• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah kadar kalsium, kalium, dan magnesium dalam okra hijau dan okra merah yang beredar di masyarakat sama dengan kadar kalsium, kalium, dan magnesium dalam okra hijau dan okra merah berdasarkan literatur 2. Apakah ada perbedaan kadar kalsium, kalium, dan magnesium yang

terkandung dalam okra hijau dan yang terkandung dalam okra merah 1.3 Hipotesis

1. Kadar kalsium, kalium, dan magnesium dalam okra hijau dan okra merah yang beredar di masyarakat sama dengan kadar kalsium, kalium, dan magnesium dalam okra hijau dan okra merah berdasarkan literatur.

2. Terdapat perbedaan kadar kalsium, kalium, dan magnesium yang terkandung dalam okra hijau dan yang terkandung dalam okra merah.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah kadar kalsium, kalium, dan magnesium dalam okra hijau dan okra merah yang beredar di masyarakat sama dengan kadar kalsium, kalium, dan magnesium dalam okra hijau dan okra merah berdasarkan literatur.

3. Untuk membandingkan kadar kalsium, kalium, dan magnesium yang terkandung dalam okra hijau dan yang terkandung dalam okra merah.

1.4 Manfaat Penelitian

Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan kalsium, kalium, dan magnesium yang terdapat dalam okra hijau dan dalam okra merah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Okra

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Menurut Herbarium Medanense, (2018), sistematika tumbuhan okra adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Malvales Famili : Malvaceae Genus : Abelmoschus

Spesies : Abelmoschus esculentus (L.) Moench.

2.1.2 Nama Lain

Okra dikenal dengan nama lain lady’s finger (Inggris), gumbo (Amerika), guin-gumbo (Spanyol), guibeiro (Portugal), bhindiin (India), kenkase (Etiopia)

(Gemede, dkk., 2015).

2.1.3 Deskripsi Tumbuhan

Okra adalah tanaman yang tumbuh di daerah tropis, subtropis dan daerah dengan temperatur hangat. Tanaman okra tumbuh subur di tanah humus dengan pH berkisar antara 6-6,7. Tinggi tanaman okra adalah sekitar 2 meter. Memiliki daun dengan diameter 10-20 cm, lebar dan kasar. Memiliki bunga dengan diameter 4-8 cm, 5 kelopak bunga berwarna putih hingga kuning, terkadang

berwarna merah atau ungu di dasar kelopak bunga. Buah dengan panjang 10-25cm, berdiameter 1,5-3cm, meruncing di atas dan berisi biji berbentuk ginjal

(Roy, dkk., 2014).

2.1.4 Kandungan Kimia dan Kegunaan

Menurut Kumar, dkk., (2013), komposisi nutrisi untuk setiap 100 g okra yang dikonsumsi ditunjukkan pada table 2.1

Tabel 2.1 Komposisi Nutrisi untuk Setiap 100 g okra (Kumar, dkk., 2013)

Energi 33 kcal

Buah muda okra dapat dimanfaatkan sebagai sayur, salad, sup, baik buah segar maupun yang direbus. Buah okra akan mengeluarkan lendir pada saat dimasak. Lendir buah okra memiliki manfaat untuk kesehatan ketika digunakan

mengikat kolestrol dan asam empedu membawa racun untuk dibuang oleh hati.

Okra mengandung berbagai nutrisi penting, dimana hampir dari setengahnya adalah serat larut dalam bentuk pektin yang membantu untuk menurunkan kadar serum kolestrol dan menurunkan resiko penyakit jantung. Fraksi lain dari okra adalah serat tidak larut yang dapat membantu saluran pencernaan tetap sehat.

Okra juga dikenal sebagai tanaman yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Okra memiliki potensi yang menguntungkan bagi kesehatan dalam beberapa penyakit seperti penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, penyakit pencernaan, dan beberapa penyakit kanker (Gemede, dkk., 2015).

2.2 Mineral

Mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan.

Disamping itu, mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim (Almatsier, 2009).

Mineral yang dibutuhkan manusia diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro merupakan mineral yang jumlahnya relatif tinggi (>0,005% dari berat badan) di dalam jaringan tubuh. Mineral mikro disebut sebagai unsur renik (trace elements) terdapat <0,005% dari berat badan. Unsur-unsur mineral makro adalah kalsium, fosfor, kalium, sulfur, natrium, klor, magnesium. Unsur-unsur mineral mikro adalah besi, seng, selenium, mangan, tembaga, iodium (Baliwati, dkk., 2010).

2.2.1 Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh,

yaitu 1,5-2 % dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.

Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Jumlah yang dianjurkan per hari untuk bayi 300-400 mg, anak-anak sebesar 500 mg, remaja 600-700 mg dan dewasa sebesar 500-800 mg (Almatsier, 2009).

Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh yaitu : a. Pembentukan tulang dan gigi

b. Mengatur pembekuan darah c. Katalisator reaksi-reaksi biologik d. Kontraksi otot

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju.

Ikan dimakan dengan tulang termasuk ikan kering, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium, seperti serat, fitat dan oksalat. Susu nonfat merupakan sumber terbaik kalsium karena ketersediaan biologiknya tinggi.

Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila kita makan makanan yang seimbang tiap hari. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari.

Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan pada ginjal (Almatsier, 2009).

2.2.2 Kalium (K)

Kalium merupakan salah satu mineral makro yang berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan tubuh. Sebanyak 95% kalium berada di dalam cairan intraseluler. Bersama natrium, kalium memegang peranan dalam

pemeliharaan keseimbangan asam basa. Bersama kalsium, kalium berperan dalam transmisi saraf dan relaksasi otot. Tekanan darah normal memerlukan perbandingan antara natrium dan kalium yang sesuai di dalam tubuh. Karena merupakan bagian essensial semua sel hidup, sehingga banyak terdapat dalam bahan makanan. Kekurangan kalium karena makanan jarang terjadi, sepanjang seseorang cukup makan sayuran dan buah segar. Kebutuhan minimum akan kalium ditaksir sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier, 2009).

2.2.3 Magnesium (Mg)

Hampir 60% magnesium dalam tubuh terdapat pada tulang, 26% dalam otot, dan sisanya ada dalam jaringan lunak serta cairan tubuh. Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus sistem enzim di dalam tubuh. Di dalam cairan ekstraselular, magnesium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot, dan pembekuan darah. Dalam hal ini, peranan magnesium berlawanan dengan kalsium dimana kalsium merangsang kontraksi otot sedangkan magnesium mengendorkan otot. Kalsium merangsang penggumpalan darah, sedangkan magnesium mencegah penggumpalan darah. Kalsium menyebabkan ketegangan saraf sedangkan magnesium melemaskan saraf. Selain itu, magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Almatsier, 2009).

Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, serealia tumbuk, biji-bijian kacangkacangan. Daging, susu dan hasilnya serta cokelat juga merupakan sumber magnesium yang baik. Kekurangan magnesium jarang terjadi karena makanan. Kekurangan magnesium bisa terjadi karena penyakit yang menyebabkan muntah-muntah dan diare (Almatsier, 2009).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut.

Cara ini cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2017).

Untuk banyak atom, perbedaan energi antara orbital keadaan dasar dan keadaan tereksitasinya terlalu besar agar eksitasi termal banyak elektron dapat berlangsung. Jika perbedaan energi terlalu besar untuk menghasilkan pembacaan emisi, Spektrofotometri Serapan Atom digunakan. Atom-atom logam diuapkan dalam suatu nyala dan radiasi dilewatkan melalui nyala tersebut. Dalam hal ini, atom-atom yang diuapkan, yang sebagian besar terdapat dalam keadaan dasarnya sehingga tidak memancarkan energi, akan menyerap radiasi dengan energi yang berkaitan dengan perbedaan antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasinya (Watson, 2010).

Bagian instrumentasi spekrofotometri serapan atom adalah sebagai berikut:

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu (Gandjar dan Rohman, 2017).

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2017).

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan untuk menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalkan gas batubara-udara, suhunya kira kira sebesar 18000C; gas alam-udara:

17000C; asetilen-udara suhunya sebesar 22000C dan gas asetilen-dinitrogen oksida sebesar 30000C. Pemilihan macam bahan pembakar dan gas pengoksidasi serta komposisi perbandingannya sangat mempengaruhi suhu nyala. Pada umumnya nyala dari gas asetilen-nitro oksida menunjukkan emisi latar belakang (background) yang kuat. Sumber nyala asetilen-udara merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi. Propana-udara dipilih untuk logam-logam alkali karena suhu nyala lebih rendah akan mengurangi banyaknya ionisasi. Nyala hidrogen-udara lebih jernih daripada nyala asetilen-hidrogen-udara dalam daerah UV (dibawah 220nm), dan juga karena sifatnya yang mereduksi maka nyala ini sesuai untuk penetapan arsenik dan selenium (Gandjar dan Rohman, 2017).

b. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µl), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2017).

3. Monokromator

Pada spektofomoteri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis.

Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinu yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2017).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2017).

5. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2017).

2.4 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tindakan ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan akan kisaran analit yang akan dianalisis (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

1. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Untuk mencapai kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu:

i. Metode simulasi (spiked-placebo recovery)

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

ii. Metode penambahan baku (standard addition method)

Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan

dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).

Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut.

Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).

2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik (Harmita, 2004).

3. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas biasanya dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, dan senyawa lain yang dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).

4. Linearitas dan Rentang

Liniearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberpa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x). Liniearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).

5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko.

Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis dan diartikan sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko (Harmita, 2004).

6. Ketangguhan Metode (Ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu dan hari yang berbeda.

Ketangguhan metode dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja terhadap hasil uji (Harmita, 2004).

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan maksud mengetahui dan membandingkan hasil kadar mineral kalsium, kalium dan magnesium pada okra hijau dan okra merah secara spektrofotometri serapan atom.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif dan di Laboratorium Penelitian Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari 2018 – Mei 2018.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan berkualitas pro analisis keluaran E.Merck yaitu Asam nitrat 65% b/v kecuali Aqua demineralisata (PT. Ikapharmindo Putramas). Larutan baku kalsium 1000 μg/ml, larutan baku kalium 1000 μg/ml, larutan baku magnesium 1000 μg/ml, Asam sulfat 1N, Etanol 96%, Natrium hidroksida 2N, Asam pikrat 1% b/v dan Kuning titan 0,1% b/v.

3.3 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer Serapan Atom (Hitachi Zeeman-2000) dengan nyala udara-asetilen lengkap dengan lampu katoda Ca, K dan Mg, Neraca analitik (BOECO), Tanur (Stuart), Blender (Miyako), Hot plate (BOECO), Kertas saring Whatman no.42, Kurs porselen, dan Alat-alat gelas (Pyrex dan Oberol).

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan HNO3 (1:1)

Larutan HNO3 65% b/v sebanyak 500 ml diencerkan dengan 500 ml air suling (Manan, 2009).

3.4.2 Larutan Asam Sulfat 1N

Sebanyak 3 ml larutan asam sulfat 96% v/v diencerkan dengan akuabides hingga 100 ml (Ditjen POM Depkes RI, 1979).

3.4.3 Larutan Natrium Hidroksida 2N

Sebanyak 80,02 gram NaOH dilarutkan dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM Depkes RI, 1979).

3.4.4 Larutan Kuning Titan 0,1% b/v

Larutan kuning titan 0,1% b/v dibuat dengan cara melarutkan 0,1 g titan yellow dalam 100 ml air suling (Manan, 2009).

3.4.5 Asam Pikrat 1% b/v

Sebanyak 1 gram asam pikrat dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Manan, 2009).

3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dengan cara sampling purposif. Bagian tanaman yang diambil sebagai sampel adalah buah okra hijau dan okra merah dari Pasar Garuda di Medan. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 42 (Etikan, dkk., 2016).

3.5.2 Penyiapan Sampel

Sebanyak 500g okra hijau dan 500g okra merah dicuci bersih, ditiriskan, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Kemudian masing-masing 500 gram okra hijau dan okra merah dihaluskan dengan cara diblender (Agoes, 2018).

3.5.3 Proses Destruksi Kering

Sampel yang telah dihaluskan okra hijau dan okra merah masing-masing ditimbang teliti sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam kurs porselen, diarangkan diatas hot plate dengan suhu 100˚C, lalu diabukan di tanur mula-mula pada temperatur 100˚C dan secara perlahan-lahan dinaikkan secara interval 25˚C setiap 5 menit sampai temperatur menjadi 500˚C dan pengabuan dilakukan selama 72 jam untuk okra hijau dan okra merah. Setelah itu dibiarkan dingin di dalam desikator. Bagian alir proses destruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4, halaman 38 dan 39 (Agoes, 2018).

3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel

Hasil destruksi dilarutkan dengan 5 ml HNO3 (1:1) hingga larut sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan kurs porselen dibilas dengan aqua demineralisata sebanyak tiga kali. Hasil pembilasan dimasukkan ke dalam labu tentukur. Setelah itu dicukupkan volumenya dengan aqua demineralisata hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring whatman no.42 dengan membuang 5 ml larutan pertama hasil penyaringan untuk menjenuhkan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam botol. Analisis yang sama dilakukan sebanyak 6 kali untuk masing-masing sampel. Bagian alir proses pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 40 dan 41 (Agoes, 2018).

3.5.5 Analisis Kualitatif 3.5.5.1 Kalsium

3.5.5.1.1 Uji kristal dengan Asam sulfat 1N

Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat 1N dan etanol 96% akan terbentuk endapan putih lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk jarum (Vogel, 1954).

3.5.5.2 Kalium

3.5.5.2.1 Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat

Larutan zat diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop.

Jika terdapat kalium akan terlihat kristal berbentuk jarum besar (Vogel, 1954).

3.5.5.3 Magnesium

3.5.5.3.1 Reaksi warna dengan Kuning Titan 0,1% b/v

Dimasukkan 1 ml larutan sampel ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 5-6 tetes natrium hidroksida 2N dan 3 tetes kuning titan 0,1%.

Dihasilkan endapan merah terang (Vogel, 1954).

3.5.6 Analisis Kuantitatif

3.5.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Larutan baku kalsium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 50 μg/ml) (larutan baku I). Larutan bauku I dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 10 μg/ml)

Larutan untuk kurva kalibrasi dibuat dengan memipet larutan induk baku II sebanyak 2.5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml dan 12,5 ml, dilarutkan dalam labu 25 ml sehingga didapatkan konsentrasi berturut-turut 1 μg/ml, 2 μg/ml, 3 μg/ml, 4 μg/ml dan 5 μg/ml dan diukur pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.6.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

Larutan baku kalsium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 50 μg/ml) (larutan baku I).

Larutan untuk kurva kalibrasi dibuat dengan memipet larutan induk baku I sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml dan 5 ml, dilarutkan dalam labu 25 ml sehingga didapatkan konsentrasi berturut-turut 2 μg/ml, 4 μg/ml, 6 μg/ml, 8 μg/ml dan 10 μg/ml dan diukur pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.6.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium

Larutan baku kalsium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 50 μg/ml) (larutan baku I). Larutan bauku I dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 10 μg/ml)

Larutan untuk kurva kalibrasi dibuat dengan memipet larutan induk baku II sebanyak 0.5 ml, 1 ml, 1,5 ml, 2 ml, dan 2,5 ml, dilarutkan dalam labu 25 ml sehingga didapatkan konsentrasi berturut-turut 0,2 μg/ml, 0,4 μg/ml, 0,6 μg/ml, 0,8 μg/ml, dan 1 μg/ml dan diukur pada panjang gelombang 285,2 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.6.4 Penetapan Kadar Mineral dalam Sampel 3.5.6.4.1 Penetapan Kadar Kalsium

Larutan sampel okra hijau dan okra merah masing-masing sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.4.2 Penetapan Kadar Kalium

Larutan sampel okra hijau dan okra merah masing-masing sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 766,5 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.4.3 Penetapan Kadar Magnesium

Larutan sampel okra hijau dan okra merah sebanyak 0,4 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 285,2 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.7 Analisis Data Secara Statistik 3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Kadar kalsium, kalium dan magnesium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik.

Kadar kalsium, kalium dan magnesium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik.

Dokumen terkait