• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

4.2. Perubahan Sifat Fisik Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan

Perubahan sifat fisik tepung biji kurma yang dianalisis adalah derajat putih, densitas kamba, dan cemaran serangga/kutu pada tepung. Sifat fisik awal dari tepung biji kurma yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1. Hasil analisis sifat fisik tersebut menjadi data awal dari mutu tepung biji kurma dan menjadi acuan untuk analisis perubahan sifat fisik tepung biji kurma selama penyimpanan. Hasil analisis keseluruhan sifat fisik tepung biji kurma selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 2 (derajat putih), Lampiran 3 (densitas kamba), dan Lampiran 4 (cemaran serangga/kutu).

Tabel 4.1. Sifat fisik tepung biji kurma Parameter Satuan Nilai

Derajat putih % 53,83

Densitas kamba g/ml 0,43 Cemaran serangga/kutu - Tidak ada

4.2.1. Derajat Putih

Derajat putih merupakan kemampuan suatu bahan untuk memantulkan cahaya yang mengenai permukaannya (BPPIS, 1989). Menurut Kusfriyadi (2004), nilai derajat putih pada suatu bahan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti reaksi pencoklatan enzimatis, reaksi Maillard, reaksi karamelisasi, dan pigmen alami yang terdapat dalam bahan tersebut. Berdasarkan hasil analisis awal, nilai rata-rata derajat putih tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 53,83%. Nilai tersebut masih rendah apabila dibandingkan dengan standar mutu tepung terigu yang memiliki nilai standar mutu derajat putih minimum 85%. Nilai derajat putih yang rendah diduga karena masih terjadi reaksi Maillard, yaitu reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amino primer sehingga mengasilkan pigmen kecoklatan.

Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data pengamatan derajat putih yang dihasilkan adalah 52,22 – 55,00%. Setelah dilakukan analisis ragam derajat putih (Lampirn 13), hasil analisis ragam menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor terhadap derajat putih. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) terhadap perubahan derajat putih dan tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan derajat putih. Derajat putih tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak ada perubahan, baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.

4.2.2. Densitas Kamba

Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan yang dapat dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air. Pengetahuan mengenai densitas kamba diperlukan dalam hal kebutuhan ruang, baik pada saat pengemasan, penyimpanan, maupun pengangkutan (distribusi). Nilai densitas kamba dinyatakan dalam g/ml. Berdasarkan hasil analisis awal, nilai rata-rata densitas kamba tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 0,43 g/ml. Dari hasil tersebut, dapat diartikan bahwa untuk mencukupi 1.000 g atau 1 kg tepung biji kurma dibutuhkan minimal volume kemasan kira-kira sebesar 2,3256 L.

18 Setelah dilakukan penyimpanan 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan pada tepung biji kurma, variasi data pengamatan densitas kamba yang dihasilkan adalah 0,44 – 0,42 g/ml. Setelah dilakukan analisis ragam densitas kamba (Lampiran 14), hasil analisis ragam tersebut menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata antar perlakuan, baik dari faktor kemasan, maupun faktor lama penyimpanan, serta juga tidak ada pengaruh nyata interaksi antar faktor terhadap densitas kamba. Dapat dikatakan bahwa penggunaan kemasan plastik PE (K1), kemasan karung tenun plastik (K2), dan karung kain belacu tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan densitas kamba, serta tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan densitas kamba. Densitas kamba tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak mengalami perubahan, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.

4.2.3. Cemaran Serangga atau Kutu

Adanya cemaran serangga atau kutu pada tepung merupakan hal yang tidak diinginkan. Adanya cemaran tersebut mengartikan bahwa tepung tidak higienis. Serangga atau kutu yang mengkontaminasi tepung dapat meninggalkan feces (kotoran) sehingga feces tersebut dapat menjadi potensial besar bahaya mikrobiologis dan tidak higienis. Berdasarkan analisis awal, tidak terdapat kontaminasi atau cemaran serangga atau kutu pada tepung biji kurma yang dihasilkan. Setelah dilakukan pengamatan selama delapan minggu penyimpanan (Tabel 4.2), terlihat adanya cemaran serangga atau kutu pada penyimpanan hari ke-42 pada tepung biji kurma dengan kemasan karung tenun plastik. Serangga yang mencemari bukan dari jenis kutu, melainkan semut. Adanya cemaran serangga ini diduga pada saat proses produksi tepung terjadi kontaminasi telur serangga sehingga beberapa hari setelah tepung dikemas, telur tersebut menetaskan serangga. Dugaan lainnya adalah serangga tersebut telah mengkontaminasi secara langsung tepung pada proses produksi dan luput dari penglihatan, karena serangga tersebut berada pada tumpukan tepung.

Tabel 4.2. Cemaran serangga atau kutu tepung biji kurma selama penyimpanan

Kemasan

Cemaran Serangga atau Kutu

Hari ke-0 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28 Hari ke-42 Hari ke-56 Plastik PE tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Karung Tenun Plastik tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Ada tidak ada Karung Kain Belacu tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada

Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), dan karung kain belacu (K3) cukup baik menjaga cemaran serangga/kutu dari lingkungan luar kemasan. Cemaran serangga/kutu bukan hanya bisa terjadi setelah tepung dikemas, melainkan bisa juga terjadi saat tepung belum dikemas atau pada saat proses produksi tepung berlangsung. Menurut Amy (2010), kutu yang biasa ditemukan pada tepung, khususnya tepung terigu, adalah dari jenis Tribolium confusum (Confused flour beetles) dan Tribolium castaneum (Rust red flour beetles). Kutu tersebut secara penampakan memiliki panjang tubuh 2,5–3 mm, berwarna coklat kemerahan-berkilat, dan memiliki antena. Larvanya berkepala coklat dan berwarna agak kekuningan, berbentuk silinder, dengan panjang sekitar 6 mm dan memiliki 6 kaki.

19

Dokumen terkait