama di

Rumah Ibadat A Quo sebagai Pemberi Kuasa56, memberikan Kuasa kepada

Penerima Kuasa, sejumlah Advokat.

Dalam Surat Kuasa Khusus tersebut menjelaskan bahwa, Penerima Kuasa bertindak untuk dan atas nama Prinsipal, membela kepentingan hukum Prinsipal dalam melakukan gugatan terhadap Kepala Dinas sehubungan dengan

diterbitkannya Surat Pembekuan Ijin. Penerima Kuasa57, adalah sah untuk

bertindak mewakili kepentingan hukum Prinsipal untuk beracara di PTUN Bandung, demikian Majelis Hakim.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka menurut Majelis Hakim Surat Gugatan dalam Sengketa TUN dengan Register Perkara, telah ditandatangani dan diajukan oleh pihak yang mempunyai wewenang untuk bertindak sebagai mandataris dalam hal ini mewakili kepentingan hukum Prinsipal.

56 Di sini Penulis singkat Prinsipal sesuai prinsip dalam Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, yaitu

Kaedah dan Prinsip tentang Keagenan. Lihat Buku Jeferson Kameo, SH., LL.M., Ph.D, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Bagian tersebut masih dalam proses perampungan, ketika tulisan ini disusun oleh Penulis.

57

Menurut Majelis Hakim, tentang eksepsi mengenai Obscuur Libel, dalam Sidang Pemeriksaan Persiapan para otoritas itu telah menerima dan mempelajari Surat Gugatan tertanggal 7 Mei 2008 dan telah diperbaiki serta diserahkan kepada Majelis Hakim pada tanggal 29 Mei 2008, tertera sejumlah nama tertentu yaitu

Umat Beragama di Rumah Ibadat A Quo atau Prinsipal. Kedudukan Umat

Beragama di Rumah Ibadat A Quo sebagai subyek hukum dalam sengketa TUN

diperoleh berdasarkan ketentuan Suatu Persekutuan Agama di Indonesia yang menyatakan bahwa: “Ketua, Sekretaris dan Bendahara dari Umat Beragama itu atau Badan Perkara dari umat beragama itu bertindak sebagai Wakil pengurus Umat Beragama dalam masalah-masalah hukum baik di dalam maupun di luar

Pengadilan58. Sedangkan, sesuai Keputusan Persidangan Pengurus Umat

Beragama di Pusat Rumah Ibadat A Quo 30 Maret 200859 adalah Ketua I,

Sekretaris, dan Bendahara.

Menurut Majelis Hakim, berdasarkan ketentuan Badan Pekerja sebagaimana dimaksud di atas dan Keputusan Persidangan Para Umat Beragama

di Rumah Ibadat A Quo berhak untuk mewakili kepentingan hukum untuk

beracara di PTUN Bandung. Selanjutnya Prinsipal berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 6 Mei 2008 telah memberikan Kuasa di atas yang menurut Majelis Hakim, pihak yang mengajukan gugatan dalam sengketa TUN adalah telah jelas Subjek Hukumnya.

Mengenai eksepsi Onrechtmatige Overheids Daad, Majelis Hakim

berpendapat hukum bahwa terhadap Eksepsi mengenai tidak ada kualifikasi perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Kepala Dinas, Majelis Hakim

58

Bukti Surat P-3.

59

berpendapat bahwa, Eksepsi tersebut sudah mengenai materi sengketa. Dan oleh karenanya, Eksepsi tersebut akan dipertimbangkan dalam Pokok Sengketa. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Majelis Hakim berpendapat, Eksepsi-eksepsi yang diajukan oleh Kepala Dinas tidak beralasan hukum dan dinyatakan ditolak.

Sedangkan mengenai pokok perkara, Majelis Hakim memberikan pertimbangan hukum dalam eksepsi yang diuraikan di atas juga merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pertimbangan dalam pokok sengketa tersebut. Obyek sengketa Pembekuan Ijin, intinya membekukan Keputusan Walikota Bogor Nomor: 645.8-372 tahun 2006 tentang Ijin Mendirikan Rumah

Ibadat A Quo tanggal 13 Juli 2006.

Mengutip kembali argumen Umat Beragama di Rumah Ibadat A Quo,

Majelis Hakim memaparkan bahwa, dengan diterbitkannya obyek sengketa

tersebut oleh Kepala Dinas maka pembangunan tempat ibadat A Quo yang

dibutuhkan untuk menjalankan ibadat Umat Beragama di Rumah Ibadat A Quo

menjadi terhenti sama sekali sehingga kepentingan Prinsipal sangat dirugikan, padahal prinsipal telah melakukan banyak persiapan untuk mengadakan

pembangunan Rumah Ibadat A Quo. Selanjutnya, mengutip Prinsipal, obyek

sengketa tersebut penerbitannya bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku60. Prinsipal juga mendalilkan bahwa Kepala Dinas dalam

menerbitkan obyek sengketa a quo telah melanggar AAUPB yaitu asas

kecermatan formal; asas fairplay; asas kepercayaan atau asas harapan-harapan

yang telah ditimbulkan; asas kecermatan materiil. Berdasarkan hal tersebut

60

Prinsipal mohon agar Pengadilan menunda Pelaksanaan Obyek Sengketa A Quo

dan menyatakan batal atau tidak sah obyek sengketa A Quo. Gugatan Prinsipal

telah dibantah oleh Kepala Dinas dalam Jawabannya tertanggal 26 Juni 2008.

Untuk menguatkan dalil gugatannya Para Penggugat telah mengajukan bukti61,

demikian kata Majelis Hakim.

Majelis Hakim dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa

TUN ini berpedoman pada ketentuan62 yang menyebutkan Hakim menentukan

apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.

Atas dalil-dalil gugatan Prinsipal dan permohonan Prinsipal agar Pengadilan menunda pelaksanaan Pembekuan Ijin dan dalam pokok sengketa menyatakan batal atau tidak sah Pembekuan Ijin itu serta dalil bantahan Kepala Dinas, Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa Permohonan Penundaan

Pelaksanaan obyek sengketa A Quo tersebut tidak memenuhi kriteria63 terdapat

keadaan yang sangat mendesak sehingga permohonan penundaan tersebut tidak dapat dikabulkan.

Terhadap dalil gugatan Prinsipal yang menyebutkan bahwa obyek

sengketa A Quo bertentangan dengan Perundang-undangan yang berlaku Majelis

Hakim mempertimbangkan bahwa Latar belakang diterbitkannya Pembekuan Ijin adalah adanya Surat Pengaduan dari Forum PA dan Ormas Keagamaan se-Kota

61 Lihat uraian di atas., hlm., 67-68, supra.

62

Pasal 107 UU No.5 tahun 1986. 63

Bogor Nomor Istimewa tanggal 1 Oktober 2006 Permohonan Pembatalan

Pembangunan Rumah Ibadat A Quo di Kecamatan Bogor Barat yang diterima

Kepala Dinas 8 Pebruari 2008 yang berisi alasan bahwa64 Ijin yang telah

diterbitkan dapat dibekukan apabila ternyata terdapat pengaduan pihak ketiga, atau kesalahan teknis dalam mendirikan bangunan gedung. Berdasarkan

Rekomendasi No. 601/389 – Pem 15 Pebruari 2006 pada poin dua belas apabila

permohonan tidak memenuhi segala ketentuan yang telah ditetapkan dan apabila dalam pelaksanaan pembangunan dan kegiatan Umat Beragama di Rumah Ibadat A Quo seluas 1.720 , menimbulkan keresahan masyarakat, maka rekomendasi itu batal dengan sendirinya atau tidak berlaku lagi, segala resiko dari hal tersebut menjadi tanggung jawab pemohon. Berdasarkan PBM, yang harus menjadi acuan dalam pendirian Rumah Ibadat yang direalisasikan melalui surat keberatan warga

terdekat terhadap Pembangunan Rumah Ibadat A Quo. Berdasarkan bukti yang

telah dicermati Majelis Hakim dengan seksama65, ijin yang telah ditebitkan dapat

dibekukan apabila ternyata terdapat pengaduan pihak ketiga, atau pelanggaran,

atau kesalahan teknis dalam mendirikan bangunan gedung66. Keputusan

Pembekuan Ijin diberitahukan secara tertulis kepada pemegang ijin dengan disertai alasan yang jelas dan wajar, setelah pemegang Ijin diberikan kesempatan

untuk memberikan penjelasan67. Ketentuan yang berkenaan dengan tata cara dan

64

Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Daerah No. 7 tahun 2006 tentang Bangunan Gedung.

65

Pasal 15 Peraturan Daerah No.7 tahun 2006 tentang Bangunan Gedung tersebut terdiri dari 3 (tiga) ayat.

66

Ayat 1.

67

prosedur pengajuan keberatan dan/atau pengaduan harus memperhatikan Asas

Keadilan, Kepastian Hukum, Keterbukaan dan Perlindungan Hukum68.

Menurut Majelis Hakim, dalam obyek sengketa A Quo Kepala Dinas

hanya mencantumkan alasan69 yang berdasarkan fakta hukum yang terungkap di

persidangan ternyata Prinsipal tidak diberikan kesempatan memberikan

penjelasan sebelum terbitnya obyek sengketa A Quo. Setelah Majelis Hakim

mencermati lebih lanjut ketentuan itu70 Majelis Hakim menemukan kejanggalan

Pembekuan Ijin yaitu mengenai surat Pengaduan dari Forum PA dan Ormas

Keagamaan tertentu se-Kota Bogor di atas71 yang diterima Tergugat 8 Pebruari

2008 (dalam kurun waktu 1 tahun 4 bulan). Kemudian tergugat menerbitkan

obyek sengketa A Quo 14 Pebruari 2008.

Berdasarkan bukti di atas Majelis Hakim memperoleh fakta bahwa sebelum

diterbitkannya Obyek sengketa A Quo memang ada pernyataan keberatan yang

diajukan Forum PA tertentu dan Ormas-ormas Keagamaan tertentu se-Bogor tentang Pembubaran aliran agama tertentu dan Penolakan Pembangunan Rumah

Ibadat A Quo72. Permohonan Audiensi dari Forum Umat Beragama tertentu Kota

Bogor73, Pernyataan Penolakan dari warga74, setelah Majelis Hakim mencermati

surat-surat tersebut tidak dijadikan alasan untuk membekukan ijin (obyek

68

Ayat 3.

69 Pasal 15 Ayat (1) Perda No.7 tahun 2006. Pasal 15 Ayat (2) dan (3) mengatur lebih lanjut

mengenai Tata Cara dan Prosedur Pengajuan Keberatan dan atau Pengaduan.

70 Pasal 15 Ayat (1) Perda No.7 tahun 2006 dihubungkan dengan ketentuan Pasal 15 Ayat (3)

Perda No.7 tahun 2006.

71

Bukti T-2.

72 Bukti T-3. 73 Bukti T-4.

sengketa). Menurut Majelis Hakim terungkap pula dari bukti, fakta hukum, Prinsipal telah melakukan upaya untuk melengkapi persyaratan pengajuan

permohonan IMB RI A Quo dan persyaratan tersebut telah dapat dipenuhi oleh

Prinsipal, dengan bukti diterbitkan IMB. Ternyata kemudian dalam tahap

pembangunan Rumah Ibadat A Quo yang pada pokoknya karena ada keresahan

masyarakat, ada penolakan atas pembangunan Rumah Ibadat A Quo tersebut

akhirnya diterbitkanlah oleh Tergugat Pembekuan Ijin (obyek sengketa).

Berdasarkan uraian pertimbangan di atas Majelis Hakim berpendapat bahwa

obyek sengketa A Quo penerbitannya bertentangan dengan ketentuan75, dengan

pertimbangan bahwa Prinsipal tidak pernah didengar keterangannya atau diberi Kesempatan untuk memberikan penjelasan sebelum diterbitkannya objek sengketa A Quo (AsasAudi et Alteram partem)76.

Selanjutnya Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam menyikapi Surat Pengaduan dari Forum PA dan Ormas Agama tertentu se-Kota Bogor di atas

Tergugat seharusnya memperhatikan ketentuan PBM77 yaitu :

Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat;78 Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh Bupati/Walikota dibantu Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten /Kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak

75

Pasal 15 Ayat (2) Perda No.7 tahun 2006 tentang Bangunan.

76

Vide Pasal 15 Ayat (2) Perda No.7 tahun 2006.

77

Pasal 21. 78 Ayat 1.

memihak dengan mempertimbangkan saran Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten/Kota;79 Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat80.

Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan berupa

keterangan Para Pihak, Bukti Surat dan Keterangan Saksi ketentuan81 tersebut

belum pernah dilaksanakan, walaupun pernah dilaksanakan Audiensi82, tetapi

tidak mengikutsertakan Prinsipal. Berdasarkan83 para penggugat pernah minta

bantuan Forum Komunikasi Umat Beragama Kota Bogor untuk menyelesaikan

permasalahan Pembekuan IMB-RI A Quo, namun permohonan diajukan setelah

terbit objek sengketa A Quo dan diajukan sendiri oleh Prinsipal tanpa melalui

musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan yang dilakukan oleh Walikota dibantu Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.

Menurut Majelis Hakim, Kepala Dinas dalam penerbitan objek sengketa A

Quo mengacu kepada Peraturan84, maka Kepala Dinas harus memperhatikan dan

mempertimbangkan secara komprehensif mengenai prosedur dan tata cara penyelesaian perselisihan akibat pendirian rumah ibadat dan tata cara dan prosedur Pembekuan Ijin, demi tercapainya kerukunan umat beragama sebagaimana di amanatkan oleh Ideologi Negara dan Konstitusi. Berdasarkan 79 Ayat 2. 80 Ayat 3. 81 Pasal 21. 82 Lihat bukti T-4. 83 Bukti P-23. 84

uraian pertimbangan di atas dalil gugatan Prinsipal yang menyebutkan tindakan

Kepala Dinas dalam menerbitkan objek sengketa A Quo bertentangan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terbukti kebenarannya oleh karena itu gugatan Prinsipal haruslah dikabulkan dan Pembekuan Ijin harus dinyatakan batal.

Kepala Dinas dihukum membayar biaya perkara yang jumlahnya

ditentukan dalam Amar Putusan tersebut.85 Bukti-bukti yang tidak relevan tidak

dipertimbangkan namun tetap dimasukkan ke dalam berkas perkara dalam putusan tersebut.

Majelis Hakim merujuk Undang-Undang86 sebagai dasar hukum. Atas

dasar itu, Majelis Hakim yang memeriksa perkara itu mengadili dengan amar putusan: dalam eksepsi Majelis Hakim menyatakan menolak eksepsi Kepala Dinas. Dalam Penundaan menyatakan menolak Permohonan penundaan

Pembekuan Ijin A Quo. Dalam Pokok Sengketa Mengabulkan gugatan Prinsipal

untuk seluruhnya. Menyatakan batal Pembekuan Ijin. Memerintahan kepada Kepala Dinas untuk mencabut Pembekuan Ijin. Menghukum Pihak Kepala Dinas untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara itu sebesar lima puluh sembilan ribu rupiah. Amar Putusan diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim PTUN Bandung pada Selasa 2 September 2008.

Kepala Dinas melakukan Banding, dan pengajuan Peninjauan Kembali

(PK). Mahkamah Agung memeriksa dan memutus Perkara TUN

mempertimbangkan bahwa perihal obyek gugatan adalah sama dengan apa yang

85

Berdasarkan Pasal 110 jo. Pasal 112 UU No. 5 tahun 1986.

86 UU No. 5 tahun 1986 tentang PTUN sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 tahun 2004

tentang Perubahan Atas UU No. 5 tahun 1989 tentang PTUN dan Peraturan Daerah Kota Bogor No. 7 tahun 2006 tentang Bangunan dan Peraturan lain yang berkaitan dengan sengketa.

telah dikemukakan dalam uraian kasus di atas. Sedangkan pertimbangan mengenai kewenangan mengadili juga pada prinsipnya sama dengan apa yang

telah Penulis kemukakan di atas87, ketika hal yang sama dikemukakan di tingkat

PTUN. Di tingkat PK, kembali dinyatakan hal yang sama antara lain bahwa obyek gugatan menyebabkan Pembangunan Rumah Ibadat yang dibutuhkan oleh Prinsipal untuk menjalankan ibadat menurut keyakinan mereka menjadi terhenti sama sekali, sehingga kepentingan mereka sangat dirugikan.

Atas dasar itu, Mahkamah Agung memutus dengan amar PK yaitu, Mahkamah Agung yang telah mempertimbangkan dan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan dengan perkara tersebut sebagaimana telah diuraikan di atas menyatakan permohonan PK dari Kepala Dinas tidak dapat diterima, menghukum Kepala Dinas membayar biaya perkara dalam pemeriksaaan peninjauan kembali. Putusan tersebut diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Kamis 9 Desember 2010.

Dalam dokumen T1 312010038 BAB III (Halaman 44-53)

Dokumen terkait