• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Penataan Ruang Wilayah Perkotaan

2.3.2 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu Negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terdapat proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dengan sendirinya juga akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi.

Perbedaan antara kedua adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif yaitu adanya kenaikan standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor

perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan dan teknik. (Mankiw, 2000: 21).

Dalam teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan dengan permintaan terhadap barang dan jasa di luar daerah. Proses produksi di suatu sektor yang menggunakan sumber daya produksi lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku

33 serta outputnya diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut. (Richardson dalam Usya, 2005: 45)

Aliran klasik muncul pada akhir abad ke-18 dipelopori oleh Adam Smith yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang disebabkan karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Doktrin atau semboyan aliran klasik adalah ”laisser faire laisser passer” atau persaingan bebas. Artinya pemerintah tidak campur tangan dalam perdagangan dan perekonomian. Menurut Smith dalam Adisasmita (2005:23), untuk berlangsungnya perkembangan ekonomi diperlukan adanya spesialisasi atas pembagian kerja agar produktivitas tenaga kerja akan meningkat. Teori klasik yang ditemukan Adam Smith dalam

Tarigan (2005:47) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menetukan pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan penduduk. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Lebih lanjut, spesialisasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga meningkatkan upah dan keuntungan. Dengan demikian, proses pertumbuhan akan terus berlangsung sampai seluruh sumber daya termanfaatkan.

Sementara itu David Ricardo dalam Tarigan (2005:57) mengemukakan pandangan yang bertentangan dengan Adam Smith. Menurutnya, perkembangan penduduk yang berjalan cepat pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat

34 pertumbuhan ekonomi ketaraf yang rendah. Pola pertumbuhan ekonomi berawal dari jumlah penduduk rendah dan sumber daya alam relatif melimpah.

Secara garis besar, berdasarkan teori pertumbuhan klasik, dapat disimpulkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat tergantung pada empat faktor, yaitu jumlah penduduk, akumulasi kapital, luas lahan dan teknologi ( Priyarsono, Sahara dan M.Firdaus dalam Kusuma, 2009:14). Tahap- tahap pertumbuhan ekonomi dan hubungan antara jumlah penduduk dengan produksi total dalam teori klaisk dapat digambarkan sebagai berikut.

Produksi Total

I II III IV

Jumlah Penduduk

Gambar 1. Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan Produksi Total

Pada gambar 1, kurva Y menggambarkan fungsi produksi hipotetis dari suatu masyarakat. Fungsinya produksi tersebut menggambarkan hubungan antara jumlah penduduk dan total produksi dalam wilayah tersebut, dengan asumsi bahwa jumlah modal dan luas lahan yang digunakan adalah tetap, dan tidak ada kemajuan teknologi. Berdasarkan fungsi produksi tersebut, proses pertumbuhan

35 ekonomi dapat dibagi menjadi empat tahap. Tahap I adalah tahap dimana produksi batas bertambah besar apabila jumlah penduduk bertambah. Tahap II merupakan tahap dimana produksi batas mencapai nilai maksimal dan mulai menurun apabila penduduk bertambah. Tahap III adalah tahap dimana produksi batas besarnya lebih rendah dari pada produksi per kapita. Batas antara tahap II dan III merupakan tingkatan pertumbuhan dimana pendapatan atau produksi per kapita mencapai nilai maksimal. Batas antara III dan IV adalah tingkat pertumbuhan dimana pendapatan atau produksi total wilayah mencapai tingkat maksimal. Pada tahap IV, produksi total mengalami penurunan dan semakin lama akan semakin kecil. Pada tahap ini pendapatan per kapita menjadi jauh lebih rendah dari pada pendapatan per kapita maksimal yang dicapai pada batas tahap II dan III. Pada akhirnya tingkat stationary state akan tercapai, yaitu pada saat produksi per perkapita hanya cukup untuk hidup atau subsistencelevel.

Menurut Adam Smith dalam Kadariah (1985:67), yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan output (GDP) total, dan pertumbuhan penduduk. Smith melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari 3 unsur pokok, yaitu (1) sumber alam yang tersedia (faktor produksi tanah), (2) sumber-sumber manusiawi (jumlah penduduk). Jumlah penduduk meningkat apabila tingkat upah lebih tinggi dari pada tingkat upah subsistensi, yaitu tingkat upah minimal untuk seseorang agar dapat mempertahankan hidupnya, (3) stok barang kapital yang ada.

36 2.4 Metode Analisis Potensi Perekonomian Wilayah

Seorang perencana wilayah harus memiliki kemampuan untuk menganalisis potensi ekonomi wilayahnya. Hal ini terkait dengan kewajibannya disatu sisi menentukan sektor – sektor riil yang perlu dikembangkan agar perekonomian daerah tumbuh cepat dan sisi lain mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat potensi sektor tertentu rendah dan menetukan apakah prioritas untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Setelah otonomi daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/ komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki unggulan/ kelemahannya diwilayahnya semakin penting. Sektor yang memiliki unggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang analisis yang digunakan untuk menentukan potensi perekonomian suatu wilayah adalah keunggulan komparatif, Location Quotient (LQ) dan Analisis Shif-Share (SS).(Tarigan, 2005:79)

2.4.1 Metode LQ ( Location Quotient)

Sasaran pembangunan ekonomi wilayah jangka panjang adalah terjadinya pergeseran pada struktur ekonomi wilayah yang terjadi akibat kemajuan pembangunan suatu wilayah. Tidak semua sektor dalam perekonomian memiliki

37 kemampuan tumbuh yang sama. Oleh karena itu, perencana pembangunan wilayah biasanya akan memanfaatkan sektor-sektor basis yang dianggap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Salah satu indikator yang mampu menggambarkan keberadaan sektor basis adalah melalui indeks LQ (Location Quentient) yaitu suatu indikator sederhana yang dapat menunjukan kekuatan atau besar kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah atasnya atau wilayah referensinya. (Daryanto,Arif, 2010:20). Metode ini berguna untuk menentukan sektor unggulan dan sektor non-unggulan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua sektor didaerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap total semua sektor diadaerah atasnya. Daerah bawah dan daerah atas yang dimaksud adalah daerah administratif (Glasson dalam Tarigan,2005:79) misalnya penelitian ini analisis dilakukan pada Tingkat Kota, maka daerah bawahnya adalah Kota dan Daerah atasnya adalah Provinsi. Ada dua cara untuk mengukur LQ dari suatu sektor dalam suatu perkonomian wilayah yakni melalui pendekatan nilai tambah atau PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan tenaga kerja.

Dalam literatur ekonomi wilayah disebutkan bahwa suatu sektor yang memiliki angka LQ > 1 maka sektor tersebut merupakan sektor basis yang menjadi kekuatan daerah untuk mengekspor produknya ke luar daerah bersangkutan. Sebaliknya jika LQ > 1 , maka sektor tersebut menjadi pengimpor.

38 Sedangkan LQ = 1, maka ada kecenderungan sektor tersebut bersifat tertutup karena tidak melakukan transaksi ke dan dari luar daerah/wilayah, namun kondisi

seperti ini sulit ditemukan dalam sebuah perkonomian wilayah. (Daryanto, Arif, 2010: 21).

2.4.2 Metode S-S (Shift Share)

Analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh Perloff, et al dalam Kusuma, (2009:20). Analisis Shift Share (S-S) merupakan metode yang digunakan untuk menganalis struktur perekonomian di suatu wilayah. Selain itu, dapat juga digunakan untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah dalam dua periode waktu.

Analisis ini dapat dilakukan pada tingkat Kabupaten, Provinsi maupun Nasional. Di Tingkat Kabupaten, analisis ini berguna untuk melihat kecamatan-kecamatan mana saja yang memberikan kontribusi pertumbuhan paling besar terhadap perekonomian Kabupaten tersebut. Selain itu, melalui analisis ini juga dapat diketahui sektor mana saja yang mengalami pertumbuhan yang paling cepat di masing - masing wilayah kecamatan tersebut. Di Tingkat Provinsi, dapat diketahui Kabupaten-kabupaten mana saja beserta sektor-sektornya yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan di Tingkat Provinsi.

Secara umum terdapat 3 (tiga) Komponen Pertumbuhan wilayah dalam analisis S-S, yaitu: komponen Pertumbuhan Nasional, Komponen Pertumbuhan

39

Proporsional, dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Priyarsono, Sahara dan M. Firdaus dalam kusuma, 2009:22). Komponen

Pertumbuhan Nasional (PN) adalah perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Contohnya antara lain kecenderungan inflasi, pengangguran dan kebijakan perpajakan.

Komponen pertumbuhan proporsional (PP) timbul karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan price support serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembanggaan. Parsarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.

Apabila PP + PPW > 0 maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk kedalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j tergolong lambat.

40 Sumber : Priyarsono, sahar dan M. Firdaus (2007)

Gambar 2 Model Analisis shift-share

Dokumen terkait