• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETA POTENSI PERIKANAN DAN UPWELLING WILAYAH PANSELA

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029 TABEL 1.20

PETA POTENSI PERIKANAN DAN UPWELLING WILAYAH PANSELA

F. Keanekaragaman Hayati

Pelestarian keanekaragaman hayati (termasuk plasma nutfah) Jawa Barat tersebar dalam kawasan konservasi sebagai lokasi konservasi keanekaragaman ekosistem yang dilakukan secara insitu dan menekankan terjaminnya dan terpeliharanya keanekaragaman hayati secara alami melalui proses evolusi, yaitu di kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman buru, taman nasional, taman hutan raya, dan taman laut. Selain pelestarian secara insitu, dilakukan pula secara eksitu, dengan cara memindahkan jenis dan habitat untuk diletarikan dan diamankan. Pendirian Kebun Raya Bogor, kebun binatang, penangkaran hewan, dan lain-lain merupakan upaya eksitu yang tidak perlu mengganggu populasi alaminya.

Pemanfaatan sumberdaya hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang ditandai dengan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna yang kehilangan habitatnya, kerusakan ekosistem dan menipisnya plasma nutfah. Sebagai upaya mempertahankan keanekaragaman hayati upaya yang harus dilakukan berupa perlindungan, dan penegakan hukum lingkungan, terutama terhadap berbagai kasus dan ancaman seperti perburuan dan perdagangan satwa langka, serta perambahan hutan/ penebangan liar.

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

Keanekaragaman Flora

Jawa Barat memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi, terdapat 3.882 jenis (spesies) tumbuhan berbunga dan tumbuhan paku asli Jawa Barat dan 258 jenis yang

dimasukkan dari luar. Khusus untuk anggrek (Orchidaceae) terapat 607 jenis alami, 302

jenis (50%) hanya ada di Jawa Barat (Van Steenis dalam Backer & Bakhuizen van de Brink, 1965). Menurut Comber (1990) di Jawa Barat terdapat 642 jenis anggrek dan yang hanya terdapat di Jawa Barat 248 jenis.

Tumbuhan yang termasuk pohon, di Jawa Barat terdapat 1.106 jenis (Prawira, tbt.) dengan 51 jenis disebut dengan pohon-pohon yang penting, diantaranya jati (Tectona grandis), rasamala (Altingia excelsa), kepuh (Sterculia foetida), jamuju (Podocarpus imbricatus), bayur (Pterospermum javanicum), puspa (Schima wallichii),

kosambi (Schleichera oleosa), beleketebe (Sloenea sigun), pasang (Lithocarpus spp.),

pedada (Sonneratia alba), bakau (Rhizhopora mucronata), dll.

Tipe-tipe vegetasi yang ada di Jawa Barat adalah (Van Steenis, 1965):

- Vegetasi litoral, termasuk di sini jenis-jenis tumbuhan lamun seperti setu (Enhalus

acoroides), Thalassia hemprichii, dan berbagai jenis alga seperti Gelidium, Gracilaria

dan Euchema yang menghasilkan agar-agar

- Hutan bakau (mangrove), antara lain bakau (Rhizophora spp.), pedada (Sonneratia

spp.), api-api (Avicennia spp.), tarungtung (Lumnitzera littorea).

- Formasi pantai antara lain formasi Barringtonia yang ditandai oleh keben (Barringtonia

asiatica), ketapang (Terminalia catappa), nyamplung (Calophyllum inophyllum), dll.

- Hutan rawa dataran rendah, antara lain reungas (Gluta renghas), bungur

(Lagerstroemia spp.), cangkring (Erythrina fusca) dll.

- Hutan hujan dataran rendah dan perbukitan. Formasi ini terdapat pada ketinggian di bawah 1500 dpl. (Zona tropis 1-1000 dpl., zona submontana 1000-1500 dpl.). Antara lain berbagai jenis bambu (Bambusa spp., Gigantochloa spp.), mara (Mallotus spp.,

Macaranga spp.), kareumbi (Omalanthus populneus), dan teureup (Artocarpus

elasticus).

- Hutan hujan pegunungan (zona Montana) pada ketinggian 1500-2400 m dpl. Antara

lain rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus spp.), saninten (Castanopsis

argentea), hamirung (Vernonia arborea), puspa (Schima wallichii), huru (Litsea spp., Phoebe spp.), jamuju (Podocarpus imbricatus), dan kihujan (Engelhardia spp.) dll.

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

- Danau dan rawa pegunungan, tumbuhan rawa seperti Eriocaulon spp., Xyris campestris, dll. Lumut Sphagnum ditemukan di Gunung Gede dan Patuha.

- Vegetasi sub alpin, di atas 2400 m dpl. Daerah ini lebih miskin daripada hutan hujan

pegunungan, didominasi oleh suku Ericaceae seperti cantigi (Vaccinium spp.),

Rhododendron spp., gandapura (Gaultheria spp.), dan jenis-jenis lain yang khas seperti

ramo kasang (Schefflera spp.), kiteke (Myrica javanica), jirak (Symplocos sessilifolia) dll.

Menurut Van Steenis (1972) terdapat 39 jenis tumbuhan pegunungan yang dikategorikan jarang di Jawa Barat, 18 jenis diantaranya sejauh ini diduga endemik (meskipun ada diantaranya yang ditemukan di tempat lain). Di antara yang endemik

tersebut, 11 jenis adalah anggrek (Orchidaceae). Sebelumnya Van Steenis (dalam Backer

& Bakhuizen van de Brink, 1965) menyebutkan ada dua jenis yang endemik di Jawa Barat

yaitu Heynella lactea (Tjadasmalang) dan Silvorchis colorata (di sekitar Garut).

Menurut Van Steenis (dalam Backer & Bakhuizen van de Brink, 1965) di Pulau Jawa, dari 6.543 jenis yang ada, 1.523 jenis (23,4 %) adalah tanaman budidaya, sisanya adalah tumbuhan liar (4.598 jenis) dan tumbuhan asing yang ternaturalisasi (413 jenis). Sebagian dari tumbuhan alami terdapat di kawasan konservasi yaitu hutan lindung, cagar alam, suaka margasatwa dan taman nasional. Di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terdapat 844 jenis tumbuhan berbunga.

Keanekaragaman Fauna

Secara umum dunia fauna dapat dikelompokkan ke dalam kelompok: serangga, pisces, amfibi, reptil, aves dan mamalia. Jenis fauna dari kelompok-kelompok tersebut ada yang langsung berhubungan dengan kepentingan manusia yaitu bisa bermanfaat bagi manusia, bersifat hama, disukai untuk dipelihara atau dikonsumsi dan juga fauna dengan status khusus seperti fauna endemik (hanya ditemui di suatu daerah tertentu), langka/hampir punah dan punah. Hal tersebut berlaku juga untuk fauna di Jawa Barat dan pada umumnya akan dilihat berdasarkan bioregion Jawa dan Bali.

Kelompok serangga seperti belalang dan jangkerik, biasa dimanfaatkan sebagai sumber makanan burung, reptil dan amfibi. Namun jika populasi jenis belalang tertentu tidak terkendali dapat bersifat hama terhadap tanaman budidaya seperti padi.

Kelompok ikan, hingga saat ini diketahui ada 132 jenis ikan air tawar yang tercatat di region Jawa dan Bali, 13 jenis diantaranya adalah jenis endemik. Terjadi kelangkaan

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

dan kepunahan beberapa jenis ikan „indigenous‟ di daerah aliran Sungai Citarum yang

disebabkan karena perubahan habitat dari sungai ke danau/waduk, pencemaran dan „overfishing‟ yang dilakukan untuk kebutuhan pangan. Jenis ikan yang punah tersebut, yaitu walangi Bagatius yarrelli, dan belut terbesar di dunia Thysoidea macrurus yang ada di beberapa muara di Jawa Barat.

Kelompok amfibi dan reptil semakin langka, karena habitat yang tersedia semakin berkurang dan belum satupun dari jenis kelompok ini yang sudah bisa didomestikasi dan dibudidaya. Kelangkaan beberapa spesies kelompok ini terjadi sebagai akibat perburuan oleh manusia untuk dikonsumsi dan dipelihara antara lain seperti katak sawah, katak catang, beberapa jenis ular, biawak, bunglon, kura-kura, dan lain- lain. Beberapa jenis amfibi dan reptil masih sering dijumpai di beberapa daerah di Jawa Barat seperti biawak (disekitar daerah aliran Sungai Citarum dan waduk, danau Sanghyang di Tasikmalaya, dan di Pulau Biawak di Indramayu), kura-kura (di sekitar daerah aliran Sungai Citarum dan waduk, sungai-sungai di daerah Bogor/Sentul)

Di Jawa dan Bali tercatat setidaknya 142 jenis reptil dan 36 jenis amfibi. Amfibi di Jawa dan Bali terdapat 42 jenis, termasuk di antaranya 11 jenis amfibi endemik. Jenis amfibi Jawa yang perlu dicatat adalah jenis dari ordo Gymnophiona karena penampakannya sering dikelirukan dengan cacing. Catatan tentang diskripsi dan temuan kedua jenis amfibi, yaitu Ichtyophis javanicus dan Ichtyophis bernisi sejak pertama kalinya belum ada.

Kelompok burung di Jawa dan Bali tercatat ada 466 jenis burung, termasuk tiga jenis yang mungkin sudah punah. Tiga jenis burung di Jawa yang dianggap telah punah, satu diantaranya adalah endemik Jawa yaitu trulek Jawa Hoplopterus macropterus, mentok rimba Cairina scutulata dan cucak rawa Pycnonotus zeylanicus. Dari jumlah total jenis burung, Jawa dan Bali merupakan wilayah biogeografi terkaya ketiga setelah Papua (647 jenis) dan Sumatera (605 jenis). Dari sejumlah tersebut 29 jenis di antaranya adalah endemik Jawa dan Bali. Hampir semua jenis burung endemik Jawa dan Bali tersebut hanya dapat dijumpai di hutan-hutan pegunungan, walaupun beberapa di anataranya dahulu mungkin terdapat di dataran rendah pada saat hutan dataran rendah masih ada.

Elompok mamalia di Jawa erdapat 137 jenis mammalia daratan, 22 jenis diantanya adalah jenis endemik. Jenis mammalia endemik Jawa yang terkenal adalah surili Presbytis comata, owa jawa Hylobates moloch, babi jawa Sus verrucosus dan rusa jawa

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

Cervus timorensis. Penyebaran mammalia terpecah-pecah dalam kantung-kantung hutan yang relatif kecil. Kelangkaan jenis mamalia disebabkan oleh dua faktor utama yaitu aktivitas perburuan dan habitat aslinya terganggu. Salah satu contoh penurunan drastis kelompok ini adalah jarang dijumpainya lagi banteng Bos sondaicus di hutan Sancang (Garut) dan di Pangandaran. Banteng ini sebenarnya sudah lama menjadi maskot di kedua daerah tersebut.

Jenis primata endemik Jawa perlu mendapat perhatian khusus yaitu owa jawa Hylobates moloch, lutung jawa Trachypithecus auratus dan surili Presbytis comata. Tiga jenis ini awalnya dikatakan sebagai jenis satwa dataran rendah, karena habitatnya hutan dataran rendah rusak terdesak ke hutan-hutan dataran tinggi. Ketiga jenis primata ini di Indonesia menempati urutan jenis primata yang paling terancam punah.

Usaha penangkaran kelompok mamalia yang ada seperti penangkaran rusa di Ranca Upas akan sangat bermanfaat bagi kelestarian spesies ini dan juga bisa dijadikan tempat tujuan wisata dan pendidikan/penelitian.

G. Kebencanaan

Struktur geologi yang bersifat kompleks menjadikan sebagian wilayah Jawa Barat memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dari ancaman bencana alam. Sumber-sumber potensi penyebab bencana alam di Jawa Barat yang perlu diwaspadai adalah 7 (tujuh) gunung api aktif, 5 (lima) sesar aktif serta aktivitas lempeng tektonik di selatan Jawa Barat. Sumber penyebab bencana lainnya adalah tingginya intensitas curah hujan yang memicu gerakan tanah terutama di wilayah Jawa Barat bagian selatan, serta banjir di wilayah pantai utara dan Cekungan Bandung. Kawasan rawan bencana dapat dilihat pada Gambar 1. 30.

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

GAMBAR 1.30

Dokumen terkait