• Tidak ada hasil yang ditemukan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.2. Perumusan Masalah

Peningkatan ekspor rumput laut dunia menunjukkan adanya peluang dalam hal pemasaran rumput laut. Kebutuhan dunia terhadap produk olahan rumput laut cukup tinggi diantaranya bagi industri pengolahan agar – agar, karaginan dan alginat. Kontinuitas suplai rumput laut tentunya sangat diperlukan dalam kegiatan industri pengolahan pengguna bahan baku rumput laut serta kegiatan perdagangan luar negeri terkait ekspor rumput laut. Bali sebagai salah satu sentra pembudidayaan rumput laut nasional memiliki kontribusi dalam kegiatan ekspor komoditi yang dikenal sebagai “emas” hijau lautan Indonesia. Menurut data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyebutkan realisasi ekspor rumput laut yang berasal dari Bali pada tahun 2011 berjumlah 23,6 ton senilai US $ 15.720.

Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi pengembangan budidaya rumput laut di Provinsi Bali. Rumput laut yang dihasilkan di wilayah Kabupaten Badung memiliki jaminan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan kabupaten/kota lain yang berada di wilayah Provinsi Bali. Berdasarkan Tabel 5, Kabupaten Klungkung memiliki keunggulan dalam hal kuantitas produksi rumput laut namun jika dibandingkan dengan kualitas, rumput laut di Kabupaten Badung memiliki jaminan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Klungkung. Berdasarkan hasil penelusuran kepada petani rumput laut di wilayah Kecamatan Kuta Selatan, petani menyebutkan bahwa harga yang mereka terima lebih tinggi dibandingkan petani rumput laut di wilayah Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Hal ini juga dapat dilihat melalui perbandingan harga rumput laut di tiga kabupaten/kota dengan jumlah produksi rumput laut terbesar di Provinsi Bali yang tersaji pada Gambar 1.

Data pada Gambar 1 diolah melalui pendekatan total produksi dan nilai produksi di tiga kabupaten/kota penghasil rumput laut terbesar di Provinsi Bali yang terdapat pada Lampiran 2. Penetapan harga yang lebih tinggi mengindikasikan adanya jaminan kualitas yang lebih baik sehingga adanya kesediaan untuk membayar lebih tinggi.

  Gambar 1. Tingkat Harga Rumput Laut di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali (data diolah, 2011)

Aktivitas pembudidayaan rumput laut di Kabupaten Badung didominasi oleh para petani di wilayah Kecamatan Kuta Selatan. Kuta Selatan menjadi sentra pembudidayaan rumput laut dengan kontribusi hampir 100 persen pada total produksi rumput laut di wilayah Kabupaten Badung pada tahun 2009 dan 2010. Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa merupakan lokasi sentra budidaya rumput laut di wilayah Kecamatan Kuta Selatan khususnya untuk jenis Euchema cotonii sp. Para petani lebih banyak melakukan budidaya terhadap jenis ini karena berdasarkan hasil wawancara, faktor harga menjadi salah satu pertimbangan petani memlih untuk membudidayakan rumput laut jenis Eucheuma sp dibandingkan rumput laut jenis lainnya seperti Gracilaria sp. Pada rumput laut jenis Eucheuma sp petani memperoleh harga Rp 8.000 – Rp 10.000 per kg rumput laut kering sementara untuk jenis Gracilaria sp hanya berkisar pada harga Rp 2.000 – Rp 4.000 per kg.

Rumput laut sebagian besar dipasarkan dalam kondisi segar yang digunakan sebagai bahan baku mentah (raw seaweeds) sehingga belum ada upaya pengolahan untuk menciptakan nilai tambah bagi komoditi rumput laut.

666.00  593.00  700.00  1,569.95  1,105.00  1,113.00  840.09  820.96  984.48  ‐ 200.00  400.00  600.00  800.00  1,000.00  1,200.00  1,400.00  1,600.00  1,800.00  2008 2009 2010 Harga   Rumput   Laut   (Rp/kg   basah) Tahun Denpasar Badung Klungkung

Penerapan sistem tataniaga yang baik tentunya diperlukan dalam upaya meningkatkan nilai tambah dari komoditi rumput laut dalam proses pemasaran. Proses produksi melalui pembudidayaan rumput laut yang diupayakan di Kecamatan Kuta Selatan tentunya bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan pendapatan bagi para petani. Sistem tataniaga merupakan suatu hal yang terkait dengan proses produksi rumput laut terutama dalam upaya pemasaran produk hingga sampai ke tingkat konsumen. Tataniaga merupakan aktivitas bisnis dalam upaya mengalirkan produk dari produsen primer (petani) ke konsumen akhir. Melalui sistem tataniaga dapat diketahui proses penyaluran suatu produk hingga sampai ke tangan konsumen, jumlah biaya yang dikeluarkan dalam penyaluran produk tersebut serta pihak – pihak yang terlibat di dalamnya.

Permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam memasarkan suatu komoditi agribisnis adalah mengenai rendahnya posisi tawar petani khususnya dalam penetapan harga. Begitu pula halnya pada petani rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan khususnya bagi petani yang tidak terfasilitasi oleh keberadaan kelompok tani dalam aktivitas tataniaga. Peningkatan nilai tambah suatu komoditi merupakan suatu hal penting yang dapat dijadikan sebagai upaya untuk meningkatkan harga jual dari produk tersebut. Berdasarkan grafik yang tersaji pada Gambar 2, terlihat bahwa terdapat fluktuasi nilai penjualan rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan.

  Gambar 2. Perkembangan Harga Rumput Laut di Kecamatan Kuta Selatan

Tahun 2009 – 2010

Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kab. Badung (Data diolah, 2011) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

Januari Februari Mar

et

April Mei Juni Juli

Agust u s Sept em ber Okt ober Novem b er Desem b er

Januari Februari Mar

et

April Mei Juni Juli

Agust u s Sept em ber Okt ober Novem b er Desem b er Harga (Rp/kg basah)

Pembudidayaan rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan sebagian telah dikelola oleh petani melalui suatu wadah bersama dengan membentuk kelompok tani. Keberadaan kelompok dalam aktivitas usahatani tentunya akan mempermudah pengelolaan kegiatan usaha. Peranan kelompok tidak hanya mengkoordinasikan aktivitas budidaya saja melainkan juga dalam hal pemasaran komoditi. Dalam tataniaga rumput laut, keberadaan kelompok tani juga memiliki peranan dalam aktivitas pemasaran khususnya pada pengembangan budidaya rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan. Perbedaan wilayah desa lokasi pembudidayaan rumput laut di wilayah Kecamatan Kuta Selatan juga menimbulkan perbedaan peranan kelompok khususnya dalam pemasaran rumput laut.

Petani di wilayah Desa Kutuh memiliki empat kelompok tani yang aktif. Kelompok tani di wilayah ini telah berperan dalam aktivitas pemasaran rumput laut bagi para anggotanya. Selain dalam bentuk kelompok, pengelolaan kegiatan usaha budidaya rumput laut di wilayah Desa Kutuh juga ada yang dikelola secara individual oleh petani. Berdasarkan informasi yang diperoleh, adanya penetapan syarat mutu tertentu dari rumput laut yang harus dipatuhi oleh anggota kelompok menjadi salah satu alasan petani memilih untuk mengelola usaha budidaya rumput laut secara individual.

Sementara itu, berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa para petani di wilayah Kelurahan Benoa memiliki gambaran yang berbeda dalam aktivitas pemasaran. Para petani di kawasan ini tergabung dalam kelompok, namun keberadaan kelompok tidak menunjang aktivitas pemasaran rumput laut para petani. Petani di wilayah ini memasarkan rumput laut secara individu melalui perantara yaitu para pedagang pengumpul. Perbedaan sistem manajemen dalam kegiatan usaha ini tentunya juga akan memberikan perbedaan terhadap pendapatan yang akan diperoleh antara petani yang tergabung dalam kelompok dengan petani yang mengelola usahanya secara individual. Mengacu pada uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam tataniaga rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana pelaksanaan sistem tataniaga pada komoditi rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan?

2) Bagaimana peranan kelompok tani dalam mempengaruhi sistem tataniaga rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan?

3) Apakah sistem tataniaga yang diterapkan oleh para petani di Kecamatan Kuta Selatan sudah efisien?