B. Kajian Teori
2. Perubahan Sosial (Maximilian Weber)
Menurut Max Weber perubahan sosial adalah perubahan situasi dalam masyarakat sebagai akibat dari adanya ketidaksesuaian unsur-unsur didalamnya.
Lebih lanjut tentang ketidaksesuaian unsur-unsur tersebut adalah adanya jumlah dan jenis individu serta tindakan mereka, adanya hubungan antar unsur seperti ikatan sosial, loyalitas, ketergantugan, hubungan antar individu, integritas, adanya unsur-unsur didalam sistem seperti peran pekerja yang dimainkan oleh individu dan diperlukannya tindakan tertentu untuk melestarikan ketertiban sosial, adanya pemeliharaan batas seperti kriteria untuk menentukan siapa saja yang masuk anggota system, syarat penerimaan individu dalam kelompok, prinsip-prinsip rekrutmen dalam organisasi, dan sebagainya, adanya subsistem dengan jumlah dan jenis seksi, segmen, atau devisi khusus yang dapat dibedakan, adanya lingkungan alam atau lokasi geopolitik. Pemikiran Weber yang menjelaskan mengenai proses perubahan sosial dalam masyarakat berkaitan erat dengan perkembangan rasionalitas manusia, menurut Weber (dalam Salim,2002) bentuk rasionalitas manusia meliputi mean (alat) yang menjadi sasaran utama serta ends (tujuan) yang meliputi aspek kultural, sehingga dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya oraang besar mampu hidup dalam pola pikir yang rasional yang ada pada seperangkat alat yang dimiliki dan kebudayaan yang mendukung kehidupannya.
Weber menyebutkan ada empat tipe rasionalitas yang mewarnai perkembangan manusia, yang pertama, traditional rationality (rasionalitas tradisional), kedua affective rationality (rasionalitas afektif), ketiga value oriented rationality (rasionalitas yang berorientasi pada nilai), keempat instrumental rationality (rasionalitas instrumental). Pada tipe rasionalitas ini manusia tidak hanya menentukan tujuan yang ingin dicapai, namun ia secara rasional telah mampu menetukan alat (instrument) yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Rasionalitas ini merupakan rasionalitas yang tertinggi menurut Weber (Johnson,1994;Ritzer,2002). Weber mengambil contoh dari kehidupan masyarakat khususnya di Jerman, menurutnya perkemanga kapitalisme merupakan sebuah wujud perkembangan rasionalitas manusia. Rasionalitas ini dimotori adanya semangat untuk maju yang di dasari doktri agama (Protestan).
Baginya, kapitalisme merupakan sebuah tipe masyarakat ideal yang telah mampu menggunakan rasionalitasnya.
Etika protestan, menurut Weber merupakan motor penggerak berkembangnya kapitlisme dibarat ini. Etika prottan mengajarkan kepada para pemeluknya bahwa untuk dapat mencapi kesuksesan di dunia, manusia harus memiliki semangat, bekerja eras harus hidup hemat. Padangan ini bagi umat kristen muncul karena adanya kepanikan dikalangan manusia akan nasib dirinya setalah mengalami kematian. Bagi umat Kristen, Tuhan hanya akan memberikan peluang kepada hambanya yang mau bekerja keras (Johnson, 1994;Salim,2002).
Seperti yang kita ketahui bahwa tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan, walaupun dalam taraf yamg paling kecil sekalipun, masyarakat yang didalamnya terdiri atas banyak sekali individu akan selalu berubah. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan yang kecil sampai pada taraf perubahan yang sangat besar bagi aktivitas atau perilaku manusia. Perubahan dapat mencakup aspek yang sempit maupun aspek yang luas, aspek yang sempit dapat berupa perilaku dan pola pikir individu. Aspek yang luas dapat berupa perubahan dalam tingkat struktur masyarakat yang nantinya dapat memengaruhi perkembangan masyarakat di masa yang akan datang.
Perubahan sosial dapat di pandang sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial, dengan kata lain terdapat sebuah perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu yang berbeda. Menurut Sztompka, 1994 Untuk itu konsep dasar tentang perubahan sosial di bagi menjadi tiga aspek, yang pertama aspek mengenai perbedaan, kedua aspek tentang waktu yang berbeda, ketiga aspek tentang sistem sosial yang sama.
Dalam artian untuk dapat melakukan studi perubahan sosial, tentunya kita harus melihat adanya sebuah perbedaan atau perubahan kondisi sebuah objek yang sedang kita amati. Kemudian studi perubahan harus memiliki konteks waktu yang berbeda, dalam artian kita harus membandingkan sebuah peristiwa pada dua konteks waktu yang berbeda. Serta senantiasa menfokuskan pada dua objek yang sama. Menurut Aguste Comte ia mengartikan sebuah perubahan sosial dengan melihat fenomena pada masyarakat melalui tiga metode yang pertama pengamatan, yang kedua eksperimen, dan yang ketiga perbandingan.
Dalam artian bahwa pertama-tama kita harus mengamati keadaan masyarakat terlebih dahulu, kemudian melakukan sebuah penelitian atau eksperimen dan terakhir melakukan perbandian dua objek yang sama dengan konteks waktu yang berbeda. Karl Marx juga berpendapat mengenai pengertian perubahan sosial, Marx berpendapat bahwa struktur ekonomi adalah penggerak sistem sosial yang akan menyebabkan perubahan sosial, lingkungan ekonomi menjadi dasar segala perilaku manusia.
Kemudian menurut Durkheim tentang perubahan sosial dapat dilihat dari adanya solidaritas sosial di masyarakat, mulai dari solidaritas mekanik sampai ke solidaritas organik, sedangkan menurut Ferdinand Tonnies ia mengartikan perubahan sosial kedalam dua konsep yaitu Gemeinschaft (kelompok atau asosiasi) dan Gesellschaft (masyarakat). Dari beberapa pendapat ahli diatasa maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengertian dari perubahan sosial adalah sebuah perubahan tatanan kehidupan masyarakat baik dari aspek lingkungan,lembaga sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang terjadi pada tatanan individu maupun kelompok.
Kemudian alasan peneliti mengambil dua teori ini adalah karena penelitian ini berlandaskan atas fakta dan realitas sosial, serta mengkaji tentang bagaimana dampak dari adanya pariwisata. Sehingga teori fakta sosial dan perubahan sosial sangat dapat membantu peneliti didalam melakukan kegiatan penelitiannya.
a. Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Berikut beberapa faktor penyebab perubahan sosial (Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto, 2005:56), membaginya kedalam dua aspek yaitu adanya faktor internal atau faktor dari dalam, seperti bertambahnya jumlah penduduk, adanya penemuan baru, terjadinya pemberontakan atau revolusi, dan ideologi.
Kemudian adapun faktor eksternal atau factor dari luar seperti, lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
b. Tipe-tipe Perubahan Sosial
Menurut Soekanto (1993:77), Perubahan sosial dapat terjadi dalam segala bidang yang wujudnya dapat dibagi menjadi beberapa bagian, Yaitu sebagai berikut: Perubahan lambat dan perubahan cepat, perubahan yang memiliki pengaruh besar dan kecil, perubahan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, perubahan sebagai suatu kemajuan dan sebagai suatu kemunduran.
c. Perubahan Sosial Yang Terjadi di Masyarakat
Didalam mengkaji sebuah perubahan sosial Hari. Poerwanto, 2000:56, Melihat fenomena hari ini banyak sekali perilaku yang menunjukkan perubahan sosial yang terjadi dalam lingkungan masyarakat. Perubahan jumlah penduduk, Perubahan kualitas penduduk, perubahan sistem pemerintahan, perubahan mata pencaharian, perubahan gaya hidup, perubahan karena adanya teknologi, perubahan budaya, dampak perubahan sosial.
Menurut Hari. Poerwanto, 2000:58, ia juga berpendapat bahwa sebuah Perubahan sosial yang tengah terjadi di masyarakat bukan hanya sekedar membawa pengaruh atau berimplikasi positif terhadap kehidupan masyarakat, namun juga membawa dampak negatif bagi masyarakat tersebut, hal tersebut tentunya akan menjadi perhatian bersama di masyarakat agar senantiasa dapat meminimalisir setiap dampak negatif yang terjadi agar tidak terjadi sebuah kesenjangan sosial di masyarakat itu sendiri.
1. Dampak Positif
Menjadikan masyarakat lebih tahu tentang bagaimana perkembangan zaman sehinnga membuat masyarakat lebih maju, menjadikan masyarakat lebih Makmur, menjadikan sebuah masyarakat menjadi masyarakat yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.
2. Dampak Negatif
Dampak negatif dari perubahan sosial apabila masyarakat dengan kebudayaanya tidak mampu untuk menyesuaikan diri dengan gerak perubahan.
Ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan disebut maladjusment. Maladjusment akan menimbulkan disintegrasi atau perpecahan.
Penerimaan masyarakat terhadap perubahan sosial budaya dapat dilihat dari perilaku masyarakat.