• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hingga kini Indonesia masih dianggap sebagai basis produksi produk-produk elektronik untuk pasar regional, sementara kondusifnya iklim bisnis di Indonesia telah mendorong pertumbuhan yang positif bagi pelbagai industri, termasuk industry elektronik yang menyerap permintaan yang cukup tinggi. Pasar bagi produk-produk elektronik di dalam negeri pun terus bertumbuh seiring peningkatan daya beli masyarakat menyusul bertambahnya kelas menengah di Indonesia. Penjualan produk elektronik pada Februari 2013 sebesar Rp 2,4 triliun, tumbuh 20 persen dibandingkan Februari 2012 yang Rp 2,07 triliun. Berdasarkan data Kemenperin, penjualan produk elektronik tersebut didominasi peralatan rumah tangga. Sebesar Rp 1,15 triliun atau 47 persen dari total omzet berasal dari penjualan penyejuk udara (AC), lemari es, dan mesin cuci. Nilai tersebut meningkat 25 % dibandingkan penjualan produk alat rumah tangga serupa di Februari 2012 yang sebesar Rp 920 miliar. Penjualan televisi menyumbang 38,9 % dan pada kurun waktu sama naik 5,5 persen, yakni dari Rp 889,8 miliar menjadi Rp 939,4 miliar. Nilai ekspor produk industri elektronik Indonesia di tahun 2012 sebesar 7,46 miliar dollar AS. Adapun nilai investasi industri telematika Indonesia tahun 2012 sebesar 15,2 juta dollar AS (Kompas, 2013).

Kemudian Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi barang elektronik dan optik 2013 tumbuh 9,32% dibandingkan dengan periode 2012 Meski pertumbuhan tersebut lebih rendah dari pertumbuhan 2012 yang mencapai 10,34% dibandingkan dengan 2011 (Astria, 2014). Data lain menunjukkan bahwa hingga Oktober 2012, total penjualan brand member Electronic Marketer Club (EMC) menunjukkan angka Rp23,9 triliun. (Darmawan, 2013). Bertambahnya permintaan elektronik di dalam negeri menjadi salah penyebab pertumbuhan penjualan elektronik. Pencapaian target penjualan tahun ini masih didukung oleh penjualan produk pendingin ruangan. Target penjualan didukung oleh upaya sejumlah produsen elektronik yang akan memperbesar kapasitas produksi mesin cuci dan lemari es. Penjualan televisi liquid crystal display (LCD) dan light-emitting diode (LED) juga diprediksi akan mengalami peningkatan, sebagai dampak peralihan penjualan dari televisi tabung oleh prinsipal elektronik (Kementerian Perindustrian RI, 2012). Sementara itu Gabungan seluruh perusahaan elektronik (Gabel) di Indonesia mencatat penjualan produknya di sepanjang 2013 telah menembus Rp 38,5 triliun atau naik 11% dibanding tahun sebelumnya (Detikinet, 2014). Realisasi tersebut sayangnya masih di bawah target Gabel yang mengharapkan adanya pertumbuhan penjualan sebesar 15%. Penyebabnya adalah pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS akhir-akhir ini yang ikut berdampak pada kenaikan harga jual elektronik impor. Selain itu, harga jual elektronik lokal juga ikut naik karena sebagian besar komponen elektronik masih diimpor dengan menggunakan dolar AS yang menyebabkan biaya produksi juga ikut naik (MARS Indonesia, 2014).

Laporan Mini Riset Mahasiswa FE-UNINUS 2014-2017 [63] Dalam tiga tahun terakhir, tren penjualan barang-barang elektronik memang amat bergairah. Tahun 2010 merupakan tahun permulaan berkembangnya gadget, seperti smartphone, tablet, dan laptop. Di tahun 2011, penetrasi terhadap gadget dan consumer electronic lain meningkat pesat, lantaran saat itu konsumen mulai getol konversi ke teknologi baru. Kemudian pada tahun 2012 pertumbuhan pembelian barang elektronik tidak lagi sepesat tahun sebelumnya, namun kecenderungannya konsumen lebih memilih barang elektronik dengan kualitas/teknologi yang lebih baik sehingga memengaruhi kenaikan harga rata-rata secara keseluruhan.

Sudah hampir tiga tahun persaingan sengit masih terjadi di pasar televisi. Konvergensi TV tabung ke TV LCD makin marak. Pergantiannya terbilang cepat dan disertai dengan price erosion yang luar biasa. Dari TV tabung ke TV LCD langsung disambung ke pergantian TV LED, ditambah lagi dengan kecepatan penambahan fitur, mulai dari teknologi 3D sampai Smart TV yang terhubung ke jaringan internet. Ketatnya persaingan mengakibatkan harga televisi rata-rata menjadi kurang sehat. Sebagai ilustrasi, hampir semua pemain global yang memproduksi TV panel merugi dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun demikian, produk televisi layar datar akan tetap menjadi market yang menarik di tahun 2013 ini, karena pertumbuhan dan kompetisinya bakal merata. Di level bawah (low end), besar secara unit; sedangkan di level atas (high end), besar secara value.

Pendingin ruangan (AC) juga menarik untuk diamati. Beberapa tahun terakhir, edukasi tentang AC low watt (low energy) lumayan gencar. Sasarannya adalah new user atau rumah tangga baru yang mempunyai listrik berdaya kecil (rumah berdaya 1300 watt bisa mempunyai AC bahkan langsung 2 unit). Belakangan, setelah perang harga terjadi di produk ini dan menggerus profit, edukasinya mulai berubah. Fitur-fitur AC mulai diangkat sebagai isu khusus, seperti green product (hemat energi) sampai ke isu kesehatan (ionizer, humiditym, plasmacluster, dan lain-lain). Pertumbuhan unit AC, berdasarkan data EMC, pada Oktober 2012 tercatat naik 24%. Pasar pendingin ruangan memang cukup manis dari tahun ke tahun. Selama periode Januari-Oktober 2013 penjualan AC secara nasional mencapai 1,9 juta unit, naik 33% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,4 juta unit (MARS Indonesia, 2014).

Produk home appliance lainnya yang berpotensi booming di tahun 2013 adalah mesin cuci. Penetrasinya masih rendah di sini. Ketua EMC Agustinus Rudyanto mengungkapkan, pada Oktober 2012, penjualan mesin cuci juga naik 23% di samping AC, kulkas, dan LCD, dengan komposisi produk twin tub masih sangat dominan (70%). Produk televisi dan home appliance masih tetap menjadi primadona di tahun 2013, karena bisa menyeruput semua segmen. Sekalipun penetrasi produk televisi sudah tinggi, tetap bisa ditopang oleh produk replacement, seperti maraknya tren teknologi TV LED dan Smart TV. Meskipun begitu, rasa pesimistis mulai menjalar juga memasuki tahun 2013. Prediksi pertumbuhan industri elektronik di tahun 2013 bisa jadi bakal lebih rendah dibandingkan tahun 2012. Krisis global yang menghantam pasar komoditas ternyata berefek pada perlambatan pasar elektronik dalam negeri.

Dari sisi wilayah pemasaran, Sumatera yang menjadi penyumbang pendapatan lumayan besar bagi pasar elektronik, yakni sebesar 20% mengalami penurunan daya beli, karena ekonomi di wilayah tersebut rata-rata ditopang oleh hasil komoditas. Kondisi ini diperkirakan masih

Laporan Mini Riset Mahasiswa FE-UNINUS 2014-2017 [64] berlanjut di tahun depan. Sementara itu, saingan dari produk impor (terutama dari Cina) dan situasi politik yang bakal menghangat karena pengaruh pemilihan presiden 2014 juga akan menjadi tantangan buat industri elektronik dalam negeri.

Tahun 2012 EMC pun memprediksi bakal terjadi koreksi dari capaian target yang diharapkan para anggota di EMC, dari Rp29,8 triliun menjadi Rp27,5 triliun, atau Rp28 triliun hingga akhir tahun 2012. Di tahun 2013 dapat dipastikan, harga produk juga akan melonjak sekitar 5%, lantaran nilai tukar dolar yang tinggi dan kenaikan UMR menjadi sebesar Rp2,2 juta. Kondisi yang demikian ini menjadikan pertumbuhan market elektronik pada tahun 2013 diperkirakan lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya, yakni sekitar 15%. Pertumbuhan pasar elektronik di tahun 2013 hanya 18% atau setara dengan Rp148,4 triliun, dari sekitar 45 produk yang diaudit GfK. Ekspektasi 20% dirasa agak sulit tercapai dari biasanya lantaran efek krisis global, dan masih kurangnya sarana infrastruktur di dalam negeri yang berdampak pada efisiensi arus barang/jasa. Distribusi merupakan faktor penting bagi sebuah merek elektronik untuk sukses.

Selama ini kebanyakan konsumen membeli barang elektronik di harga Rp2 juta ke bawah. Kemudian, pada tahun 2012 kondisinya sudah mulai bergeser. Segmen pembeli di atas harga Rp2 juta porsinya telah meningkat 25% dibandingkan pada tahun 2011 yang hanya mencapai 17%. Pertumbuhan segmen menengah diyakini bakal menjadi motor penggerak pertumbuhan pasar elektronik di tahun 2013. Persaingan di tahun 2012 maupun di tahun 2013, nampaknya kompetisi masih terjadi di produk-produk seperti TV panel (LCD/LED/plasma), ponsel, dan tablet. Produk-produk yang bisa “tergantikan fungsinya” oleh Produk-produk lain seperti media player portabel, video

game console, clock radio, radio recorder, car navigation, kamera digital juga akan mengalami

persaingan yang ketat. Bahkan di tahun 2012 mengalami penurunan lantaran fungsi utamanya sudah bisa tergantikan oleh gadget lain, seperti smartphone ataupun tablet.

Setiap pemain elektronik di tahun 2013 tampaknya mulai terjebak pada price war. Penting bagi setiap pemain untuk menciptakan produk yang value for money. Konsumsi dari segmen pasar premium di tahun 2013 kelihatannya juga meningkat. Ini pastinya menjadi peluang dengan terlebih dulu menambah investasi, baik dalam hal R&D maupun di bidang layanan guna menggenjot produk-produk elektronik premium nantinya. Pada tahun 2013, para pemilik brand elektronik juga harus berhati-hati pada tren konvergensi teknologi yang terus berjalan karena akan terjadi kanibalisasi dari barang teknologi yang ada saat ini.

Bila sejumlah pengamat nampak pesimistis menjangkau angka 20%, pelaku industri justru sebaliknya. Misalnya LG Brand elektronik asal Korea Selatan ini masih percaya diri dengan kembali mentargetkan pertumbuhan 20% di tahun 2013. Sejumlah strategi sudah dipersiapkan untuk mempertahankan posisi LG sebagai pemimpin pasar home appliance (menurut data GfK). Di antaranya dengan strategi multiporos, yakni peningkatan kualitas pelayanan, peluncuran produk baru, maupun memelihara pemasaran produk yang masih berlangsung hingga saat ini. Selain menambah kantor layanan purnajual yang telah ada, LG juga akan menambah jaringan LG Brand Shop, gerai khusus yang menjual produk premium LG. Di tahun 2012 saja, jumlahnya ditargetkan mencapai 15 gerai. Dari sisi produk, LG masih berpedoman pada inovasi yang bersandar pada tren gaya hidup. Contoh, home appliance yang trennya berkisar pada fungsi smart dan health. Seiring

Laporan Mini Riset Mahasiswa FE-UNINUS 2014-2017 [65] perkembangan gaya hidup dan kesadaran masyarakat akan kesehatan, produk home appliance dengan fitur smart dan health semakin menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Bagi LG sendiri, kontribusi pendapatan dari lemari es berfitur sehat (LG Green Health Plus) mencapai 42% dari total penjualan lemari es sepanjang tahun 2012. Tren ini diprediksi akan berlanjut hingga tahun depan. Sementara dari flat panel display, inovasi masih bertumpu pada dua hal, yaitu teknologi 3D dan Smart TV.

Begitu pula PT Sharp Electronics Indonesia (SEID) juga optimistis memasang angka 20% untuk target tahun 2013. Perlambatan pasar yang terasa sejak Agustus 2012 kemungkinan besar masih akan berlanjut di tahun 2013. Namun, kondisi pertumbuhan akan tetap stabil karena yang terjadi hanya perlambatan, bukan stagnasi. Pada tahun 2013, SEID akan fokus meningkatkan penjualan produk AC dan mesin cuci. Dominasi produk yang akan didorong, khususnya AC, masih di kategori standar, plasmacluster, inverter, dan low watt. Sementara untuk LCD, strategi SEID masih bermain di seputar ukuran layar, di samping benaman teknologi terkini. SEID menggenggam 26% untuk pangsa pasar produk elektronik. Di tahun 2013, kemungkinan besar manajemen masih akan mempertahankan posisi tersebut dulu mengingat kondisi industri yang agak lambat.

Berikutnya, salah satu brand nasional yang menyatakan sangat agresif di tahun 2013 adalah Polytron. Brand elektronik keluaran PT Hartono Istana Teknologi ini juga mengejar target pertumbuhan 20% di tahun 2013. Polytron didirikan oleh pabrik rokok PT Djarum Kudus pada tahun 1975, dengan nama PT Indonesia Electronic dan Engineering, merupakan perusahaan elektronika pionir yang mengusung merek nasional. Produk utamanya adalah Hifi, home theater, compo, speaker, amplifier, LCD TV, televisi, DVB-t receiver, DVD, referigrator, AC, mesin cuci, dispenser, freezer, dan show case.

Ketatnya persaingan bisnis consumer electronics di Indonesia mengisyaratkan produsen elektronik, termasuk Polytron, tidak saja harus lebih inovatif untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan pasar, tetapi juga harus memamahami bagaimana masyarakat mengenal produknya (brand awareness-kesadaran merek). Makin banyak dikenal oleh masyarakat, makin besar potensi calon konsumen yang akan membeli produk tersebut. Apalagi bagi Polytron sebagai merek elektronika nasional yang harus bersaingan dengan merek-merek internasional, maka membangun kesadaran merek secara terus-menerus merupakan sesuatu keniscayaan yang harus dilakukan apabila tidak ingin tersisih dari kancah persaingan. Itulah sebabnya penelitian yang bertujuan untuk memahami tentang kesadaran Polytron menjadi penting.

Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian

.Walaupun produk Polytron telah beredar di pasaran sejak puluhan tahun bukan berarti secara otomatis kesadarannya mereknya juga tinggi. Dalam jangka panjang sangat mungkin kesadaran merek tersebut akan terkikis dengan masuknya banyak pemain baru yang terus bertambah setiap tahunnya. Dengan demikian masalah penelitian ini adalah seberapa besar sebenarnya kekuatan kesadaran merek Polytron? Bila tergolong kuat, apakah juga berlaku untuk semua produk?

Laporan Mini Riset Mahasiswa FE-UNINUS 2014-2017 [66] Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan kekuatan kesadaran kesadaran merek Polytron, khususnya di Kota Bandung. Hasil penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam khazanah ilmu pemasaran, khususnya yang berkaitan dengan strategi permerekan (branding strategy). Bagi perusahaan hasil penelitian ini pun dapat dijadikan rujukan alternatif untuk merancang strategi pemasaran yang mengarah pada penguatan merek.

Dokumen terkait