• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Pirolisis

Parabir Basu (2013) menjelaskan bahwa proses pirolisis terjadi pemecahan molekul hidrokarbon yang besar dari suatu biomassa, menjadi beberapa hidrokarbon yang lebih kecil dan sederhana, gas yang tidak terkondensasi seperti CO, CO2, serta karbon dalam bentuk padatan yang disebut sebagai char. Sebagai contoh pada pirolisis selulosa yang dipecah menjadi beberapa hidrokarbon yang lebih kecil dan sederhana berupa CH4 (g), H2(g), CO2 (g), CO (g), fenol (C6H5OH (l)), asam asetat (CH3COOH(l)), dan benzen (C6H6 (l)).

Pirolisis merupakan proses dekomposisi secara termokimia dari suatu biomassa menjadi berbagai produk yang berguna, dengan tidak adanya oksidator atau dengan kandungan yang sedikit, sehingga tidak menyebabkan sampai pada proses gasifikasi. Pirolisis merupakan salah satu tahapan reaksi dari proses gasifikasi. Pirolisis memiliki kemiripan atau saling tumpeng tindih dengan proses seperti devolatisasi, karbonisasi, torrefaction, destilasi kering, destilasi destruktif, dan termolisis (Basu Prabir, 2013)

Produk yang berupa cairan merupakan hasil utama dari proses pirolisis, biasa disebut sebagai minyak pirolisis atau bio-oil. Bio-oil dapat dimanfaatkan pada proses produksi bahan bakar cair atau bahan kimia (Bridgwater, 2003). Sifat dari produk tergantung pada beberapa faktor seperti kandungan sampel biomassa, suhu pirolisis, laju pemanasan, lama waktu pemanasan setelah mencapai suhu pirolisis, tekanan dan penggunaan katalis. Produk awal yang terbentuk dari proses pirolisis berupa gas yang terkondensasi dan char padat. Gas yang terkondensasi kemungkinan dapat terurai lebih lanjut menjadi gas yang tidak terkondensasi (CO, CO2, H2, dan CH4), cairan dan char (Basu Prabir, 2013). Secara sederhana proses pirolisis dapat dijelaskan pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses pirolisis pada partikel biomassa (Basu Prabir, 2013)

Dekomposisi yang terjadi, sebagian melalui reaksi fase gas homogen, dan sebagian melalui reaksi fase gas-padat heterogen. Pada reaksi fase gas, uap yang terkondensasi dipecah menjasi molekul yang lebih kecil sebagai gas yang tetap tidak terkondensasi seperti CO dan CO2.

Reaksi pirolisis pada umumnya dapat digambarkan dengan rumus sebagai berikut :

CnHmOp (biomassa) heat liquid CxHyOz + ∑gas CaHbOc + H2O + C (char) ‘’’(1) (Basu Prabir, 2013)

Reaktor yang biasa digunakan pada proses pirolisis merupakan reaktor tertutup yang terbuat dari baja atau stainless steel sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kontak langsung dengan oksigen. Energi panas yang digunakan dapat bersumber dari tenaga listrik, tungku pembakaran dengan bahan bakar minyak tanah, LPG, atau dapat memanfaatkan limbah kayu. Proses pirolisis pada umumnya berlangsung pada suhu >300 0C dalam waktu 4-7 jam. Akan tetapi proses ini bergantung pada bahan baku dan cara pembuatannya (Demirbas, 2005 dalam Haji et al. 2006).

Proses pirolisis ini dilakukan dalam rancangan alat yang dapat disebut sebagai reaktor pirolisis. Reaktor pirolisis ini merupakan alat pengurai senyawa-senyawa organik yang dilakukan dengan proses pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar dengan suhu 300-600 oC. Reaktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Reaktor dibalut dengan selimut dari bata dan tanah untuk menghindari panas keluar berlebih, memakai bahab bakar kompor minyak tanah atau gas (Buckingham, 2010).

Gambar 3. Rangkaian reaktor pirolisis (Kumar & Singh, 2011)

Reaksi kimia yang terjadi pada proses pirolisis bersifat kompleks dan belum dapat dipahami sepenuhnya. Bio-oil yang dihasilkan dapat mengandung lebih dari 300 jenis komponen senyawa, bergantung pada bahan dasar dan kondisi proses. Senyawa yang terkandung pada bio-oil pada umumnya yaitu hidroksi aldehid, hidroksi keton, pyran, furan, asam karboksilat, xylosan, dan phenol yang ditunjukkan pada Gambar 3 (Balat, 2009). Tahapan reaksi yang terjadi selama proses pirolisis diklasifikasikan sebagai reaksi simultan yang ditunjukkan pada Gambar 4 yaitu dehidrasi, depolimerisasi, repolimerisasi, fragmentasi, penyusunan ulang dan kondensasi (Mortensen et al. 2011).

Gambar 4. Senyawa yang umumnya terdapat pada bio-oil (Dickerson T dan Juan

Gambar 5. Reaksi pada proses pirolisis (Dickerson T dan Juan Soria, 2013)

Terdapat tiga variasi pirolisis berdasarkan laju pemanasan yaitu fast

pyrolysis, mild pyrolysis dan slow pyrolysis, hal tersebut dijelaskan pada Tabel 1.

Produk utama dari fast pyrolysis berupa bahan bakar cair, slow pyrolysis

menghasilkan gas dan arang, sedangkan mild pyrolysis diharapkan dapat menghasilkan bahan bakar cair dengan meningkatnya densitas energy dari biomassa. Pada proses ini, biomassa dipanaskan pada suhu 200-300 0C.

Tabel 1. Jenis pirolisis, istilah yang digunakan, suhu, waktu, hasil, dan

perkembangannya (Mayhead G et al., 2011)

Jenis Pirolisis Mild Slow Fast

Istilah yang Torrefaction, Pembuatan Fast pyrolysis, flash

digunakan pengeringan tanpa arang, pyrolysis

udara, destilasi karbonisasi destruktif

Suhu 400-600 0F (200- 550-750 0F 750-1100 0F (400-600

315 0C) (300-400 0C) 0C)

Lama waktu Cepat ( 5-30 Lama (jam – Sangat cepat (< 1 detik)

pemanasan menit) hari)

Produk utama Torrified wood Charcoal (bio- Cairan (bio-oil), char

(bio-coal) char) (bio-char), gases (H2, CH4, CO, dan CO2). Asap cair

Status Proyek percobaan Telah Proyek percobaan untuk

perkembangan digunakan produk energi.

teknologi dipasaran Diterapkan di industri

Produk cair hasil pirolisis (bio-oil) merupakan campuran beberapa komponen organik dengan kandungan air yang tinggi (15-35%) dan kadar oksigen (35-40%). Kandungan air dan oksigen tersebut menyebabkan bio-oil memiliki nilai kalor yang rendah – 50% dari bahan bakar konvensional (Czernik dan Bridgwater, 2004). Bio-oil bersifat asam (pH 2-3, berupa asam asetat dan format), oleh karena itu bersifat korosif yang membatasi potensi aplikasinya. Bio-oil tidak stabil selama waktu penyimpanan dibandingkan dengan bahan bakar fosil yang lebih stabil. Nilai viskositas dan berat molekul semakin lama terus meningkat dan dapat terjadi pemisahan fase. Sifat-sifat tersebut menjadikan bio-oil tidak dapat dicampur langsung dengan bahan bakar hidrokarbon (Oasmaa, 2003).

Bio-oil berpotensi untuk menggantikan bahan bakar konvensional pada ketel uap, mesin pembakaran, dan turbin. Hasil dari beberaa percobaan yang telah dilakukan meunjukkan bahwa pergantian dapat dilakukan, akan tetapi masih terdapat potensi kerusakan pada mesin dikarenakan kandungan asam yang tinggi pada bio-oil dan nilai kalor yang rendah menyebabkan masalah pada pengappian sehingga diperlukan proses modifikasi terlebih dahulu. Sebagian besar produsen mesin turbin tidak menjamin penggunaan bahan bakar bio-oil. Pemurnian lebih lanjut diperlukan dalam memaksimalkan penggunaan bio-oil. Biaya produksi yang digunakan bio-oil lebih murah dibandingkan dengan bahan bakar fosil (Czemik dan Bridgewater, 2004). Bio-oil dari hasil fastpyrolysis diolah menjadi asap cair dan penyedap makanan.

Gas yang terkondensasi (uap organik yang terdiri dari lignin terfragmentasi, celulosa dan hemiselulosa) pada fast-pyrolysis dengan cepat berubah fase menjadi cair membentuk bio-minyak. Gas yang tidak terkondensasi pada proses pirolisis

terdiri dari hydrogen, metana, karbon monoksida dan karbon dioksida. Hal ini memungkinkan untuk produksi hydrogen dalam jumlah besar dalam preferensi untuk minyak dengan mengoptimalkan pada suhu tinggi, kecepatan pemanasan yang tinggi, dan waktu yang lama dalam keadaan uap (Demirbas, 2009). Penambahan katalis dapat meningkatkan hasil hydrogen. Katalis yang digunakan pada umumnya yaitu nikel, kalium, kalsium dan magnesium. Gas pada umumnya terkondensasi menjadi bio-oil atau dibakar sebagai bagian dari proses pirolisis. Hidrogen dapat dimanfaatkan sebagai fuel cells untuk transportasi, tapi penggunaan ini masih dalam proses pengembangan di pasaran.

Semua proses pirolisis adalah endotermik yang membutuhkan energy panas terjadinya reaksi. Sumber panas berasal dari luar reaktor (contohnya dari pemanas listrik, pembakaran dari gas propane) atau dapat dihasilkan dari dalam reaktor (berupa pembakaran sebagian bahan baku atau gas atau cairan yang dihasilkan). Saat pemanasan , energy dialirkan ke permukaan partikel biomassa, kemudian menembus kedalam partikel. Energy panas memecah ikatan kimia dalam partikel ehingga biomassa terdegradasi menjadi bagan-bagian penyusunnya (terjadi depolimerisasi, dan fragmentasi lignin, hemiselulosa, selulosa dan fraksi yang terekstraksi) (Venderbosch dan Prins, 2010).

Solusi dalam meningkatkan kualitas bio-oil dari hasil fastpyrolysis pada produksi bahan bakar hidrokarbon, uap yang dilepaskan selama proses dapat melewati katalis asam padat untuk mendapatkan bio-oil yang lebih baik. Senyawa polar yang mengandung oksigen pada uap, sebagian atau seluruhnya dapat terdeoksigenasi melalui aktivitas katalis asam yang terjadi ketika uap melewati pori-pori katalis (Cheng, 2012). Reaksi katalis asam dapat mengurangi tingkat

keasaman dan meningkatkan stabilitas dari bio-oil yang dihasilkan dibandingkan dengan metode konvensional (non-katalitik) (Stefanidis et al., 2012). Katalis yang paling umum digunakan yaitu zeolit, katalis asam padat berpori dengan struktur alumino-silikat (Mullen et al. 2011). Kekurangan dari pirolisis katalitik yaitu pembentukan sejumlah besar arang dari hasil penyerapan air pada senyawa organik oleh katalis asam (Zhang et al. 2009). Kandungan asam dengan densitas yang tinggi dan luas permukaan yang kecil pada penggunaaan katalis menyebabkan uap seluruhnya terdeoksigenasi membentuk senyawa aromatik terutama benzene, toluene dan xylene (BTX) dan sebagian kecil olefin yang tebentuk. Konversi molekul oksigen secara keseluruhan menghasilkan sedikit bahan bakar hidrokarbon dan sebagian besar arang (kokas) (Cheng, 2012). Pada penggunaan katalis dengan kandungan asam yang rendah dan luas permukaan yang besar, hanya sebagian uap organik yang terdeoksigenasi, sehingga menghasilkan bio-oil (minyak hidrokarbon) yang lebih banyak dan kandungan arang yang rendah (Zacher, 2011).

Penelitian tentang pirolisis minyak nabati, biasanya dilakukan pada suhu antara 300-500 0C dengan lama proses yang lebih lama. Proses yang dilakukan tidak mewakili jenis fastpyrolysis yang pada umumnya ditandai dengan suhu diatas 500 0C dan lama waktu reaksi dalam hitungan detik (Maher dan Bressler, 2006).

Dokumen terkait