• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.6 Perubahan Aspek Fisiologi dalam Anestesi

Pengamatan aspek fisiologi untuk pengawasan suatu anestesi dapat dikatakan sempurna apabila seluruh perubahan aspek fisiologi dapat diamati, tetapi perubahan aspek fisiologi pada sistem kardiovaskuler, respirasi dan suhu tubuh merupakan parameter yang terpenting diamati selama periode anestesi (Adams 2001, Flecknell,

1987). Kunci efektifitas anestesi dan tingkat keamanan selama periode anestesi adalah dilakukannya pengawasan dan pemantauan (monitoring) anestesi yang baik.

Pemeriksaan cepat dan seksama selama periode anestesi dilakukan terhadap kedalaman anestesi, kardiovaskuler dan respirasi, oksigenasi, dan variabel yang lain, seperti disajikan pada Tabel 2.6

Tabel 2.6 Perubahan fisiologi yang diperiksa selama periode anestesi

• Respirasi : kecepatan, kedalaman, dan sifat (gerak kantong reservoir dan gerakan dada).

• Warna membrana mukosa dan capillary refill time (CRT).

• Denyut jantung

• Pulsus : kecepatan dan kekuatan

• Ketegangan rahang, posisi bola mata, dan aktivitas refleks palpebral.

• Oksigenasi (kecepatan aliran dan tekanan)

• Temperatur tubuh pasien

Sumber: McKelvey dan Hollingshead 2003

Tanda-tanda vital dan refleks harus diperiksa selama hewan teranestesi. Tanda vital menunjukkan variabel yang mengindikasikan mekanisme respon keseimbangan (homeostasis) hewan terhadap anestesi, seperti denyut jantung, kecepatan respirasi, capillary refill time (CRT), dan temperatur. Tanda vital bagi pasien menandakan kemampuan pasien untuk mempertahankan fungsi respirasi dan sirkulasi selama teranestesi. Tanda vital dapat diamati dengan indera (sentuhan, pendengaran, atau penglihatan) atau menggunakan alat seperti mesin EKG atau oximeter. Tanda vital yang harus diperiksa selama teranestesi adalah denyut dan ritme jantung, pulsus,

24"

"

CRT, warna membrana mukosa, kehilangan darah, kecepatan dan kedalaman respirasi, dan temperatur. Tanda vital lain yang juga diperiksa adalah oksigenasi, CO2, EKG, dan tekanan darah. Sedangkan refleks adalah reaksi tidak sengaja dari hewan terhadap rangsangan seperti ditusuk atau dipukul. Refleks memberikan informasi terhadap kedalaman anestesi tetapi tidak berhubungan dengan keamanan anestesi atau mekanisme homeostasis pasien (McKelvey dan Hollingshead 2003).

2.6.1 Sistem Kardiovaskeler

Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari jantung, pembuluh darah dan darah. Fungsi utama sistem kardiovaskuler adalah sebagai sistem sirkulasi atau alat transport. Sirkulasi darah akan mengangkut substansi penting untuk kesehatan dan kehidupan, seperti oksigen (O

2) dan nutrisi yang diperlukan oleh setiap sel dalam tubuh. Darah juga membawa karbondioksida (CO2 ) dan hasil sisa metabolisme tubuh dari tiap-tiap sel dan mengirimnya ke paru-paru, hati, atau ginjal sebagai tempat untuk pengeluaran (Cunningham 2002). Jantung berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap darah untuk menimbulkan tekanan yang diperlukan agar darah dapat mengalir ke jaringan.

Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan mendistribusikan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan mengembalikan ke jantung (Sherwood 2001, Cunningham 2002).

Denyut jantung adalah hitungan berapa kali jantung berdenyut dalam satu menit. Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat menggambarkan kualitas fungsi kardiovaskuler yang bertugas mengangkut O 2 dan nutrien ke seluruh jaringan tubuh, membawa limbah metabolisme dan mempertahankan homeostasis seluler.

Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat dihitung secara auskultasi dengan mempergunakan stetoskop yang diletakkan tepat di atas apeks jantung di rongga dada sebelah kiri, atau dapat pula dengan merasakan pulsus hewan pada pembuluh darah arteri femoralis atau brachialis. Selain itu, pengukuran frekuensi denyut jantung 2, EKG, dan tekanan darah. Sedangkan refleks adalah reaksi tidak sengaja dari hewan terhadap rangsangan seperti ditusuk atau dipukul. Refleks memberikan informasi terhadap kedalaman anestesi tetapi tidak berhubungan dengan keamanan anestesi atau mekanisme homeostasis pasien (McKelvey dan Hollingshead 2003). dapat juga dilakukan dengan elektrokardiogram (EKG) (Cunningham 2002, Nelson 2003).

Denyut jantung minimal yang masih aman pada anjing teranestesi adalah 60 kali/menit. Denyut jantung yang lebih rendah menandakan kedalaman anestesi yang berlebihan atau ada gangguan. Denyut jantung yang umum pada hewan yang teranestesi adalah 60-120 kali per menit (anjing sehat 60-180x/menit). Penurunan denyut jantung pada kondisi teranestesi adalah normal, akibat adanya pengaruh sebagian besar anestetikum yang dapat menekan denyut jantung dan fungsi miokardiak. Hanya beberapa atestetika yang dapat meningkatkan denyut jantung seperti atropine, ketamine, dan tiletamin (McKelvey dan Hollingshead 2003).

26"

"

Selama dalam keadaan teranestesi, jantung dapat diamati dengan elektrokardiograf untuk melihat gambaran elektrokardiogram. Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu rekaman keadaan yang menggambarkan konduksi listrik jantung.

Rekaman konduksi listrik jantung sangat umum digunakan secara klinis untuk mendiagnosa disfungsi listrik jantung. Depolarisasi atrial, depolarisasi ventrikel, dan repolarisasi ventrikel akan menyebabkan depleksi voltase yang khas dalam bentuk gelombang pada elektrokardiogram. Alat elektrokardiograf dapat digunakan untuk melihat gambaran elektrokardiogram dan denyut jantung (Cunningham 2002).

Selain EKG, tekanan darah juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kardiovaskuler. Tekanan darah arteri sangat dipengaruhi oleh cardiac output dan tahanan total perifer, denyut jantung, serta stroke volume. Peningkatan stroke volume atau cardiac output akan meningkatkan tekanan darah. Peningkatan tahanan perifer juga akan mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Jadi penurunan denyut jantung, stroke volume atau tahanan perifer secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan akan menurunkan tekanan darah arteri (Muir et al. 2000;

Cunningham 2002 ). Nilai normal denyut jantung, elektrokardiogram, dan tekanan darah arteri pada anjing disajikan pada Tabel 2.6.1

Tabel 2.6.1 Kriteria elektrokardiogram (EKG) normal pada anjing

Parameter Kisaran Normal pada Anjing Denyut Jantung (denyut per menit) 70 – 160

Gelombang P (max)(detik dan mv) 0,04 dan 0,4

Interval PQ(detik) 0,06 – 0,13

Interval QRS(detik) 0,04 – 0,05

Gelombang R(mv) 3

Segmen ST(mv) 0,2

Gelombang T (maximum) 1/3 R

Interval QT(detik) 0,15 – 0,25

Sumber : Nelson 2003 2.6.2 Suhu Rektal

Suhu rektal adalah variabel fisiologis yang paling sederhana dan mudah untuk diamati selama anestesi. Suhu rektal adalah parameter paling sederhana untuk diamati perubahannya dengan menggunakan alat fisiograf. Panas dalam tubuh berasal dari hasil metabolisme di dalam tubuh dan dari luar tubuh. Pada saat energi makanan dicerna, panas akan dihasilklan dari keseluruhan tahap proses metabolisme di dalam tubuh. Energi yang terdapat didalam makanan dirubah dalam bentuk panas, yang disebarkan ke lingkungan dan dipancarkan keseluruh permukaan.

Hewan akan melawan panas dari lingkungan bila suhu disekitarnya lebih besar dari suhu tubuh dan bila terpapar oleh radiasi panas. Hal yang sama juga terjadi jika hewan terpapar sinar matahari langsung atau berada dekat dengan benda padat yang lebih hangat dari pada suhu tubuhnya. Panas tubuh akan hilang menuju lingkungan sekitar melalui pemancaran dari permukaan tubuh menuju objek yang lebih dingin. Pemancaran panas terjadi melalui pergerakan udara atau air yang

28"

"

menjadi lebih hangat oleh tubuh, melalui penguapan sekresi respirasi, keringat atau saliva dan melalui penghantaran pada permukaan yang lebih dingin karena tubuh hewan bersentuhan. Panas juga hilang melalui urin dan feses. Banyak sumber panas dari metabolisme dalam tubuh, seperti hati, jantung, dan otot berada jauh dari kulit sebagai tempat pelepasan atau kehilangan panas, sehingga diperlukan pemindahan panas. Jaringan tubuh adalah penghantar panas yang tidak baik, sehingga panas dipindahkan terutama oleh pergerakan di dalam sirkulasi. Jantung dan pembuluh darah akan memegang peranan yang sangat penting untuk pemindahan panas di dalam tubuh (Cunningham 2002).

Salah satu penyebab hilangnya panas tubuh pada hewan selama teranestesi adalah penempatan hewan diatas meja operasi stainles steel dan ruangan operasi yang menggunakan pendingin ruangan atau air-conditioning dengan pengaturan suhu yang sangat rendah. Periode anestesi lama lebih dari 30 menit juga dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh (Warren 1983; Muir et al. 2000).

Abnormalitas termoregulasi yang menyebabkan penurunan suhu tubuh selama hewan teranestesi disebabkan oleh kehilangan panas akibat produksi yang menurun, penekanan pada susunan syaraf pusat, terjadi vasodilatasi, penurunan produksi panas oleh aktivitas otot, penyuntikan cairan dengan suhu rendah, dan kapasitas tubuh yang terbuka terhadap kontak lingkungan (Muir et al. 2000). Perubahan suhu pada hewan yang teranestesi masih diperkenankan apabila masih berada pada batas-batas nilai normal. Suhu normal pada anjing adalah 37,5-39,2 oC (McKelvey dan Hollingshead

2003). C menyebabkan tujuh kali lipat peningkatan pada peredaran darah di kulit, penurunan temperatur pusat menyebabkan vasokonstriksi dan menggigil. Pengaruh reseptor pusat adalah duapuluh kali lipat lebih besar dari pada pengaruh reseptor perifer (Cunningham 2002; Nelson 2003).

Dokumen terkait