• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.5 Teori Pajak

pemerintahan maupun pembangunan daerah. Penghasilan pemerintah dalam rangka membiayai pengeluaran tersebut diperoleh melalui pungutan pajak dari masyarakat, atau dari hasil kekayaan alam yang terdapat di daerah tersebut. Penerimaan dari sektor pajak yang dikenakan kepada masyarakat akan kembali kepada masyarakat melalui pengeluaran rutin dan kegiatan pembangunan berupa penyediaan fasilitas publik yang secara tidak langsung akan menunjang kelancaran pembangunan daerah.

Teori keuangan negara menjelaskan bahwa pajak timbul sebagai implikasi dari peran pemerintah dalam perekonomian. Latar belakang perlunya campur tangan pemerintah dalam perekonomian adalah karena adanya eksternalitas, merupakan barang publik, ketidaksempurnaan informasi, pilihan publik, dan masalah distribusi penghasilan dan kemiskinan yang tidak dapat ditangani pihak swasta. Pemerintah daerah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap menempatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun dilihat dari pemungutannya pajak mempunyai dua fungsi (Mardiasmo 2002) yaitu:

1. Fungsi Budgeter, pajak digunakan sebagai alat untuk membiayai seluruh pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah pusat/daerah.

2. Fungsi Pengaturan (Regulator), pajak juga berfungsi sebagai alat kontrol atau mengatur untuk mencapai tujuan. Misal, pajak minuman keras dimaksudkan agar rakyat menghindari atau mengurangi konsumsi minuman keras, pajak ekspor untuk menghindari kelangkaan di dalam negeri.

2.1.5.1Tax Effort

Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22/1999 dan Undang-Undang Nomor 25/1999, maka pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan di antaranya pemberian kewenangan pajak (taxing power) yang lebih luas. Kewenangan dalam pengenaan pajak daerah dan retribusi daerah diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah untuk terus berupaya mengoptimalkan penerimaan PAD, khususnya yang berasal dari penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah.

Kewenangan pajak tersebut di antaranya pemerintah kabupaten/kota melakukan kebijaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah yang bersifat komprehensif, dan tetap berpihak kepada rakyat. Intensifikasi pajak daerah didefinisikan sebagai suatu usaha yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah yang diaplikasikan melalui perubahan tarif pajak daerah dan meningkatkan pengelolaan pajak daerah secara profesional melalui prosedur yang baik dan transparan. Secara umum, menurut Sidik (2002) ada beberapa upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, antara lain dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Memperluas basis penerimaan

Tindakan yang dapat dilakukan oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial adalah mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.

2. Memperkuat proses pemungutan

Usaha yang dapat dilakukan antara lain mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM.

3. Meningkatkan pengawasan

Hal ini dapat ditingkatkan dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak.

4. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan

Tindakan yang dapat dilakukan adalah memperbaiki prosedur administrasi pajak, melalui penyederhanaan administrasi pajak, menigkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.

5. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah.

Sementara ekstensifikasi pajak daerah merupakan kebijaksanaan yang diaplikasikan melalui penciptaan sumber-sumber pajak daerah. Salah satu kebijaksanaan penciptaan sumber-sumber pajak daerah adalah melalui kegiatan investasi yang sangat berperan dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah. Investasi yang ditanamkan oleh investor pada suatu kabupaten/kota dapat menciptakan multiefek dalam sektor perekonomian di antaranya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan PDRB dan menciptakan sumber/potensi pajak baru.

Kegiatan investasi memberikan kontribusi yang sangat besar dan baik terhadap upaya peningkatan penerimaan pajak daerah pada khususnya dan peneriman PAD pada umumnya. Oleh karena itu kegiatan investasi harus diusahakan oleh pemerintah kabupaten/kota melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan berikut:

a. Menciptakan daya tarik dan iklim yang kondusif bagi investor untuk menginvestasikan modalnya di kabupaten/kota

b. Memberikan jaminan kemudahan bagi investor untuk menginvestasikan modalnya di daerah dengan menghilangkan birokrasi yang berbelit-belit Sumber perpajakan daerah yang ideal setidaknya memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) basis pajak relatif tidak berpindah (immobile), (2) penerimaan pajak harus dapat menutupi kebutuhan lokal dan bersifat dinamis, (3) basis pajak harus dapat dilihat, sehingga akuntabel, dan (4) pajak dianggap adil oleh wajib pajak.

Adapun tax effort adalah upaya peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi) sumber-sumber PAD dengan potensi sumber-sumber PAD (Halim 2001). Tax effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang miliki, yang selanjutnya akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerah (belanja daerah).

Tax Effort (TE) dapat digunakan untuk menganalisis posisi fiskal suatu daerah yaitu dengan membandingkan penerimaan pajak terhadap kapasitas pajak (Halim 2001). Secara matematis dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut:

TEj = Trj / (

t

sj Bj) ………...…….……..(2.2) = Trj / Tcj …….………...………(2.3) keterangan:

TEj = Upaya pajak di kabupaten/kota j Trj = Penerimaan pajak di kabupaten/kota j

Tcj = Kapasitas pajak di masing-masing kabupaten/kota j

t

sj = Standar tarif pajak di masing-masing kabupaten/kota j Bj = Basis pajak di masing-masing kabupaten/kota j

Kapasitas pajak di daerah j (Tcj) didekati dengan nilai PDRB (non migas) konstan dari daerahj, sehingga formula di atas dapat dituliskan kembali sebagai berikut:

TEj = Trj / PDRB j ………..………(2.4)

Dengan pengukuran ini akan diketahui besaran pertumbuhan PDRB non migas terhadap peningkatan PAD.

2.1.5.2 Model Leviathan

Penggalian sumber-sumber keuangan daerah khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah perlu memperhatikan dua hal berikut, yaitu dasar pengenaan pajak dan tarif pajak. Pemerintah daerah cenderung menggunakan tarif pajak yang tinggi, supaya memperoleh total penerimaan pajak daerah yang maksimal. Pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi, secara teoritis tidak selalu menghasilkan total penerimaan pajak yang maksimum. Hal ini tergantung pada respon dari wajib pajak, permintaan dan penawaran barang yang dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi. Formulasi ini dikenal dengan Model Leviathan. Dengan mengasumsikan biaya administrasi perpajakan tidak signifikan dan ceteris-paribus level pelayanan publik yang dibiayai dari penerimaan pajak, dan hanya kegiatan ekonomi saja yang dipengaruhi oleh besaran pajak. Gambar 2 menunjukkan hubungan tarif pajak dengan total penerimaan pajak daerah, yang dikenal dengan kurva Laffer.

Bentuk kurva parabola menghadap sumbu Y, menghasilkan total penerimaan pajak maksimum yang ditentukan oleh kemampuan wajib pajak untuk menghindari beban pajak baik legal maupun illegal dengan mengubah ”economic

Tarif Pajak Daerah Kurva Laffer t* T* Total Penerimaan Pajak Daerah

behavior” dari wajib pajak. Model leviathan akan mencapai total penerimaan pajak maksimum (T*) pada tarif t*. Tarif t* menunjukkan bukanlah tarif pajak tertinggi, tetapi pada saat tarif t* dapat dicapai total penerimaan pajak maksimum. Kondisi ini disebut Revenue Maximizing Tax rate.

Sumber: Sidik, 2002.

Gambar 2 Hubungan antara tarif pajak proposional atas basis pajak tertentu. Oleh karena itu, peningkatan penerimaan pajak daerah tidak harus dicapai dengan mengenakan tarif pajak yang tinggi, tetapi dengan pengenaan tarif pajak yang lebih rendah dikombinasikan dengan struktur pajak yang meminimalkan penghindaran pajak dan respons harga dan kuantitas barang terhadap pengenaan pajak sedemikian rupa, maka akan dicapai total penerimaan maksimum. Model Leviatan ini dapat dikembangkan untuk menganalisis hubungan lebih lanjut antara tarif dan dasar pengenaan pajak untuk mencapai Total Penerimaan Pajak Maksimal.

Dokumen terkait