• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Fisiologis Masa Nifas 1. Perubahan Sistem Reproduksi

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 132-142)

Menurut Pitriani (2014:62-70) selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genitalia ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut:

a) Uterus

Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :

1) Iskemia Miometrium

Hal ini disebabkan oleh kintraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.

2) Atrofi Jaringan

Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon estrogen saat pelepasan plasenta.

3) Autolysis

Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekan jaringan otot yang telah mengendur

hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selam kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.

4) Efek Oksitosin

Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.

Tabel 2.7

Tinggi Fundus Uteri dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi

Involusi Tinggi fundus uteri Berat

uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram

Plasenta lahir 2 jari bawah pusat 750 gram

1 minggu Pertengahan pusat

symphisis

500 gram

2 minggu Tidak teraba diatas

symphisis

350 gram

6 minggu Bertambah kecil 50 gram

8 minggu Sebesar normal 30 gram

Sumber: Mochtar, 2015: 213 b) Lochea

Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lochea. Lochea adalah ekskresi cairan

rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea memiliki bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Pengeluaran lochea dapat dibagi menjadi lochea rubra, sanguilenta, serosa dan alba (Pitriani, dkk, 2014:62). Perbedaan masing-masing lochea dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 2.8 Pengeluaran lochea

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri

Rubra 1-3 hari Merah

kehitaman

Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium dan sisa darah

Sanguilenta 3-7 hari Putih bercampur

merah

Sisa darah bercampur lender

Serosa 7-14

hari

Kekuningan/kec oklatan

Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga teridiri dari leukosit dan laserasi plasenta

Alba >14

hari

Putih Mengandung leukosit, selaput

lendir serviks dan serabut jaringan yang mati

Sumber: Pitriani dkk, 2014: 62

c) Vagina dan Perineum

Selama proses persalianan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan dua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran

vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama (Heryani, 2010:30).

Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerpurium dengan latihan harian (Heryani, 2010:30).

d) Serviks

Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi lahir, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk (Heryani, 2010:30).

2. Perubahan Sistem Pencernaan

Sistem gastrointestinal selam kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron

yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.

Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan , antara lain:

a) Nafsu makan

Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.

b) Motilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.

c) Pengosongan Usus

Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.

Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:

1) Pemberian diet/makanan yang mengandung serat. 2) Pemberian cairan yang cukup.

3) Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.

4) Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir. 5) Bila usaha diatas tidak berhasil dapat dilakukan

pemberian huknah atau obat yang lain (Saleha, 2009:60).

3. Perubahan Sistem Perkemihan

Kadang-kadang puerpurium mengalami sulit BAK karena spinter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus spinter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama

persalinan. Kadang-kadang odema dari trigonium menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio urine. Dilatasi ureter dan pyelum normal kembali dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan (poliurie) antara hari ke 2 dan ke 5, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan (Saleha, 2009:60).

4. Perubahan Sistem Musculoskeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta dilahirkan.

Ligament-ligament, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalianan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum retundum menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genitalia menjadi kendor. Stabilitasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu pasca persalianan (Saleha, 2009:60).

5. Perubahan Sistem Endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut (Saleha, 2009:60).

Hormon-hormon yang berperan dalam proses ini yaitu : a) Oksitosin

Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap ketiga proses persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi,sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut dapat membantu uterus kembali kebentuk normal (Saleha, 2009:61).

b) Prolaktin

Menurunnya kadar esterogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitary bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjar

bawah depan otak yang mengontrol ovarium ke arah permulaan pola produksi esterogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi dan menstruasi (Saleha, 2009:61).

c) Esterogen dan Progesteron

Selama masa hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat esterogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Disamping itu, progesteron memengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat memengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina (Saleha, 2009:61).

6. Perubahan Tanda-tanda Vital a) Suhu

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2⁰C. Setelah partus dapat naik kurang lebih 0,5⁰C dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8⁰C. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Jika suhu lebih dari 38⁰C, mungkin terjadi infeksi pada klien (Saleha, 2009:61).

b) Nadi dan Pernafasan

Nadi berkisar antara 60-80 denyutan per menit setelah partus, dan dapat terjadi bradikardi. Bila terdapat takikardi dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita. Pada masa nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula (Saleha, 2009:61).

c) Tekanan Darah

Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan menghilang sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang menyertai dalam ½ bulan tanpa pengobatan (Saleha, 2009:61). Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukan adanya perdarahan postpartum. Sebaliknya jika tekanan darah tinggi, merupakan petunjuk kemungkinan adanya preeklamsi yang bisa timbul pada masa nifas (Suherni, 2009:83). 7. Sistem Hematologi dan Kardiovaskular

Leukosotosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15.000 selama masa persalinan. Leukosit akan tetap tinggi jumlahnya selama beberapa hari pertama masa post partum. Jumlah sel-sel darah

putih tersebut masih bisa naik lebih tinggi hingga 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobin dan hematokrit serta eritrosit akan bervariasi pada awal masa nifas sebagai akibat dari volume darah, volume plasma, volume sel darah yang berubah-ubah (Saleha, 2009:84).

8. Sistem Gastrotestinal

Kerapkali diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan juga akan mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema. Rasa sakit didaerah perineum dapat menghalangi keinginan ke belakang (Walyani, 2015:124).

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 132-142)