• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

7.7. Perubahan terhadap Keuntungan dan Daya Saing Lada Putih

Gittinger (1986) mengemukakan bahwa meneliti kembali suatu analisis dengan tujuan untuk melihat pengaruh yang akan terjadi sebagai akibat keadaan yang berubah - ubah disebut dengan analisis kepekaan (sensitivity analysis). Analisis sensitivitas diperlukan, karena analisis dalam metode PAM merupakan analisis yang bersifat statis. Analisis sensitivitas juga berguna untuk mengetahui kepekaan efisiensi dalam usahatani lada putih terhadap perubahan pada komponen - kompenen yang sangat berpengaruh dalam usahatani lada putih, dalam hal ini yang berpengaruh nyata yaitu input (pupuk) dan perubahan output.

Pada penelitian ini dilakukan analisis kepekaan untuk mengantisipasi adanya perubahan lingkungan strategis, kebijakan pemerintah, struktur biaya produksi dan produktivitas terhadap keuntungan dan daya saing lada putih sangat penting dilakukan, sehingga dapat diketahui jika terjadi perubahan pada aspek

-aspek tersebut, apakah memproduksi lada putih di Bangka Belitung masih lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan impor.

Analisis kepekaan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 3

skenario mencakup : (1) perubahan pada harga output sebesar 20 persen, (2) perubahan harga input khususnya pupuk sebesar 20 persen, dan (3) perubahan

pada produksi tanaman lada sebesar 20 persen. Setiap simulasi dilakukan dengan asumsi harga input lainnya tetap (ceteris paribus). Secara keseluruhan, dari 3 skenario kebijakan, kondisi yang paling tidak menguntungkan petani di Provinsi Bangka Belitung adalah ketika produksi lada putih turun 20 persen dan harga output turun 20 persen atau sensitif terhadap perubahan produksi dan harga ouput.

Tabel 14. Nilai Keuntungan Berdasarkan Analisis Sensitivitas Lada Putih di Provinsi Bangka Belitung, Tahun 2011

No Skenario Keuntungan (Rp/Ha)

Privat Sosial

1 Kondisi normal 25 454 038 29 728 670

2 Produksi turun 20 persen -3 410 123 -3 573 420 3 Harga output turun 20 persen -3 404 820 -3 567 302 4 Harga pupuk naik 20 persen 15 236 808 15 331 977

Berdasarkan Tabel 14, penurunan produksi lada putih 20 persen menyebabkan keuntungan petani (keuntungan privat dan sosial) menjadi negatif atau sensitif terhadap perubahan produksi. Hal ini juga terjadi pada penurunan harga output sebesar 20 persen menyebabkan keuntungan petani menjadi negatif baik keuntungan privat maupun keuntungan sosial. Penurunan harga output sebesar 20 persen dari kondisi harga normal yaitu Rp. 48 500 menjadi Rp. 38 800 per kilogram (harga privat) dan Rp. 55 957 menjadi Rp 44. 766 per kilogram (harga sosial), membuat keuntungan petani menjadi negatif. Kondisi ini

menyebabkan usahatani lada putih di Bangka Belitung tidak layak lagi untuk diusahakan karena memberikan keuntungan yang negatif. Kita ketahui bahwa harga lada putih merupakan insentif bagi petani untuk berproduksi, ketika harga lada putih turun menyebabkan kemampuan petani untuk membeli sarana produksi menjadi menurun bahkan tidak mampu lagi, sehingga berdampak pada penurunan produksi dan intensitas pengelolaan kebun lada putih.

Kenaikan harga pupuk sebesar 20 persen tidak mempengaruhi pendapatan petani, artinya kenaikan harga pupuk tidak sensitif terhadap keuntungan petani (baik keuntungan privat maupun keuntungan sosial). Kenaikan harga pupuk sebesar 20 persen menyebabkan keuntungan petani menurun sebesar Rp. 15 236 808 atau 59.8 persen (keuntungan privat) dan Rp. 15 331 977 atau 51.6 persen (keuntungan sosial) dari keuntungan normalnya.Walaupun harga pupuk naik sebesar 20 persen, usahatani lada putih di Bangka Belitung masih layak untuk diusahakan. Kenaikan harga pupuk dapat diantisipasi petani dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia dan meningkatkan penggunaan pupuk alternatif seperti pupuk kandang. Hal ini seiring dengan gerakan pengembangan lada putih di Provinsi Bangka Belitungbahwa budidaya secara tradisional yang selama ini dilakukan oleh petani lada putih dengan biaya produksi yang cukup tinggi khususnya penggunaan pupuk, maka harus mengubah pola budidaya lada putih sesuai dengan anjuran menuju budidaya yang ramah lingkungan. Budidaya ramah lingkungan ini dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia digantikan dengan pemanfaatan pupuk organik dan biomasa hasil pangkasan tajar hidup.

Analisis sensitivitas juga dilakukan untuk melihat daya saing lada putih di Provinsi Bangka Belitung apabila terjadi perubahan faktor internal maupun

eksternal, apakah usahatani lada putih masih memiliki daya saing. Analisis sensitivitas terhadap indikator daya saing lada putih dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Indikator Daya Saing Berdasarkan Analisis Sensitivitas Lada Putih di Provinsi Bangka Belitung, Tahun 2011

No Skenario Nilai

PCR DRCR

1 Kondisi normal 0.813 0.805

2 Produksi turun 20 persen 1.032 1.030

3 Harga output turun 20 persen 1.031 1.029

4 Harga pupuk naik 20 persen 0.89 0.90

Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan yang menjadikan petani lada putih berada pada kondisi paling tidak berdaya saing adalah ketika produksi lada putih dan harga output turun sebesar 20 persen. Kondisi lain yang dapat ditunjukkan oleh analisis sensitivitas adalah yang paling sensitif terhadap perubahan daya saing yaitu jika terjadi perubahan produksi dan perubahan harga lada putih, menyebabkan usahatani lada putih tidak memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Penurunan produksi dan harga lada putih sebesar 20 persen menyebabkan nilai PCR dan DRCR lebih besar dari satu, hal ini berarti usahatani lada putih di Provinsi Bangka Belitung tidak efisien untuk diproduksi baik secara finansial maupunekonomi, karena memboroskan sumberdaya.

Kondisi ini harus diantisipasi pemerintah dengan mengembangkan paket teknologi budidaya lada putih sesuai anjuran yakni; penggunaan varietas unggul, penggunaan parit keliling dan saluran drainase, pemangkasan sulur yang teratur sampai umur produktif, pemangkasan tajar diawal dan diakhir musim hujan, pembuangan sulur inferior dan cabang bawah, penanaman penutup tanah Arachis Pintoi dan pagar keliling rumput gajah, pemupukan yang berimbang dengan

pupuk anorganik dan organik, pengendalian hama penyakit yang ramah lingkungan, dan panen yang tepat.

Sedangkan kenaikan harga pupuk sebesar 20 persen tidak sensitif terhadap perubahan daya saing lada putih baik PCR maupun DRCR. Hal ini ditunjukkan oleh nilai PCR dan DRCR lada putih lebih kecil dari satu, menunjukkan bahwa usahatani lada putih masih memiliki keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. Walaupun terjadi kenaikan harga pupuk, usahatani lada putih masih memiliki kemampuan membayar faktor domestik pada harga privat dan sosial.

Dikarenakan harga output lada putih ditentukan berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran lada putih di tingkat dunia dan terjadi pada pasar persaingan sempurna. Untuk mempertahankan agar harga lada putih pada kondisi stabil sehingga adanya insentif bagi petani lada putih, oleh karena itu perlu mekanisme kebijakan yang harus dilakukan yaitu pertama, mendorong perkembangan pangsa pasar domestik, selama ini lada putih di ekspor ke negara-negara Eropa, Amerika Serikat, serta Asia. Untuk itu pentingnya memperluas pangsa pasar domestik khususnya industri rumah makan serta peningkatan konsumsi rumah tangga. Kedua, mendorong industri pengolahan hasil lada putih (agroindustri), selama ini ekspor lada putih ke negaraimportir dalam bentuk primer (biji lada putih kering) sehingga nilai tambah industri lada dinikmati negara importir. Untuk itu perlu pengembangan diversifikasi lada putih pada tingkat industri,agar petani dapat memperoleh nilai tambah dari produksinya. Ketiga, mendorong perubahan pola budidaya lada putih konvensional menuju pola budidaya lada organik sesuai dengan permintaan pasar. Sudah waktunya mengembangkan peluang pasar baru dengan pengembangan lada putih organik.

Dokumen terkait