• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT Pendahuluan LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT Pendahuluan LATAR BELAKANG"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyelenggaraan penataan ruang nasional dilaksanakan berdasarkan asas keterpaduan, keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan umum, kepastian hukum dan keadilan, serta akuntabilitas. Asas tersebut dilaksanakan untuk mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, sesuai dengan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan ketahanan nasional. Untuk itu, dalam rangka menyelaraskan dan menjabarkan strategi dan arahan kebijakan penyelenggaraan penataan ruang nasional di wilayah provinsi, diperlukan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) yang mengakomodir kepentingan nasional, regional dan lokal dalam satu kesatuan penataan ruang.

Ruang wilayah Provinsi Jawa Barat adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, ruang udara dan ruang dalam bumi, sebagai tempat masyarakat Jawa Barat melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya, serta merupakan suatu sumber daya yang harus ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana. Dengan demikian RTRWP Jawa Barat sangatlah strategis untuk dapat menjadi pedoman dalam penyelenggaraan penataan ruang, serta untuk menjaga kegiatan pembangunan agar tetap sesuai dengan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan, sekaligus mampu mewujudkan ruang yang produktif dan berdaya saing menuju Jawa Barat sebagai Provinsi Termaju di Indonesia pada Tahun 2029.

Hal ini ditegaskan pula oleh Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang menetapkan kedudukan Rencana Tata Ruang sebagai acuan utama

(2)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

pembangunan sektoral dan wilayah, dan telah ditindaklanjuti dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jawa Barat. Sebagai matra spasial pembangunan, maka RTRWP Jawa Barat disusun berdasarkan pencermatan terhadap kepentingan-kepentingan jangka panjang, serta dengan memperhatikan dinamika yang terjadi, baik dalam lingkup eksternal maupun internal.

Sehubungan dengan itu, dalam proses penyusunannya tidak terlepas dari hasil evaluasi pelaksanaan RTRWP Jawa Barat 2010, sebagai dasar dalam perumusan strategi dan rencana tata ruang ke depan. Hal ini terutama dikaitkan dengan kinerja penataan ruang, yang pada kenyataannya masih terdapat penyimpangan, baik dalam aspek struktur maupun pola ruang. Selanjutnya dari sisi dinamika pembangunan, telah diperhatikan pula beberapa perubahan yang perlu diantisipasi dan direspon dalam suatu substansi rencana tata ruang yang mampu menjamin keberlangsungan pelaksanaannya di lapangan, serta terlebih penting lagi dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan jangka panjang.

Dalam konteks penataan ruang wilayah provinsi, dinamika eksternal mencakup pengaruh tataran global, regional dan nasional, seperti tuntutan sistem kepemerintahan yang baik (good governance), tuntutan pasar dunia (global market forces), dan tuntutan setiap orang untuk memenuhi hak hidupnya, bebas menyatakan pendapat, mencapai kehidupan yang lebih baik, serta memenuhi nilai-nilai agama dan kepercayaan yang dianut. Dinamika eksternal ini juga dipengaruhi oleh perkembangan paradigma baru dalam penataan ruang sehubungan dengan terbitnya peraturan perundangan penataan ruang yang baru, serta peraturan perundangan lainnya yang terkait termasuk Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM) yang telah diterbitkan oleh Pemerintah.

Sedangkan dalam konstelasi global Indonesia digambarkan sebagai sebuah negara berkembang yang memiliki berbagai tantangan dari segi perekonomian dan pembangunan, di antaranya berupa rendahnya prosentase aliran masuk Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia, rendahnya posisi Indonesia dalam rangking Global Competitiveness Index (GCI), serta rendahnya total nilai perdagangan Indonesia dalam kegiatan perdagangan intra ASEAN. Fenomena dinamika global juga dipengaruhi faktor urbanisasi dan munculnya lebih banyak Megacities/Megapolitan/Conurbation, revolusi teknologi yang mengurangi peranan faktor jarak, waktu, dan lokasi di dalam penentuan kegiatan-kegiatan ekonomi/ bisnis serta sosial-politik yang melumerkan arti batas-batas antar negara, serta proses perdagangan dalam hal mempercepat masuknya peranan

(3)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

aktor-aktor pasar untuk menguasai sumberdaya alam, energi, air bersih, dan bahan-bahan mineral diseluruh dunia, sehingga berimplikasi pada sejauhmana penataan ruang mampu memanfaatkan tantangan yang ada, sebagai peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dari sisi konservasi lingkungan, isu global warming memberikan pengaruh yang besar terhadap kebijakan penataan ruang dan pembangunan di Indonesia termasuk Provinsi Jawa Barat. Dengan adanya isu tersebut, tentu kebijakan penataan ruang yang dihasilkan harus sejalan dengan konservasi dan preservasi lingkungan secara global, serta upaya-upaya mitigasi bencana. Atau dengan kata lain, kegiatan pembangunan harus tetap dalam koridor daya dukung lingkungan, oleh karenanya keseimbangan alokasi ruang antara kawasan budidaya dan kawasan lindung merupakan prasyarat yang tetap dibutuhkan.

Provinsi Jawa Barat juga menghadapi berbagai tantangan dan dinamika pembangunan yang bersifat internal. Dinamika internal tersebut lebih menggambarkan kinerja yang mempengaruhi penataan ruang Jawa Barat, yaitu perubahan fisik, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya yang berasal dari dalam wilayah Jawa Barat. Isu internal terutama tingginya pertumbuhan jumlah penduduk tahun 2007 yang mencapai 41,48 juta jiwa dan dalam waktu 20 tahun mendatang, yaitu tahun 2029 akan berjumlah 54,16 juta jiwa. Hal ini tentu akan berimplikasi pada semakin tingginya kebutuhan akan sumberdaya lahan, air, energi, ketahanan pangan, kesempatan kerja, dan sebagainya.

Selain dari aspek kependudukan, dinamika internal juga ditunjukkan oleh masih belum optimalnya pencapaian target Indeks Pembangunan Manusia (IPM), target alokasi luasan Kawasan Lindung sebesar 45%, realisasi pembangunan infrastruktur wilayah, ketersediaan sarana dan prasarana dasar, meningkatnya permasalahan lingkungan dan konflik pemanfaatan ruang, rendahnya kinerja Pusat Kegiatan Nasional (PKN) – Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), kerjasama pengelolaan kawasan perbatasan, serta upaya-upaya dalam mitigasi bencana yang masih membutuhkan peningkatan lebih lanjut.

Berdasarkan penjelasan di atas, perumusan substansi RTRWP Jawa Barat yang memuat tujuan, kebijakan dan strategi, rencana, arahan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, ditujukan untuk dapat menjaga sinkronisasi dan konsistensi pelaksanaan penataan ruang dan mengurangi penyimpangan implementasi indikasi program utama yang ditetapkan, serta diharapkan akan lebih mampu merespon tantangan dan menjamin keberlanjutan pembangunan, melalui berbagai pembenahan dan

(4)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

pembangunan ruang yang produktif dan berdaya saing tinggi demi terwujudnya masyarakat Jawa Barat yang lebih sejahtera.

1.2 FUNGSI DAN KEDUDUKAN

RTRWP Jawa Barat 2009-2029 merupakan matra spasial dari RPJPD Provinsi Jawa Barat, yang berfungsi sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, serta sebagai acuan bagi instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk mengarahkan lokasi, dan menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di Provinsi Jawa Barat.

Kedudukan RTRWP Jawa Barat 2009-2029 adalah sebagai pedoman dalam :

a. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat dan rencana sektoral lainnya.

b. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

c. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah, Kabupaten/Kota, serta keserasian antarsektor.

d. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi. e. Penataan ruang Kawasan Strategis Provinsi.

f. Penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota.

1.3 RUANG LINGKUP

1.3.1 Lingkup Wilayah

RTRWP Jawa Barat 2009-2029 mencakup perencanaan seluruh wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat, yang meliputi :

 Wilayah daratan, seluas 3.709.528,44 Ha;

 Wilayah pesisir dan laut, sepanjang 12 (dua belas) mil dari garis pantai seluas 18.153 Km2;

 Wilayah udara; dan  Wilayah dalam bumi.

Batas koordinat Provinsi Jawa Barat adalah 104 48‟ 00” BT - 108 48‟ 00” BT dan 5 50‟ 00” LS - 7 50‟ 00” LS , dengan batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah utara, berbatasan dengan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Raya dan Laut Jawa;

(5)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

 Sebelah selatan, berbatasan dengan Samudera Hindia; dan  Sebelah barat, berbatasan dengan Provinsi Banten.

1.3.2 Lingkup Substansi

Lingkup subtansi RTRWP Jawa Barat 2009-2029 tidak terlepas dari muatan substansi yang diatur dalam peraturan perundangan yang mengatur tentang penataan ruang. Lingkup substansi mencakup penjelasan kondisi dan permasalahan penataan ruang Jawa Barat selama 5 (lima) tahun, kondisi dan tuntutan penataan ruang Jawa Barat 20 (duapuluh) tahun ke depan, tujuan penataan ruang, kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana tata ruang wilayah, arahan pemanfaatan ruang, serta arahan pengendalian pemanfaatan ruang.

1.4 DASAR HUKUM

RTRWP Jawa Barat 2009-2029 mengacu pada dasar hukum, meliputi :

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

(6)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472);

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);

8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

9. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);

10. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

11. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327);

12. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);

(7)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

13. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

14. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

15. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380);

16. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

17. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

18. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4441);

19. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 20. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722);

(8)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

21. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

22. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

23. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);

24. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925);

25. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);

26. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

27. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

28. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4974);

29. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

30. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);

31. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);

(9)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

32. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);

33. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);

34. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

36. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

37. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145);

38. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);

40. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);

41. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4254);

(10)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

42. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);

43. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);

44. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489);

45. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

46. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);

47. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4638);

48. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696);

49. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

50. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);

51. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);

(11)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

52. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

53. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);

54. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004);

55. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern;

56. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur;

57. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

58. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 59. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang

Nasional;

60. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah;

61. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;

62. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi;

63. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor;

64. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;

65. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;

(12)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

66. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

67. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah;

68. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2009 tentang Batas Daerah Provinsi Jawa Tengah dengan Jawa Barat;

69. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota beserta Rencana Rinciannya;

70. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;

71. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.28/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konsultasi dalam rangka Pemberian Persetujuan Substansi Kehutanan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

72. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

73. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2001 tentang Pola Induk Pengelolaan Sumber Daya Air di Provinsi Jawa Barat;

74. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 13 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 15) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2010 Nomor 5 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 71);

75. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 38);

76. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 8 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 45);

(13)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

77. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 9 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 46);

78. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2009 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2009 Nomor 6 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 64);

1.5 PROFIL WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

1.5.1 Penduduk

Jumlah penduduk Jawa Barat tahun 2006 adalah 40.737.594 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki 20.579.308 jiwa (50,51%) dan penduduk perempuan sebesar 20.158.286 jiwa (49,48%). Sebaran penduduk Jawa Barat tersebut sebagian besar terkonsentrasi di Kawasan sekitar Ibukota Negara (Kawasan Bogor, Depok, Bekasi) dan Ibukota Provinsi Jawa Barat (Kawasan Kota Bandung, Cimahi dan sekitarnya). Sebaran jumlah penduduk per kecamatan tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 1.1.

GAMBAR 1.1

(14)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

Persebaran penduduk berdasarkan kepadatan telah mencapai angka sebesar 1.391,47 jiwa per km2. Kepadatan penduduk tertinggi dimiliki Kota Bandung, dengan

kepadatan 13.939,75 jiwa per km2, diikuti Kota Cimahi dengan 12.583,89 jiwa per km2.

Sedangkan kepadatan terendah dimiliki Kabupaten Ciamis dengan 691,62 jiwa per km2

dan Kabupaten Cianjur dengan 713,71 jiwa per km2. Sebaran kepadatan penduduk per

kecamatan di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Kepadatan penduduk di Jawa Barat cenderung memperlihatkan pola konsentrasi penduduk di kawasan perkotaan. Hal tersebut terjadi di Kawasan Bodebek yang mencapai persentase sebesar 25,76% dari jumlah penduduk Jawa Barat, diikuti oleh Kawasan Cekungan Bandung yang mencapai persentase sebesar 20,46% dari jumlah penduduk Jawa Barat. Sedangkan secara administratif, wilayah dengan jumlah penduduk terbesar terdapat di Kabupaten Bandung, yang mencapai 10,79% dari jumlah penduduk Jawa Barat dan diikuti oleh Kabupaten Bogor sebesar 10,35% dari jumlah penduduk Jawa Barat.

GAMBAR 1.2

PETA SEBARAN KEPADATAN PENDUDUK PER KECAMATAN TAHUN 2006

Ditinjau dari komposisi penduduk terkait dengan kegiatan di kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan, menunjukkan terjadinya peningkatan kegiatan kawasan perdesaan ke kawasan perkotaan, menjadi 58,8% dari jumlah penduduk Jawa Barat,

(15)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

meningkat 8,5% dibandingkan komposisi penduduk 5 (lima) tahun sebelumnya. Peningkatan angka tersebut menunjukkan kegiatan perkotaan yang telah merambah ke kawasan perdesaan di sekitarnya, yang kemudian diikuti dengan perubahan status pada beberapa daerah perdesaan menjadi perkotaan.

Ditinjau dari perpindahan penduduk (migrasi) masuk ke Jawa Barat, tahun 2007 terjadi migrasi sebesar 3.911.583 orang. 54,73% diantaranya berasal dari Jakarta, dan sebagian besar migran tersebut merupakan pekerja yang bekerja di sentra-sentra industri Kawasan Bodebek. Wilayah yang menjadi tujuan migrasi masuk adalah Cekungan Bandung dan Metro Cirebon, hal ini dipicu oleh peran wilayah tersebut sebagai pusat jasa, pendidikan, industri, dan sebagainya. Dampak migrasi masuk menyebabkan banyaknya angkatan kerja dari luar yang memasuki wilayah tersebut, meningkatnya jumlah pencari kerja (pengangguran), dan pada akhirnya mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk.

Laju pertumbuhan penduduk (LPP) rata-rata Jawa Barat selama periode 2005-2007, adalah sebesar 1,94%. Perubahan laju pertumbuhan penduduk secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi struktur penduduk, dalam kondisi ketenagakerjaan, komposisi penduduk usia kerja dan angkatan kerja.

Dalam ketenagakerjaan, besar kecilnya kontribusi angkatan kerja dalam perekonomian dapat dipantau melalui suatu indikator, yaitu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Semakin tinggi TPAK semakin besar bagian dari penduduk usia kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa, dalam kurun waktu tertentu. Persentase penduduk berdasarkan angkatan kerja dan bukan angkatan kerja dapat dilihat pada Tabel 1.1.

TABEL 1.1

PERSENTASE PENDUDUK MENURUT ANGKATAN KERJA DAN BUKAN ANGKATAN KERJA

No. Periode

Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja (BAK)

% BAK thd PUK Bekerja Mencari Kerja TPAK Sekolah

Mengurus Rumah Tangga Lainnya 1. Feb 2005 85,27 14,73 62,88 20,31 64,53 15,16 37,12 2. Nop 2005 84,47 15,53 61,49 20,86 63,52 15,62 38,51 3. Feb 2006 85,50 14,50 61,83 21,02 65,73 13,25 38,17 4. Agust 2006 85,41 14,59 61,41 19,25 64,73 16,03 38,59 5. Feb 2007 85,49 14,51 60,73 21,66 63,05 15,30 39,27 Sumber : Sakernas Feb 2005-Feb 2007

(16)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

TPAK kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2006, berkisar antara 80-95%. Hal ini menunjukkan gap partisipasi antara 5-20%, gap ini merupakan angkatan kerja yang belum bekerja. TPAK tertinggi dimiliki Kabupaten Ciamis dengan tingkat partisipasi mencapai 94,35%, sedangkan TPAK terendah dimiliki Kota Cimahi sebesar 82,16%.

Berdasarkan data kontribusi sektor yang dominan, sektor sekunder menempati tingkat paling dominan, yaitu sekitar 50,95% dari PDRB dan menyerap sekitar 31,29% tenaga kerja. Sedangkan sektor tersier menyerap tenaga kerja sekitar 39,43% dengan kontribusi sebesar 35,27%.

Kualitas penduduk juga diukur menggunakan komponen-komponen target dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu Indeks Pendidikan melalui nilai Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf (AMH), serta Indeks Kesehatan melalui nilai Angka Harapan Hidup (AHH). Peta Indeks Pembangunan Manusia tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 1.3, sedangkan tabel target dan realisasi IPM tahun 2001-2007 dapat dilihat pada Tabel 1.2.

GAMBAR 1.3

(17)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

Ditinjau dari Indeks Kemiskinan Manusia (IKM), nilai IKM Jawa Barat pada tahun 2002 sebesar 23,0, menurun dibandingkan tahun 1999 sebesar 26,9, artinya presentase penduduk kategori miskin semakin berkurang dan memperbaiki peringkat Jawa Barat secara nasional dari posisi 15 pada tahun 1999 kemudian menjadi peringkat 11 pada tahun 2002.

TABEL 1.2

TARGET DAN REALISASI IPM JAWA BARAT TAHUN 2001-2007

N

Noo.. KKoommppoonneenn NNiillaaii 22000011 22000022 22000033 22000044 22000055 22000066 22000077

1. IPM Target 68,35 70,89 72,37 73,53 74,50 75,60 76,60 Realisasi 66,10 67,45 67,87 68,36 69,35 70,05 70,76 2. Indeks Pendidikan Target 76,90 79,20 80,20 81,20 82,00 82,80 83,60 Realisasi 64,80 78,30 78,40 79,02 79,56 80,61 81,13 3. Indeks Kesehatan Target 66,53 68,00 68,60 69,20 69,60 69,80 70,00 Realisasi 66,33 66,55 66,57 67,23 69,58 70,13 71,03 4. Indeks Daya Beli Target 55,00 65,60 68,20 70,20 72,30 74,20 76,30 Realisasi 55,10 57,42 58,63 58,83 59,18 59,42 60,13 Sumber : BPS Jabar, 2007

Jumlah keluarga miskin di Jawa Barat ditinjau dari tiga kategori, antara lain kategori hampir miskin, miskin dan sangat miskin. Kategori miskin tertinggi terdapat di Kota Bandung dengan jumlah keluarga miskin sebesar 221.994 KK (17,58%), dan Kabupaten Bandung sebesar 123.687 KK (9,79%). Kategori sangat miskin tertinggi terdapat di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi dengan jumlah masing-masing adalah 70.882 (11,51%) dan 65.971 KK (10,69%). Jumlah total penduduk miskin Jawa Barat adalah sekitar 15.510.085 atau 38,01% dari jumlah penduduk Jawa Barat.

Secara umum, indeks IPM dan IKM Jawa Barat relatif tinggi secara nasional, namun masalah kemiskinan dan pengangguran sangat memerlukan penanganan yang serius, berupa optimalisasi pengelolaan dan pengendalian penduduk secara terintegrasi antara pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota. Penanganan kependudukan berkonsekuensi terhadap penataan ruang Jawa Barat, khususnya terhadap guna lahan, kondisi iklim, ketahanan pangan, kesempatan kerja, kecukupan energi dan air baku. 1.5.2 Ekonomi

Perekonomian Jawa Barat ditinjau dari kontribusi PDRB kabupaten/kota terhadap PDRB total Provinsi Jawa Barat, memperlihatkan 6 (enam) kabupaten/kota yang memiliki rata-rata kontribusi PDRB lebih besar dari 5%, diantaranya Kabupaten Bogor (10,99%),

(18)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

Kabupaten Bandung (8,45%), Kabupaten Karawang (5,91%), Kabupaten Bekasi (18%), Kota Bandung (9,31%) dan Kota Bekasi (5,34%).

Perkembangan perekonomian yang ditinjau dari Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), memperlihatkan rata-rata LPE Jawa Barat tahun 2001-2006 adalah sebesar 5,57%. Sedangkan pada tahun 2006, sebesar 7,96% lebih tinggi dibandingkan LPE Nasional sebesar 6,9%. Terdapat 7 (tujuh) Kabupaten yang memiliki rata-rata LPE lebih tinggi dari rata-rata LPE Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bogor (6,22%), Kabupaten Karawang (6,35%), Kabupaten Bekasi (5,94%), Kota Bogor (5,97%), Kota Sukabumi (5,73%), Kota Bandung (7,47%), dan Kota Depok (6,41%). Pengelompokkan kabupaten/kota berdasarkan rata-rata LPE dan kontribusi sektor ekonomi dapat dilihat pada tabel 1.3.

TABEL 1.3

PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA

BERDASARKAN RATA-RATA LPE DAN KONTRIBUSI SEKTOR EKONOMI

Sektor Primer Rata2

LPE Sektor Sekunder

Rata2

LPE Sektor Tersier

Rata2 LPE 1. Kab. Sukabumi 2. Kab. Cianjur 3. Kab. Garut 4. Kab. Tasikmalaya 5. Kab. Indramayu 6. Kab. Subang 4,20 3,70 3,76 3,49 4,54 4,75 1. Kab. Bogor 2. Kab. Bandung 3. Kab. Purwakarta 4. Kab. Karawang 5. Kab. Bekasi 6. Kab. Bdg Barat 7. Kota Bekasi 8. Kota Depok 9. Kota Cimahi 6,22 1,58 5,02 6,35 5,94 5,04 5,43 6,41 5,32 1. Kab. Ciamis 2. Kab. Kuningan 3. Kab. Cirebon 4. Kab. Majalengka 5. Kab. Sumedang 6. Kota Bogor 7. Kota Sukabumi 8. Kota Bandung 9. Kota Cirebon 10. Kota Tasikamalaya 11. Kota Banjar 4,00 4,13 4,79 4,04 4,05 5,97 5,73 7,47 4,57 4,71 4,58 Sumber : Analisis, 2008

Kontribusi dan pertumbuhan sektor ekonomi, menunjukkan sektor industri pengolahan memberikan kontribusi mencapai 45% pada tahun 2005, meningkat menjadi 45,94% pada tahun 2006. Sektor perdagangan, hotel dan restoran berkontribusi sebesar 20,19 pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan tipis menjadi 20,34 % pada tahun 2006. Sedangkan sektor pertanian mengalami penurunan kontribusi dari yang semula 14,93% pada 2005 menjadi 13,96% pada 2006.

Hal diatas menunjukkan bahwa Jawa Barat didominasi oleh sektor sekunder dengan total kontribusi sebesar 48,56%, disusul oleh sektor tersier dengan kontribusi terhadap total PDRB sebesar 45,12% dan terakhir sektor primer menyumbang sebesar 16,33% terhadap total PDRB Jawa Barat. Jika dibandingkan dengan kontribusi sektor

(19)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

sekunder di tingkat nasional, kontribusi sektor sekunder terhadap PDRB Jawa Barat jauh lebih besar. Kontribusi sektor sekunder nasional terhadap PDB Indonesia sebesar 34,57%. Walaupun secara keseluruhan struktur perekonomian Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sektor sekunder, namun ada beberapa kabupaten/kota yang kegiatan perekonomiannya didominasi oleh sektor primer dan sebagian lainnya kontribusi terbesarnya berasal dari sektor tersier.

Kabupaten yang masih didominasi oleh sektor primer adalah Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Indramayu dan Subang. Walaupun secara persentase kontribusi terbesar terhadap PDRB total Provinsi Jawa Barat berasal dari sektor sekunder, namun ternyata jumlah kabupaten/kota yang ditopang oleh sektor tersier paling banyak, yaitu 11 (sebelas) kabupaten/kota. Kontribusi sektor tersier di kabupaten/kota tersebut terutama ditopang oleh sub sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sub sektor jasa-jasa, khususnya jasa pariwisata.

Dengan memperhatikan kontribusi dan posisi relatif kabupaten/kota terhadap kontribusi tiap sektor maka diperoleh gambaran kabupaten/kota yang unggul atau potensial pada setiap sektor. Pada tahun 2002 kabupaten yang memiliki keunggulan pada sektor pertanian terdiri atas Kabupaten Karawang, Sukabumi, Ciamis, Subang, Bogor, Indramayu, Garut, Cianjur dan Tasikmalaya. Namun saat ini hanya Kabupaten Cianjur dan Tasikmalaya saja yang unggul pada sektor ini. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena produktivitas yang tidak menunjukkan kenaikan yang konstan.

Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar, hingga mencapai 26,39% kemudian disusul dengan sektor perdagangan dan jasa serapan sebesar 25,59%. Hal ini memperlihatkan bahwa ternyata sektor yang berkembang dan memberikan kontribusi tinggi tidak otomatis menjadi penyerap tenaga kerja. Padahal dalam paragraf sebelumnya terlihat bahwa sektor sekunder (industri pengolahan) berkontribusi sampai 45%, namun sektor ini hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 17,43%. Sektor lain yang memiliki serapan tenaga kerja yang relatif tinggi adalah sektor jasa dengan serapan tenaga kerja sebesar 13,53%.

Jawa Barat merupakan daerah tujuan investasi swasta, baik investasi asing maupun domestik. Pada tahun 2007 total nilai PMA Jawa Barat dalam US$ adalah 1.326,9 (dalam juta) dari total US$ 10.439,6 (dalam juta) nilai PMA Indonesia, atau 12,7% dari total nilai investasi asing di Indonesia. Sedangkan untuk alokasi PMDN Jawa Barat adalah sebesar 32,5% dari total investasi domestik yang sebesar Rp. 34.878,7 (dalam miliar),

(20)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

atau nilai investasi domestik yang terealisasi di Jawa Barat sebesar Rp. 11.347,8 (dalam miliar). Pada tahun sebelumnya, 2006, total nilai PMA Jawa Barat dalam US$ adalah 5.977,0 (dalam juta) dari total US$ 5.977,0 (dalam juta) nilai PMA Indonesia, atau 32,42% dari total nilai investasi asing di Indonesia. Sedangkan untuk alokasi PMDN Jawa Barat adalah sebesar 28,2% dari total investasi domestik yang sebesar Rp. 20.788,4 (dalam miliar), atau nilai investasi domestik yang terealisasi di Jawa Barat sebesar Rp. 5.868,7 (dalam miliar). Nilai PMA yang dialokasikan di Jawa Barat mengalami penurunan pada tahun 2006 jika dibandingkan dengan tahun 2007. Namun nilai PMDN yang dialokasikan pada Jawa Barat tahun 2007 mengalami peningkatan jika dibandingkan nilai pada tahun 2006.

Penggunaan lahan, sebaran tenaga kerja, dan realisasi investasi merupakan faktor yang cukup berperan dalam perkembangan ekonomi suatu wilayah. Perkembangan luas penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi secara tidak langsung dapat memperlihatkan perkembangan sektor ekonomi terkait. Berdasarkan pergeseran tutupan lahan Jawa Barat tahun 2001-2005, guna lahan untuk kegiatan ekonomi yang dominan meliputi guna lahan pertanian, yaitu sawah berkurang 27,1%, serta kawasan dan zona industri bertambah 37,9%. Dominasi penggunaan lahan lainnya adalah kebun campuran, perkebunan dan hutan, kecuali bagi Kota Bogor, Bandung, Cirebon dan Bekasi yang memiliki dominasi penggunaan lahan permukiman, terkait dengan perannya sebagai PKN di Jawa Barat.

Data penggunaan lahan tahun 2005 menunjukkan bahwa di Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Kuningan, Indramayu, Purwakarta, Karawang, Bekasi, Kota Sukabumi dan Kota Bekasi tidak ada penggunaan lahan untuk jasa. Namun demikian, statistik kependudukan memperlihatkan bahwa sektor perdagangan dan jasa cukup dominan di wilayah-wilayah tersebut. Sedangkan wilayah-wilayah yang tidak memperlihatkan adanya penggunaan lahan untuk industri adalah Kabupaten/Kota Sukabumi, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Purwakarta.

1.5.3 Penggunaan Lahan A. Perubahan Guna Lahan

Pada tahun 2005 penggunaan lahan terdiri dari hutan primer 299.287 ha, hutan sekunder 310.673 ha, kawasan dan zona industri 17.403 ha, kawasan pertambangan/galian 3.335 ha, kebun campuran 843.904 ha, ladang/tegalan 358.914 ha, padang rumput/ilalang 137.705 ha, perkebunan 624.972 ha, permukiman 261.397 ha,

(21)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

sawah 680.462 ha, semak belukar 52.919 ha, sungai/tubuh air/danau/waduk/situ 55.827 ha, tambak 42.601 ha dan tanah kosong/terbuka 19.976 ha. Guna lahan Provinsi Jawa Barat berdasarkan Citra Landsat 2005 dapat dilihat pada Gambar 1.4.

GAMBAR 1.4

PETA GUNA LAHAN TAHUN 2005

Perubahan guna lahan dari tahun 1994 - 2005 masih didominasi oleh penggunaan lahan berupa sawah dan kebun campuran. Beberapa fungsi lahan mengalami penurunan, sementara yang lainnya meningkat. Guna lahan yang mengalami penurunan luas paling tinggi hutan sekunder, yang mencapai rata-rata 3,2% per tahun antara tahun 1994 – 2005. Sedangkan permukiman mengalami peningkatan sangat pesat, mencapai rata-rata pertumbuhan 3,8% per tahun dalam rentang waktu yang sama. Penggunaan lahan tahun 1994-2005 dapat dilihat pada tabel 1.4.

Fenomena pergeseran penggunaan lahan dalam kurun waktu 1994–2005, memperlihatkan terjadinya penurunan luas penggunaan lahan hutan primer (-110.334 Ha), hutan sekunder (-150.227 Ha) dan sawah (-182.448 Ha), dan terjadi penambahan luas penggunaan lahan pemukiman (52.339 Ha), perkebunan (139.023 Ha), serta ladang dan tegalan (36.919 Ha), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.5.

(22)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

TABEL 1.4

PENGGUNAAN LAHAN TAHUN 1994 – 2005

Guna Lahan Tahun Guna Lahan Pergeseran

1994 1997 2001 2005

Hutan Primer 431.812 419.775 325.462 321.478 -110.334

Hutan Sekunder 420.470 411.973 291.900 270.243 -150.227

Semak Belukar 39.072 40.681 49.788 53.187 14.115

Kawasan dan Zona Industri 12.607 13.328 15.313 15.393 2.786 Kawasan Pertambangan / Galian 3.033 3.041 3.413 3.364 331 Ladang / Tegalan 330.364 350.583 361.570 367.283 36.919 Padang Rumput/Ilalang 109.378 111.733 109.426 127.467 18.089 Perkebunan 505.739 514.536 620.235 644.762 139.023 Permukiman 124.377 133.045 165.250 176.716 52.339 Sawah 933.638 916.899 766.407 751.190 -182.448 Tambak 53.212 58.403 55.633 55.357 2.145

Tanah Kosong / Terbuka 16.981 17.841 17.308 17.606 625 Kebun Campuran 674.235 663.232 873.086 849.658 175.423 Sungai/Tubuh Air/Danau/ Waduk/ Situ 54.628 54.307 54.751 55.708 1.080 Jumlah 3.709.546 3.709.377 3.709.542 3.709.412 -134

Sumber: Bapeda Provinsi Jawa Barat, 2007

GAMBAR 1.5

GRAFIK PERGESERAN PENGGUNAAN LAHAN JAWA BARAT

Penurunan luas hutan primer yang paling tinggi terjadi di Kabupaten Bogor (28.953 Ha), diikuti oleh Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, yaitu seluas 20.890 Ha dan 11.988 Ha. Sementara itu, untuk luas hutan sekunder, penurunan yang paling tinggi terjadi di Kabupaten Garut yaitu 39.037 Ha dan Kabupaten Bandung yang mencapai 33.142 Ha. Untuk kawasan lindung non hutan, terutama kawasan perkebunan mengalami

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 900000 1000000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1. Hutan Primer 2. Hutan Sekunder 3. Semak Belukar 4. Kawasan Zona Industri

5. Kawasan Pertambangan dan Galian 6. Ladang / Tegalan

7. Padang Rumput / Ilalang 8. Perkebunan 9. Permukiman 10. Sawah 11. Tambak 12. Tanah Kosong 13. Kebun Campuran 14. Sungai Tubuh Air

(23)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

peningkatan yang cukup signifikan, yaitu 141.600 Ha. Luasan dan persentase tutupan lahan berfungsi lindung dapat dilihat pada Tabel 1.5.

TABEL 1.5

LUASAN DAN PERSENTASE TUTUPAN LAHAN BERFUNGSI LINDUNG Tutupan Lahan Luas Th.2001 (Ha) Persentase dari Luas Jawa Barat Luas Th.2005 (Ha) Persentase dari Luas Jawa Barat Perubahan

(Ha) Persentase perubahan Hutan Primer 325,501.1 8,8 322,397.7 8,7 - 3,103.3 -0,1 Hutan Sekunder 291,842.7 7,9 270,151.6 7,3 - 21,691.1 -0,6 Perkebunan 620,228.9 16,3 648,058.6 17,5 + 27,829.7 1,2 Sumber: Analisis, 2007

Pada kurun waktu 2001 – 2005, dari tiga jenis tutupan lahan berfungsi lindung yang mengalami perubahan paling besar terjadi pada luasan perkebunan yaitu meningkat 27.829,7 Ha (1,2%). Sedangkan luasan hutan primer maupun sekunder mengalami penurunan sebesar 21.691,1 Ha (0,6%), untuk luasan hutan primer terjadi penurunan luasan sebesar 3.103,3 Ha (0,1%).

B. Sumberdaya Hutan

Kerusakan (degradasi) hutan merupakan salah satu masalah lingkungan yang paling serius, karena berdampak terhadap persediaan kayu, sumberdaya non-kayu, serta konservasi keanekaragamanhayati dan fungsi ekologis hutan bagi kepentingan hidup manusia. Besarnya degradasi hutan di Jawa Barat digambarkan dengan luasan tegakan hutan saat ini kurang dari 10%, dibandingkan fakta bahwa 23% luas wilayah Provinsi diklasifikasikan sebagai kawasan hutan negara. Pada tahun 1994 sampai dengan 2001, luas tegakan hutan lindung berkurang sekitar 24%, dan hutan produksi berkurang sekitar 31%. Diperkirakan jika tidak ada upaya-upaya pengendalian konversi fungsi hutan dan pengendalian penggunaan lebih (over utilization), hutan primer di Jawa Barat akan hilang. Kerusakan hutan menjadi semakin serius akibat tindakan perambahan secara langsung oleh beberapa keluarga petani miskin, dan secara tidak langsung oleh pengusaha komersial karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Statistik menunjukkan bahwa industri perkayuan di Jawa Barat memerlukan sekitar 2,5 juta m3 per

tahun kayu untuk bahan bakunya. Namun, produksi kayu legal dari Perum Perhutani hanya berkisar 300.000 sampai dengan 500.000 m3 per tahun. Ketidakseimbangan antara

(24)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

Kerusakan hutan cenderung merubah lahan subur menjadi lahan kritis, dan secara langsung menurunkan fungsi lindungnya, sehingga tidak dapat melindungi kawasan bawahannya secara maksimal, dan dapat menyebabkan terjadinya kekeringan, longsor, dan bencana lainnya. Peristiwa kebakaran hutan juga menjadi salah satu penyebab berubahnya lahan subur menjadi lahan kritis, dimana kebakaran hutan berdampak pada hilangnya tegakan tanaman hutan, sehingga tingkat erosi menjadi tinggi. Kenyataan ini merupakan masalah makro karena mempunyai keterkaitan dengan sistem ekologi dan hidrologi. Tingkat erosi atau erosifitas di Jawa Barat telah mencapai 32.931.061 ton per tahun. Erosifitas berdasarkan guna lahan tahun 2005 dapat dilihat pada Gambar 1.6.

GAMBAR 1.6

PETA EROSIFITAS BERDASARKAN GUNA LAHAN TAHUN 2005

Berdasarkan analisis peta kawasan lindung dan peta sebaran lahan kritis tahun 2006, luas kawasan lindung yang berada dalam kondisi kritis mencapai 8,06%. Kondisi lahan kritis yang cukup parah terjadi di Kawasan Priangan Timur (17,95%), Bopunjur 12.217,4 Ha (9,52%), dan Bandung Utara. Peta lahan kritis dapat dilihat pada Gambar 1.7, dan luas lahan kritis per kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 1.6.

Lahan kritis di Kawasan Priangan Timur disebabkan konversi lahan menjadi perumahan, penebangan liar di kawasan lindung, pemanfaatan kawasan lindung menjadi

(25)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

kawasan pertanian, dan lemahnya penegakan hukum. Sedangkan lahan kritis di kawasan Bandung Utara (KBU) dan Bopunjur disebabkan proses pembukaan lahan yang terus berlangsung. Hal tersebut diatas terjadi karena lemahnya pengawasan dan pengendalian terutama dalam pemberian ijin lokasi pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peraturan rencana tata ruang.

GAMBAR 1.7

PETA SEBARAN LAHAN KRITIS

BERDASARKAN KRITERIA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

TABEL 1.6

LUAS LAHAN KRITIS PER KABUPATEN/KOTA TAHUN 2003 NO KABUPATEN/KOTA LUAS (HA)

1 KAB. GARUT 82,696.46 2 KAB. SUKABUMI 67,525.05 3 KAB. BANDUNG 47,365.08 4 KAB. MAJALENGKA 47,114.92 5 KAB. CIANJUR 46,773.23 6 KAB. BOGOR 45,637.12 7 KAB. INDRAMAYU 40,494.47 8 KAB. KARAWANG 31,123.00 9 KAB. SUBANG 30,897.00 10 KAB. CIAMIS 25,364.31 11 KAB. SUMEDANG 23,689.87 12 KAB. TASIKMALAYA 23,409.03

(26)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

NO KABUPATEN/KOTA LUAS (HA)

13 KAB. PURWAKARTA 18,195.00 14 KAB. KUNINGAN 18,065.45 15 KAB. BEKASI 13,454.00 16 KAB. CIREBON 8,056.00 17 KOTA TASIKMALAYA 4,928.00 18 KOTA BANJAR 2,500.00 19 KOTA BOGOR 883.50 20 KOTA CIMAHI 609.00 21 KOTA DEPOK 432.00 22 KOTA BANDUNG 350.00 23 KOTA SUKABUMI 293.00 24 KOTA BEKASI 279.43 25 KOTA CIREBON 262.00 JUMLAH 580,396.92 Sumber : Biro Bina Produksi, 2003

C. Alih Fungsi Lahan Hutan

Berdasarkan kesepakatan seluruh pemangku kawasan hutan di Jawa Barat, yang mengacu pada peta tematik dasar kehutanan, luas Kawasan Hutan Jawa Barat adalah 847.986,74 Ha, meliputi kawasan hutan daratan 846.276,74 Ha dan kawasan hutan perairan 1.710,00 Ha, dengan perincian Hutan Lindung 265.612,73 Ha, Hutan Konservasi 178.600,20 Ha, dan Hutan Produksi 403.773,81 Ha. Peta penunjukkan kawasan hutan dapat dilihat pada Gambar 1.8.

GAMBAR 1.8

(27)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

Beberapa status dan fungsi kawasan hutan lindung tersebut dalam prosesnya mengalami perubahan, diantaranya perubahan status Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, perubahan fungsi kawasan lindung kelompok hutan Gunung Ciremai menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai, serta perubahan fungsi kawasan hutan lindung Ujung Karawang – Muaragembong.

Sejak penetapan kawasan hutan Provinsi Jawa Barat tahun 1934 sampai dengan akhir tahun 2007 telah terjadi proses tukar-menukar kawasan hutan sebanyak 33 lokasi seluas 21.414,44 Ha. Sesuai peraturan perundangan kehutanan tentang prosedur tukar-menukar kawasan hutan, seharusnya luas kawasan hutan Jawa Barat bertambah karena ada kewajiban untuk menyediakan lahan pengganti dengan perbandingan minimal 1:1. Sampai saat ini sebagian besar kawasan yang dimohon dan lahan pengganti belum ada pengukuhan serta penetapannya.

D. Alih Fungsi Lahan Sawah

Penurunan luas kawasan pertanian lahan basah beririgasi teknis pada tahun 2004 seluas 383.261 Ha, tahun 2005 menjadi 380.996 Ha dan tahun 2006 menjadi 380.348 Ha. Lahan kawasan pertanian lahan basah beririgasi teknis diharapkan dapat lebih produktif dibandingkan lahan sawah yang menggunakan jenis irigasi lainnya, namun yang terjadi adalah penurunan kinerja untuk kawasan sawah. Walaupun luasan pada lahan sawah dengan irigasi sederhana dan tadah hujan meningkat, namun hal tersebut tidak memberikan peningkatan kinerja lahan sawah. Penyebabnya adalah kemampuan desa dalam mengelola dan menggunakan sistem irigasi sederhana, sedangkan lahan sawah tadah hujan sangat tergantung pada musim untuk memulai masa tanamnya. Sehubungan dengan hal tersebut, lahan sawah yang menggunakan dua sistem irigasi diatas (irigasi sederhana dan tadah hujan) tidak seproduktif lahan sawah beririgasi teknis.

Secara agregat, luas lahan sawah di Jawa Barat mengalami penurunan antara tahun 2004–2005, namun meningkat kembali di tahun 2006 menjadi 923.432 Ha, terutama disebabkan oleh peningkatan luas lahan tadah hujan dan irigasi sederhana. Sedangkan ditinjau dari pergeseran luas lahan sawah menurut kabupaten/kota selama rentang tahun 1994–2005, memperlihatkan penurunan sebesar 171.469,01 Ha (18,4%), dimana Kabupaten Tasikmalaya mencapai 27.051,63 Ha (15,8%).

(28)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

GAMBAR 1.9

PETA TUTUPAN LAHAN SAWAH TAHUN 2005

TABEL 1.7

PERGESERAN LAHAN SAWAH MENURUT JENIS PENGAIRANNYA TAHUN 2007 No Kabupaten/ Kota

Areal Irigasi Pemerintah

(Ha) Areal Irigasi Perdesaan (Ha) Areal Tadah Hujan (Ha) Jumlah Areal (Ha) Potensial Fungsional 1 Kab Bogor 12.752 12.752 41.261 5.618 59.631 2 Kota Bogor 256 200 598 0 798 3 Kota Depok 821 821 347 214 1.382 4 Kab Sukabumi 20.792 20.792 35.316 7.465 63.573 5 Kota Sukabumi 0 0 2.480 0 2.480 6 Kab Cianjur 24.913 24.068 46.705 4.967 75.740 7 Kab Bandung 23.829 19.026 28.318 10.143 57.487 8 Kota Bandung 321 258 2.775 0 3.033 9 Kota Cimahi 68 68 293 63 424 10 Kab Garut 13.690 12.207 26.172 20.186 58.565 11 Kab Tasikmalaya 14.063 12.472 23.241 13.943 49.656 12 Kota Tasikmalaya 5.243 5.243 3.220 155 8.618 13 Kab Ciamis 20.544 19.339 23.381 11.137 53.857 14 Kota Banjar 1.916 1.916 216 1.123 3.255 15 Kab Cirebon 56.385 47.420 4.506 5.375 57.301 16 Kota Cirebon 430 430 30 184 644 17 Kab Kuningan 10.395 9.855 21.312 3.684 34.851 18 Kab Majalengka 25.250 21.795 19.907 9.343 51.045

(29)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

No Kabupaten/ Kota

Areal Irigasi Pemerintah

(Ha) Areal Irigasi Perdesaan (Ha)

Areal Tadah

Hujan (Ha) Areal (Ha) Jumlah Potensial Fungsional 19 Kab Sumedang 7.814 7.718 44.260 6.236 58.214 20 Kab Indramayu 108.644 108.187 1.050 10.191 119.428 21 Kab Karawang 105.771 105.771 1.876 0 107.647 22 Kab Bekasi 59.202 59.202 513 1.354 61.069 23 Kota Bekasi 572 572 0 70 642 24 Kab Subang 80.999 80.999 17.555 2.529 101.083 25 Kab Purwakarta 11.351 11.351 21.929 0 33.280 Total 606.021 582.462 367.261 113.980 1.063.703 Sumber: Analisis, 2007 TABEL 1.8

PERGESERAN LUAS LAHAN SAWAH MENURUT KABUPATEN/KOTA TAHUN 1994 – 2005 (HA)

No Kabupaten/Kota Luas Tahun 1994 Luas Tahun 2005 Pergeseran Luas

1 Kab Bogor 80.678,80 68.556,90 -12.121,90 2 Kab Sukabumi 70.255,10 56.346,20 -13.908,90 3 Kab Cianjur 62.851,70 57.149,30 -5.702,40 4 Kab Bandung 56.877,60 46.309,30 -10.568,30 5 Kab Garut 53.320,20 37.659,60 -15.660,60 6 Kab Tasikmalaya 57.027,80 29.976,20 -27.051,60 7 Kab Ciamis 42.789,90 25.434,60 -17.355,30 8 Kab Kuningan 26.428,30 19.097,40 -7.330,90 9 Kab Cirebon 34.598,10 27.009,70 -7.588,40 10 Kab Majalengka 19.066,80 11.662,70 -7.404,10 11 Kab Sumedang 17.121,60 11.472,40 -5.649,20 12 Kab Indramayu 103.403,60 89.645,30 -13.758,30 13 Kab Subang 92.977,00 85.454,20 -7.522,80 14 Kab Purwakarta 18.925,30 17.147,90 -1.777,40 15 Kab Karawang 95.631,60 89.927,90 -5.703,70 16 Kab Bekasi 70.820,00 65.920,20 -4.899,80 17 Kota Bogor 2.077,90 1.550,60 -527,30 18 Kota Sukabumi 2.663,90 2.492,50 -171,40 19 Kota Bandung 3.397,80 2.024,60 -1.373,20 20 Kota Cirebon 422,9 96,7 -326,20 21 Kota Bekasi 669,8 294,8 -375,00 22 Kota Depok 5.712,80 4.912,30 -800,50 23 Kota Cimahi 973,9 844,9 -129,00 24 Kota Tasikmalaya 9.803,10 9.007,10 -796,00 25 Kota Banjar 3.642,60 676 --2.966,60 Total 932.138,10 760.669,30 171.468,80

(30)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

1.5.4 Infrastruktur Wilayah

1.5.4.1 Sumber Daya Air dan Irigasi

Jawa Barat memiliki curah hujan tahunan rata-rata berkisar antara 2000-4000 mm/tahun dan memiliki potensi sumber daya air khususnya air permukaan mencapai rata-rata 48 Milyar m3/tahun dalam kondisi normal. Potensi tersebut baru dimanfaatkan

sekitar 50% atau 24 Milyar m3/tahun, sedang sisanya langsung terbuang ke laut.

Potensi sumber daya air tersebut mengalir pada 5 (lima) Wilayah Sungai (WS) yang terbagi dalam 41 Daerah Aliran Sungai (DAS) atau sekitar 2.745 buah sungai induk dan anak-anak sungainya. Peta pembagian WS dapat dilihat pada Gambar 1.10, dan peta DAS dapat dilihat pada Gambar 1.11. Sekitar 35,9 Milyar m3/tahun (75%) dari jumlah

potensi tersebut mengalir pada 2.078 buah sungai yang secara geografis lintas kabupaten/kota, sedangkan sisanya yaitu 12,1 Milyar m3/tahun (25%) berada pada 1.170

buah sungai. Potensi air permukaan dan luas setiap wilayah sungai yang terdapat di Jawa Barat, dapat dilihat pada Tabel 1.9.

Wilayah Sungai di Jawa Barat, sesuai penetapan wilayah sungai, terbagi dalam 2 wewenang dan tanggung jawab, terdiri atas :

 Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah :

1. Cidanau-Ciujung-Cidurian-Cisadane-Ciliwung-Citarum 2. Cimanuk-Cisanggarung

3. Citanduy

 Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Provinsi: 1. Ciwulan-Cilaki

2. Cisadea-Cibareno

TABEL 1.9

POTENSI DAN LUAS WILAYAH SUNGAI MENURUT KEWENANGAN No Wilayah Sungai (Km2) Luas

Juta m3 / tahun

Lintas Prov./

Kab./Kota Kab./Kota Lokal Total

1. Cidanau-Ciujung- Cidurian-Cisadane-Ciliwung-Citarum 15.810,3 16.367,06 2.095,99 18.463,06 2. Cimanuk-Cisanggarung 6.972,80 7.572,64 305,43 7.878,07 3. Citanduy 8.033,70 7.069,50 3.625,68 10.695,19 4. Ciwulan-Cilaki 5. Cisadea-Cibareno 8.813,06 4.908,71 6.078,76 10.987,47 Total 39.629,86 35.917,91 12.105,86 48.023,77

(31)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

GAMBAR 1.10

PETA PEMBAGIAN WILAYAH SUNGAI

GAMBAR 1.11

PETA DAERAH ALIRAN SUNGAI Kewenangan

(32)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

Selain sumber daya air alami, Jawa Barat memiliki situ-situ dan waduk-waduk buatan. Tidak kurang dari 20 waduk mempunyai kapasitas tampung lebih dari 6,8 Milyar m3, diantaranya 3 waduk dibangun pada Sungai Citarum yaitu Waduk Saguling, Waduk

Cirata, dan Waduk Juanda. Ketiga waduk tersebut mempunyai daya tampung total mencapai 5,83 Milyar m3. Sedangkan situ/danau dan embung, sampai dengan tahun 2004

telah terinventarisir sebanyak 456 buah situ. Namun sebagian besar situ/danau yang ada tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan mengalami penurunan kapasitas tampung. Peta infrastruktur sumberdaya air dapat dilihat pada Gambar 1.12.

Secara umum pola pemanfaatan sumber daya air hanya diarahkan pada air permukaan. Pemanfaatan air tanah sifatnya conjunctive use dan diprioritaskan untuk keperluan domestik serta dikembangkan hanya untuk daerah-daerah tertentu yang benar-benar tidak bisa terpenuhi oleh air permukaan. Namun eksisting pemanfaatan sumberdaya air juga menggunakan air tanah, terutama oleh kegiatan perkotaan dan industri yang tumbuh dengan pesat.

GAMBAR 1.12

PETA INFRASTRUKTUR SUMBERDAYA AIR

Potensi air tanah terdiri dari air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal pada umumnya dipergunakan untuk keperluan domestik yang kapasitasnya kecil. Ketersediaan air tanah dangkal biasanya akan bergantung dari curah hujan, karena

(33)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

proses imbuhnya terjadi secara langsung dari curah hujan. Dari hasil estimasi, potensi air tanah dangkal adalah sebesar 16,8 Milyar m3/tahun. Estimasi lainnya, dengan asumsi

bahwa tebal rata-rata akuifer 3 m, potensi air tanah dangkal yang dapat dimanfaatkan adalah sebesar 2.20 Milyar m3/tahun. Sedangkan potensi air tanah dalam yang bisa

dimanfaatkan di Jawa Barat adalah sekitar 3.52 Milyar m3/tahun, yang terdiri 2.04 Milyar

m3/tahun air tanah dalam semi tertekan dan 1.48 Milyar m3/tahun air tanah dalam

tertekan.

Pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata, dan untuk keperluan lainnya. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi dan merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Kriteria pembagian tanggung jawab pengelolaan irigasi selain didasarkan pada keberadaan jaringan tersebut terhadap wilayah administrasi juga didasarkan pada strata luasannya sebagai berikut :

 Daerah Irigasi (DI) dengan luas < 1000 Ha dan berada dalam satu kabupaten/kota menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota.

 Daerah Irigasi (DI) dengan luas 1000 - 3000 Ha atau DI yang bersifat lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah provinsi.

 Daerah Irigasi (DI) dengan luas > 3000 Ha atau DI yang bersifat lintas provinsi, strategis nasional, dan lintas negara menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah.

Sawah beririgasi di Jawa Barat seluas 973.976 Ha (6.954 DI) terbagi menjadi kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan desa, dapat dilihat dalam Gambar 1.13.

Pada Tahun 2008, kondisi daerah irigasi kewenangan Provinsi di Jawa Barat menunjukkan bahwa sebagian besar daerah irigasi mengalami rusak ringan dan rusak berat yang mencapai 41%. Kinerja pengelolaan jaringan irigasi kewenangan pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1.10.

(34)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

GAMBAR 1.13

SKEMA PEMBAGIAN LUASAN SAWAH

BERDASARKAN JENIS PENGAIRAN DAN KEWENANGAN

TABEL 1.10

KINERJA PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT

URAIAN

TAHUN

2003 2004 2005 2006 2007 2008

Jumlah daerah irigasi (DI) Prov (buah) 74 74 74 84 84 86

Intensitas tanam (%) 182 184 185 187 190 192

Jaringan irigasi yang rusak (%) 74 65 51 49 46 41

Sumber : PSDA, 2008

1.5.4.2 Jalan dan Perhubungan A. Jalan

Berdasarkan pembagian kewenangan penanganan jalan, sistem jaringan jalan di Jawa Barat ditinjau dari status jalan, terdiri atas jalan nasional sepanjang 1.140,69 Km, jalan provinsi sepanjang 2.199,18 Km, dan jalan kabupaten/kota sepanjang 14.520,18 Km.

Selain itu, terdapat pula ruas-ruas jalan yang belum memiliki status dan fungsi yang seharusnya menjadi bebannya. Salah satu ruas jalan yang masih belum memiliki status, namun memiliki urgensi dalam meningkatkan pengembangan wilayah adalah

ruas-LUAS SAWAH 1.087.956 HA (6.954 DI)

SAWAH BERIRIGASI 973.976 HA (6.954 DI)

89,52%

SAWAH TADAH HUJAN 113.980 HA

(10,48 %) KEWENANGAN PUSAT

405.864 Ha (20 DI) 41,67 %

LUAS IRIGASI DESA 382.691 Ha (6.449 DI) 39,29 % KEWENANGAN KAB/KOTA 96.693 Ha (396 DI) 9,93 % KEWENANGAN PROV 88.728 Ha (89 DI) 9,11 % Lintas Provinsi 5.484 Ha (2 DI) Areal > 3.000 Ha 400.380 Ha (18 DI) Lintas Kab/Kota 22.246 Ha (47 DI) Areal 1000-3000 ha 66.482 Ha (42 DI)

Sumber : Dinas PSDA, 2008

(35)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

ruas jalan dalam koridor horisontal bagian selatan, yang membentang dari Kabupaten Sukabumi (Surade) sampai dengan perbatasan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis (Kalapagenep), dengan panjang 257,74 km.

Kondisi jalan di Jawa Barat digambarkan melalui kondisi kemantapan jalan. Pada Tahun 2007, kemantapan jalan nasional di Jawa Barat mencapai 85%, sementara kondisi kemantapan untuk ruas jalan provinsi berdasarkan survey Integrated Road Management System (IRMS) tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 1.11.

TABEL 1.11

KONDISI KEMANTAPAN JALAN

Kondisi

Jalan Mantap Jalan Tidak Mantap

Jumlah Total Baik Sedang Jumlah Rusak Ringan Rusak Berat Jumlah

Panjang (Km) 504,76 1.415,38 1.920,14 182,70 96,34 279,04 2.199,18 Persentase (%) 22,95 % 64,36 % 87,31 % 8,31 % 4,38 % 12,69 % 100,00 %

Untuk ruas jalan kabupaten/kota memiliki tingkat kemantapan yang lebih rendah, bahkan di beberapa wilayah banyak yang berada dibawah angka 50%. Selain ruas-ruas jalan tersebut, terdapat juga jaringan jalan tol, dengan panjang sekitar 251 Km, dengan perincian sebagai berikut :

 Jalan Tol Jakarta –Cikampek, dengan panjang 72 km  Jalan Tol Jagorawi, dengan panjang 46 km

 Jalan Tol Palimanan-Kanci, dengan panjang 26 km  Jalan Tol Padaleunyi, dengan panjang 47 km  Jalan Tol Cipularang, dengan panjang 60 km

Dalam pengembangan jalan tol yang ditujukan terutama untuk mendukung pusat pertumbuhan ekonomi, menghubungkan antar kawasan, serta mengatasi kemacetan di daerah perkotaan, terdapat rencana jalan tol yang masih dalam proses pembangunan, meliputi :

 Jalan Tol Cinere-Jagorawi, dengan panjang 15 km  Jalan Tol Depok-Antasari, dengan panjang 21 km  Jalan Tol Bogor Ring Road, dengan panjang 11 km  Jalan Tol Cimanggis-Cibitung, dengan panjang 25,4 Km

(36)

MATERI TEKNIS

RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029

Kebijakan pengembangan jalan tol lainnya yang sedianya diperlukan dalam mendukung perkembangan pembangunan Jawa Barat, diarahkan pada :

 Pengembangan Jalan Sekunder dan pendukung Pulau Jawa yang meliputi: Ciawi-Sukabumi-Bandung dan Cileunyi-Sumedang-Dawuan,

 Pengembangan Jalan tol daerah perkotaan, antara lain di wilayah Jabodetabek dan Bandung.

Pola jaringan jalan di Jawa Barat terdiri dari tiga jaringan utama, yaitu : 1. Koridor Utara : DKI Jakarta – Cikampek – Cirebon

2. Koridor Tengah : Jasinga – Bogor – Cianjur – Bandung – Banjar

3. Koridor Selatan : Pelabuhanratu – Sagaranten – Sindangbarang – Pameungpeuk – Cipatujah – Kalapagenep – Pangandaran.

Secara umum kondisi jaringan jalan di Jawa Barat bagian utara dan tengah relatif baik, terutama untuk sistem horizontal. Untuk Jawa Barat bagian selatan, koridor Pelabuhanratu-Sagaranten–Sindangbarang–Pameungpeuk–Cipatujah–Pangandaran– Kelapagenep, belum memiliki kondisi yang baik, dalam sistem jaringan lintas vertikal maupun horizontal.

GAMBAR 1.14

Gambar

GRAFIK PERGESERAN PENGGUNAAN LAHAN JAWA BARAT

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah menilai pelayanan air bersih di Kelurahan Kemijen, berdasarkan analisis aspek sarana dan prasarana, aspek pelayanan,

Tantangan yang harus dihadapi terkait tingginya tingkat pengangguran di Jawa Barat adalah mendorong pengembangan kegiatan dan sektor ekonomi yang menyerap

penataan ruang dan pembangunan fisik kawasan Jawa Barat Badan Penanggulangan Bencana, Diskimrum.. X

Upaya mengendalikan perkembangan PKN Kawasan Perkotaan Bodebek dan PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya, serta upaya mendorong pemantapan fungsi PKN Cirebon perlu didukung dengan

Jumlah panti sosial dalam 1 (satu) tahun yang seharusnya menyediakan Sarana Prasarana Pelayanan Kesejahteraan Sosial skala Kabupaten Banjar.. LAKIP Dinas Sosial

Sarana dan prasarana lainnya yang tersedia di tempat pelaksanaan kegiatan PKL (Praktek kerja Lapangan) yaitu di bagian Humas PT PLN Distribusi Jawa Barat

Kurangnya jumlah SDM sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk mendukung pelayanan pengujian/ kalibrasi alat kesehatan dan inspeksi sarana prasarana

Kawasan budidaya yang menjadi kewenangan provinsi dan merupakan kawasan strategis provinsi, dapat berupa kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat,