• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi

Para ahli ekonomi maupun politik umumnya sepakat menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu indikator keberhasilan dalam pembangunan. Pemerintah di negara mana pun dapat segera jatuh atau bangun berdasarkan tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapainya. Baik buruknya kualitas kebijakan pemerintah dan tinggi atau rendahnya mutu aparatnya di bidang ekonomi secara keseluruhan biasanya diukur berdasarkan kecepatan pertumbuhan output nasional (Todaro dan Smith 2006).

Berdasarkan teori neoklasik, pertumbuhan output ekonomi regional dipengaruhi pertumbuhan stok kapital, pertumbuhan tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan dalam menyediakan berbagai barang ekonomi bagi penduduknya.

Pengukuran pertumbuhan ekonomi secara konvensional biasanya dengan menghitung persentase Produk Domestik Bruto (PDB). PDB mengukur pengeluaran total dari suatu perekonomian terhadap berbagai barang dan jasa yang baru diproduksi pada saat atau tahun serta pendapatan total yang diterima dari adanya seluruh produksi dan jasa tersebut (Mankiw 2006). Pertumbuhan biasanya dihitung dalam nilai riil dengan tujuan untuk menghilangkan adanya pengaruh inflasi pada barang dan jasa yang diproduksi, sehingga PDB riil semata-mata menggambarkan perubahan kuantitas produksi.

Ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Todaro dan Smith 2006). Akumulasi modal terjadi apabila sebagian pendapatan ditabung dan diinvestasikan dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan. Akumulasi modal dapat dilakukan secara langsung maupun dengan melakukan investasi terhadap fasilitas-fasilitas penunjang seperti investasi infrastuktur, ekonomi dan sosial. Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja secara tradisional dianggap faktor positif yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang besar berarti dapat menambah tenaga kerja produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang besar berarti ukuran pasar domestik besar. Faktor lainnya adalah kemajuan teknologi yang merupakan dasar bagi berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan.

Pentingnya akumulasi modal (investasi) dalam pertumbuhan ekonomi dikenal sejak dikembangkannya ”the linear stages theory”, yang menyatakan bahwa kunci untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan proses pembangunan adalah peningkatan total tabungan nasional dan luar negeri. Semakin banyak total tabungan dan diinvestasikan, laju pertumbuhan ekonomi akan semakin cepat (Todaro dan Smith 2006). Muncul beberapa kritik terhadap teori ini, yang menyatakan bahwa ada faktor-faktor lain yang mendukung pertumbuhan

ekonomi, yaitu kecakapan managerial, tenaga kerja yang terdidik dan terlatih, kemampuan perencanaan, adanya transfortasi yang memadai serta birokrasi pemerintah yang efisien.

Berbagai model pertumbuhan ekonomi muncul mengikuti perubahan perekonomian dari waktu ke waktu. Teori klasik dimotori Adam Smith, beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi bertumpu pada adanya pertambahan penduduk. Adanya pertambahan penduduk menyebabkan pertambahan output. Yang termasuk dalam teori klasik lainnya Ricardo. Ricardo menyatakan bahwa faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar sampai menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah, sehingga dapat mengakibatkan upah menjadi turun. Upah tersebut hanya dapat digunakan untuk membiayai taraf hidup minimum sehingga perekonomian akan mengalami kemandegan (stationary state).

Selanjutnya, Teori Klasik berkembang menjadi Teori Neoklasik yang dimotori Harrord Domar dan Robert Solow. Harrord Domar beranggapan bahwa modal harus dipakai secara efektif, karena pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh peranan pembentukan modal tersebut. Teori dari Harrord Domar juga membahas tentang pendapatan nasional dan kesempatan kerja.

Model pertumbuhan Solow menjelaskan bagaimana pertumbuhan stok kapital, pertumbuhan angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi di dalam perekonomian. Ketiganya mempengaruhi produk nasional atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada skala regional. Hubungan ketiga input produksi tersebut digambarkan pada Gambar 3. Dalam model pertumbuhan ekonomi ini, stok kapital merupakan faktor penentu output sebuah perekonomian, namun stok kapital selalu berubah sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada akhirnya. Kegiatan investasi dalam hal ini terkait dengan misalnya pengeluaran pembangunan gedung atau fasilitas baru dan perlengkapan. Pengeluaran ini mengakibatkan stok kapital meningkat.

Dari grafik , f(k) adalah fungsi produksi atau dapat dinotasikan y. Investasi per tenaga kerja dinotasikan dengan i. Jika investasi pertenaga kerja sy, maka i = sf(k). Bagaimana setiap nilai dari k dapat mempengaruhi output serta

bagaimana alokasi output antara konsumsi dan tabungan ditentukan oleh saving rate s, dengan mempertimbangkan juga faktor depresiasi.

Output per

tenaga kerja Output f(k)

Output per c Konsumsi per tenaga kerja

tenaga kerja

Investasi (sf(k))

y

i Investasi per tenaga kerja

Kapital per tenaga kerja

Sumber: Kharisma, 2006.

Gambar 3 Hubungan stok kapital, tenaga kerja dan teknologi menurut Teori Solow

Dampak investasi dan depresiasi dalam stok kapital dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

Perubahan dalam stok kapital = Investasi – Depresiasi

Δk = i – k ………...……….(2.5)

dengan mensubstitusi i=sf(k) dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

Δk = sf(k) – k ……….………(2.6)

Persamaan di atas menjelaskan investasi dan depresiasi pada berbagai level stok kapital k. Semakin tinggi stok kapital, semakin tinggi output yang dihasilkan, namun semakin tinggi pula depresiasi.

Pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Menurut Robert Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber daya yang positif. Model pertumbuhan Solow merupakan pilar yang memberi kontribusi terhadap teori pertumbuhan neoklasik. Model ini merupakan pengembangan dari model pertumbuhan Harrod-Domar dengan

menambahkan faktor tenaga kerja dan teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan. Dalam model pertumbuhan Solow, input tenaga kerja dan modal memakai asumsi skala yang terus berkurang (diminishing returns) jika keduanya dianalisis secara terpisah, sedangkan jika keduanya dianalisis secara bersamaan memakai asumsi skala hasil tetap (constant returns to scale) (Todaro dan Smith 2006).

Model neoklasik beranggapan bahwa mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga kerja, pada permulaan proses pembangunan adalah kurang lancar. Pada saat itu modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga ketimpangan pembangunan regional cenderung melebar. Pada proses pembangunan selanjutnya, dengan semakin baiknya prasarana dan fasilitas komunikasi, maka mobilitas modal dan tenaga kerja tersebut akan semakin lancar. Dengan demikian, nantinya setelah negara yang bersangkutan telah maju, maka ketimpangan pembanguan regional akan berkurang. Perkiraan ini merupakan kesimpulan kedua dari model ini dan kemudian dikenal sebagai hipotesis Neoklasik.

 

2.1.6.1 Kurva Scully

Kurva Scully merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh professor Gerald Scully, yang menerangkan hubungan antara peran pengeluaran pemerintah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Dalam model kuadratik, porsi pengeluaran pemerintah menjadi variabel independent dan pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dependent. Gambar 4 menunjukkan hubungan tingkat pertumbuhan ekonomi dengan porsi pengeluaran pemerintah.

Model ini menunjukkan bahwa peningkatan porsi pengeluaran pemerintah terhadap PDRB sampai pada tingkat tertentu memberikan pengaruh yang lebih tinggi pada pertumbuhan, namun pada porsi yang lebih tinggi lagi (melebihi tingkat optimal) maka porsi pemerintah semakin besar akan berdampak lebih rendah bahkan dapat mencapai nol bagi petumbuhan ekonomi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Tingkat Pertumbuhan Ekonomi g t

0 Porsi pengeluaran pemerintah terhadap PDRB Sumber : Kharisma, 2006.

Gambar 4 Hubungan antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDRB menurut Teori Scully.

2.1.6.2 Teori Peacock dan Wiseman

Teori Peacock dan Wiseman, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi (PDB) menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan peningkatan penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Pada kondisi normal peningkatan PDB menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.

Apabila kondisi di atas terganggu, misalnya karena adanya perang, maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang, maka penerimaan pemerintah dari pajak akan meningkat di antaranya melalui cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Kondisi ini disebut efek pengalihan (displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Biaya perang tidak hanya dipenuhi melalui pajak, dibiayai juga melalui pinjaman ke negara lain. Akibatnya setelah perang, pemerintah sebetulnya dapat menurunkan tarif pajak kembali, tetapi karena harus mengembalikan pinjaman tersebut maka penurunan tarif pajak tidak dilakukan. Sehingga pengeluaran pemerintah meningkat karena PDB yang mulai meningkat karena pengembalian pinjaman dan aktivitas baru setelah perang. Hal ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Gangguan sosial juga dapat menyebabkan

terjadinya efek konsentrasi (concentration effect) yaitu terjadi konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah dimana kegiatan ekonomi tersebut semula dilaksanakan untuk swasta. Setelah perang selesai dan kembali ke keadaan normal, tingkat pajak akan turun kembali.

Teori ini didasari suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluarannya sementara masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar dalam rangka membiayai pengeluaran pemerintah tersebut. Peacock dan Wiseman mendasarkan teorinya pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat di mana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena.

Dokumen terkait