• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I . PENDAHULUAN

C. Peta Konsep

Peta konsep (concept map) adalah suatu gambaran skematis untuk

merepresentasikan suatu rangkaian konsep dan kaitan antar konsep-konsep (Suparno, 2006: 146). Menurut Moreire (1987, dalam Kartika Budi, 1990: 67) peta konsep adalah peta (jaringan, diagram) yang memuat konsep-konsep dan hubungannya. Sedangkan menurut Ed van den Berg, 1991: 17 peta konsep adalah alat peraga untuk memperlihatkan hubungan antar konsep.

Hubungan antara konsep satu dengan konsep yang lain dapat dideskripsikan dalam apa yang disebut peta konsep (concept map) atau jaringan konsep (concept

network) (Kartika Budi, 1990: 67). Peta konsep yang paling sederhana terdiri dari dua

konsep dan satu hubungan, seperti gambar berikut ini

Peta konsep seperti yang digambarkan diatas memuat konsep benda dan konsep padat. Hubungannya adalah benda dapat berwujud padat. Hubungan dapat

berwujud adalah hubungan proposisional, karena hubungan tersebut dinyatakan

dalam bentuk proposisi. Dalam arti yang lebih spesifik peta konsep dapat menyatakan hubungan hirarkhis antara konsep yang satu dengan konsep yang lain. Dalam peta

konsep yang demikian dapat ditunjukkan mana konsep yang paling umum (most

inclusive) dan konsep yang paling spesifik (least inclusive, most spesific).

Konsep perantara kecuali dapat dimunculkan sebagai konsep yang merupakan unsur peta tersebut, juga dapat dijadikan bagian dari proposisinya.

Apabila ada dua orang membangun peta konsep tentang teori yang sama, tidak dapat diharapkan hasilnya adalah peta konsep yang sama, bahkan dapat dipastikan bahwa peta konsep dari kedua orang itu akan berbeda. Dapat dipastikan demikian karena kekayaan akan konsep-konsepnya mungkin juga berbeda, keluasan dan kedalaman akan pemahaman konsep dan hubungannya mungkin juga berbeda (Kartika Budi, 1990: 70).

Menurut Ratna Willis Dahar (1989) ada beberapa keuntungan peta konsep dalam pembelajaran diantaranya adalah :

1. Dengan peta konsep kita dapat menemukan pokok – pokok yang kita beri penekanan.

2. Kita dapat melihat bagian – bagian materi yang bisa yang mungkin ingin kita hilangkan.

3. Kita dapat memahami bagaimana siswa dapat melihat atau mengorganisasikan meteri pelajaran secara berbeda.

4. Proses pemetaan konsep dapat membantu kita untuk mengidentifikasikan konsep yang merupakan kunci keberhasilan siswa.

5. Peta konsep membantu kita untuk memilih materi yang tersedia, kita dapat membuat peta konsep untuk mengefektifkan strategi pembelajaran dengan lebih baik sesuai dengan waktu dan pembelajaran.

6. Kita dapat menjelaskan secara nyata hubungan – hubungan antara konsep.

7. Kita dapat menggunakan peta konsep untuk melengkapi sebuah pokok pembicaraan siswa dan merangkum konsep – konsep umumnya.

8. Peta konsep dapat meningkatkan kemampuan kita dalam melihat berbagai cara dalam membentuk kebermaknaan belajar kepada siswa.

9. Pemetaan konsep dapat membantu kita dalam mengembangkan pembelajaran yang terintegrasi, runtut dan berkesinambungan.

Pemetaan konsep adalah proses untuk menghasilkan peta konsep. Kartika Budi (1990: 72) menyatakan bahwa, untuk membangun peta konsep diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi semua konsep yang akan dipetakan.

2. Mengurutkan konsep-konsep tersebut dari yang paling umum ke yang paling khusus ( bila peta konsep dibuat secara hierarkhis)

3. Menetapkan hubungan yang mungkin antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya dengan membuat garis penghubung dan menuliskan hubungan tersebut pada garis penghubung tersebut.

Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan belum dapat dijamin bahwa hasilnya adalah peta konsep yang baik dilihat dari tata letak dan kelengkapan hubungan. Oleh karena itu, setelah diperoleh peta konsep perlu dicek untuk memperbaiki tata letak setiap konsep agar peta mudah dibaca dan dianalisis. Berdasarkan langkah-langkah penyusunan peta konsep diatas, maka diharapkan dapat menghasilkan peta konsep yang benar-benar dapat membantu siswa dalam belajar, sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Selama ini alat-alat evaluasi yang dikenal oleh guru dan siswa hanya berbentuk tes objektif dan tes essai. Walaupun cara evaluasi ini akan terus memegang peranan penting dalam dunia pendidikan, tekhnik-tekhnik evaluasi baru perlu dipikirkan untuk memecahkan masalah-masalah evaluasi yang kita hadapi dewasa ini (Ratna Willis Dahar, 1989: 132). Salah satu teknik evaluasi yang disarankan ialah penggunaan peta konsep.

Penggunaan peta konsep sebagai alat evaluasi didasarkan pada tiga gagasan dalam teori kognitif Ausabel, yaitu:

1. Struktur kognitif diatur secara hierarkis, dengan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inklusif, lebih umum superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang kurang inklusif dan lebih khusus.

2. Konsep-konsep dalam strutur kognitif mengalami diferensiasi mengalami diferensiasi progresif. Belajar bermakna merupakan proses yang kontinu, dimana setiap konsep baru memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan proposional. Jadi konsep-konsep tidak pernah “tuntas belajar”, tetapi selalu dipelajari, dimodifikasi, dan dibuat lebih inklusif.

3. Penyesuaian integratif. Dalam peta konsep penyesuaian integratif diperhatikan dengan adanya kaitan-kaitan silang(cross link) antara kumpulan-kumpulan

konsep.

Menurut Novak dan Gowin (1984, dalam Ratna Willis Dahar, 1989: 132), dalam menilai peta konsep yang dibuat siswa harus memperhatikan empat kriteria penilaian, yaitu : (1) kesahihan proposisi, (2) adanya hierarki, (3) adanya ikatan silang, (4) adanya contoh-contah.

Kartika Budi (1990: 72-74) menyatakan peranan peta konsep dalam pengelolaan pembelajaran IPA (fisika), antara lain:

1. Pemetaan konsep merupakan salah satu cara untuk mengeksternalkan konsep-konsep yang telah diperoleh beserta hubungannya dan peta konsep-konsep merupakan hasil ekternalisasi tersebut.

2. Dari peta konsep dapat dilihat keutuhan (“unity”) dari bangunan pengetahuan

(“body of knowledge”) yang dimiliki. Dari peta konsep juga dapat diketahui

keluasan (banyak konsep yang dapat ditangkap dari apa yang dipelajari) dan

kedalaman pemahaman (banyaknya hubungan antara konsep-konsep yang dapat dinyatakan).

3. Dengan menganalisa peta konsep dapat dilihat ketepatan hubungan antara konsep satu dengan konsep lain dibandingkan dengan hubungan yang diterima sebagai hubungan yang benar. Dengan demikian melalui peta konsep dapat dideteksi adanya salah konsep (“misconception”), yaitu bila ditemukan hubungan yang

salah atau kurang tepat.

4. Dari peta konsep yang “baik” dapat dipilih dan ditetapkan mana konsep-konsep yang penting, kurang penting, dan tidak penting dalam konteks materi yang dipelajari. Penetapannya didasarkan pada intensitas hubungan konsep-konsep yang lain. Suatu konsep yang tidak dapat diletakkan dalam peta konsep, berarti tidak mempunyai hubungan dengan konsep-konsep dalam peta konsep tersebut, dalam konteks materi atau pokok bahasan yang dipelajari, kurang bahkan mungkin tidak penting.

5. Dengan peta konsep dapat ditunjukkan saling hubung antara pokok bahasan yang satu dengan pokok bahasan yang lain dalam satu subbidang studi, dan antara subbidang studi yang satu dengan subbidang studi yang lain dalam satu bidang studi, bahkan antara bidang studi yang satu dengan bidang studi yang lain. Dengan demikian dengan tepat guru (dosen) dapat menunjukkan kapan, di mana, dan untuk apa konsep yang akan dipelajari akan digunakan. Pengetahuan siswa (mahasiswa) akan hal itu dapat meningkatkan kualitas keterlibatan mereka dalam proses belajar mengajar.

6. Dari peta konsep dapat diketahui, apakah suatu konsep dipelajari secara bermakna atau secara hafalan. Bila suatu konsep yang seharusnya mempunyai hubungan dengan konsep yang lain, ternyata tidak dapat diletakkan dalam peta konsep yang dimiliki, maka konsep tersebut dipelajari hanya secara informasi – verbalistik (hafalan).

D. Metode Demonstrasi

Dokumen terkait