• Tidak ada hasil yang ditemukan

Provinsi Bangka Belitung merupakan daerah produsen lada putih terbesar di Indonesia selain daerah Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kalimatan Tengah. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (2010), sampai saat ini Bangka Belitung merupakan provinsi yang memiliki areal lada terluas kedua di Indonesia setelah Provinsi Lampung, dan merupakan produsen lada putih (white pepper) paling besar di Indonesia (Edizal,1998). Lada putih produksi Provinsi Bangka Belitung, telah dikenal luas di pasar lada putih dunia dengan nama Muntok White Pepper. Penamaan Muntok White Pepper ini salah satunya, disebabkan karena lada putih dari Bangka Belitung, pertama kali diperdagangkan secara internasional melalui pelabuhan Muntok di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat (Ginting, 2010).

Berdasarkan laporan studi lapangan Kurniawati (2009) dalam Ginting 2010, sebagai komoditas ekspor, lada putih berkontribusi terhadap pendapatan daerah Provinsi Bangka Belitung,sampai akhir tahun 90-an pasokan lada putih dari Bangka Belitung di pasar dunia dapat mencapai 60-80 persen. Pada tahun

2009, nilai ekspor lada putih provinsi Bangka Belitung sebesar US $ 26 228 153.71 (BPS Provinsi Bangka Belitung, 2010) atau sekitar 40 persen dari total produksinya.

Selain menjadi sumber pendapatan daerah dan petani lada putih sendiri, komoditas lada putih juga memiliki peranan strategis, dilihat dari sisi sejarah dan kebudayaan di Provinsi Bangka Belitung. Lada putih adalah komoditas unggulan dari Provinsi Bangka Belitung yang telah diusahakan masyarakat sejak abad ke-18 Masehi (Oktaviandi, 2009). Berdasarkan Statistik Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Bangka Belitung Tahun 2010, perkebunan lada putih rakyat dimiliki dan diusahakan oleh 23 934 kepala keluarga. Karakteristik alam Provinsi Bangka Belitung juga sangat mendukung dibudidayakannya tanaman lada putih, seperti kesesuaian faktor iklim dan ketersediaan air (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).

Namun, saat ini, komoditas potensial di Provinsi Bangka Belitung ini memiliki permasalahan yaitu mengalami fluktuasi dan tren penurunan produksi. Kondisi ini disebabkan menurunnya jumlah luas areal tanaman lada putih diprovinsi Bangka Belitung serta rendahnya produktivitas tanaman lada putih, untuk selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Lada Putih di Provinsi Bangka Belitung, Tahun 2004 - 2010

Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 2005 41 834.50 18 273.50 0.89 2006 40 720.65 16 292.36 0.78 2007 35842.44 16 242.18 1.01 2008 34 038.00 15 671.00 0.76 2009 36 722.90 15 601.12 1.12 2010 39 962.67 15172.18 1.09

Data pada Tabel 2, menunjukkan dalam rentang waktu lima tahun terakhir laju pertumbuhan produksi lada putih di Bangka Belitung cenderung menurun sebesar 3 persen per tahun. Sementara laju pertumbuhan luas areal yang menurun sebesar 5 persen tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, sedangkan pada tahun 2010 terjadi peningkatan luas areal hanya 87.3 persen dari total luas lahan tahun 2004. Sementara produktivitas lada putih di Bangka Belitung mengalami peningkatan sebesar rata - rata 1 ton per hektar. Penurunan luas areal lada di Bangka Belitung disebabkan oleh berbagai faktor yaitu fluktuasi harga lada, gangguan organisme peganggu tanaman, dampak penambangan timah ilegal, dan pengembangan komoditas lain (Daras dan Pranowo, 2009).

Penurunan luas lahan dan produksi lada putih berpengaruh pada penurunan kontribusi ekspor lada putih provinsi Bangka Belitung terhadap Indonesia. Pada tahun 2005 konstribusi lada putih terhadap ekspor lada putih Indonesia sebesar 72.4 persen, namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Ekspor Lada Putih di Provinsi Bangka Belitung, Tahun 2005 - 2010

Tahun Ekspor Lada Putih (Ton) Lada Babel Terhadap Kontribusi Ekspor Indonesia (%) Bangka Belitung Indonesia 2005 11 749 16 227 72.4 2006 8 208 15 045 54.6 2007 9 535 15 574 61.2 2008 5 519 16 190 34.1 2009 6 235 11 490 54.3 2010* 5 885 13 000 45.3

Sumber : (1). Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Bangka Belitung, 2010. (2). International Pepper Community, 2010.

Tabel 3 menunjukan kontribusi lada putih Bangka Belitung terhadap volume ekspor lada putih Indonesia sangat dominan yakni rata-rata sebesar 53.6 persen. Penurunan volume ekspor lada putih Bangka Belitung berdampak pada penururnan volume ekspor lada putih Indonesia di pasar International. Hal ini disebabkan oleh tidak kondusifnya kondisi pertanaman lada putih di lapangan, juga akibat ancaman dari negara-negara pesaing mulai terjadi, terutama Vietnam. Selain itu juga berbagai permasalahan yang dihadapi oleh petani lada putih yaitu : (1) tingkat produktivitas tanaman rata-rata 0.8 - 1 ton per hektar dan mutu yang rendah, (2) tingkat harga lada putih yang relatif rendah rata-rata sebesar Rp. 37000 per kilogram tahun 2009 dan pada tahun 2010 harga lada putih sebesar Rp. 46 979 per kilogram, sementara harga sarana produksi (pupuk dan pestisida) relatif tinggi atau mahal, (3) tingginya kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit, (4) masih rendahnya usaha peningkatan diversifikasi produk, (5) sumberdaya petani baik pengetahuan maupun permodalan masih lemah atau terbatas ketersediaannya, dan (6) semakin menurunnya luas areal pertanaman lada putih karena adanya persaingan dengan pertambangan timah rakyat dan peluang usaha komoditas lainnya seperti kelapa sawit.

Pendapatan usahatani lada putih menjadi persoalan yang penting bagi petani, dikarenakan keberlanjutan usahatanilada putih tergantung pada besar kecilnya keuntungan yang diperoleh. Mengingat lada putih Bangka Belitung berasal dari perkebunan rakyat yang diusahakan secara tradisional turun temurun, umumnya mempunyai produktivitas sekitar 0.8 sampai dengan 1 ton per hektar. Rendahnya produktivitas diikuti adanya kenaikan biaya produksi yang terus menerus menyebabkan kemampuan produsen lada putih di Bangka Belitung untuk

memperoleh keuntungan menurun. Keuntungan usahatani lada dapat ditingkatkan apabila dapat memperkecil resiko, upaya itu dapat dilakukan dengan perubahan pola budidaya tradisional menuju pola budidaya yang dianjurkan (GoodAgriculture Practice) dengan menggunakan tiang panjat hidup. Dengan demikian timbul pertanyaan apakah usahatani lada putih di Provinsi Bangka Belitung masih menguntungkan?

Secara nasional berdasarkan fakta - fakta diatas bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi oleh petani lada putih di provinsi Bangka Belitung dan Indonesia pada umumnya, menunjukan suatu indikasi telah terjadi penurunan kemampuan bersaing dipasar internasional atau dengan kata lain daya saing lada putih telah mengalami penurunan. Daya saing sering dikaitkan dengan kemampuan untuk menghasilkan produk dengan biaya serendah mungkin (efisien) dan mutu sesuai dengan konsumen. Oleh karena itu, timbul pertanyaan apakah lada putih Provinsi Bangka Belitung masih memiliki daya saing?

Pemerintah Provinsi Bangka Belitung dan Kementerian Pertanian telah menyikapi kondisi lada putih ini. Bentuk perhatian tersebut dituangkan melalui pencanangan program revitalisasi lada putih (Muntok White Pepper) di Provinsi Bangka Belitung. Revitalisasi ini akan melibatkan berbagai pihak yang berada di dalam sistem agribisnis komoditas lada tersebut. Langkah tersebut antara lain adalah peningkatan produktivitas, mutu hasil, efisiensi biaya produksi dan pemasaran, serta manajemen stok melalui pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan. Perbaikan teknologi budidaya sesuai anjuran yaitu Good Agriculture Practice (GAP) dengan tiang panjat hidup, serta pascapanen lada putih di tingkat petani sangat diperlukan agar produk lada putih mampu bersaing

secara kompetitif dalam proses produksi dengan negara-negara penghasil lada putih lainnya. Sehubungan hal ini, timbul pertanyaan apakah kebijakan pemerintah berdampak pada peningkatan keuntungan dan daya saing lada putih di Provinsi Bangka Belitung?

Dokumen terkait