• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

B

B

A

A

B

B

I

I

I

I

I

I

R

R

E

E

N

N

C

C

A

A

N

N

A

A

S

S

T

T

R

R

U

U

K

K

T

T

U

U

R

R

R

R

U

U

A

A

N

N

G

G

3.1 RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), sistem perkotaan nasional terdiri atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Penetapan PKN dan PKW di Provinsi Jawa Barat mengacu pada RTRWN, yang terdiri dari : 1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) terletak di Bodebek, Bandung dan Cirebon.

2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) terletak di Sukabumi, Palabuhanratu, Pangandaran, Kadipaten, Cikampek-Cikopo, Tasikmalaya dan Indramayu.

Sedangkan penetapan PKL, berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/kota.

Rencana pengembangan sistem perkotaan di Provinsi Jawa Barat menetapkan PKN, PKNp, PKW, PKWp, dan PKL, sesuai dengan konteks kebijakan dan strategi pembangunan wilayah Provinsi Jawa Barat dan berdasarkan pertimbangan teknis yang telah dilakukan dalam proses penyusunan RTRWP.

Rencana pengembangan sistem perkotaan Provinsi Jawa Barat bertujuan untuk : 1. Menata perkembangan PKN, PKNp, PKW, PKWp, dan PKL yang mendukung keserasian

perkembangan kegiatan pembangunan antarwilayah yang lebih merata.

2. Mendorong perkembangan pusat-pusat kegiatan di kawasan-kawasan yang belum berkembang sesuai dengan fungsi kota yang diharapkan.

3. Mengendalikan perkembangan pusat-pusat kegiatan di kawasan-kawasan yang berkembang dengan cepat.

A. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Nasional – Provinsi (PKNp)

Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa provinsi.

Kriteria penentuan PKN adalah kawasan perkotaan yang mempunyai potensi untuk mendorong pertumbuhan daerah sekitarnya, pusat jasa-jasa keuangan dengan

(2)

cakupan pelayanan nasional atau beberapa provinsi, pusat pengolahan atau pengumpul barang dalam skala nasional atau beberapa provinsi, simpul transportasi skala nasional atau beberapa provinsi, pusat jasa pemerintahan dan jasa publik lainnya dengan skala nasional atau beberapa provinsi.

Fasilitas minimum yang tersedia di PKN adalah:

a. Perhubungan : pelabuhan udara dan/atau pelabuhan laut dan/atau terminal tipe A

b. Ekonomi : pasar induk antar wilayah c. Kesehatan : rumah sakit umum tipe A atau B d. Pendidikan : perguruan tinggi

Pusat Kegiatan Nasional – Provinsi (PKNp) adalah kawasan perkotaan yang berpotensi pada bidang tertentu dan memiliki pelayanan skala internasional, nasional atau beberapa provinsi. Fasilitas minimum yang tersedia di PKNp adalah pusat bisnis kegiatan utama yang akan dikembangkan berskala nasional maupun internasional, serta akan diusulkan menjadi PKN.

Rencana pengembangan sistem perkotaan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Nasional – Provinsi (PKNp) di Jawa Barat, terdiri atas :

1. Penetapan Kawasan Perkotaan Bodebek (Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi), Kawasan Perkotaan Bandung Raya (Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, dan 5 kecamatan di Kabupaten Sumedang), dan Cirebon (Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon) sebagai PKN dengan peran menjadi pusat koleksi dan distribusi skala internasional, nasional atau beberapa provinsi.

Dalam penetapan PKN Kawasan Perkotaan Bodebek, PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya, dan PKN Cirebon, dilakukan rencana pengembangan meliputi

:

a. Mengendalikan pertumbuhan kegiatan di PKN Kawasan Perkotaan Bodebek

Berdasarkan kecenderungan perkembangan sampai saat ini, kota-kota di sekitar DKI Jakarta berkembang akibat pengaruh perkembangan DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan nasional. Perkembangan tersebut meluas sampai ke wilayah Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang (Provinsi Banten),

(3)

Perkotaan Jabodetabek, dengan tingkat pertumbuhan paling pesat, yang berimplikasi pada alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman berskala besar, industri manufaktur, serta pusat perdagangan dan jasa berskala nasional dan internasional.

Berdasarkan kajian ekonomi, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor merupakan penyumbang PDRB tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Kota Bekasi dan Kota Depok merupakan wilayah dengan tingkat urbanisasi tinggi, konsentrasi kegiatan industri, perdagangan dan jasa yang berkembang cepat. Permukiman skala besar untuk menampung penduduk yang bekerja di Jabodetabek juga berkembang di PKN Kawasan Perkotaan Bodebek ini. Dalam konteks tata ruang, perkembangan ini membawa kecenderungan alih fungsi lahan menuju kegiatan perkotaan, termasuk munculnya permukiman baru. Masalah transportasi belum tertangani dengan baik karena prasarana jalan tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan. Penyelesaian masalah transportasi berupa pengembangan sistem transportasi massal memerlukan dukungan kebijakan pengendalian penggunaan kendaraan bermotor, terutama di kawasan-kawasan pusat kota.

Pesatnya pertumbuhan di PKN Kawasan Perkotaan Jabodetabek berdampak pula pada tingginya konsentrasi penduduk dan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan. Pengendalian pemanfaatan ruang yang perlu diperhatikan terutama pada perkembangan sepanjang koridor Jakarta-Cikampek di Pantura Jabar yang merupakan lokasi lahan sawah beririgasi teknis, serta koridor Bodebekpunjur yang merupakan kawasan lindung. Penetapan sistem perkotaan dalam PKN Kawasan Perkotaan Bodebek, memperhatikan perbedaan skala pelayanan dan kondisi kota-kota yang secara eksisting tidak terdapat pada hirarki yang sama, sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.1.

(4)

TABEL 3.1

SISTEM PERKOTAAN PKN KAWASAN PERKOTAAN BODEBEK (BOGOR, DEPOK, BEKASI)

PKN Kota Hirarkhi I Kota Hirarkhi II Kota Hirarkhi III

Kawasan Perkotaan Bodebek Kota Bekasi Cikarang Tarumajaya Tambun Setu Kota Bogor Cibinong Cileungsi Jonggol Parung Semplak Rumpin Parungpanjang Leuwiliang Jasinga Cigudeg Kota Depok Cimanggis

b. Mengendalikan pertumbuhan kegiatan di PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya.

Wilayah yang termasuk ke dalam PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya adalah Kota Bandung, kawasan perkotaan di dalam wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang yang berbatasan dengan Kota Bandung.

Penetapan Kawasan Perkotaan Bandung Raya sebagai PKN memperhatikan perkembangan kegiatan perkotaan yang sangat pesat, terutama pada sektor industri, perdagangan dan jasa, serta pendidikan tinggi berskala nasional dan internasional. Perkembangan tersebut salah satunya diindikasikan oleh tingginya alih fungsi lahan menuju kawasan perkotaan dan tingkat urbanisasi yang tinggi. Kota Bandung dan Kota Cimahi memiliki tingkat urbanisasi 100%.

Ditinjau dari kinerja perekonomian, Kabupaten dan Kota Bandung merupakan wilayah penyumbang PDRB tertinggi terhadap Jawa Barat, bahkan Kota Bandung memiliki Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) tertinggi di Jawa Barat selama tahun 2000-2006, yaitu di atas 7%. Struktur perekonomian telah bergeser menuju sektor sekunder dan tersier,

(5)

diantaranya industri pengolahan, perdagangan, jasa dan pariwisata. Dominasi sektor industri pengolahan di Kabupaten Bandung sebesar 65,05%, Kota Cimahi 71,79%, dan Kabupaten Bandung Barat sebesar 56,39%. Kawasan perkotaan Bandung Raya merupakan salah satu sentra industri pengolahan tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk garmen dan konveksi, industri pengolahan makanan, industri kimia dan industri logam. Kota Bandung sendiri telah mengalami pergeseran struktur ekonomi dengan kontribusi sektor tersier sebesar 62,13% (tertinggi di Jawa Barat). Demikian halnya dengan sektor perdagangan dan pariwisata di Kota Bandung, diperlihatkan dengan tingginya pergerakan orang menuju Kota Bandung dan tingginya tingkat hunian hotel di Kota Bandung, terutama setelah dibangunnya jalan tol yang Jakarta-Cikampek-Purwakarta-Padalarang.

Skala pelayanan bersifat nasional dan internasional yang dimiliki Kawasan Perkotaan Bandung Raya telah mampu menempatkan kawasan ini sesuai fungsinya sebagai PKN. Aksesibilitas dari dan menuju Kawasan Perkotaan Bandung Raya yang semakin meningkat telah mendorong meningkatnya pergerakan orang dan barang. Terminal peti kemas (dryport) Gedebage di Kota Bandung merupakan salah satu gerbang ekspor-impor berskala internasional, selain itu Bandara Husein Sastranegara di Kota Bandung, tetap menjadi salah satu titik keluar masuk pergerakan berskala nasional bahkan internasional, antara lain ke Singapura dan Malaysia.

Kegiatan perkotaan yang sangat beragam tersebut berimplikasi pada peningkatan timbulan sampah dan limbah yang cukup tinggi, sehingga keberadaan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) regional yang mampu mewadahi kebutuhan di masa mendatang sangat penting untuk direalisasikan.

Perkembangan PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya perlu dikendalikan untuk mengurangi kecenderungan alih fungsi lahan yang menerus di kawasan perkotaan, mengingat fungsi lindung di Kawasan Bandung Utara harus tetap dipertahankan selain mengembangkan potensi sektor ekonomi yang dimiliki. Dalam mencapai target 45% kawasan lindung Jawa Barat dan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan, maka perkembangan Kawasan Perkotaan Bandung Raya perlu dikendalikan, diantaranya melalui :

(6)

 mendistribusikan kegiatan ekonomi berskala nasional ke arah timur Jawa Barat, yaitu ke PKN Cirebon dan Pusat-Pusat Kegiatan Wilayah yang terletak di sekitar PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya.

 merealisasikan rencana pengembangan transportasi massal baik untuk angkutan orang maupun barang.

 mengembangkan pembangunan permukiman vertikal di kawasan-kawasan permukiman yang telah padat dan secara fisik memungkinkan. Penetapan sistem perkotaan dalam PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya, memperhatikan perbedaan skala pelayanan dan kondisi kota-kota yang secara eksisting tidak terdapat pada hirarki yang sama, sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.2.

TABEL 3.2

SISTEM PERKOTAAN PKN KAWASAN PERKOTAAN BANDUNG RAYA

PKN Kota Hirarkhi I Kota Hirarkhi II Kota Hirarkhi III

Kawasan Perkotaan Bandung Raya Kota Bandung Soreang Ciwidey Banjaran Majalaya Ciparay Cicalengka Rancaekek Cilengkrang Padalarang Cililin Ngamprah Cisarua Lembang Kota Cimahi Tanjungsari c. Memantapkan fungsi PKN Cirebon

PKN Cirebon meliputi kawasan perkotaan Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon, yang ditetapkan berdasarkan upaya untuk menciptakan pusat pertumbuhan baru di wilayah timur Jawa Barat, dan pemerataan pertumbuhan wilayah serta memperhatikan posisi strategis yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, PKN Cirebon memiliki infrastruktur dan fasilitas yang mendukung fungsinya sebagai PKN. Namun, ditinjau dari skala pelayanan ekonomi dan persebaran penduduk, PKN Cirebon belum

(7)

berkembang sebagai sebuah PKN. Proses pengembangan PKN Cirebon tidak dapat disamakan dengan proses pengembangan PKN Kawasan Perkotaan Bodebek maupun PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya, mengingat potensi aksesibiitas dengan pusat-pusat pemerintahan, jasa dan produksi berskala nasional dan internasional tidak dimiliki oleh PKN Cirebon. Ketersediaan fasilitas secara fisik saja tidak mencukupi jika tidak ditunjang oleh pelayanan berkualitas dan berskala nasional dan internasional.

Kawasan Andalan Ciayumajakuning yang merupakan wilayah belakang PKN Cirebon, masih perlu didorong perkembangannya. Peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur, kegiatan ekonomi yang sesuai dengan kondisi lokal serta berorientasi pasar nasional maupun internasional, serta peningkatan pelayanan kegiatan bisnis dan pemerintahan berskala nasional dan internasional di PKN Metropolitan Cirebon diharapkan dapat membantu perkembangan kawasan Ciayumajakuning serta pemantapan fungsi PKN Cirebon.

Penetapan sistem perkotaan PKN Cirebon ditetapkan hirarki kota sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.3.

TABEL 3.3

SISTEM PERKOTAAN PKN CIREBON

PKN Kota Hirarkhi I Kota Hirarkhi II Kota Hirarkhi III

Cirebon Kota Cirebon Sumber Arjawinangun Palimanan Lemahabang Ciledug

2. Penetapan Pangandaran dan Palabuhanratu sebagai PKNp yang mempunyai fungsi tertentu dengan skala pelayanan internasional, nasional atau beberapa provinsi.

PKNp Pangandaran ditetapkan dengan memperhatikan potensi pariwisata yang akan dikembangkan dengan dukungan pembangunan pusat rekreasi terpadu skala nasional dan internasional.

PKNp Palabuhanratu ditetapkan dengan memperhatikan potensi perikanan yang akan dikembangkan dengan dukungan pembangunan pusat bisnis kelautan skala pelayanan nasional dan internasional.

(8)

B. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Wilayah-Provinsi (PKWp)

Upaya mengendalikan perkembangan PKN Kawasan Perkotaan Bodebek dan PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya, serta upaya mendorong pemantapan fungsi PKN Cirebon perlu didukung dengan upaya mendorong pemantapan fungsi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) terutama dalam memberikan pelayanan skala regional yang dapat mengurangi pergerakan langsung dari PKL dan kawasan perdesaan ke PKN.

PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Kinerja PKW sebagai pusat-pusat pertumbuhan disetiap kawasan andalan perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil kajian, keberadaan kawasan andalan belum cukup efektif dalam pengembangan kawasan, sehingga upaya untuk mendorong sinergitas antara pengembangan PKW perlu ditingkatkan. Pengembangan infrastruktur dan pelayanan yang bersifat lokal diharapkan dapat dipenuhi oleh PKW sebagai pusat koleksi dan distribusi yang dapat melayani kebutuhan kawasan andalan terkait.

Sebagai upaya mendorong perkembangan pusat-pusat kegiatan yang dapat memantapkan fungsi PKW, rencana pengembangan sistem perkotaan Provinsi Jawa Barat menetapkan PKW dan Pusat Kegiatan Wilayah-Provinsi (PKWp).

Kriteria penentuan PKW adalah kawasan perkotaan yang mempunyai potensi untuk mendorong pertumbuhan daerah sekitarnya, pusat pengolahan atau pengumpul barang, simpul transportasi, dan pusat jasa publik dengan skala beberapa kabupaten. Fasilitas minimum yang tersedia di PKW adalah:

a. Perhubungan : pelabuhan udara, dan/atau pelabuhan laut dan/atau terminal tipe B

b. Ekonomi : pasar induk regional c. Kesehatan : rumah sakit umum tipe B d. Pendidikan : perguruan tinggi

Pusat Kegiatan Wilayah-Provinsi (PKWp) adalah kawasan perkotaan yang berpotensi pada bidang tertentu dan memiliki pelayanan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota serta berperan sebagai penyeimbang dalam pengembangan wilayah provinsi. Fasilitas minimum yang tersedia di PKWp adalah sesuai fasilitas minimum untuk PKW, serta diusulkan menjadi PKW.

(9)

Rencana pengembangan sistem perkotaan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Wilayah – Provinsi (PKWp) di Jawa Barat, terdiri atas :

a. Penetapan Kota Sukabumi, Palabuhanratu, Cikampek-Cikopo, Indramayu, Kadipaten, Tasikmalaya dan Pangandaran sebagai PKW dengan peran menjadi pusat koleksi dan distribusi skala nasional.

b. Penetapan Kota Banjar, dan Rancabuaya sebagai PKWp yang mempunyai fungsi tertentu dengan skala pelayanan provinsi atau beberapa Kabupaten/Kota.

C. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

Dalam upaya mendorong perkembangan fungsi Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dan kaitannya dengan desa pusat produksi, rencana pengembangan sistem perkotaan menetapkan PKL dalam sistem perkotaan provinsi sebagai pendukung berfungsinya PKW dan mengurangi pergerakan dari desa pusat produksi langsung ke PKN. PKL diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal di setiap kabupaten dan/atau beberapa kecamatan terdekat. Untuk itu, setiap PKL akan dilengkapi dengan fasilitas minimum yang perlu ada untuk mendorong berfungsinya PKL. Namun, pembangunan atau peningkatan fasilitas tersebut juga perlu dilengkapi dengan peningkatan dalam kualitas pelayanan fasilitas sehingga dapat memenuhi kebutuhan penduduk di dalam wilayah pelayanan. Desa pusat produksi diproyeksikan menjadi pusat-pusat perdesaan yang menjadi basis produksi di setiap kawasan andalan.

PKL yang ditetapkan terdiri dari pusat kegiatan lokal perkotaan dan pusat kegiatan lokal perdesaan. PKL perkotaan adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Sedangkan PKL perdesaan adalah kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal yang menghubungkan desa sentra produksi dengan PKL perkotaan. Penetapan PKL perkotaan diarahkan pada pertimbangan teknis bahwa kota-kota yang ditetapkan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan dengan kegiatan-kegiatan yang berciri perkotaan, seperti industri, permukiman perkotaan, perdagangan dan jasa, dan lainnya.

PKL pedesaan diarahkan untuk menjadi pusat kegiatan koleksi dan distribusi bagi wilayah-wilayah belakangnya dan ditetapkan sebagai kawasan yang dapat dikembangkan secara terbatas untuk kegiatan industri berbasis pertanian.

(10)

Rencana pengembangan sistem perkotaan PKL di Jawa Barat, terdiri atas :

a. Penetapan kawasan Cibadak, Cianjur, Sindangbarang, Purwakarta, Karawang, Sumedang, Pamanukan, Subang, Jalan Cagak, Jatibarang, Majalengka, Kuningan, Garut, Pameungpeuk, Singaparna, Ciamis, Banjarsari, Parigi sebagai PKL perkotaan dengan wilayah pelayanan Kabupaten/Kota dan beberapa kecamatan. b. Penetapan Jampang Kulon, Sagaranten, Jampang Tengah, Sukanagara,

Wanayasa, Plered, Rengasdengklok, Cilamaya, Wado, Tomo, Conggeang, Ciasem, Pagaden, Kalijati, Pusakanagara, Karangampel, Kandanghaur, Patrol, Gantar, Kertajati, Jatiwangi, Rajagaluh, Cikijing, Talaga, Cilimus, Ciawigebang, Luragung, Kadugede, Cikajang, Bungbulang, Karangnunggal, Kawali, Cijeungjing, Cikoneng, Rancah, Panjalu, Pamarican, Cijulang sebagai PKL perdesaan dengan wilayah pelayanan Kabupaten/Kota dan beberapa kecamatan.

Rencana pengembangan sistem perkotaan provinsi sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.4.

TABEL 3.4

SISTEM PERKOTAAN PROVINSI

NO KAB./KOTA PKN PKNp PKW PKWp PERKOTAANPKL PERDESAANPKL 1 Kota Bekasi Bodebek 2 Kab Bekasi 3 Kota Bogor 4 Kab Bogor 5 Kota Depok

6 Kota Sukabumi Sukabumi

7 Kab Sukabumi Palabuhanratu Palabuhanratu Cibadak Jampang kulon Sagaranten Jampang tengah 8 Kab Cianjur Cianjur

Sindangbarang Sukanagara 9 Kab Purwakarta

Cikopo-Cikampek Purwakarta WanayasaPlered 10 Kab Karawang Karawang Rengasdengklok

Cilamaya 11 Kota Bandung Kawasan Perkotaan Bandung Raya 12 Kab Bandung 13 Kab Bandung Barat 14 Kota Cimahi

15 Kab Sumedang Sumedang Wado Tomo Conggeang 16 Kab Subang Pamanukan

Subang Jalan Jagak Ciasem Pagaden Kalijati Pusakanagara 17 Kab Indramayu Indramayu Jatibarang Karangampel

Kandanghaur Patrol

(11)

NO KAB./KOTA PKN PKNp PKW PKWp PERKOTAANPKL PERDESAANPKL 18 Kota Cirebon

Cirebon 19 Kab Cirebon

20 Kab

Majalengka Kadipaten Majalengka KertajatiJatiwangi Rajagaluh Cikijing Talaga 21 Kab Kuningan Kuningan Cilimus

Ciawigebang Luragung Kadugede 22 Kab Garut Rancabuaya Garut

Pameungpeuk CikajangBungbulang 23 Kota

Tasikmalaya Tasikmalaya 24 Kab

Tasikmalaya Singaparna Karangnunggal 25 Kab Ciamis Pangandaran Pangandaran Ciamis

Banjarsari Parigi Kawali Cijeungjing Cikoneng Rancah Panjalu Pamarican Cijulang 26 Kota Banjar Banjar

3.2 RENCANA PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH

Rencana pengembangan infrastruktur wilayah terdiri dari pengembangan infrastruktur jalan dan perhubungan, pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi berbasis DAS, pengembangan infrastruktur energi dan kelistrikan, pengembangan infrastruktur telekomunikasi, pengembangan infrastruktur permukiman.

Tujuan pengembangan infrastruktur wilayah provinsi adalah menyediakan infrastruktur wilayah yang mampu mendukung aktivitas ekonomi, sosial dan budaya melalui :

1. Penyediaan infrastruktur jalan dan perhubungan yang handal dan terintegrasi untuk mendukung tumbuhnya pusat pertumbuhan

2. Penyediaan infrastruktur sumber daya air dan irigasi yang handal berbasis DAS untuk mendukung upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air

3. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas infrastruktur energi dan kelistrikan 4. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas infrastruktur telekomunikasi 5. Peningkatan penyediaan infrastruktur permukiman.

(12)

3.2.1 Rencana Pengembangan Infrastruktur Jalan dan Perhubungan

Pembangunan infrastruktur jalan dan perhubungan dimaksudkan untuk menyediakan infrastruktur jalan dan perhubungan yang handal dan terintegrasi, yang dilakukan melalui pendekatan wilayah pengembangan, guna terciptanya keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah serta mendukung tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan.

Rencana pengembangan infrastruktur jalan dan perhubungan adalah:

1. Pengembangan jaringan jalan primer yang melayani distribusi barang dan jasa yang menghubungkan PKN, PKNp, PKW, PKWp, dan PKL.

2. Pengembangan jaringan jalan tol dalam kota maupun antar kota sebagai penghubung antar pusat kegiatan utama

3. Pengembangan jaringan kereta api yang berfungsi sebagai penghubung antar PKN, serta antara PKN dengan PKNp dan PKWp

4. Pengembangan bandara dan pelabuhan nasional maupun internasional serta terminal guna memenuhi kebutuhan pergerakan barang dan jasa dari dan ke Jawa Barat dalam skala regional, nasional, maupun internasional

5. Pengembangan sistem angkutan umum massal dalam rangka mendukung pengembangan pusat kegiatan utama.

Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut :

a. Menghubungkan secara menerus PKN, PKW, PKL sampai ke pusat kegiatan lingkungan

(13)

Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan primer terdiri dari:

a. Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antar PKN atau antara PKN dengan PKW dan antar kota yang melayani kawasan berskala besar dan atau cepat berkembang dan atau pelabuhan-pelabuhan utama.

b. Jalan kolektor primer menghubungkan secara berdaya guna antar PKW atau antara PKW dengan PKL dan atau kawasan-kawasan berskala kecil dan atau pelabuhan regional dan pelabuhan pengumpan lokal.

c. Jalan lokal primer menghubungkan secara berdaya guna PKN dengan PKL, PKW dengan PKL, antar PKL atau PKL dengan pusat kegiatan lingkungan serta antar pusat kegiatan lingkungan.

Berdasarkan pengertian tersebut, kriteria jalan arteri primer adalah :

1. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota. 2. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.

3. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.

4. lebar perkerasan jalan arteri primer tak kurang dari 8 meter.

5. Lalu-lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu-lintas regional, untuk itu lalu-lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu-lintas ulang-alik dan lalu-lintas lokal yang bersumber dari kegiatan lokal.

6. Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini.

7. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/ akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 m.

8. Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu-lintasnya.

9. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih dari volume lalu lintas rata-rata. 10. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang

lain.

11. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan tidak diijinkan.

12. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, seperti: rambu, marka, lampu pengatur lalu-lintas, lampu penerangan jalan, dan lain lain.

13. Jalur khusus harus disediakan yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.

(14)

14. Jalan arteri primer harus dilengkapi dengan median.

Jaringan jalan kolektor primer dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan kota-kota besar pusat kegiatan nasional, antar pusat kegiatan wilayah dan/atau kawasan-kawasan berskala kecil dan/atau pelabuhan pengumpan regional serta pelabuhan pengumpan lokal.

Berdasarkan pengertian tersebut maka kriteria jalan kolektor primer adalah : 1. Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota. 2. Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer. 3. Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40

km/jam.

4. Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 m.

5. Jumlah jalan masuk ke jalan koletor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 m.

6. Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diijinkan melalui jalan ini.

7. Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu-lintasnya.

8. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas lebih besar dari volume lalu-lintas rata-rata.

9. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk.

10. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, seperti: rambu, marka, almpu pengatur lalu-lintas dan lampu penerangan jalan.

11. Besarnya lalu-lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri primer.

12. Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lainnya.

Jaringan Jalan Tol dikembangkan dan diselenggarakan untuk menghubungkan antar PKN, PKN dan PKW, serta antar kota dalam PKN, memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang, serta meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Pengembangan lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan terminal untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda

(15)

dan antarmoda di tempat tertentu. Pengembangan terminal penumpang, terdiri atas terminal penumpang Tipe A, Tipe B, dan Tipe C, dengan fungsi sebagai berikut :

a. Terminal Tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar provinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.

b. Terminal Tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam provinsi, serta angkutan kota dan/atau angkutan perdesaan.

c. Terminal Tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan perdesaan. Penetapan lokasi terminal dilakukan dengan memperhatikan :

a. Rencana kebutuhan Terminal yang merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

b. Tingkat aksesibilitas Pengguna Jasa angkutan.

c. Kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

d. Kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau kinerja jaringan jalan, jaringan trayek, dan jaringan lintas;

e. Kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat kegiatan; f. Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain;

g. Permintaan angkutan;

h. Kelayakan teknis,finansial, dan ekonomi;

i. Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan atau; j. Kelestarian Lingkungan Hidup.

Pengembangan infrastruktur Kereta Api dilakukan sesuai fungsi sebagai jaringan perkeretaapian umum, yang meliputi perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antarkota. Jaringan jalur kereta api antarkota menghubungkan antar-PKN, PKW dengan PKN, atau antar-PKW. Sedangkan jaringan jalur kereta api perkotaan menghubungkan kawasan perkotaan dengan bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan primer/sekunder/tersier dan pelabuhan internasional/nasional atau mendukung aksesibilitas di kawasan perkotaan metropolitan.

(16)

Pengembangan infrastruktur kepelabuhanan meliputi pelabuhan umum dan pelabuhan khusus. Pengembangan infrastruktur pelabuhan umum diselenggarakan guna mewujudkan sistem transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Pelabuhan umum terdiri atas pelabuhan internasional hub, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional, pelabuhan regional, dan pelabuhan lokal.

Pelabuhan internasional dikembangkan untuk melayani kegiatan pelayaran dan alih muat peti kemas angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah besar, menjangkau wilayah pelayanan sangat luas, dan menjadi simpul jaringan transportasi laut internasional. Pelabuhan internasional ditetapkan dengan kriteria :

a. berhadapan langsung dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia dan/atau jalur pelayaran internasional

b. berjarak paling jauh 500 (lima ratus) mil dari Alur Laut Kepulauan Indonesia atau jalur pelayaran internasional

b. bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN dalam sistem transportasi antarnegara

c. berfungsi sebagai simpul utama pendukung pengembangan produksi kawasan andalan ke pasar internasional

d. berada di luar kawasan lindung

e. berada pada perairan yang memiliki kedalaman paling sedikit 9 (sembilan) meter. Pelabuhan nasional dikembangkan untuk melayani kegiatan pelayaran dan alih muat peti kemas angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah menengah, menjangkau wilayah pelayanan menengah, memiliki fungsi sebagai simpul jaringan transportasi laut nasional. Pelabuhan nasional ditetapkan dengan kriteria :

a. merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN dalam sistem transportasi antarprovinsi

b. berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan andalan ke pasar nasional

c. memberikan akses bagi pengembangan pulau-pulau kecil dan kawasan andalan laut, termasuk pengembangan kawasan tertinggal

d. berada di luar kawasan lindung

(17)

Pelabuhan regional dikembangkan untuk melayani kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan laut nasional dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah menengah, dan menjangkau wilayah pelayanan menengah. Pelabuhan regional ditetapkan dengan kriteria :

a. merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN atau PKW dalam sistem transportasi antarprovinsi

b. berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan andalan ke pasar regional

c. memberikan akses bagi pengembangan kawasan andalan laut, kawasan pedalaman sungai, dan pulau-pulau kecil, termasuk pengembangan kawasan tertinggal

d. berada di luar kawasan lindung

e. berada pada perairan yang memiliki kedalaman paling sedikit 4 (empat) meter.

Pelabuhan lokal dikembangkan untuk melayani kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan laut lokal dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah kecil, serta menjangkau wilayah pelayanan terbatas. Pelabuhan lokal ditetapkan dengan kriteria :

a. merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW atau PKL dalam sistem transportasi antarkabupaten/kota dalam satu provinsi

b. berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan budi daya di sekitarnya ke pasar lokal

c. berada di luar kawasan lindung

d. berada pada perairan yang memiliki kedalaman paling sedikit 1,5 (satu setengah) meter dan dapat melayani pelayaran rakyat.

Pengembangan infrastruktur pelabuhan khusus diselenggarakan untuk menunjang pengembangan kegiatan atau fungsi tertentu, antara lain fungsi pertahanan keamanan, kegiatan perindustrian, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, pariwisata, atau bidang lainnya, yang dalam pelaksanaan kegiatan usaha pokoknya memerlukan fasilitas pelabuhan. Sebagai contoh adalah pangkalan angkatan laut untuk fungsi pertahanan keamanan, pelabuhan perikanan untuk kegiatan perikanan, pelabuhan minyak dan gas bumi untuk kegiatan pertambangan. Pelabuhan khusus dapat dialihkan fungsinya menjadi pelabuhan umum dengan memperhatikan sistem transportasi laut.

Pengembangan infrastruktur transportasi udara dilakukan dalam kinerja Bandar Udara dan Pangkalan Udara. Bandar Udara merupakan lapangan terbang yang

(18)

dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. Sedangkan Pangkalan udara merupakan kawasan di daratan dan/atau di perairan dalam wilayah Republik Indonesia yang dipergunakan untuk kegiatan penerbangan Tentara Nasional Indonesia.

Bandar udara menurut fungsinya merupakan simpul dalam jaringan transportasi udara sesuai dengan hirarki fungsinya, pintu gerbang kegiatan perekonomian nasional dan internasional, dan tempat kegiatan alih moda transportasi. Sedangkan menurut hirarki fungsi dibedakan atas bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran.

Bandar udara ditentukan berdasarkan penilaian atas kriteria : a. Sistem perkotaan PKN, PKW dan PKL

b. Status Penggunaan Bandar Udara Internasional dan Domestik

c. Jumlah kepadatan penumpang yang meliputi datang dan berangkat, transit, dan frekuensi penerbangan.

d. Rute penerbangan yang terdiri dari rute penerbangan dalam negeri, rute penerbangan luar negeri, rute dalam negeri yang menjadi cakupannya, penilaian atas kriteria bandar udara diatur dengan Keputusan Menteri, bandar udara berdasarkan hirarki fungsi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Tatanan kebandarudaraan terdiri dari bandar udara umum dan bandar udara khusus. Bandar udara umum terdiri dari bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan primer, bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan sekunder, bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan tersier, dan bandar udara bukan pusat penyebaran. Pusat penyebaran sekunder diarahkan untuk melayani penumpang dalam jumlah sedang dengan lingkup pelayanan dalam satu provinsi dan terhubungkan dengan pusat penyebaran primer.

Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari rencana sistem perkotaan dan rencana infrastruktur jalan dan perhubungan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Rencana pengembangan infrastruktur jalan dan perhubungan sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.5.

(19)

Gambar 3.1 Peta Struktur Ruang

(20)

Tabel 3.5

Rencana Pengembangan Infrastruktur Jalan dan Perhubungan

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan 1 Infrastruktur

Jalan 1. Pengembanganjalan primer jaringansebagai penghubung antara pusat-pusat kegiatan, baik antar PKN, PKN dan PKW, antar

PKW, PKW dan PKL,

maupun dengan kawasan strategis nasional dan provinsi. WP Bodebekpunjur-WP Purwasuka-WP KK Cekungan Bandung – WP Ciayumajakuning

 Pembangunan jalan kolektor primer lintas utara Daerah  Peningkatan kapasitas dan

kondisi ruas jalan strategis WP Ciayumajakuning-WP KK Cekungan Bandung – WP Priatim – Pangandaran

 Peningkatan jalan poros timur di jalur Pangandaran- Ciamis– Cikijing-Cirebon

 Peningkatan kapasitas dan kondisi ruas jalan strategis WP Sukabumi dsk- WP KK Cekungan Bandung, WP Priatim – Pangandaran

 Pembangunan jalan lintas selatan Daerah

 Peningkatan status jalan lintas selatan Daerah menjadi jalan nasional

 Peningkatan kapasitas dan kondisi ruas jalan strategis  Penyelesaian penanganan jalan

dan jembatan di Daerah bagian selatan

 Pembangunan jalan poros tengah di jalur Bandung-Pangalengan-Rancabuaya. WP Bodebekpunjur-WP KK Cekungan Bandung – WP Sukabumi dsk

 Peningkatan Status dan Fungsi Ruas Jalan Strategis

 Peningkatan kualitas sarana prasarana dasar di daerah perbatasan Jabar-Banten dan perbatasan Jabar - DKI

 Optimasi Jalur Vertikal Pelabuhan Ratu-Cikidang-Cibadak-Bogor-Depok-Jakarta.

WP

Bodebekpunjur  Peningkatankondisi ruas jalan strategis.kapasitas dan WP Purwasuka  Pengembangan infrastruktur jalan mencakup peningkatan kapasitas dan kondisi ruas jalan strategis

 Pembangunan jalan lingkar

Karawang di Kabupaten

Karawang WP

Ciayumajakuning  Pembangunanselatan di Kota Cirebon dan jalanjalan lingkar lingkar Kadipaten di Kabupaten Majalengka

 Peningkatan kapasitas dan kondisi ruas jalan strategis. WP

(21)

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan WP Sukabumi dsk  Pembangunan Jalan Lingkar

Sukabumi di Kabupaten

Sukabumi dan Kota Sukabumi, serta jalan lingkar Cianjur di Kabupaten Cianjur

 Peningkatan kapasitas dan kondisi ruas jalan strategis WP KK Cekungan

Bandung  PembangunanMajalaya dan jalanBanjaranlingkardi Kabupaten Bandung

 Pembangunan jalan alternatif Bandung-Lembang

 Peningkatan kapasitas dan kondisi ruas jalan strategis. 2. Pengembangan jaringan

jalan tol dalam kota maupun antar kota sebagai penghubung antar pusat-pusat kegiatan utama

WP Bodebekpunjur-WP Purwasuka-WP KK Cekungan Bandung –WP Ciayumajakuning

 Pembangunan jalan Tol Cileunyi– Sumedang-Dawuan

(CISUMDAWU) dan jalan Tol Cikopo/Cikampek-Palimanan (CIKAPALI) WP Ciayumajakuning-WP KK Cekungan Bandung – WP Priatim -Pangandaran

 Pembangunan jalan Tol Cileunyi-Nagrek-Ciamis-Banjar WP Bodebekpunjur-WP KK Cekungan Bandung – WP Sukabumi dsk.

 Pembangunan Jalan Tol Ciawi-Sukabumi, Sukabumi-Ciranjang, dan Ciranjang-Padalarang WP

Bodebekpunjur  Pembangunan jalan tol BogorRing Road, Depok-Antasari, Cinere-Jagorawi, Cimanggis-Cibitung, Cikarang-Tanjungpriok, Bekasi-Cikarang-Kp.Melayu, dan Serpong-Cinere

 Pembangunan jalan lingkar Leuwiliang di Kabupaten Bogor WP

Ciayumajakuning  Pembangunan jalan tol Kanci -Pejagan di Kota Cirebon WP KK Cekungan

Bandung  Pembangunan jalan tol Soreang-Pasirkoja, jalan tol dalam Kota Bandung (Terusan Pasteur-Ujungberung-Cileunyi) dan Ujungberung-Gedebage-Majalaya 2 Infrastruktur

Perhubungan

1. Pengembangan jaringan kereta api yang berfungsi sebagai penghubung antar PKN, antara PKN dan PKW, serta antar PKW. WP Bodebekpunjur-WP Purwasuka-WP KK Cekungan Bandung–WP Ciayumajakuning

 Pembangunan jalur Kereta Api

Antar Kota

Rancaekek-Jatinangor- Tanjungsari-Kertajati-Kadipaten-Cirebon.  Peningkatan keandalan sistem

jaringan jalur KA lintas selatan yang menghubungkan kota-kota Purwakarta-Bandung;

 Pembangunan jalur KA cepat lintas Jakarta-Bandung;

 Pembangunan rel ganda parsial jalur KA Cisomang-Cikadondong

(22)

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan WP Ciayumajakuning-WP KK Cekungan Bandung-WP Priangan Timur-Pangandaran

 Peningkatan keandalan sistem jaringan jalur KA lintas selatan yang menghubungkan kota-kota Bandung-Tasikmalaya-Banjar WP Bodebekpunjur-WP KK Cekungan Bandung – WP Sukabumi dsk.

 Revitalisasi Jalur KA Antar Kota Bandung-Sukabumi-Bogor

WP

Bodebekpunjur  Peningkatan/Pembangunanganda KA Perkotaan Manggarai-rel Cikarang (lintas Manggarai-Jatinegara-Bekasi)

 Peningkatan rel ganda KA Perkotaan Parung Panjang-Tenjo  Pengembangan KA Perkotaan

Jabodetabek

 Peningkatan jalur KA Antar Kota Bogor-Sukabumi

Pembangunan shortcut jalur KA Perkotaan Parung Panjang-Citayam

WP Purwasuka  Pembangunan Shortcut Jalur KA Antar Kota Cibungur-Tanjungrasa di Kab. Karawang dan Kab. Purwakarta

 Peningkatan keandalan sistem jaringan jalur KA lintas selatan yang menghubungkan kota-kota Cikampek-Purwakarta

 Peningkatan jalur KA lintas Cikampek-Padalarang, termasuk peningkatan spoor emplasemen  Pembangunan rel ganda parsial

antara Purwakarta-Ciganea  Elektrifikasi rel ganda KA Antar

Kota Cikarang-Cikampek

 Peningkatan keandalan sistem jaringan KA lintas utara Jakarta-Cikampek

 Pembangunan jalur KA cepat lintas Jakarta-Surabaya

WP

Ciayumajakuning  Pembangunan dan peningkatansistem jaringan jalur KA lintas

utara-selatan yang

menghubungkan Kota Indramayu –Jatibarang

 Pembangunan dan peningkatan sistem jaringan jalur KA lintas

utara-selatan yang

menghubungkan Kota Kadipaten-Cirebon

 Reaktivasi jalur KA Antar Kota Cirebon-Kadipaten-Kertajati  Peningkatan keandalan sistem

(23)

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan WP

Priatim-Pangandaran  Reaktivasi jalur KA Antar KotaBanjar-Cijulang  Reaktivasi jalur KA

Cikajang-Cibatu

 Pembangunan dan peningkatan sitem jaringan jalur KA lintas

utara-selatan antara

Galunggung-Tasikmalaya

WP Sukabumi dsk  Pembangunan dan peningkatan sistem jaringan jalur KA lintas

utara-selatan yang

menghubungkan kota-kota Bogor-Sukabumi-Cianjur-Padalarang

WP KK Cekungan

Bandung  Pembangunan jalur ganda KAPerkotaan Kiaracondong-Rancaekek-Cicalengka

 Elektrifikasi jalur KA Perkotaan Padalarang-Kiaracondong-Cicalengka

 Reaktivasi jalur KA Perkotaan

Rancaekek-Jatinangor-Tanjungsari

 Reaktivasi jalur KA Perkotaan Cikudapateuh-Soreang-Ciwidey  Pembangunan/pengembangan

KA perkotaan di Kota Bandung;  Pembangunan DT Bandung

Urban Railway Transport Development, Electrification Padalarang-Cicalengka Line 2. Pengembangan bandara

dan pelabuhan nasional maupun internasional serta terminal guna memenuhi kebutuhan pergerakan dari dan ke Jawa Barat dalam skala regional, nasional, maupun internasional

WP

Bodebekpunjur  Pengembangan Pelabuhan Lautdi Kabupaten Bekasi  Penyediaan terminal tipe A di Kota Bogor, Kota Depok, dan Kabupaten Bekasi

 Optimalisasi fungsi Pangkalan Udara Atang Sanjaya di Kabupaten Bogor

WP Purwasuka  Pembangunan Pelabuhan Laut Internasional Cilamaya di Kabupaten Karawang

 Optimalisasi fungsi Pangkalan Udara Kalijati di Kab. Subang  Penyediaan Terminal Tipe A di

Kabupaten Karawang WP

Ciayumajakuning  Pembangunan Bandar udaraInternasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Kabupaten

Majalengka sebagai Pusat Persebaran Sekunder

 Optimalisasi fungsi Bandar udara Cakrabuwana (Penggung) di Kota Cirebon sebagai Pusat Persebaran Tersier

 Penyediaan terminal Tipe A di Kota Cirebon, Terminal Tipe B di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Indramayu

(24)

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan  Peningkatan kapasitas dan

fungsi Pelabuhan Internasional Arjuna di Kota Cirebon WP

Priatim-Pangandaran  Penyediaan terminal Tipe A diKota Tasikmalaya  Optimalisasi fungsi Bandar

udara Nusawiru di Pangandaran sebagai Pusat Persebaran Tersier dan Pangkalan Udara Cibeureum di Kabupaten Tasikmalaya

WP Sukabumi dsk  Penyediaan terminal tipe A di Kota Sukabumi dan tipe B di Palabuhanratu

 Peningkatan kapasitas pelabuhan laut perikanan samudera di Palabuhanratu

 Pembangunan Pangkalan Udara Citarate di Kabupaten Sukabumi WP KK Cekungan

Bandung  Pengembangan terminal Tipe Adi Kota Bandung dan Kabupaten Bandung

 Optimalisasi fungsi Bandar udara Husein Sastranegara sebagai Pusat Persebaran Tersier 3. Pengembangan transportasi

terpadu dalam rangka mendukung pengembangan pusat-pusat kegiatan utama

WP

Bodebekpunjur  Pengembangan angkutan massalperkotaan  Peningkatan fasilitas dan

prasarana lalu lintas angkutan jalan.

WP Purwasuka  Peningkatan fasilitas dan prasarana lalu lintas jalan WP

Ciayumajakuning  Pengembangan sistem angkutanumum massal di PKN Kawasan Perkotaan Cirebon

 Peningkatan fasilitas dan prasarana lalu lintas angkutan jalan

WP

Priatim-Pangandaran  Peningkatan fasilitas danprasarana lalu lintas angkutan jalan.

WP Sukabumi dsk  Peningkatan sarana dan prasarana lalu lintas angkutan jalan

WP KK Cekungan

Bandung  Pengembangan sistem angkutanumum massal perkotaan  Peningkatan fasilitas dan

prasarana lalu lintas angkutan jalan.

(25)

3.2.2 Rencana Pengembangan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Irigasi Berbasis DAS

Rencana pengembangan prasarana sumber daya air dan irigasi dilaksanakan dalam Wilayah Sungai (WS) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Jawa Barat. Wilayah sungai meliputi WS Cidanau-Ciujung-Cidurian-Cisadane-Ciliwung-Citarum, WS Cimanuk-Cisanggarung, WS Citanduy, WS Ciwulan-Cilaki, dan WS Cisadea-Cibareno. Sedangkan sumber daya air di Jawa Barat mengalir pada 5 (lima) wilayah sungai yang terbagi dalam 41 DAS, dimana 21 DAS mengalir ke utara dan 20 DAS mengalir ke selatan.

Kriteria Pengembangan Sumber Daya Air dan Irigasi : a. Pembangunan waduk/bendungan :

1. Dibangun pada DAS dengan aliran mantap <50%.

2. Dalam rangka mendukung pengembangan PKW dan PKN. b. Rehabilitasi jaringan irigasi :

1. Dilaksanakan pada DAS dengan aliran mantap <50%.

2. Diprioritaskan pada daerah irigasi di wilayah utara Jawa Barat, karena mempunyai nilai produktivitas yang tinggi.

Pada tahun 2029, prediksi kebutuhan air di Jawa Barat meliputi kebutuhan air irigasi, air bersih domestik dan industri mencapai 28.185,84 juta m3/tahun. Sedangkan prediksi ketersediaan air dihitung pada aliran mantap yaitu debit aliran sungai yang diharapkan selalu ada meskipun pada musim kemarau yang dihitung berdasarkan penggunaan lahan yang ada hanya mencapai 14.150,2 juta m3/tahun. Berdasarkan rasio prediksi kebutuhan dan ketersediaan air masing-masing DAS pada tahun 2029 (aliran mantap), kategori DAS di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3.6.

TABEL 3.6

KATEGORI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI JAWA BARAT PADA TAHUN 2029

No Wilayah Sungai DAS MengalirKe

ALIRAN MANTAP Ratio kebutuhan dan

ketersediaan air Kategori DAS

1 Cidanau Ciujung Cidurian Cisadane Ciliwung Citarum

1 Ciliwung Utara 553.71 SANGAT KRITIS

2 Cisadane Utara 296.03 SANGAT KRITIS

3 Ciberang Utara 70.55 TIDAK KRITIS

4 Cidurian Utara 182.59 SANGAT KRITIS

5 Cimanceuri Utara 647.24 SANGAT KRITIS

6 Kali Cakung Utara 814.04 SANGAT KRITIS

(26)

No Wilayah Sungai DAS MengalirKe

ALIRAN MANTAP Ratio kebutuhan dan

ketersediaan air Kategori DAS

8 Kali Bekasi Utara 1,136.86 SANGAT KRITIS

9 Citarum Utara 366.11 SANGAT KRITIS

10 Kali Pegadungan Utara 1,752.86 SANGAT KRITIS

11 Cilamaya Utara 1,244.74 SANGAT KRITIS

12 Ciasem Utara 607.35 SANGAT KRITIS

13 Cipunegara Utara 312.91 SANGAT KRITIS

2 Cimanuk Cisanggarung

1 Cimanuk Utara 138.17 SANGAT KRITIS

2 Cisanggarung Utara 114.76 SANGAT KRITIS

3 Kali Beji Utara 762.51 SANGAT KRITIS

4 Cipanas Utara 537.26 SANGAT KRITIS

5 Cimanggis Utara 614.98 SANGAT KRITIS

6 Ciwaringin Utara 294.53 SANGAT KRITIS

7 Kalibunder Utara 236.59 SANGAT KRITIS

8 Bangkaderes Utara 120.82 SANGAT KRITIS

3 Citanduy 1 Citanduy Selatan 71.87 TIDAK KRITIS

4 Ciwulan Cilaki 1 Ciwulan Selatan 170.76 SANGAT KRITIS

2 Cilaki Selatan 27.71 TIDAK KRITIS

3 Cikandang Selatan 40.72 TIDAK KRITIS

4 Cipalebuh Selatan 41.41 TIDAK KRITIS

5 Cisanggiri Selatan 23.34 TIDAK KRITIS

6 Cikaengan Selatan 16.19 TIDAK KRITIS

7 Cipatujah Selatan 48.13 TIDAK KRITIS

8 Cimedang Selatan 26.86 TIDAK KRITIS

9 Cijulang Selatan 59.77 TIDAK KRITIS

5 Cisadea Cibareno 1 Cisadea Selatan 25.74 TIDAK KRITIS

2 Cibareno Selatan 86.12 KRITIS

3 Citepus Selatan 102.93 SANGAT KRITIS

4 Ciletuh Selatan 119.34 SANGAT KRITIS

5 Cimandiri Selatan 173.12 SANGAT KRITIS

6 Cikaso Selatan 54.98 TIDAK KRITIS

7 Cibuni Selatan 60.87 TIDAK KRITIS

8 Cisokan Selatan 84.81 KRITIS

9 Cipandak Selatan 21.91 TIDAK KRITIS

10 Ciujung Selatan 52.29 TIDAK KRITIS

Jumlah 41 DAS

Kategori DAS sangat kritis menunjukkan rasio kebutuhan dan ketersediaan air lebih besar dari 100%, sedangkan DAS kritis apabila rasio kebutuhan dan ketersediaan air berkisar dari 76% sampai 100%.

Berdasarkan kategori DAS di masing-masing wilayah sungai tersebut, untuk mendukung upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air, maka rencana pengembangan infrastruktur sumber daya air dan irigasi diarahkan untuk menyediakan infrastruktur yang dapat menampung air untuk memenuhi

(27)

kebutuhan air baku di musim kemarau dan sekaligus dapat mengendalikan banjir di musim hujan antara lain berupa waduk dan situ terutama di wilayah sungai dan DAS yang diprediksi pada tahun 2029 dengan kategori sangat kritis dan kritis.

Rencana pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi, meliputi :

1. Pengembangan waduk/bendungan, situ, dan embung dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.

2. Pengembangan prasarana pengendali daya rusak air. 3. Pengembangan jaringan irigasi.

4. Rehabilitasi kawasan hutan dan lahan kritis di Hulu DAS kritis dan sangat kritis.

Rencana pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Rencana Pengembangan Infrastruktur Sumberdaya Air dan Irigasi

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan 1 Infrastruktur

Sumberdaya Air

1. Pengembangan

waduk/bendungan, situ, dan embung dalam rangka

konservasi dan pendayagunaan sumber daya air WP Bodebekpunjur Pembangunan waduk di WS Cidanau-Ciujung- Cidurian-Cisadane-Ciliwung-Citarum, meliputi :  Pembangunan Waduk Ciawi, Narogong, Genteng, Sodong, Tanjung, Parung Badak, Cijuray, dan Cidurian di Kabupaten Bogor dan Waduk Limo di Kota Depok

 Revitalisasi dan optimalisasi fungsi waduk dan danau/situ

 Rehabilitasi hutan dan lahan kritis di hulu DAS WP Purwasuka  Pembangunan Waduk

Sadawarna, Cilame, Talagaherang, Cipunagara, Kandung dan Bodas di Kabupaten Subang

 Revitalisasi dan optimalisasi fungsi waduk dan danau/situ

 Rehabilitasi hutan dan lahan kritis di hulu DAS

(28)

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan WP

Ciayumajakuning  Pembangunan WadukCipasang, Kadumanik, Cipanas, dan Cipanas Saat di Kabupaten Sumedang, dan Waduk Lapangan Cinunjang di Kabupaten Kuningan  Revitalisasi dan

optimalisasi waduk dan danau/situ

 Rehabilitasi hutan dan lahan kritis di hulu DAS WP Priangan Timur dan Pangandaran  Pembangunan waduk di WS Citarum, meliputi : Waduk Cibatarua di Kabupaten Garut  Pembangunan waduk di WS Citanduy, meliputi : Waduk Cikembang dan Leuwikeris di Kabupaten Ciamis

 Pembangunan waduk di WS Ciwulan-Cilaki, meliputi : Waduk Lapangan Gagah Jurit, Sukahurip, Hyang di Kabupaten Ciamis, dan Waduk Ciwulan di Kabupaten Tasikmalaya  Revitalisasi dan

optimalisasi fungsi waduk dan danau/situ WP Sukabumi dan

sekitarnya  Pembangunan waduk diWS Cisadea-Cibareno, meliputi : Waduk Citepus, Waduk Ciletuh, Waduk Cikarang, Waduk Cikaso, Waduk

Warungkiara dan Waduk Cibareno di Kabupaten Sukabumi, serta Waduk Cibuni dan Waduk Cimaskara di Kabupaten Cianjur

 Revitalisasi dan optimalisasi fungsi situ WP KK Cekungan

Bandung  Pembangunan WadukSukawana, Santosa, Ciwidey, Cimeta, Cikapundung, Citarik dan Tegalluar di Kabupaten Bandung  Revitalisasi dan optimalisasi fungsi waduk dan danau/situ

(29)

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan 2. Pengembangan prasarana

pengendali daya rusak air WPBodebekpunjur  Pengembanganinfrastruktur pengendali banjir

WP Purwasuka  Pengembangan infrastruktur pengendali banjir

WP

Ciayumajakuning  Pengembanganinfrastruktur pengendali banjir WP Priangan Timur dan Pangandaran  Pengembangan infrastruktur pengendali banjir  Pembangunan Daerah Irigasi Leuwigoong di Kabupaten Garut  Peningkatan kondisi jaringan irigasi. WP Sukabumi dan

sekitarnya  Pengembanganinfrastruktur pengendali banjir

WP KK Cekungan

Bandung  Pengembanganinfrastruktur pengendali banjir 2 Infrastruktur Irigasi 1. Pengembangan jaringan irigasi. WP Bodebekpunjur- Purwasuka-Cekungan Bandung-Ciayumajakuning  Peningkatan kondisi jaringan irigasi di bagian utara. WP

Bodebekpunjur  Peningkatan kondisijaringan irigasi WP Purwasuka  Peningkatan kondisi

jaringan irigasi. WP

Ciayumajakuning  Pembangunan DaerahIrigasi Rengrang di Kabupaten Sumedang  Peningkatan kondisi jaringan irigasi. WP Priangan Timur dan Pangandaran  Pembangunan Daerah Irigasi Leuwigoong di Kabupaten Garut  Peningkatan kondisi jaringan irigasi. WP Sukabumi dan

sekitarnya  Peningkatan kondisijaringan irigasi WP KK Cekungan

(30)

3.2.3 Rencana Pengembangan Infrastruktur Energi dan Kelistrikan

Rencana pengembangan prasarana energi dan kelistrikan adalah :

1. Pengembangan instalasi dan jaringan distribusi listrik untuk meningkatkan pasokan listrik ke seluruh wilayah Jawa Barat;

2. Pengembangan energi terbarukan meliputi pengembangan panas bumi, energi potensial air, energi surya, energi angin dan bioenergi; dan

3. Pengembangan energi tak terbarukan meliputi Bahan Bakar Minyak (BBM), gas, dan batubara untuk meningkatkan pasokan energi.

Pengembangan energi ditujukan untuk meningkatkan pasokan dan cakupan pelayanan energi kepada masyarakat. Peningkatan pasokan ditempuh melalui pengembangan potensi pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan dan tak terbarukan guna memenuhi kebutuhan energi masyarakat dalam jangka panjang. Peningkatan cakupan pelayanan ditempuh melalui pengembangan jaringan infrastruktur energi.

a. Energi Terbarukan

Pengembangan sumber energi terbarukan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan pasokan daya di dalam memenuhi kebutuhan energi masyarakat. Pengembangan sumber-sumber energi terbarukan meliputi pengembangan panas bumi, energi potensial air (mikrohidro), tenaga surya serta tenaga angin, serta sumber energi bahan bakar nabati. Rencana pengembangan sumber energi terbarukan adalah :

1. Meningkatkan pasokan energi listrik melalui pengembangan pemanfaatan sumber energi panas bumi di Kab. Bogor (Awi Bengkok), Sumedang (Tampomas), Kab. Bandung (Cibuni, Patuha, Wayang Windu dan Kamojang, dan Tangkuban Parahu), serta Kab. Garut (Kawah Darajat)

2. Meningkatkan pasokan energi listrik melalui pengembangan sumber energi potensial air (PLTA) di Kabupaten Sumedang (Waduk Jatigede)

3. Mengembangkan pemanfaatan sumber-sumber energi listrik mikrohidro di Kab. Garut (Kec. Bungbulang, Cihurip dan Cikelet), serta Kabupaten Cianjur (Kec. Cigugur, Cidaun dan Naringgul), tenaga surya, serta tenaga angin di wilayah perdesaan potensial serta belum terjangkau oleh sistem jaringan listrik.

(31)

4. Mendorong pengembangan sumber energi bahan bakar nabati dan biogas di kawasan perdesaan sebagai sumber energi alternatif di Kabupaten Garut, Ciamis, Cianjur dan Kabupaten Sukabumi.

b. Energi Tak Terbarukan

Pengembangan energi tak terbarukan mencakup pengembangan energi yang bersumber dari Bahan Bakar Minyak (BBM), Gas, dan batubara untuk meningkatkan pasokan energi listrik. Rencana pengembangan energi tak terbarukan adalah :

1. Meningkatkan pasokan energi listrik melalui pemanfaatan sumber energi batubara untuk meningkatkan pasokan energi listrik di Kabupaten Indramayu (PLTU) dan Kabupaten Sukabumi (PLTU);

2. Mewujudkan pemerataan cakupan pelayanan energi listrik melalui pengembangan listrik perdesaan di wilayah-wilayah yang masih belum terjangkau oleh jaringan listrik.

Tabel 3.8

Rencana Pengembangan Infrastruktur Energi dan Kelistrikan

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan 1 Infrastruktur

Energi dan

Kelistrikan

1. Pengembangan instalasi dan jaringan distribusi listrik untuk meningkatkan

dan memeratakan

pasokan listrik ke seluruh wilayah Jawa Barat 2. Pengembangan energi

terbarukan meliputi pengembangan panas bumi, energi potensial air (mikrohidro), tenaga surya serta tenaga angin, serta sumber energi bahan bakar nabati 3. Pengembangan energi tak

terbarukan meliputi pengembangan energi yang bersumber dari Bahan Bakar Minyak (BBM), gas, dan batubara untuk meningkatkan pasokan energi listrik.

WP

Bodebekpunjur  Pengembangan lapanganpanas bumi eksisting di lapangan panas bumi Awi Bengkok, Gunung Salak di Kabupaten Bogor;  Pengembangan prospek

panas bumi di lapangan panas bumi Ciseeng dan Gn. Pancar di Kabupaten Bogor, serta lapangan panas bumi Gn. Gede Pangrango di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur;

 Pengembangan pemanfaatan sampah sebagai energi di TPA di Kabupaten Bogor,

Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Bogor, dan Kota Depok;

 Pengembangan pipanisasi gas regional dan gas kota di Kota Bogor, Kota Depok,

Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi;

 Pengembangan pemanfaatan energi terbarukan berupa energi air skala kecil, energi surya, energi angin dan bioenergi;

(32)

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan  Pengembangan pemanfaatan

gas alam di Kabupaten Bekasi (SPPBE, LNG Terminal, PLTG,dan LPG plant);  Pengembangan Desa mandiri

energi.

WP Purwasuka  Pengembangan prospek panas bumi di lapangan panas bumi Sagalaherang dan Tangkuban Perahu di Kabupaten Subang;  Pengembangan jaringan

pipanisasi gas (gas pipeline) dan gas kota di Kabupaten

Karawang, Purwakarta, dan Subang;

 Pengembangan pemanfaatan energi terbarukan berupa energi air skala kecil, energi surya, energi angin dan bioenergi;

 Pengembangan pemanfaatan batubara untuk industri;  Pengembangan secara

terkoordinasi pemanfaatan gas alam (SPPBE, PLTG, dan LPG Plant) di Kabupaten Karawang dan Subang;  Pengembangan Desa mandiri

energi. WP

Ciayumajakuning  Pengembangan PLTA WadukJatigede di Kabupaten Sumedang;

 Pengembangan PLTU di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon;  Pengembangan Sumber

Energi Panas Bumi Tampomas di Kabupaten Sumedang, Sangkan Hurip Gunung Ciremai di Kabupaten Kuningan dan Gn. Kromong di Kabupaten Cirebon;  Pengembangan jaringan pipa

gas regional dan gas kota;  Pengembangan pemanfaatan

energi terbarukan berupa energi air skala kecil, energi surya, energi angin dan bioenergi;

 Pengembangan pemanfaatan batubara untuk industri dan pembangkit listrik di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon;

 Pengembangan Desa mandiri energi.

(33)

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan WP Priangan

Timur dan Pangandaran

 Pengembangan pemanfaatan sumber energi panas bumi Kawah Drajat, Kawah Kamojang, Papandayan, Cilayu, Ciarinem, Cikuray dan Guntur Masigit di Kabupaten Garut dan sebagian

Kabupaten Bandung, Gn. Sawal Kabupaten Ciamis, Karaha Bodas, Gn. Galunggung, Cipacing, Ciheras, Cigunung, Cibalong, Cipanas-Ciawi, Cakrabuana di KabupatenTasikmalaya;  Pengembangan pemanfaatan

energi terbarukan berupa energi air skala kecil, energi surya, energy angin, bio-energi;

 Pengembangan infrastruktur pemanfaatan gas alam;  Pengembangan Desa mandiri

energi. WP Sukabumi dan

sekitarnya  Pengembangan PLTAstorage Cisokan di Kabupatenpump Cianjur;

 Pengembangan lapangan panas bumi Cisolok-Cisukarame di Kabupaten Sukabumi, dan prospek panas

bumi di Tanggeung-Cibungur dan Cipanas-Pacet di

Kabupaten Cianjur;

 Pengembangan pemanfaatan energi terbarukan berupa energi air skala kecil, energi surya, energy angin, bio-energi;

 Pengembangan pemanfaatan batubara untuk pembangkit listrik;

 Pengembangan infrastruktur pemanfaatan gas alam; Pengembangan Desa mandiri energi.

WP KK Cekungan

Bandung  Peningkatan energi panasbumi di Cibuni, Patuha, Wayang Windu, Kamojang, Papandayan, Tampomas, Gn. Malabar di Kabupaten Bandung, dan Tangkuban Perahu di Kabupaten Bandung Barat;

 Pengembangan energi dari sampah TPA;

 Pengembangan pemanfaatan energi terbarukan berupa energi air skala kecil, energi surya, energy angin, bio-energi;

(34)

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan  Pengembangan jaringan pipa

gas regional dan gas kota;  Pemanfaatan batubara untuk

industri;

 Pengembangan Desa mandiri energi.

3.2.4 Rencana Pengembangan Prasarana Telekomunikasi

Rencana pengembangan prasarana telekomunikasi adalah:

1. Pengembangan telekomunikasi di desa-desa yang belum terjangkau sinyal telepon 2. Pengembangan telekomunikasi di desa-desa yang belum dilalui jaringan terestrial

telekomunikasi.

Kriteria Pengembangan Fasilitas Telekomunikasi :

Prioritas pengembangan fasilitas telekomunikasi dilakukan pada :

1. Desa-desa yang letaknya berada di daerah tidak terjangkau sinyal telepon genggam/handphone (daerahblank spot).

2. Desa-desa yang jaraknya jauh dari jaringan kabel telepon dan kondisi topografi alamnya sulit untuk dilalui jaringan teresterial telekomunikasi.

3. Desa-desa yang dapat diakses oleh jaringan kabel telepon atau sinyal handphone tetapi desa tersebut tergolong miskin.

Pengembangan infrastruktur telekomunikasi ditujukan untuk membuka akses wilayah-wilayah yang belum terjangkau dan terlayani oleh jaringan telekomunikasi. Rencana pembangunan infrastruktur telekomunikasi diarahkan untuk mengembangkan fasilitas telekomunikasi di perdesaan wilayah Jabar Selatan, Kabupaten Cianjur (Kec. Pagelaran, Cikadu dan Naringgul), Kabupaten Kuningan (Kec. Pasawahan, Mandiracan), Kab. Indramayu (Kec. Gantar, Terisi), serta Kab. Garut (Kec. Talegong dan Pamulihan).

Tabel 3.9

Rencana Pengembangan Infrastruktur Telekomunikasi

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan 1 Infrastruktur

Telekomunikasi 1. Pengembangantelekomunikasi di desa-desa yang belum terjangkau sinyal telepon

WP

Bodebekpunjur  Pengembangan infrastrukturtelekomunikasi perdesaan  PengembanganCyber

(35)

No Infrastruktur Rencana Pengembangan Wilayah Arahan Pengembangan 2. Pengembangan

telekomunikasi di desa-desa yang belum dilalui jaringan terestrial telekomunikasi 3. Pengembangan Cyber

Province

WP Purwasuka  Pengembangan infrastruktur telekomunikasi perdesaan  PengembanganCyber

Province. WP

Ciayumajakuning  Pengembangan infrastrukturtelekomunikasi perdesaan, khususnya di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Indramayu.  PengembanganCyber Province. WP Priangan Timur dan Pangandaran  Pengembangan infrastruktur telekomunikasi pedesaan, khususnya di Kabupaten Garut.  PengembanganCyber Province. WP Sukabumi dan

sekitarnya  Pengembangan infrastrukturtelekomunikasi pedesaan, khususnya di Kab. Cianjur  PengembanganCyber

Province. WP KK Cekungan

Bandung  Pengembangan infrastrukturtelekomunikasi perdesaan  PengembanganCyber

Province.

3.2.5 Rencana Pengembangan Permukiman

Rencana pengembangan permukiman adalah penyediaan sarana prasarana yang dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan standar minimum pelayanan yang ada dengan skala pelayanan lintas wilayah kabupaten/kota. Terdapat beberapa arahan pengembangan wilayah yang akan secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh pada pengembangan permukiman. Pada wilayah dimana pengembangan perkotaan menjadi bagian utama (PKN), rencana lebih dikonsentrasikan pada penanganan perumahan perkotaan, air bersih dan pengelolaan persampahan untuk mendukung peran dan fungsi sistem perkotaan tersebut. Pada wilayah dengan pengembangan wilayah dengan fungsi lindung tinggi dan merupakan sentra produksi, maka rencana lebih diutamakan pada pengembangan air bersih dan pengembangan infrastruktur perdesaan untuk menunjang aksesibilitas dan konektifitas sentra produksi dan jaringan distribusi.

(36)

Secara umum, pengembangan permukiman dilakukan dengan arahan sebagai berikut :

 Menunjang perkembangan permukiman perkotaan

 Pemenuhan standar pelayanan minimal bidang permukiman perkotaan  Percepatan penyediaan infrastruktur perdesaan di daerah tertinggal

Rencana pengembangan infrastruktur permukiman adalah:

1. Pengembangan hunian vertikal di perkotaan dan pengembangan Kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun di perkotaan

Perencanaan pengembangan kawasan permukiman perkotaan menjadi penting mengingat diproyeksikan sekitar 80% dari penduduk Jawa Barat yang akan berjumlah sekitar 54,16 juta Jiwa di tahun 2029 bermukim di perkotaan. Dalam pengembangan perumahan ini terdapat beberapa isu strategis yang dihadapi, antara lain kesenjangan daya beli, kapasitas kelembagaan, ketersediaan lahan, serta keterbatasan dukungan PSU. Untuk itu, prioritas pengembangan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan perumahan perkotaan terutama pada masyarakat berpenghasilan menengah/rendah yang antara lain di lakukan melalui pengembangan rumah susun dan penanganan kawasan kumuh perkotaan. Untuk Jawa Barat, pengembangan rusun diprioritaskan untuk kawasan Bodebek dan Metropolitan Bandung. Untuk kawasan permukiman terdapat beberapa kriteria yang perlu diperhatikan seperti batas kelerengan (topografi), ketersediaan sumber air, bukan di daerah rawan bencana, sistem drainase yang baik, bukan di daerah kawasan lindung/pertanian/penyangga.

2. Peningkatan pelayanan sistem air minum

Pengelolaan air minum ini ditujukan untuk menghasilkan air minum yang aman bagi masyarakat. Pemanfaatan sumber air permukaan harus mempertimbangkan pemanfaatan air di sebelah hilir sehingga tidak merugikan pihak manapun. Untuk pemanfaatan sumber air tanah, pertimbangan yang harus diperhatikan adalah kapasitas air tanah tersebut. Untuk pendistribusian air, pembangunan jaringan/pipa diupayakan tidak melalui lahan produktif. Permukiman yang memerlukan layanan air bersih sedapat mungkin dapat dilayani melalui (minimal) hidran umum. Lokasi pengolahan air minum sedapat mungkin ditempatkan tidak disekitar pemukiman penduduk. Limbah sisa pengolahan air di buang melalui instalasi yang mampu

(37)

Perencanaan pengembangan sistem penyediaan air minum dilakukan melalui pengembangan kapasitas IPA/WTP, penyediaan reservoir dan penambahan jaringan distribusi/perpipaan.

3. Pengelolaan air limbah dan drainase

Idealnya, diperlukan luasan 2 Ha untuk kebutuhan pembangunan IPLT (instalasi pengolah lumpur tinja) yang dapat melayani 10.000 orang. Sementara untuk IPAL dibutuhkan lahan seluas 3 Ha untuk melayani jumlah yang sama. Untuk kawasan dengan beban pencemaran berat diperlukan sebuah instalasi pengolahan limbah terpadu dengan jarak setidaknya 5 km dari pemukiman penduduk. Pengoperasian instalasi pengolah limbah tersebut sedapat mungkin menghindari dampak lain berupa polusi udara, polusi suara, sedimentasi, busa dan atau pencemaran dalam bentuk lainnya yang terbuang ke lingkungan sekitar terutama badan air. Selain itu kompleks instalasi ini perlu mempertimbangkan nilai estetika agar tidak mengurangi harmonisasi dengan lingkungan sekitarnya.

4. Pengelolaan persampahan

Rencana pengelolaan persampahan di Jawa Barat direncanakan akan dilakukan secara regional melalui Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional yang diarahkan dengan konsentrasi pada penanganan sampah di 3 PKN. Pengembangan TPPAS mempertimbangkan aspek teknis, ekonomis serta sosial sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru untuk penyelesaian masalah persampahan tersebut. Selain itu juga perlu dipertimbangkan kriteria regional seperti kondisi geologi, kondisi hidrogeologi, kelerengan, tataguna lahan sekitar dan bebas banjir.

5. Peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh

Penataan kawasan kumuh difokuskan pada kawasan perkotaan yang memiliki tingkat kepadatan yang cukup tinggi, sedangkan untuk penataan kawasan kumuh di perdesaan di fokuskan pada kawasan kumuh nelayan yang berada di pesisir pantai, pada prinsipnya penataan kawasan kumuh dilakukan melalui pendekatan peningkatan kualitas melalui perbaikan sarana dan prasarana lingkungan permukiman. Penataan dalam hal ini berupaya dalam menanggulangi aspek status kepemilikan lahan dimana permukiman kumuh banyak terdapat pada lahan milik negara seperti bantalan rel kereta api, di bawah jaringan listrik bertegangan tinggi (SUTET).

(38)

Pengembangan budaya direncanakan dalam Pembangunan Pusat Kebudayaan di PKN dan PKW pada Wilayah Pengembangan (WP), serta untuk memfasilitasi sarana olah raga direncanakan pembangunan kawasan olah raga terpadu di PKN, kawasan Olah Raga di PKW dan sarana Olah Raga di PKL.

7. Pembangunan rumah sakit

Pengembangan jasa pelayanan kesehatan diarahkan dalam pembangunan Rumah Sakit (RS) tipe A di PKN, Rumah Sakit tipe B di PKW serta diarahkan untuk pembangunan Rumah Sakit (RS) tipe C di PKL yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota.

8. Pembangunan pasar induk regional

Untuk pengembangan ekonomi wilayah diarahkan pada pembangunan Pasar Induk Regional yang dapat melayani masyarakat di WP, pasar induk regional berprinsip pada pasar/grosir induk yang mampu melayani pasar-pasar yang bersifat lokal di wilayahnya.

9. Peningkatan prasarana dasar permukiman perdesaan

Peningkatan prasarana dasar permukiman perdesaan terkait dengan pengembangan infrastruktur dasar permukiman di perdesaan diarahkan pada desa tertinggal, desa terpencil, permukiman kumuh nelayan, desa translok, desa di kawasan rawan bencana serta di desa perbatasan dengan provinsi lain. Penataan kawasan permukiman perdesaan dilakukan dengan prinsip konservasi dan pengelolaan bencana. Sumber energi bagi perdesaan diarahkan pada pengembangan Desa Mandiri Energi terutama untuk perdesaan yang tidak memiki sumber energi, hal ini dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat desa. Di wilayah perdesaan direncanakan untuk dapat membangun sarana olah raga dan pusat kegiatan belajar. Pengembangan infrastruktur dasar pedesaan ini adalah untuk mendorong desa tertinggal untuk lebih maju dan menghubungkannya dengan desa pusat pertumbuhan yang ada di sekitarnya. Pengembangan infrastruktur perdesaan dilakukan antara lain melalui pengembangan jalan poros penghubung antar perdesaan yang menjadi sentra produksi, sanitasi dasar dan peningkatan kualitas permukiman. Peningkatan produktifitas dan konektifitas antar wilayah akan meningkatkan hubungan keterkaitan dalam pengembangan antar wilayah. Keterkaitan perkembangan antar wilayah diharapkan dapat mendorong wilayah untuk tumbuh bersama dalam skala yang lebih luas.

(39)

10. Pengembangan Desa Mandiri Energi

Rencana pengembangan ini terkait dengan adanya krisis energi, maka tiap daerah mulai menggali potensi energi yang dimiliki. Potensi energi yang dapat digali dari daerah perdesaan di Jawa Barat seperti potensi energi potensial air (mikrohidro), tenaga surya serta tenaga angin, serta sumber energi bahan bakar nabati.

11. Pembangunan pusat kegiatan belajar di perdesaan

Pembangunan pusat kegiatan belajar di perdesaan ini utamanya untuk menunjang kegiatan perekonomian berbasis perdesaan yang akan didorong perkembangannya. Pusat belajar yang dibangun akan disesuaikan dengan keunikan potensi ekonomi yang dimiliki oleh setiap perdesaan.

12. Pembangunan puskesmas

Pembangunan puskesmas selain puskesmas utama ini, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan fasilitas kesehatan wilayah-wilayah terpencil yang tidak atau belum memiliki akses terhadap sarana kesehatan, seperti rumah sakit atau puskesmas.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa untuk mengendalikan dan memutus mata rantai penularan Corona Virus Disease 2019 (Covid - 19 ), Pemerintah Kota Bandung telah menerbitkan Peraturan Wali Kota Bandung Nomor

bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah , dan dalam upaya untuk melaksanakan Visi

Kawasan transportasi dalam rencana pola ruang merupakan kawasan yang dikembangkan untuk menampung fungsi transportasi skala regional dalam upaya untuk mendukung kebijakan

Kawasan rawan banjir kategori tinggi, tersebar di Daerah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Ciamis, Kabupaten

Analisis Status dan Fungsi Kawasan Hutan Permohonan dalam rangka Permohonan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) untuk SUTT 150Kv Cianjur - Padalarang di Kabupaten

2 Rumah Jawa Barat Bandung Riung Bandung – Sukarno Hatta Bandung Kantor Jawa Barat Bandung Barat Ngamprah Mekarsari Jl.. Raya Padalarang –

perkotaan dan kawasan perdesaan skala kabupaten. 11) Penetapan petunjuk pelaksanaan manajemen dan kelembagaan pengembangan wilayah dan kawasan skala kabupaten.

(1) Berdasarkan batas ekosistem kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, KBU meliputi sebagian wilayah Daerah Kabupaten Bandung, Daerah Kota Bandung, Daerah Kota