• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tindakan ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan akan kisaran analit yang akan dianalisis (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

1. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Untuk mencapai kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu:

i. Metode simulasi (spiked-placebo recovery)

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

ii. Metode penambahan baku (standard addition method)

Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan

dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).

Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut.

Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).

2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik (Harmita, 2004).

3. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas biasanya dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, dan senyawa lain yang dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).

4. Linearitas dan Rentang

Liniearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberpa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x). Liniearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).

5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko.

Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis dan diartikan sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko (Harmita, 2004).

6. Ketangguhan Metode (Ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu dan hari yang berbeda.

Ketangguhan metode dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja terhadap hasil uji (Harmita, 2004).

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan maksud mengetahui dan membandingkan hasil kadar mineral kalsium, kalium dan magnesium pada okra hijau dan okra merah secara spektrofotometri serapan atom.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif dan di Laboratorium Penelitian Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari 2018 – Mei 2018.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan berkualitas pro analisis keluaran E.Merck yaitu Asam nitrat 65% b/v kecuali Aqua demineralisata (PT. Ikapharmindo Putramas). Larutan baku kalsium 1000 μg/ml, larutan baku kalium 1000 μg/ml, larutan baku magnesium 1000 μg/ml, Asam sulfat 1N, Etanol 96%, Natrium hidroksida 2N, Asam pikrat 1% b/v dan Kuning titan 0,1% b/v.

3.3 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer Serapan Atom (Hitachi Zeeman-2000) dengan nyala udara-asetilen lengkap dengan lampu katoda Ca, K dan Mg, Neraca analitik (BOECO), Tanur (Stuart), Blender (Miyako), Hot plate (BOECO), Kertas saring Whatman no.42, Kurs porselen, dan Alat-alat gelas (Pyrex dan Oberol).

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan HNO3 (1:1)

Larutan HNO3 65% b/v sebanyak 500 ml diencerkan dengan 500 ml air suling (Manan, 2009).

3.4.2 Larutan Asam Sulfat 1N

Sebanyak 3 ml larutan asam sulfat 96% v/v diencerkan dengan akuabides hingga 100 ml (Ditjen POM Depkes RI, 1979).

3.4.3 Larutan Natrium Hidroksida 2N

Sebanyak 80,02 gram NaOH dilarutkan dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM Depkes RI, 1979).

3.4.4 Larutan Kuning Titan 0,1% b/v

Larutan kuning titan 0,1% b/v dibuat dengan cara melarutkan 0,1 g titan yellow dalam 100 ml air suling (Manan, 2009).

3.4.5 Asam Pikrat 1% b/v

Sebanyak 1 gram asam pikrat dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Manan, 2009).

3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dengan cara sampling purposif. Bagian tanaman yang diambil sebagai sampel adalah buah okra hijau dan okra merah dari Pasar Garuda di Medan. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 42 (Etikan, dkk., 2016).

3.5.2 Penyiapan Sampel

Sebanyak 500g okra hijau dan 500g okra merah dicuci bersih, ditiriskan, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Kemudian masing-masing 500 gram okra hijau dan okra merah dihaluskan dengan cara diblender (Agoes, 2018).

3.5.3 Proses Destruksi Kering

Sampel yang telah dihaluskan okra hijau dan okra merah masing-masing ditimbang teliti sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam kurs porselen, diarangkan diatas hot plate dengan suhu 100˚C, lalu diabukan di tanur mula-mula pada temperatur 100˚C dan secara perlahan-lahan dinaikkan secara interval 25˚C setiap 5 menit sampai temperatur menjadi 500˚C dan pengabuan dilakukan selama 72 jam untuk okra hijau dan okra merah. Setelah itu dibiarkan dingin di dalam desikator. Bagian alir proses destruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4, halaman 38 dan 39 (Agoes, 2018).

3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel

Hasil destruksi dilarutkan dengan 5 ml HNO3 (1:1) hingga larut sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan kurs porselen dibilas dengan aqua demineralisata sebanyak tiga kali. Hasil pembilasan dimasukkan ke dalam labu tentukur. Setelah itu dicukupkan volumenya dengan aqua demineralisata hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring whatman no.42 dengan membuang 5 ml larutan pertama hasil penyaringan untuk menjenuhkan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam botol. Analisis yang sama dilakukan sebanyak 6 kali untuk masing-masing sampel. Bagian alir proses pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 40 dan 41 (Agoes, 2018).

3.5.5 Analisis Kualitatif 3.5.5.1 Kalsium

3.5.5.1.1 Uji kristal dengan Asam sulfat 1N

Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat 1N dan etanol 96% akan terbentuk endapan putih lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk jarum (Vogel, 1954).

3.5.5.2 Kalium

3.5.5.2.1 Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat

Larutan zat diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop.

Jika terdapat kalium akan terlihat kristal berbentuk jarum besar (Vogel, 1954).

3.5.5.3 Magnesium

3.5.5.3.1 Reaksi warna dengan Kuning Titan 0,1% b/v

Dimasukkan 1 ml larutan sampel ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 5-6 tetes natrium hidroksida 2N dan 3 tetes kuning titan 0,1%.

Dihasilkan endapan merah terang (Vogel, 1954).

3.5.6 Analisis Kuantitatif

3.5.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Larutan baku kalsium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 50 μg/ml) (larutan baku I). Larutan bauku I dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 10 μg/ml)

Larutan untuk kurva kalibrasi dibuat dengan memipet larutan induk baku II sebanyak 2.5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml dan 12,5 ml, dilarutkan dalam labu 25 ml sehingga didapatkan konsentrasi berturut-turut 1 μg/ml, 2 μg/ml, 3 μg/ml, 4 μg/ml dan 5 μg/ml dan diukur pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.6.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

Larutan baku kalsium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 50 μg/ml) (larutan baku I).

Larutan untuk kurva kalibrasi dibuat dengan memipet larutan induk baku I sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml dan 5 ml, dilarutkan dalam labu 25 ml sehingga didapatkan konsentrasi berturut-turut 2 μg/ml, 4 μg/ml, 6 μg/ml, 8 μg/ml dan 10 μg/ml dan diukur pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.6.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium

Larutan baku kalsium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 50 μg/ml) (larutan baku I). Larutan bauku I dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 10 μg/ml)

Larutan untuk kurva kalibrasi dibuat dengan memipet larutan induk baku II sebanyak 0.5 ml, 1 ml, 1,5 ml, 2 ml, dan 2,5 ml, dilarutkan dalam labu 25 ml sehingga didapatkan konsentrasi berturut-turut 0,2 μg/ml, 0,4 μg/ml, 0,6 μg/ml, 0,8 μg/ml, dan 1 μg/ml dan diukur pada panjang gelombang 285,2 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.6.4 Penetapan Kadar Mineral dalam Sampel 3.5.6.4.1 Penetapan Kadar Kalsium

Larutan sampel okra hijau dan okra merah masing-masing sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.4.2 Penetapan Kadar Kalium

Larutan sampel okra hijau dan okra merah masing-masing sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 766,5 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.4.3 Penetapan Kadar Magnesium

Larutan sampel okra hijau dan okra merah sebanyak 0,4 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 285,2 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.7 Analisis Data Secara Statistik 3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Kadar kalsium, kalium dan magnesium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik.

Menurut Sudjana, (2002), standar deviasi dapat dihitung dengan rumus:

SD = √∑(Xi−X)²𝑛−1 Keterangan: Xi = Kadar mineral

X = Kadar rata-rata mineral n = Jumlah pengulangan Untuk mencari t hitung digunakan rumus:

t ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = X − 𝑋̅

𝑆𝐷/√𝑛

dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 0.01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Kadar Mineral :μ = X ± (t(α/2, dk) x SD / √n ) 𝑆𝐷/√𝑛 Keterangan : X = Kadar rata-rata mineral

SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = interval kepercayaan

n = jumlah pengulangan

3.5.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Sampel

Menurut Sudjana (2002), sampel yang dibandingkan adalah independen dan jum- lah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan variansi (σ) tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua

populasi sama (σ1 = σ2) atau berbeda (σ1 ≠ σ2) dengan menggunakan rumus di bawah ini:

Keterangan : Fo = Beda nilai yang dihitung, S1 = Standar deviasi terbesar, S2 = Standar deviasi terkecil

Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus :

(X1 – X2)

jika Fo melewati nilai kritis F, dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus : (X1 – X2) nilai kritis t, dan sebaliknya.

Fo = 2

3.5.8 Validasi Metode Analisis

3.5.8.1 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan Baku (µg/ml) =√(𝑌−𝑌𝑖)𝑛−2 2

Batas Deteksi (µg/ml) = 3 X 𝑆𝑌 𝑋𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒

Batas Kuantitasi (µg/ml) = 10 X 𝑆𝑌 𝑋𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 3.5.8.2 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Ermer dan McB. Miller, 2005).

Sampel 500 g diambil buahnya lalu dibersihkan dari pengotoran, dikeringkan dan dihaluskan. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama sebanyak 25 gram di dalam krus porselen, lalu ditambahkan larutan baku yaitu: 1,5 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml), 5,6 ml larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml), 1,2 ml larutan baku magnesium

(konsentrasi 1000 µg/ml), 5,4 ml larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml), 1,5 ml larutan baku magnesium (konsentrasi1000 µg/ml) untuk okra merah, kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya.

Menurut (Harmita, 2004) persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

Persen Perolehan Kembali= CF-CA

CA* x 100%

Keterangan :

CA = Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku CF = Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku C*A = Kadar larutan baku yang ditambahkan dalam sampel 3.5.8.3 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Menurut (Harmita, 2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah sebagai berikut: RSD = 100%

X SD

Keterangan :

X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui ada atau tidaknya mineral kalsium, kalium dan magnesium pada hijau dan okra merah. Data dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan gambar dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 44.

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif pada Okra Hijau dan Okra Merah

No. Mineral Pereaksi Hasil Reaksi Keterangan

1. Kalsium H2SO4 1N Terbentuk

Keterangan: + : mengandung mineral

Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa okra hijau dan okra merah mengandung mineral kalsium, kalium dan magnesium. Sampel dikatakan positif mengandung mineral kalsium karena terbentuk kristal dengan penambahan asam sulfat 1N, mengandung mineral kalium karena terbentuk kristal panjang dengan penambahan asam pikrat dan mengandung magnesium karena menghasilkan endapan warna merah terang dengan penambahan larutan kuning titan 0,1%

b/v dan ditambah natrium hidroksida (Vogel, 1979).

4.2 Analisis Kuantitatif

4.2.1 Kurva kalibrasi Kalsium, Kalium dan Magnesium

Data hasil pengukuran absorbansi larutan baku dan perhitungan persamaan garis regresi kalsium, kalium dan magnesium masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 8-10, halaman 45-50. Kurva kalibrasi larutan baku kalsium, kalium dan magnesium dapat dilihat pada Gambar 4.1, Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Kalsium

R² = 0,9997

Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Magnesium

Dari pengukuran kurva kalibrasi tersebut diperoleh persamaan garis regresi untuk kalsium, kalium dan magnesium masing-masing yaitu Y = 0,0532X + 0,0025, Y=0,0907X + 0,0170, dan Y= 0,6981X + 0,0119

Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) untuk kalsium, kalium dan magnesium masing-masing sebesar 0,9997; 0,9994 dan 0,9995. Nilai r

≥ 0,97 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (konsentrasi) dan Y (absorbansi) (Ermer dan McB. Miller, 2005).

4.2.2 Analisis Kadar Kalsium, Kalium dan Magnesium pada Okra Hijau dan Okra Merah

Penentuan kadar kalsium, kalium, dan magnesium dilakukan secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi mineral kalsium, kalium dan magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan baku masing-masing mineral. Data dan contoh perhitungan masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12, halaman 51-55. Kadar kalsium, kalium dan magnesium pada sampel dapat dilihat pada Tabel 4.2.

R² = 0,9995

Tabel 4.2 Kadar Kalsium, Kalium dan Magnesium pada Sampel

Setelah dilakukan uji statistik terhadap kadar sampel maka dapat dilihat bahwa kadar kalium dan magnesium dalam okra hijau lebih tinggi dibanding okra merah, sedangkan kadar kalsium dalam oka merah lebih tinggi dibanding okra hijau. Mineral kalsium dalam okra hijau sebesar 45,4347 ± 0,3631mg/100g dan okra merah sebesar 46,5409 ± 0,3351mg/100g. Mineral kalium dalam okra hijau sebesar 243,5849 ± 1,8469 mg/100g dan okra merah sebesar 229,7836 ± 1,6373mg/100g. Mineral magnesium dalam okra hijau sebesar 88,8648 ± 0,9902 mg/100g dan okra merah sebesar 71,9074 ± 0,3366 mg/100g. Penurunan kadar mineral kalsium sebanyak 2,3768%, kalium sebanyak 5,7251% dan magnesium sebanyak 19,0822%.

4.2.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Berdasarkan data kurva kalibrasi kalsium, kalium dan magnesium diperoleh batas deteksi dan batas kuantitasi dari kalsium, kalium dan magnesium yang perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 56-58. Batas deteksi dan batas kuantitasi dari kalsium, kalium dan magnesium pada sampel dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Kalsium, Kalium, dan Magnesium

No. Mineral Batas Deteksi

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas, dapat dilihat bahwa semua hasil kadar yang diperoleh pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi dan memenuhi syarat batas deteksi dan batas kuantitasi yang telah diperoleh.

4.2.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Data hasil dan contoh perhitungan uji perolehan kembali (recovery) kadar kalsium, kalium, dan magnesium pada okra hijau dan okra merah setelah penambahan masing-masing larutan baku kalsium, kalium, dan magnesium dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 17, 18, 19 dan 20, halaman 71-82. Uji perolehan kembali kalsium, kalium dan magnesium pada okra hijau dan okra merah dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.

Tabel 4.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery) Kalsium, Kalium dan Magnesium

Berdasarkan Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali (recovery) pada okra hijau untuk kalsium, kalium dan magnesium masing-masing sebesar 99,8707%; 101,9523%; dan 98,3043% dan

rata-rata hasil uji perolehan kembali (recovery) pada okra merah untuk kalsium, kalium dan magnesium masing-masing sebesar 97,2596%, 98,7947%, dan 98,6092%. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, jika rata-rata hasil perolehan kembali (recovery) berada pada rentang 80-120% (Ermer dan McB. Miller, 2005). Dari hasil persen uji perolehan kembali (recovery) yang diperoleh menunjukkan kecermatan (accuracy) kerja yang memuaskan pada saat pemeriksaan kadar kalsium, kalium

dan magnesium dalam sampel.

4.2.5 Simpangan Baku Relatif

Data perhitungan simpangan baku (SD) dan simpangan baku relatif (RSD) untuk kalsium, kalium dan magnesium okra hijau dapat dilihat pada Lampiran 21 halaman 83-88. Simpangan baku (SD) dan simpangan baku relatif (RSD) kalsium, kalium dan magnesium pada okra hijau dan okra merah dapat dilihat pada Tabel 4.6. dan 4.7.

Tabel 4.6 Simpangan Baku (SD) dan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kalsium, Kalium dan Magnesium pada Okra Hijau

Mineral Simpangan Baku Simpangan Baku Relatif

(%)

Kalsium 3,7370 3,7418

Kalium 5,9346 5,8209

Magnesium 2,5288 2,5724

Tabel 4.7 Simpangan Baku (SD) dan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kalsium, Kalium dan Magnesium pada Okra Merah

Mineral Simpangan Baku Simpangan Baku Relatif

(%)

Kalsium 7,0572 7,2560

Kalium 10,4871 10,6150

Magnesium 4,1561 4,2147

Berdasarkan Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 di atas, dapat dilihat nilai simpangan baku (SD) pada okra hijau untuk kalsium, kalium dan magnesium masing-masing sebesar, 3,7370, 5,9346, 2,5288 . Nilai simpangan baku relatif (RSD) yang diperoleh untuk kalsium, kalium dan magnesium masing-masing sebesar 3,7418%, 5,8209%, dan 2,5724%. Nilai simpangan baku (SD) pada okra merah untuk kalsium, kalium dan magnesium masing-masing sebesar, 7,0572, 10,4871, dan 4,1561. Nilai simpangan baku relatif (RSD) yang diperoleh untuk kalsium, kalium dan magnesium masing-masing sebesar 7,2560%, 10,6150%, 4,2147%. Menurut Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih 16%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan ini memiliki keseksamaan (presisi) yang baik.

4.2.6 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Kalsium, Kalium, dan Magnesium Pada Okra Hijau dan Okra Merah

Pengujian beda nilai rata-rata kadar kalsium, kalium, dan magnesium pada sampel bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan pada rata-rata kadar kalsium, kalium, dan magnesium antara daun petai cina segar dan daun petai cina rebus. Uji statistik yang digunakan yaitu uji beda nilai rata-rata kadar kalsium, kalium, dan magnesium antara okra hijau dan okra merah yang

kadar yang signifikan antara kedua sampel diperoleh jika t0 atau thitung lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai ttabel. Perhitungan beda nilai rata-rata kadar kalsium, kalium, dan magnesium pada okra hijau dan okra merah dapat dilihat pada Lampiran 23, 24, dan 25 halaman 90-95.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar kalsium, kalium dan magnesium pada okra hijau dan okra merah yang beredar di masyarakat dibandingkan dengan di literatur. Hasil analisis kadar kalsium, kalium dan magnesium pada okra hijau yang beredar masing-masing sebesar 45,43 ± 0,36 mg/100g; 243,58 ± 1,84 mg/100g; dan 88,86 ± 0,99 mg/100g, sedangkan kadar kalsium, kalium dan magnesium pada okra merah yang beredar masing-masing sebesar 46,54 ± 0,33 mg/100g; 229,78 ± 1,63 mg/100g; dan 71,90 ± 0,3366 mg/100g

b. Analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar kalsium, kalium dan magnesium pada okra hijau dan okra merah. Kadar kalium dan

magnesium pada okra hijau lebih tinggi daripada okra merah, sedangkan kadar kalsium pada okra merah lebih tinggi daripada okra hijau.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan analisis kandungan mineral lainnya serta diinformasikan kepada masyarakat bahwa okra hijau maupun okra merah dapat menjadi sumber mineral.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Dokumen terkait