• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biaya (Rp/Kg) - - - - - Keuntungan (Rp/Kg) - - - - - Rasio Keuntungan/Biaya - - - - - Pedagang Pengumpul Biaya (Rp/Kg) 579 788 - - - Keuntungan (Rp/Kg) 2.329 2.288 - - - Rasio Keuntungan/Biaya 4,0 2,9 - - - Pedagang Besar Biaya (Rp/Kg) - - - - - Keuntungan (Rp/Kg) - - - - - Rasio Keuntungan/Biaya - - - - - RPA Biaya (Rp/Kg) - - 175 - 175 Keuntungan (Rp/Kg) - - 1.175 - 1.175 Rasio Keuntungan/Biaya - - 6,7 - 6,7 Pedagang Pengecer Biaya (Rp/Kg) - 478,7 332,9 478,7 332,9 Keuntungan (Rp/Kg) - 14.978,7 10.832,9 15.978,7 10.832,9 Rasio Keuntungan/Biaya - 31,3 32,5 33,4 32,5 Total Biaya (Rp/Kg) 579 1.266,7 507,9 478,7 507,9 Keuntungan (Rp/Kg) 2.329 17.266,7 12.007,9 15.978,7 12.007,9 Rasio Keuntungan/Biaya 4,0 34,2 39,2 33,4 39,2

Berdasarkan tabel 21 nilai rasio keuntungan dan biaya tertinggi terdapat pada saluran IV yaitu sebesar 33,4 pada pedagang pengecer yang berarti bahwa setiap Rp 1 yang dikeluarkan sebagai biaya tataniaga ayam broiler maka dapat diperoleh keuntungan sebesar Rp 33,4, sementara rasio keuntungan dan biaya terendah terdapat pada pedagang pengumpul pada saluran II yaitu sebesar 2,9 yang berarti setiap Rp 1 yang dikeluarkan sebagai biaya tataniaga ayam broiler maka dapat diperoleh keuntungan sebesar Rp 2,9. Adapun total rasio keuntungan dan biaya tertinggi terdapat pada saluran III dan V dengan nilai 39,2, saluran II tertinggi kedua dengan nilai 34,2, dan saluran IV merupakan tertinggi ketiga dengan nilai 33,4. Saluran I memiliki total rasio keuntungan dan biaya terendah dengan nilai 4,0.

Rendahnya nilai rasio keuntungan dan biaya pada lembaga pedagang pengumpul pada saluran II yaitu 2,9 dapat disebabkan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 788/kg, biaya tersebut berupa biaya pakan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul selama melakukan proses penyimpanan ayam broiler hidup selama ayam tersebut belum laku di jual. Adapun ayam broiler yang disimpan oleh pedagang pengumpul pada saluran II memiliki rata-rata bobot hidup 1,6 kg yang memiliki pangsa pasar ke pedagang pengecer sebelum sampai kepada konsumen akhir. Sementara total rasio keuntungan dan biaya terendah terdapat pada saluran I yaitu sebesar 4,0. Rendahnya nilai total rasio keuntungan dan biaya pada saluran ini disebabkan oleh lembaga tataniaga yang terlibat hanya berjumlah 1, yaitu pedagang pengumpul. Nilai rasio keuntungan dan biaya yang rendah yang dimiliki oleh pedagang pengumpul pada saluran I itulah yang

menjadi nilai total. Saluran IV juga hanya melibatkan 1 lembaga tataniaga yaitu pedagang pengecer, namun nilai rasio keuntungan dan biaya lembaga ini cukup besar yaitu 33,4 dimana nilai ini juga menjadi total rasio keuntungan dan biaya pada saluran IV.

Berdasarkan analisis rasio keuntungan dan biaya yang dilakukan, saluran III dan V merupakan saluran yang efisien dengan total sebesar 39,2 yang berarti setiap Rp 1 yang dikeluarkan sebagai biaya tataniaga ayam broiler maka dapat diperoleh keuntungan sebesar Rp 39,2. Saluran III dan V dapat dikatakan efisien secara operasional.

Efisiensi Tataniaga

Berdasarkan analisis efisiensi tataniaga yang telah dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya untuk menganalisis saluran tataniaga ayam broiler di Kecamatan Parung diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada saluran tataniaga yang mutlak efisien.

Pada saluran tataniaga I marjin tataniaga yang diperoleh adalah Rp 1.750/kg. Farmer’s share sebesar 91,4 % dan market share sebesar 0,5%. Nilai analisis rasio keuntungan dan biaya sebesar 4,0. Pada saluran tataniaga II marjin tataniaga yang diperoleh adalah Rp 16.000/kg. Farmer’s share sebesar 57,6 % dan market share sebesar 1,4%. Nilai analisis rasio keuntungan dan biaya sebesar 34,2. Pada saluran tataniaga III marjin tataniaga yang diperoleh adalah Rp 14.500/kg. Farmer’s share sebesar 58,6 % dan market share sebesar 8,8%. Nilai analisis rasio keuntungan dan biaya sebesar 39,2. Pada saluran tataniaga IV marjin tataniaga yang diperoleh adalah Rp 12.500/kg. Farmer’s share sebesar 60,1% dan

market share sebesar 1,2%. Nilai analisis rasio keuntungan dan biaya sebesar 33,4. Pada saluran tataniaga V marjin tataniaga yang diperoleh adalah Rp 14.500/kg. Farmer’s share sebesar 58,6 % dan market share sebesar 88,1%. Nilai analisis rasio keuntungan dan biaya sebesar 39,2.

Dari analisis-analisis tataniaga yang telah dilakukan marjin tataniaga terendah terdapat pada saluran I, dengan kata lain farmer’s share tertinggi juga terdapat pada saluran I dengan nilai 91,4%, namun market share pada saluran ini merupakan yang terendah senilai 0,5% dari total pangsa pasar ayam broiler yang ada di Kecamatan Parung. Nilai rasio keuntungan dan biaya senilai 4,0 dan juga merupakan yang terendah. Walaupun saluran I menguntungkan peternak karena pada saluran ini peternak menerima bagiannya yang terbesar, namun berdasarkan pendekatan dengan menggunakan alat analisis lainnya saluran ini dapat dikatakan kurang efisien.

Marjin tataniaga pada saluran II merupakan yang tertinggi sekaligus menyatakan saluran ini memiliki nilai farmer’s share terendah dengan market share senilai 1,4%, rasio keuntungan dan biaya cukup besar yaitu senilai 34,2 dan merupakan kedua terbesar setelah saluran III dan V. Nilai marjin yang besar dikarenakan pada saluran ini cost margin yang dikeluarkan merupakan yang terbesar senilai Rp 788,1/kg. Dapat disimpulkan saluran II kurang efisien.

Saluran III dan V memiliki hasil yang identik kecuali nilai pangsa pasar pada saluran V yaitu sebesar 88,1% sekaligus mendominasi pangsa pasar ayam broiler yang ada di Kecamatan Parung. Perbedaan kedua saluran ini terdapat pada

produsen, dimana yang menjadi produsen pada saluran III adalah peternak plasma sedangkan yang menjadi produsen pada saluran V adalah peternakan milik pedagang besar. Oleh karena itu saluran V memiliki volume distribusi yang sangat besar. Adapun lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran III dan V adalah sama yaitu RPA dan pedagang pengecer, termasuk biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat juga identik. RPA pada saluran III dan V mengeluarkan cost margin terendah senilai Rp 175/kg, begitu pun hal nya dengan pedagang pengecer mengeluarkan cost margin yang rendah senilai Rp 333/kg. Ada pun penyebaran profit margin kedua lembaga tataniaga ini, yaitu RPA dan pedagang pengecer masih dapat dikatakan merata jika dibandingkan dengan penyebaran profit margin pada saluran II.

Saluran IV merupakan saluran terpendek setelah saluran I, karena hanya melibatkan 1 lembaga tataniaga yaitu pedagang pengecer. Di lihat dari cost margin yang dikeluarkan oleh lembaga ini yaitu senilai Rp 478,7/kg dapat dikatakan nilai yang cukup kecil sebagai biaya tataniaga dan dapat dikatakan cukup efisien secara operasional. Namun saluran ini tidak seefisien saluran III dan V.

Berdasarkan penjabaran di atas, para peternak ayam broiler di Kecamatan Parung dianjurkan untuk menggunakan saluran tataniaga III yaitu peternak plasma

– perusahaan inti – RPA – pedagang pengecer – dan konsumen dan bukan saluran V walaupun kedua saluran ini memiliki tingkat efisiensi yang identik dikarenakan pada saluran V yang menjadi produsen adalah peternakan pribadi yang dimiliki oleh pedagang besar, bukan milik peternak rakyat yang telah menjadi peternak plasma karena melakukan kemitraan dengan pedagang besar sebagai perusahaan inti. Hal ini dikarenakan saluran III merupakan saluran yang efisien secara operasional berdasarkan kegiatan analisis yang telah dilakukan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian dengan judul Analisis Tataniaga Ayam Broiler di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor memperoleh 5 saluran tataniaga, antara lain Saluran I : Peternak – pedagang pengumpul – konsumen, Saluran II : Peternak – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen, Saluran III : Peternak plasma – perusahaan inti – RPA – pedagang pengecer – konsumen, Saluran IV : Peternak – pedagang pengecer – konsumen, dan Saluran V : Peternakan milik pedagang besar

– RPA – pedagang pengecer – konsumen.

Saluran-saluran tersebut menyalurkan hasil panen peternak berupa ayam broiler baik dalam bentuk hidup (live bird) pada saluran I ataupun dalam bentuk karkas (daging ayam tanpa darah, kepala, ceker, jeroan dan bulu) pada saluran II, III, IV, dan IV dari peternak kepada konsumen akhir.

Lembaga tataniaga yang terlibat dalam penelitian ini antara lain pedagang pengumpul, pedagang besar yang berperan sebagai perusahaan inti pada saluran III dan berperan sebagai peternak produsen pada saluran V, RPA dan pedagang

pengecer. Fungsi tataniaga yang dilakukan masing-masing lembaga tataniaga antara lain fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Adapun struktur pasar yang dihadapi oleh peternak, pedagang pengumpul, pedagang besar dan RPA mendekati pasar oligopoli, sedangkan pedagang pengecer mendekati pasar persaingan sempurna. Perilaku pasar ditunjukkan oleh penentuan harga dan cara pembayaran yang dilakukan. Harga yang menjadi acuan bagi penjual dan pembeli merupakan harga yang ditetapkan oleh PINSAR (Pusat Informasi Pasar) dan biasa disebut dengan harga posko, sedangkan cara pembayaran pembeli dilakukan baik secara tunai atau dengan sistem angsuran (tempo) yang terjadi pada level pedagang pengecer.

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap efisiensi tataniaga ayam broiler di Kecamatan parung, setiap saluran menghasilkan biaya, keuntungan dan marjin tataniaga yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi tataniaga yang dilakukan. Adapun marjin biaya terendah terdapat pada saluran III dan V. Saluran III dan V merupakan saluran yang efisien untuk menyampaikan ayam broiler kepada konsumen akhir karena marjin biaya tataniaga yang dikeluarkan merupakan yang terendah dibandingkan saluran-saluran lain dan memberikan keuntungan yang besar. Adapun marjin keuntungan tersebar tidak merata pada semua saluran, namun penyebaran marjin keuntungan saluran III dan V dapat dikatakan cukup merata jika dibandingkan dengan saluran lainnya.

Saran

Berdasarkan pangsa pasar yang ada, para peternak ayam broiler di Kecamatan Parung dianjurkan untuk menggunakan saluran tataniaga III yaitu peternak plasma – perusahaan inti – RPA – pedagang pengecer – dan konsumen dikarenakan saluran ini memiliki pangsa pasar terbesar kedua setelah saluran V yaitu sebesar 8,8%. Saluran V memang memiliki pangsa pasar terbesar yaitu 88,1%, namun pada saluran ini yang menjadi produsen adalah peternakan pribadi yang dimiliki oleh pedagang besar, bukan milik peternak rakyat yang telah menjadi peternak plasma karena melakukan kemitraan dengan pedagang besar sebagai perusahaan inti.

Peternak di Kecamatan Parung dapat melakukan kemitraan dengan perusahaan inti dimana peternak memperoleh keuntungan berupa harga jual-beli yang pasti, termasuk pasar yang akan di tuju ketika akan menjual hasil panen sudah di jamin oleh perusahaan inti. Namun, untuk menjalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan inti tidaklah mudah. Peternak di Kecamatan Parung dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan efisiensi dari tataniaga ayam broiler. Salah satu contohnya adalah pengembangan efisiensi dari tataniaga ayam broiler melalui pemeliharaan ayam broiler yang baik dan benar agar tingkat kematian yang diperoleh rendah dan pertumbuhan ayam broiler baik sehingga memenuhi standar yang ditetapkan oleh perusahaan inti.

Dokumen terkait