• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI SENYAWA HASIL PIROLISIS KATALITIK TALLOW DARI LEMAK SAPI MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM LAMPUNG DAN MgO SYAHRULLAH SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI SENYAWA HASIL PIROLISIS KATALITIK TALLOW DARI LEMAK SAPI MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM LAMPUNG DAN MgO SYAHRULLAH SKRIPSI"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI SENYAWA HASIL PIROLISIS KATALITIK

TALLOW DARI LEMAK SAPI MENGGUNAKAN ZEOLIT

ALAM LAMPUNG DAN MgO

SYAHRULLAH

SKRIPSI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

IDENTIFIKASI SENYAWA HASIL PIROLISIS KATALITIK

TALLOW DARI LEMAK SAPI MENGGUNAKAN

ZEOLIT ALAM LAMPUNG DAN MgO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kimia Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh : SYAHRULLAH

NIM : 1111096000016

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

IDENTIFIKASI SENYAWA HASIL PIROLISIS KATALITIK TALLOW

DARI LEMAK SAPI MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM LAMPUNG

DAN MgO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kimia Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(4)
(5)
(6)

Syahrullah. Identifikasi Senyawa Hasil Pirolisis Katalitik Tallow dari Lemak

Sapi Menggunakan Zeolit Alam Lampung dan MgO. Dibimbing oleh Yusraini

Dian Inayati Siregar dan Adi Riyadhi

ABSTRAK

Pirolisis katalitik tallow dari lemak sapi yang dihasilkan melalui proses rendering telah dilakukan. Penggunaan katalis zeolit Alam Lampung, MgO dan tanpa katalis menghasilkan minyak pirolisis (bio-oil) yang mengandung senyawa-senyawa hidrokarbon yang berpotensi dijadikan sebagai bahan bakar terbarukan. Jumlah lemak sapi yang meningkat setiap tahunnya dan masih sering dikonsumsi dengan banyaknya keburukan yang ditimbulkan bagi kesehatan manusia akibat kandungan lemak jenuh yang tinggi. Proses rendering dapat menghasilkan tallow sebanyak 46,42%. Sebanyak 20 g Tallow dimasukkan ke dalam reaktor dengan tanpa katalis dan penambahan katalis zeolit alam lampung dan MgO dengan variasi 3 %, 5 %, dan 7 % dari berat

tallow. Pirolisis tallow tanpa katalis menghasilkan rendemen bio-oil 12,5 mL pada

suhu 329 0C, penggunaan 7 % katalis zeolit menghasilkan rendemen bio-oil 18,5 mL pada suhu 275 0C, dan penggunaan katalis MgO menghasilkan rendemen terbaik pada penggunaan katalis sebanyak 5 % menghasilkan 18 mL bio-oil pada suhu 300

0

C. Hasil analisa bio-oil menggunakan GC-MS menunjukkan senyawa-senyaw yang terkandung yaitu sebagian besar gugus alkana 56,13 %-66,76 %, alkena 19,81 %-31,1 %, keton 2,14 %-10, 53 % dan asam lemak yang tersisa 0 %-7,76 %. Senyawa-senyawa tersebut masu ke dalam klasifikasi bahan bakar bensin, kerosin dan sebagian kecil solar.

(7)

Syahrullah. Identification Compounds of Catalytic Pyrolysis Tallow from Beef

Fat Using Zeolite Natural Lampung and MgO. Guided by Yusraini Dian Inayati

Siregar and Adi Riyadhi

ABSTRACT

The catalytic pyrolysis of tallow from beef fat produced by the rendering process has been performed. The use of natural zeolite catalysts of Lampung, MgO and without catalyst produces pyrolysis (bio-oil) oils containing hydrocarbon compounds potentially used as renewable fuels. The amount of cow fat that increases every year and is still often consumed with the many badness caused to human health due to high saturated fat content. The rendering process can produce tallow as much as 46.42%. A lot of 20 g tallow was introduced into the reactor with no catalyst and the addition of a natural zeolite catalyst of lampung and MgO with variations of 3%, 5%, and 7% of the tallow weight. Non-catalyst tallow pyrolysis yields a 12.5 mL bioavailable recovery at 329 0C, 7% zeolite catalyst yields an 18.5 mL bio-oil yield at a temperature of 275 0C, and the use of MgO catalyst yields the best yield on catalyst usage of 5% produced 18 mL of bio-oil at 300 0C. The result of the bio-oil analysis using GC-MS showed that the compounds contained were mostly alkane groups 56.13% -66,76%, alkene 19,81% -31,1 %, ketone 2,14% - 10,5% and fatty acid remaining 0% -7,76%. These compounds mate into the classification of gasoline, kerosene and a small amount of diesel fuel.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala ridho dan keberkahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dari hasil penelitian yang berjudul “Identifikasi Senyawa Hasil Pirolisis

Katalitik Tallow dari Lemak Sapi Menggunakan Zeolit Alam Lampung dan

MgO”. Shalawat beriring salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga, sahabat dan para ulama yang senantiasa mengamalkan dan menyampaikan ajaran Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh Alam.

Penulisan skripsi dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini dapat diselesaikan berkat adanya pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungannya kepada penulis. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya terutama kepada :

1. Yusraini Dian Inayati Siregar, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan ilmu pengetahuan, waktu, pengarahan, bimbingannya dan toleransinya kepada penulis selama menyelesaikan penuliasan skripsi ini. 2. Adi Riyadhi, M.Si selaku pembimbing II yang telah membimbing,

memberikan pengetahuan, arahan, waktu dan toleransinya atas keterlambatan saya dalam penulisan skripsi ini.

3. Drs. Dede Sukandar, M.Si. selaku penguji I sekaligus sebagai Kepala Program Studi Kimia yang telah memberi bimbingan, pengarahan.dan toleransinya.

4. Nurhasni, M.Si, selaku penguji II yang telah memberi bimbingan dan pengarahan serta sabar menghadapi komunikasi penulis yang kurang baik. 5. Dr. Agus Salim, M.Si., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

(9)

6. Orang tua penulis dan adik yang selalu mendoakan, memberikan motivasi, semangat, dukungan moril maupun materil dan selalu sabar selama ini kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

7. Reza, Dhila, Kiki, Ika, Didik, Asan, Nana, Deni, Irsyad, Kak Adaw, Kak Syarifah, Kak Ali, Kak Banu, Kak Dendi, Kak Arif, Kak Shihab, serta senior kimia lainnya dan teman-teman seperjuangan di Program Studi Kimia 2011 yang telah membantu, mengingatkan, mengarahkan dan memotivasi penulis. 8. Sahabat/i PMII terutama sahabat Indra, Valdi, Ical, Arman, Miko, Galby,

Januar serta sahabat seperjuangan merajut masa depan, Fikri Ilhamsyah Kamil, M Rizky Herdiansyah, Wakhid Bima Anggara yang selalu memberikan motivasi, arahan, serta dukungan selama penyusunan skripsi.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis namun tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu.

Penulisan skripsi ini tentunya masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar penelitian ini dapat menjadi referensi serta memberikan sumbangsih perkembangan bangsa dalam mencapai kemandirian diinndustri energi terbarukan sehingga diharapkan dapat terciptanya keadilan sosial bai seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta, 20 Juli 2018

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah... 8 1.3. Hipotesa Penelitian ... 8 1.4. Tujuan Penelitian ... 9 1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Lemak sapi (beef tallow) ... 10

2.2. Ekstraksi Lemak ... 13

2.3. Pirolisis ... 14

2.4. Katalis ... 21

2.4.1. Zeolit ... 24

2.4.2. Katalis Heterogen Basa dari Oksida Logam Alkali-tanah ... 29

2.5. Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 33

3.2 Alat dan Bahan ... 33

(11)

3.2.2 Bahan ... 34

3.3 Diagram Alir ... 34

3.4 Prosedur Penelitian ... 35

3.4.1 Ekstraksi Lemak Sapi Menjadi Lemak Padat (Tallow) ... 36

3.4.2 Preparasi dan Aktivasi Katalis Zeolit Alam Lampung ... 36

3.4.3 Proses Pirolisis Tallow... 36

3.4.4 Analisa Produk Cair dengan GC-MS ... 38

3.4.5 Uji densitas (Massa jenis) ... 38

BAB IV PEMBAHASAN ... 40

4.1. Ekstraksi Lemak Sapi ... 40

4.2. Rangkaian reaktor dan alat-alat yang digunakan pada saat pirolisis ... 42

4.3. Proses pirolisis menggunakan katalis ... 44

4.4. Analisa produk cair dengan GC-MS ... 51

4.5. Uji densitas produk cair ... 57

BAB V PENUTUP ... 58

5.1. Simpulan ... 58

5.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jenis pirolisis, istilah yang digunakan, suhu, waktu, hasil, dan

perkembangannya (Mayhead G et al., 2011) ...18

Tabel 2. Komposisi zeolit alam dari lampung (Yuliusman et al., 2009) ...27

Tabel 3. Kondisi Operasi dan spesifikasi alat GC-MS yang digunakan ...38

Tabel 4. Hasil proses pirolisis ...50

Tabel 5. Hasil analisa GC-MS asap cair tanpa katalis ...52

Tabel 6. Hasil analisa GC-MS asap cair menggunakan 7 % katalis zeolit alam Lampung ...54

Tabel 7. Hasil analisa GC-MS asap cair menggunakan 5 % katalis MgO ....55

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Reaksi pembentukan minyak dan lemak (a) gliserol (b) asam

lemak (c) trigliserida (d) air ... 10

Gambar 2. Proses pirolisis pada partikel biomassa (Basu Prabir, 2013) ... 15

Gambar 3. Rangkaian reaktor pirolisis (Kumar & Singh, 2011) ... 17

Gambar 4. Senyawa yang umumnya terdapat pada bio-oil (Dickerson T dan Juan Soria, 2013) ... 17

Gambar 5. Reaksi pada proses pirolisis (Dickerson T dan Juan Soria, 2013) . 18 Gambar 6. Jenis pirolisis, istilah yang digunakan, suhu, waktu, hasil, dan perkembangannya (Mayhead G et al., 2011) ... 22

Gambar 7. Kerangka dasar aluminosilikat pada zeolit (Suyartono,1986) ... 25

Gambar 8. Struktur Klinoptilolit (Suyartono, 1986) ... 26

Gambar 9. Bagian-bagian instrument GC-MS. ... 32

Gambar 10. Diagram alir penelitian ... 35

Gambar 11. Hasil rendeering setelah didinginkan ... 40

Gambar 12. Hasil pirolisis tallow ... 41

Gambar 13. Rangkaian alat pirolisis ... 43

Gambar 14. Reaktor pirolisis dari bahan stainlesteeel. ... 43

Gambar 15. Wadah katalis dalam reaktor... 45

Gambar 16. Hasil pirolisis dengan kecepatan kenaikan suhu tinggi ... 46

Gambar 17. Packing valqua ... 47

Gambar 18. Ring piston yamaha ... 47

Gambar 19. Fase wax yang menempel pada kondensor ... 48

(14)

Gambar 21. Sisa hasil pirolisis yang terletak di bawah reaktor ... 49

Gambar 22. Katalis zeolit setelah digunakan pada proses pirolisis ... 51

Gambar 23. Warna asap cair sebelum teroksidasi (a) Tanpa katalis (b) MgO

(c) Zeolit ... 56 Gambar 24. Warna asap cair setelah teroksidasi (a) Tanpa katalis (b) MgO

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kromatogram GC-MS hasil pirolisis tallow 20 g + 7% Zeolita ...65

Lampiran 2. Kromatogram GC-MS hasil pirolisis tallow 20 g + 5 % katalis MgO. ...65

Lampiran 3. KromatogramGC-MS hasil pirolisis tallow tanpa katalis. ...66

Lampiran 4. Katalis Zeolit dan Katalis MgO. ...66

Lampiran 5. Lemak sapi sebelum dan setelah rendeering. ...67

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan energi listrik, sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang sampai saat ini masih bergantung pada bahan bakar konvensional yang berasal dari minyak bumi. Ketersediaan bahan bakar konvensional yang berasal dari hasil proses evolusi alam yang berlangsung selama jutaan tahun semakin berkurang. Masalah lain yang disebabkan dari penggunaan bahan bakar konvensional pada mesin kendaraan ataupun pada mesin industri menghasilkan emisi yang berupa NOx, SOx, CO, CO2, partikel padat dan komponen organik volatil (VOCs) yang dapat

menyebabkan tercemarnya udara dan terjadinya efek gas rumah kaca (Marchetti dan Errazu, 2008).

Meningkatnya kebutuhan akan minyak bumi yang berbanding terbalik dengan ketersedian kuantitasnya, fenomena ini membuat harga minyak semakin meningkat yang berpotensi meningkat pula harga kebutuhan pokok. Penggunaan bahan bakar dalam negri mengalami peningkatan rata-rata 9,9% pertahun. Penigkatan ini sangat tinggi bila dibandingkan denganprningkatan rata-rata di Negara—negara Asia Teggara yang hanya sebesar 4,2% pertahun (Martin, 2012). Permasalahan tersebut mengharuskan manusia memiliki solusi untuk menggantikan bahan bakar konvensional demi memenuhi kebutuhan hidup,

(17)

seiring meningkatnya populasi dan semakin pesatnya perkembangan teknologi saat ini.

Upaya yang dapat diusahakan untuk meminimalisir dampak tersebut, dengan cara menghemat penggunaan bahan bakar fosil yang banyak digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik serta kendaraan, pengetatan standar gas emisi gas buang, kebijkan pemerintah dalam menekan penggunaan bahan bakar konvensional serta pembaharuan mesin yang mendukung penggunaan bahan bakar terbarukan dan terus mengupayakan penelitian yang berbasis energi terbarukan dengan emisi hasil pembakaran pada mesin yang lebih ramah lingkungan serta sumber bahan utamanya yang dapat terus dihasilkan dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama. Sebagian besar Negara di Eeropa dan Amerika telah memnfaatkan bahan bakar terbarukan seperti biodiesel secara massal. Bahan baku yang digunakan sebagian besar masih merupakan bahan baku pangan. Berdasarkan data pada tahun 2008, sebagian besar dari 700 juta galon biodiesel diproduksi di Amerika Serikat berasal dari minyak kedelai dan tanaman pangan lainnya. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan naiknya harga pangan (Junk, 2014).

Bahan bakar baru terbarukan yang saat ini dikembangkan diantaranya berupa biofuel yang berasal dari tanaman dengan kandungan gula yang tinggi, biomassa yang berasal dari bahan biologis yang berasal dari organisme yang hidup atau belum lama mati, panas bumi, air, angin, gelombang laut, matahari, pasang surut. Menurut Bridgewater (2002), biomassa dapat digunakan sebagai bahan baku dalam proses pirolisis untuk menghasilkan bahan bakar cair, gas dan padatan yang dipengaruhi oleh kondisi proses. Pada proses pirolisis, hidrokarbon

(18)

rantai panjang dipecah menjadi beberapa bagian hidrokarbon dengan panjang rantai yang lebih pendek. Produk yang dihasilkan berupa fase cair diantaranya hidrokarbon rantai panjang, tar dan air. Terdapat pula fasa padatan berupa arang dengan hasil terbanyak dan terdapat gas CO2, H2O, CO, C2H2, C2H4, C2H6, C6H6 (Basu P, 2013). Fase cair dan gas yang terkondensasi menjadi minyak dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, ditambahkan pada bahan baku minyak mentah atau dapat ditingkatkann produknya menggunakan katalis untuk menghasilkan minyak bahan bakar.

Pemilihan lemak sapi sebagai bahan dasar untuk diproses menjadi bahan bakar, memiliki beberapa pertimbangan diantaranya meiliki harga yang relatif murah, merupakan limbah hasil pengolahan daging sapi yang jarang di manfaatkan dan dapat meningkatkan nilai ekonominya Lemak sapi mengandung lemak jenuh cukup tinggi, yang apabila dikonsumsi, berakibat tidak baik bagi kesehatan manusia. Penyakit yang dapat dialami diantarannya, kardiovaskuler (penyakit jantung) seperti penyakit arteri koroner, serta pemicu terjadinya penyempitan pada pembuluh darah sehingga menjadi limbah yang terbuang. Walaupun lemak sapi memiliki dampak yang tidak baik bagi tubuh maupun lingkungan, Allah SWT telah berfirman kepada manusia untuk mengingatkan mannusia agar mempelajari binatang ternak, karena terdapat banyak manfaat yang terkandung didalamnya dan memiliki peran penting bagi kehidupan manusia. Firman di juz 18 surat ke 23 (Al-Mu’minun) ayat 21, yaitu :

(19)

Arinya : “Sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kamu, Kami memberi minum kamu dari air susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian daripadanya kamu makan, (Al-Mu’minun 23:21)”

Lemak sapi tergolong limbah organik karena mengandung protein, lemak dan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi besar mencemari lingkungan (Iman, 2007). Pemotongan satu ekor sapi, diestimasi menghasilkan rendemen lemak sebanyak 4,5 % w/w dari berat hidup sapi (Hermanto, 20008. Konsumsi daging Nasional pada tahun 2014 sebanyak 4 Kg/kapita/tahun atau sebanyak 593.516,62 ton dan diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2024 mencapai 1.045.097,84 ton (BPS dan Ditjen PKH, 2014) serta dapat disimpan dalam waktu yang lama dengan kondisi wadah yang kedap udara untuk menghindari terjadinya oksidasi (Affandi, et al., 2013).

Tallow merupakan lemak jenuh yang dihasilkan melalui proses pemurnian

lemak sapi dengan cara dipanaskan menggunakan pelarut air. Proses pemurnian lemak dengan pemanasan disebut rendering. Berdasarkan penelitian Hanna (1999)

tallow merupakan campuran trigliserida yang sebagian besar tersusun atas asam

lemak jenuh dengan kandungan terbesarnya merupakan senyawa tristearin. Tallow yang berasal dari sumber hewani umumnya digunakan dalam produksi sabun dan sedang dikembangkan pada tahap penelitian dalam menghasilkan asap cair yang mengandung senyawa-senyawa yang berpoteensi sebagai bahan bakar terbarukan menggunakan proses transesterifikasi. Jumlah komponen asam lemak bebas pada

(20)

Kandungan asam palmitat dan asam stearat tallow yang lebih tinggi menyebabkan

tallow memiliki titik leleh dan viskositas yang tinggi (Demirbas, 2008). Menurut

Demirbas (2008), lemak sapi secara struktural meruupakan monoalkil rantai panjang. Komponen asam lemak dalam sampel diantaranya adalah asam palmitat (28,7%), asam stearat (19,5%) dan asam oleat (44,4%).

Penelitian mengenai pengolahan lemak sapi menjadi bahan bakar bio lemak sapi (tallow) telah banyak dilakukan dengan metode transesterifikasi, akan tetapi masih sedikit yang mengkonversinya melalui proses pirolisis. Penelitian tentang konversi lemak sapi menggunakan proses transeterifikasi, telah dilakukan Rosmawaty et al. (2014). Kondisi optimumnya menggunakan 1% katalis KOH dengan pelarut metanol pada suhu 65 0C selama 3 jam, menghasilkan biodiesel sebanyak 78,96 %. Konversi lemak sapi menggunakan reaksi transesterifikasi tidak efsien karena lemak sapi harus dilakukan proses esterifikasi terebih dahulu menggunakan katalis asam serta pelarut metanol. Hal ini dikarenakan lemak sapi memliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi sebesar 7,45 % (Rosmawaty, 2015).

Pirolisis merrupakan salah satu metode depoliimerisasi yang akan menghasilkan produk yang dapat diaplikasikan untu energi terbarukan. Produk yang dihasilkan berupa liquid, char dan gas hasil pembakaran yang aman bagi lingkungan (Basu P, 2013). Reaksi pirolisis sangat dipengaruhi oleh kecepatan naiknya temperatur serta penggunnaan katalis, yang dapat memaksimalkan jumlah total produk asap cair mirip diesel dari pirolisis tallow (Setyono, 2015). Penggunaan katalis juga perlu diperhatikan karena jika penggunaan katalis terlalu banyak, dinilai kurang ekonomis dan semakin banyaknya katalis yang digunakan

(21)

belum tentu dapat meningkatkan produksi biodiesel (Rosmawati, 2015). Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang dibuat dari sumber yang dapat diperbaharui seperti minyak nabati dan lemak hewani. Dibandingkan bahan bakar fosil, bahan bakar biodiesel mempunyai kelebihan diantaranya dapat cepat terurai oleh orgnisme hidup, tidak beracun, mempunyai angka emisi dan gas sulfur yang rendah, serta sangat ramah terhadap lingkungan (Marchetti dan Errazu, 2008).

Proses pirolisis dapat dilakukan menggunakan katalis atau tanpa katalis. Penambahan katalis dapat meningkatkan kandungan bio-oil dengan cara menghilangkan senyawa yang mengandung oksigen melalui H2O dan CO2, mereduksi berat molekul serta menggabungkan struktur kimia pada bahan sehingga membentuk senyawa petrokimia (Bridgewater, 1996). Pirolisis tanpa katalis memerlukan temperatur yang lebih tinggi, sedangkan jika menggunakan katalis temperatur reaksi bisa lebih rendah (Affandi et al. 2011). Penggunaan katalis juga meningkatkan laju reaksi pirolisis sehingga menghasilkan produk cair yang lebih banyak dan mempercepat waktu proses pirolisis (Sonawane et al., 2014).

Proses pirolisis tallow yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan reakor dengan sistem batch. Berdasarkan laporan Thomas Junk, pada tahun 2014, berhasil mengkonversi lemak buaya untuk menghasilkan bahan bakar yang mirip dengan biodiesel. Proses yang dilakukan menggunakan reaktor batch dengan penggunaan katalis yang menghasilkan residu. Katalis yang digunakan pada proses konversi hidrokarbon rantai panjang yaitu katalis perengkahan yang merupakan katalis heterogen dalam bentuk padatan. Pirolisis menggunakann bahan lemak sapi (tallow) yang berasal dari limbah fleshing produk penyamakan kulit. telah

(22)

dilakukan oleh Bambang, 2017 menggunakan katalis Ni/KA, Ni/SiO2, SiO2 dan CaO. Proses tersebut menghasilakan rendemen (% b/b) paling optimum menggunaan katalis KA pada proses batch dengan modifikasi dihasilkkan sebanyak 59,83% asap cair. Hasil analisa GCMS terdapat kandungan fraksi diesel C9 – C16 sebanyak 96,48 %.

Berdasarkan uraian masalah kebutuhan energi yang berbanding terbalik dengan ketersediaan bahan bakar fosil. Penelitian yang dilakukan ini berkaitan dengan pemanfaatan lemak sapi (tallow) dengan proses pirolisis katalitik. Hasil asap cair diharapkan mengandung fraksi gasolin (C6-C11) atau kerosin (C12-C20). Penelitan ini dilakukan dalam upaya mengidentifikasi asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis dengan menggunakan katalis zeolit alam Lammpung, magnesium oksida (MgO), dan tanpa katalis. Variabel tetap yaitu kecepatan kenaikan suhu yaitu 3-5 0C dan variabel kontrol yang digunakan yaitu suhu reaktor pada tetesan pertama dan tetesan terakhir.

Asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis dengan volume terbanyak pada setiap penggunaan katalis selanjutnya dianalisa menggunakan instrumen GCMS (Gas Chromatography-Mass Storage) untuk mengetahui komponen senyawa-senyawa yang terkandung didalamnya serta dilakukan uji densitas fase cair (minyak) pirolisis dari hasil pirolisis katalitik dengan kandungan senyawa yang berpotensi sebagai bahan bakar terbanyak.

(23)

1.2. Rumusan Masalah

1. Berapa perbandingan kuantitas dan kualitas fase cair hasil pirolisis menggunakan katalis magnesium oksida (MgO), zeolit alam Lampung dan tanpa katalis?

2. Bagaimana pengaruh kecepatan kenaikan suhu terhadap hasil pirolisis? 3. Senyawa apa saja yang lebih banyak terkandung pada hasil pirolisis

tallow dan adakah senyawa yang berpotensi sebagai bahan bakar cair?

1.3. Hipotesa Penelitian

1. Asap cair hasil pirolisis menggunakan katalis magnesium oksida (MgO) lebih banyak dibandingkan dengan katalis zeolit alam Lampung, dikarenakan MgO merupakan katalis basa heterogen yang memiliki aktifitas katalitik lebih baik pada sampel dengan kandungan FFA (Free Fatty Acid) yang besar.

2. Kenaikan temperatur reaktor secara perlahan dan stabil dapat memaksimalkan proses pemisahan dan perengkahan yang terjadi didalam reactor pirolisis

3. Senyawa dari fase cair yang dihasilkan memiliki panjang rantai berkisar antara C5 – C18 serta memiliki karakteristik yang mirip dengan biodiesel dan berpotensi sebagai bahan bakar.

(24)

1.4. Tujuan Penelitian

1. Menentukan kondisi proses terbaik dalam melakukan proses pirolisis

tallow untuk menghasilkan fase cair dengan menggunakan variable

pembanding berupa katalis magnesium oksida dan zeolit.

2. Mengetahui pengaruh kecepatan suhu pemanasan terhadap jumlah asap cair hasil pirolisis katalitik..

3. Mengidentifikasi senyawa yang terdapat pada asap cair hasil pirolisis katalitik menggunakan instrumen GCMS dan menentukan apakah senyawa-senyawa yang terkandung berpotensi sebagi bahan bakar atau tidak.

1.5. Manfaat Penelitian

Peneitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang proses pirolisis katalitik lemak sapi (tallow) dengan penambahan katalis zeolit alam Lampung, magnesium oksida (MgO) dan tanpa katalis untuk menghasilkan fase cair yang berpotensi sebagai bahan bakar terbarukan.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lemak sapi (beef tallow)

Menurut Sediaoetama (1985), lemak dan minyak merupakan suatu kelompok dari golongan lipid. Lipid sendiri merupakan golongan senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut nonpolar, seperti dietil eter, benzena, kloroform, dan heksana. Minyak dan lemak merupakan campuran dari ester-ester asam lemak, biasa disebut sebagai trigliserida. Perbedaan lemak dan minyak secara fisika terletak pada wujudnya dalam suhu ruang. Lemak berbentuk padat pada suhu kamar, sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu ruang. Gliserida dalam tumbuhan sebagian besar berupa minyak, karena itu ada istilah minyak nabati dan lemak hewani (Ketaren, 1986). Pembentukan trigliserida sendiri merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda-beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air (Netti H, 2002). Struktur trigliserida secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

(a) (b) (c) (d)

Gambar 1. Reaksi pembentukan minyak dan lemak (a) gliserol (b) asam lemak

(26)

Lemak dalam jaringan hewan pada umumnya terdapat dalam jaringan adipose dan tulang sumsum. Sedangkan pada otot, jaringan syaraf dan kelenjar pada tubuh hewan mengandung sedikit lemak serta lebih banyak kandungan lipid kompleks dan sterol (Ketaren, 1986). Pada sapi, lemak cenderung banyak disimpan pada bagian ginjal dan bagian rongga pelvis. Banyaknya kandungan lemak bervariasi pada setiap spesies sapi dan akan bertambah pada setiap pertumbuhan. Kandungan lemak yang berlebihan akan menurunkan proporsi daging pada sapi (Minish dan Fox, 1979).

Lemak dan minyak sering kali masih ditambahkan ke berbagai bahan pangan dengan berbagai tujuan.Lemak dikonsumsi dalam bentuk olahan menjadi kaldu sebagai penyedap rasa seperti pada sup atau dikonsumsi langsung sebagai tetelan pada bakso. Lemak sapi pada takaran setiap 100 gram, berdasarkan hasil penelitian dihasilkan data kandungan energi sebanyak 818 kalori, protein 1,5 gram, karbohidrat 0 gram, tidak mengandung fosfor, kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C, serta kandunganlemaknya sebanyak 90 gram. Lemak sapi merupakan sumber penghasil oleo stearin dan oleo oil yang diproses menggunakan cara rendering pada suhu stabil 320C sehingga terbentuk kristal. (Winarno, 2008)

Lemak hewani dalam bidang peternakan biasa disebut sebagai tallow dan

lard. Istilah tallow digunakan untuk menyebut lemak yang berasal dari sapi atau

kambing, sedangkan lard merupakan istilah yang digunakan untuk lemak yang berasal dari babi. Proses ekstraksinya biasa digunakan dengan cara rendering (Asriani, 2012). Tallow merupakan hasil pemurnian lemak sapi yang yang

(27)

dihasilkan dari industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Tallow berwujud padat pada suhu kamar.

Pemanfaatan tallow biasanya digunakan untuk bahan dasar pembuatan sabun dan sedang dikembangkan pengolahannya dalam menghasilkan biodiesel mealui proses transesterifikasi dengan menggunakan alcohol yang berlebih untuk bereaksi dengan trigliserida dengan adanya bantuan katalis. Lemak dan trigliserida merupakan trigliserida atau trigliserol. Lemak berbentuk padat pada temperatur kamar dikarenakan memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi secara struktur tidak memiliki ikata rangkap (Winarno, 2004). Kandungan asam lemak jenuh yang tinggi menyebabkan lemak cenderung tidak dimanfaatkan pada produk pangan dikarenakan tidak baik bagi kesehatan tubuh manusia yang dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan K-LDL.

Kualitas dari tallow diklasifikasikan oleh American Institute of Meat

Packers (AIMP) berdasarkan warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam

lemak), kandungan FFA (Free Fatty Acid), Moisture Insoluble and

Unsaponifiable (MIU), bilangan saponifikasi serta bilangan iodin. Asam lemak

yang paling banyak terkandung dalam tallow yaitu oleat 40 % dan palmitat 28 %. Kandungan FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 % sedangkan titter tallow pada umumnya diatas 40 0C. kandungan utama dari tallow yaitu asam oleat 40-45 %, asam palmitat 24-37 %, asam stearate 14-19 %, asam miristat 2-8 %, asam linoleat 3-4 %, dan asam laurat 0,2 % (Djatmiko, 1973).

(28)

2.2. Ekstraksi Lemak

Proses pemisahan lemak yang terkandung pada jaringan hewan atau tanaman dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu pemanasan (rendering), pengepresan (pressing), atau dengan menggunakan pelarut. Teknik rendering dapat dilakukan dengan cara memanaskan lemak daam air (wet rendering) sehingga menyebabkan terpisahnya antara lemak yang berada pada bagian atas. Proses rendering menyebabkan air akan menguap dan rusaknya protein sehingga menyebabkan lemak terpisah dari bahan dasarnya. Proses rendering tanpa menggunakan air biasanya dilakukan untuk mengekstraksi lemak susu dan minyak babi (Winarno, 2004).

Proses ekstraksi lemak dengan menggunakan teknik pengepresan biasa dilakukan pada bahan dasar yang berupa biji-bijian seperti kacang kedelai dan kelapa awit. Bahan yang mengandung lemak diberikan perlakuan awal dengan cara dipotong-potong, dihancurkan atau digiling. Kemudian bahan dipres dengan tekanan tinggi menggunakan alat tekanan hidrolik atau screw press. Teknik ini tidak menghasilkan minyak dengan hasil yang maksimal, karena masih adanya minyak yang tersisa pada bahan. Hasil dari pengepressan pertama menggunakan tekanan hidrolik dapat dipress kembali menggunakan alat filter press.

Penggunaan pelarut pada proses ekstraksi lemak memerlukan biaya yang lebih mahal dibandingkan dengan cara rendering dan pengepresan. Pelarut yang biasa digunakan dalam mengekstraksi lemak yaitu pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya. Kelarutan tersebut dikarenakan polaritas yang sama (Ketaren, 1986). Polaritas bahan dapat berubah dengan adanya proses kimiawi, misalnya dengan

(29)

melarutkan asam lemak pada larutan KOH sehingga lemak dalam keadaan terionisasi dan menyebabkan lemak menjadi lebih polar sehingga data larut dalam air (Netti dan Hendra, 2003). Proses ekstraksi menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan teknik maserasi dan soxhletasi. Proses ini memiliki beberapa kekurangan selain harga pelarut yang relative mahal, lemak yang diperoleh harus dipisahkan dari pelarutnya dengan cara menguapkan pelarutnya dan ampas dari hasil ekstraaksi harus dibebaskan dari pelarut yang tertahan didalamnya sebelum dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

2.3. Pirolisis

Parabir Basu (2013) menjelaskan bahwa proses pirolisis terjadi pemecahan molekul hidrokarbon yang besar dari suatu biomassa, menjadi beberapa hidrokarbon yang lebih kecil dan sederhana, gas yang tidak terkondensasi seperti CO, CO2, serta karbon dalam bentuk padatan yang disebut sebagai char. Sebagai contoh pada pirolisis selulosa yang dipecah menjadi beberapa hidrokarbon yang lebih kecil dan sederhana berupa CH4 (g), H2(g), CO2 (g), CO (g), fenol (C6H5OH (l)), asam asetat (CH3COOH(l)), dan benzen (C6H6 (l)).

Pirolisis merupakan proses dekomposisi secara termokimia dari suatu biomassa menjadi berbagai produk yang berguna, dengan tidak adanya oksidator atau dengan kandungan yang sedikit, sehingga tidak menyebabkan sampai pada proses gasifikasi. Pirolisis merupakan salah satu tahapan reaksi dari proses gasifikasi. Pirolisis memiliki kemiripan atau saling tumpeng tindih dengan proses seperti devolatisasi, karbonisasi, torrefaction, destilasi kering, destilasi destruktif, dan termolisis (Basu Prabir, 2013)

(30)

Produk yang berupa cairan merupakan hasil utama dari proses pirolisis, biasa disebut sebagai minyak pirolisis atau bio-oil. Bio-oil dapat dimanfaatkan pada proses produksi bahan bakar cair atau bahan kimia (Bridgwater, 2003). Sifat dari produk tergantung pada beberapa faktor seperti kandungan sampel biomassa, suhu pirolisis, laju pemanasan, lama waktu pemanasan setelah mencapai suhu pirolisis, tekanan dan penggunaan katalis. Produk awal yang terbentuk dari proses pirolisis berupa gas yang terkondensasi dan char padat. Gas yang terkondensasi kemungkinan dapat terurai lebih lanjut menjadi gas yang tidak terkondensasi (CO, CO2, H2, dan CH4), cairan dan char (Basu Prabir, 2013). Secara sederhana proses pirolisis dapat dijelaskan pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses pirolisis pada partikel biomassa (Basu Prabir, 2013)

Dekomposisi yang terjadi, sebagian melalui reaksi fase gas homogen, dan sebagian melalui reaksi fase gas-padat heterogen. Pada reaksi fase gas, uap yang terkondensasi dipecah menjasi molekul yang lebih kecil sebagai gas yang tetap tidak terkondensasi seperti CO dan CO2.

(31)

Reaksi pirolisis pada umumnya dapat digambarkan dengan rumus sebagai berikut :

CnHmOp (biomassa) heat ∑liquid CxHyOz + ∑gas CaHbOc + H2O + C (char) ‘’’(1) (Basu Prabir, 2013)

Reaktor yang biasa digunakan pada proses pirolisis merupakan reaktor tertutup yang terbuat dari baja atau stainless steel sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kontak langsung dengan oksigen. Energi panas yang digunakan dapat bersumber dari tenaga listrik, tungku pembakaran dengan bahan bakar minyak tanah, LPG, atau dapat memanfaatkan limbah kayu. Proses pirolisis pada umumnya berlangsung pada suhu >300 0C dalam waktu 4-7 jam. Akan tetapi proses ini bergantung pada bahan baku dan cara pembuatannya (Demirbas, 2005 dalam Haji et al. 2006).

Proses pirolisis ini dilakukan dalam rancangan alat yang dapat disebut sebagai reaktor pirolisis. Reaktor pirolisis ini merupakan alat pengurai senyawa-senyawa organik yang dilakukan dengan proses pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar dengan suhu 300-600 oC. Reaktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Reaktor dibalut dengan selimut dari bata dan tanah untuk menghindari panas keluar berlebih, memakai bahab bakar kompor minyak tanah atau gas (Buckingham, 2010).

(32)

Gambar 3. Rangkaian reaktor pirolisis (Kumar & Singh, 2011)

Reaksi kimia yang terjadi pada proses pirolisis bersifat kompleks dan belum dapat dipahami sepenuhnya. Bio-oil yang dihasilkan dapat mengandung lebih dari 300 jenis komponen senyawa, bergantung pada bahan dasar dan kondisi proses. Senyawa yang terkandung pada bio-oil pada umumnya yaitu hidroksi aldehid, hidroksi keton, pyran, furan, asam karboksilat, xylosan, dan phenol yang ditunjukkan pada Gambar 3 (Balat, 2009). Tahapan reaksi yang terjadi selama proses pirolisis diklasifikasikan sebagai reaksi simultan yang ditunjukkan pada Gambar 4 yaitu dehidrasi, depolimerisasi, repolimerisasi, fragmentasi, penyusunan ulang dan kondensasi (Mortensen et al. 2011).

Gambar 4. Senyawa yang umumnya terdapat pada bio-oil (Dickerson T dan Juan

(33)

Gambar 5. Reaksi pada proses pirolisis (Dickerson T dan Juan Soria, 2013)

Terdapat tiga variasi pirolisis berdasarkan laju pemanasan yaitu fast

pyrolysis, mild pyrolysis dan slow pyrolysis, hal tersebut dijelaskan pada Tabel 1.

Produk utama dari fast pyrolysis berupa bahan bakar cair, slow pyrolysis

menghasilkan gas dan arang, sedangkan mild pyrolysis diharapkan dapat menghasilkan bahan bakar cair dengan meningkatnya densitas energy dari biomassa. Pada proses ini, biomassa dipanaskan pada suhu 200-300 0C.

Tabel 1. Jenis pirolisis, istilah yang digunakan, suhu, waktu, hasil, dan

perkembangannya (Mayhead G et al., 2011)

Jenis Pirolisis Mild Slow Fast

Istilah yang Torrefaction, Pembuatan Fast pyrolysis, flash

digunakan pengeringan tanpa arang, pyrolysis

udara, destilasi karbonisasi destruktif

Suhu 400-600 0F (200- 550-750 0F 750-1100 0F (400-600

315 0C) (300-400 0C) 0C)

Lama waktu Cepat ( 5-30 Lama (jam – Sangat cepat (< 1 detik)

pemanasan menit) hari)

Produk utama Torrified wood Charcoal (bio- Cairan (bio-oil), char

(bio-coal) char) (bio-char), gases (H2, CH4, CO, dan CO2). Asap cair

Status Proyek percobaan Telah Proyek percobaan untuk

perkembangan digunakan produk energi.

teknologi dipasaran Diterapkan di industri

(34)

Produk cair hasil pirolisis (bio-oil) merupakan campuran beberapa komponen organik dengan kandungan air yang tinggi (15-35%) dan kadar oksigen (35-40%). Kandungan air dan oksigen tersebut menyebabkan bio-oil memiliki nilai kalor yang rendah – 50% dari bahan bakar konvensional (Czernik dan Bridgwater, 2004). Bio-oil bersifat asam (pH 2-3, berupa asam asetat dan format), oleh karena itu bersifat korosif yang membatasi potensi aplikasinya. Bio-oil tidak stabil selama waktu penyimpanan dibandingkan dengan bahan bakar fosil yang lebih stabil. Nilai viskositas dan berat molekul semakin lama terus meningkat dan dapat terjadi pemisahan fase. Sifat-sifat tersebut menjadikan bio-oil tidak dapat dicampur langsung dengan bahan bakar hidrokarbon (Oasmaa, 2003).

Bio-oil berpotensi untuk menggantikan bahan bakar konvensional pada ketel uap, mesin pembakaran, dan turbin. Hasil dari beberaa percobaan yang telah dilakukan meunjukkan bahwa pergantian dapat dilakukan, akan tetapi masih terdapat potensi kerusakan pada mesin dikarenakan kandungan asam yang tinggi pada bio-oil dan nilai kalor yang rendah menyebabkan masalah pada pengappian sehingga diperlukan proses modifikasi terlebih dahulu. Sebagian besar produsen mesin turbin tidak menjamin penggunaan bahan bakar bio-oil. Pemurnian lebih lanjut diperlukan dalam memaksimalkan penggunaan bio-oil. Biaya produksi yang digunakan bio-oil lebih murah dibandingkan dengan bahan bakar fosil (Czemik dan Bridgewater, 2004). Bio-oil dari hasil fastpyrolysis diolah menjadi asap cair dan penyedap makanan.

Gas yang terkondensasi (uap organik yang terdiri dari lignin terfragmentasi, celulosa dan hemiselulosa) pada fast-pyrolysis dengan cepat berubah fase menjadi cair membentuk bio-minyak. Gas yang tidak terkondensasi pada proses pirolisis

(35)

terdiri dari hydrogen, metana, karbon monoksida dan karbon dioksida. Hal ini memungkinkan untuk produksi hydrogen dalam jumlah besar dalam preferensi untuk minyak dengan mengoptimalkan pada suhu tinggi, kecepatan pemanasan yang tinggi, dan waktu yang lama dalam keadaan uap (Demirbas, 2009). Penambahan katalis dapat meningkatkan hasil hydrogen. Katalis yang digunakan pada umumnya yaitu nikel, kalium, kalsium dan magnesium. Gas pada umumnya terkondensasi menjadi bio-oil atau dibakar sebagai bagian dari proses pirolisis. Hidrogen dapat dimanfaatkan sebagai fuel cells untuk transportasi, tapi penggunaan ini masih dalam proses pengembangan di pasaran.

Semua proses pirolisis adalah endotermik yang membutuhkan energy panas terjadinya reaksi. Sumber panas berasal dari luar reaktor (contohnya dari pemanas listrik, pembakaran dari gas propane) atau dapat dihasilkan dari dalam reaktor (berupa pembakaran sebagian bahan baku atau gas atau cairan yang dihasilkan). Saat pemanasan , energy dialirkan ke permukaan partikel biomassa, kemudian menembus kedalam partikel. Energy panas memecah ikatan kimia dalam partikel ehingga biomassa terdegradasi menjadi bagan-bagian penyusunnya (terjadi depolimerisasi, dan fragmentasi lignin, hemiselulosa, selulosa dan fraksi yang terekstraksi) (Venderbosch dan Prins, 2010).

Solusi dalam meningkatkan kualitas bio-oil dari hasil fastpyrolysis pada produksi bahan bakar hidrokarbon, uap yang dilepaskan selama proses dapat melewati katalis asam padat untuk mendapatkan bio-oil yang lebih baik. Senyawa polar yang mengandung oksigen pada uap, sebagian atau seluruhnya dapat terdeoksigenasi melalui aktivitas katalis asam yang terjadi ketika uap melewati pori-pori katalis (Cheng, 2012). Reaksi katalis asam dapat mengurangi tingkat

(36)

keasaman dan meningkatkan stabilitas dari bio-oil yang dihasilkan dibandingkan dengan metode konvensional (non-katalitik) (Stefanidis et al., 2012). Katalis yang paling umum digunakan yaitu zeolit, katalis asam padat berpori dengan struktur alumino-silikat (Mullen et al. 2011). Kekurangan dari pirolisis katalitik yaitu pembentukan sejumlah besar arang dari hasil penyerapan air pada senyawa organik oleh katalis asam (Zhang et al. 2009). Kandungan asam dengan densitas yang tinggi dan luas permukaan yang kecil pada penggunaaan katalis menyebabkan uap seluruhnya terdeoksigenasi membentuk senyawa aromatik terutama benzene, toluene dan xylene (BTX) dan sebagian kecil olefin yang tebentuk. Konversi molekul oksigen secara keseluruhan menghasilkan sedikit bahan bakar hidrokarbon dan sebagian besar arang (kokas) (Cheng, 2012). Pada penggunaan katalis dengan kandungan asam yang rendah dan luas permukaan yang besar, hanya sebagian uap organik yang terdeoksigenasi, sehingga menghasilkan bio-oil (minyak hidrokarbon) yang lebih banyak dan kandungan arang yang rendah (Zacher, 2011).

Penelitian tentang pirolisis minyak nabati, biasanya dilakukan pada suhu antara 300-500 0C dengan lama proses yang lebih lama. Proses yang dilakukan tidak mewakili jenis fastpyrolysis yang pada umumnya ditandai dengan suhu diatas 500 0C dan lama waktu reaksi dalam hitungan detik (Maher dan Bressler, 2006).

2.4. Katalis

Penambahan katalis pada proses pirolisis dapat meningkatkan reaksi kimia yang mungkin terjadi selama proses berlagsung, diantaranya cracking, dekarboksilasi, hydrocracking, hydrodeoxygenation, dan hidrogenasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 4 (Mortensen et al. 2011). Penambahan katalis dapat meningkatkan kandungan bio-oil dengan cara menghilangkan senyawa yang

(37)

mengandung oksigen melalui H2O dan CO2, mereduksi berat molekul serta menggabungkan struktur kimia pada bahan sehingga membentuk senyawa petrokimia. Hal yang menarik dari biomassa yaitu struktur kimia ion alaminya memiliki efek katalitik dalam kondisi proses pirolisis (Bridgewater, 1996), misalnya menurunkan hasil bio-oil sehingga menggeser reaksi ke pembentukan char dan gas (Sekiguchi dan Shafizadeh, 1984). Pengaruh ini telah diamati dengan sebagian besar komponen norganik yang terkandung pada biomassa seperti silika, Na, K, Mg dan Ca (Raveendran, Ganesh dan Khilar, 1995). Baik pada kation maupun anion yang terkandung, menunjukkan adanya pengaruh pada produk hasil pirolisis (Muller et al. 2003). Reaksi yang dapat terjadi pada saat proses pirolisis dapat dijelaskan pada Gambar 6.

Gambar 6. Jenis pirolisis, istilah yang digunakan, suhu, waktu, hasil, dan

perkembangannya (Mayhead G et al., 2011)

Katalis yang digunakan pada proses pirolisis harus bersifat sangat aktif, selektif terhadap produk tertentu, tahan terhadap deaktivasi, mudah di daur ulang,

(38)

dan murah. Sebagian besar katalis yang digunakan dalam meningkatkan produksi bio-oil merupakan katalis logam yang disupport dalam material yang murah seperti karbon, silika atau alumina (Dickerson dan Soria, 2013). Support katalis menjadikan katalis dapat digunakan pada suhu tinggi dikarenakan logam yang terdispersi didalamnya. Setiap jenis katalis memiliki mekanisme reaksi yang berbeda dalam mendeoksigenasi dan mengkatalisasi jenis reaksi lainnya. Pada pirolisis terdapat dua jenis penggunaan proses katalis yang telah banyak diteliti, yaitu hidrodeoksigenasi dan perengkahan menggunakan zeolit (Dickerson dan Soria, 2013).

Hidrodeoksigenasi adalah proses hidrogenolisis untuk menghilangkan oksigen pada bahan baku. Ikatan karbon-oksigen dipecah oleh hydrogen dengan adanya katalis sehingga menghasilkan CO2 dan H2O serta sebagian menghilangkan oksigen dari produk akhir. Reaktivitas katalis bergantung pada jumlah dan kekuatan dari kedua situs asam lewis dan bronsted pada system katalis. Katalis yang sering digunakan merupakan jenis katalis yang berasal dari senyawa sulfida atau oksida dan logam transisi (Dickerson dan Soria, 2013).

Telah dilaporkan bahwa penggunaan katalis pada proses pirolisis, langkah pertama yang terjadi pada dekomposisi trigliserida yaitu pemecahan trigliserida oleh pengaruh suhu menjadi komponen senyawa berat oksigen seperti keton dan aldehid. Kemudian pemecahan oleh katalis dan suhu menjadi senyawa olefin dan parafin yang selanjutnya senyawa olefin dipecah oleh katalis menjadi senyawa alifatik dan aromatic. Arang (coke) dihasilkan dari sisa proses pemanasan sampel atau hasil proses katalitik senyawa aromatik rantai panjang (Katikaneni et al., 1996).

(39)

2.4.1. Zeolit

Zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1756 oleh ahli mineralogi yang berasal dari swedia bernama Axel Comstedt. Mineral tersebut memiliki sifat seperti batu didih (boiling stone) yang dapat mengeluarkan gelembung-gelembung udara ketika dipanaskan. Dikemudian hari mineral ini disebut sebagai zeolit yang berasal dari Bahasa yunani dan merupakan gabungan kata zeo dan lithos yang berarti batu yang mendidih. Kemudian pada tahun 1984, Joseph V Smith seorang ahli kristalogi asal amerika mendefinisikan zeolit sebagai Kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam suatu kerangka tiga dimensi. Ion-ion logam yang terkandung didalamnya dapat dapat diganti oleh katIon-ion lain tanpe merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversible (Mumpton, 1978).

Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral AlO45- dan yang saling berhubungan melalui atom O. Zeolit zeolit memiliki tiga komponen yaitu kation yang dipertukarkan, kerangka aluminosilikat, dan fase air (Amy, et al., 1999). Secara umum rumus kimia dari zeolit adalah :

M2/nO.[(Al2O3)x(SiO2)y].mH2O

Keterangan : M = Kation alkali atau alkali tanah n = Valensi kation

x,y = Jumlah tetrahedral per satu unit sel [ ] = Struktur kerangka aluminosilikat m = Jumlah molekul air yang terikat

Zeolit mempunyai struktur yang berongga yang terbentuk karena pemakaian bersama atom O oleh dua tetrahedral (sharing atom O), sehingga setiap tetrahedral berikatan dengan 4 tetrahedral lainnya. Struktur berongga tersebut menjadikan zeolit dimanfaatkan sebagai penyaring molecular (molecular sieves),

(40)

penukar ion, bahan penyerap (adsorben), dan katalisator (Murat A. et al. , 2006). Susunan kimia pada zeolit yang terdiri dari Kristal hidrat dan alumina silikat menyebabkan zeolit memiliki stabilitas terhadap panas dan radiasi yang tinggi. Kation alkali dan alkali tanah yang sering digunakan diantaranya adalah Na+, K+, dan Mg2+ yang memiliki mobilitas cukup baik untuk menyeimbangkan muatan negative akibat subsitusi parsial Si4+ dan Al3+. Kation tersebut dapat bergerak babas dalam kerangka zeolit dan dikelilingi oleh molekul air sehingga mudah untuk menggantikannya dengan kation lainnya tanpa merusak kerangka zeolit (Dutta, 2000). Kerangka dasar aluminosilikat pada zeolit dapat dilihat pada Gambar 7.

Keterangan : =Si

4+

= Al

3+

= O

Gambar 7. Kerangka Dasar Aluminosilikat pada Zeolit (Suyartono,1986)

Zeolit memiliki beraneka ragam bentuk dan jenis, tergantung pada cara perolehannya. Zeolit dapat diperoleh dari alam dan dapat pula disintesis. Zeolit sintetik diperoleh melalui sintesis kimia dengan cara hidrotermal dengan sifat yang hampir sama dengan zeolit alam, namun dengan tujuan menghasilkan sifat fisis yang lebih baik. Sifat-sifat zeolit yang diinginkan dapat dimodifikasi dengan memvariasikan kandungan unsul Al dan Si. Pada umumnya zeolit sintetik hanya mengandung kation-kation K+ atau Na+ (Flanigen, 1991).

Zeolit alam terbentuk melalui proses alam yaitu terjadinya proses hidrotermal pada batuan beku basa (kandungan SiO2 antara 45% - 52%). Zeolit ini biasanya ditemukan dalam celah yang mengisi atuan tersebut. Kondisi batuan,

(41)

tanah dan lingkungan tempat pembentukannya sangat mempengaruhi sifat-sifat fisik, kimia dan struktur zeolit yang terbentuk (Yuanita, 2010). Selain itu, kedalaman lapisan tanah dimana mineral zeolit ditambang juga mempengaruhi komposisi kimia zeolit yang didapat walaupun dari tempat yang sama (Razzak, 2009). Mineral zeolit banyak terdapat di Indonesia dengan jenis yang beragam dan tersebar dibeberapa daerah berbukit seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga ke Sulawesi. Jenis zeolit alam yang paling umum dijumpai di Indonesia adalah klinoptilolit dengan rumus kimia (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O. ion Na+ dan K+ merupakan kation yang dapat dipertukarkan, sedangkan Al dan Si merupakan struktur kation dan oksigen yang akan membentuk struktur tetrahedron pada zeolit (Las, 2006). Gambar struktur klinoptilolit dapa dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Struktur Klinoptilolit (Suyartono, 1986)

Penelitian ini menggunakan sampel zeolit alam lampung yang diperoleh dari lokasi penambangan PT. Winatama Mineral Perdana Desa Kalianda Lampung dan diperoleh dikedalaman ±13 m di bawah permukaan tanah. Zeolit tersebut mempunyai mempunyai densitas antara 1,9942 g/mL-2,1781 g/mL, volume pori total zeolit 86,26 x 10-3, dan luas permukaan 38,93 m2. Zeolit alam aktif memiliki aktivitas perengkahan yang cukup tinggi dengan selektivitas rendah karena sifatnya yang sangat asam. Zeolit alam sebelum digunakan harus dilakukan proses aktivasi terlebih dahulu. Tujuan aktivasi yaitu untuk menghilangkan oksida logam yang

(42)

menutupi pori sehingga daya serap dan daya tukar ion menjadi optimal (Rosdiana, 2006). Terdapat beberapa langkah utama untuk mengaktifkan zeolit alam, antara lain yaitu pemanasan awal (pre-kalsinasi), pencucican kimi, pertukaran ion, kalsinasi dan dealuminasi (Yuliusman et al., 2009).

Komposisi zeolit alam lampung ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi zeolit alam dari lampung (Yuliusman et al., 2009)

Senyawa yang diukur Kadar Berat (%)

SiO2 72,6 Al2O3 12,4 Fe2O3 1,19 Na2O 0,45 TiO2 0,16 MgO 1,15 K2O 2,17 CaO 3,56 Lain 6,32

Rumus Kimia klinoptilolit secara umum Na6(AlO2)6(SiO2)30.24 H2O Klinoptilolit Lampung Na2,94K1,35Ca0,63Mg0,21Al6,25Si29,74O7220H2O

Kemampuan zeolit sebagai katalis dipengaruhi oleh adanya pusat-pusat aktif yang terbentuk karena adanya gugus fungsi asam tipe Bronsted dan Lewis pada pori-pori zeolit. Pusat-pusat aktif asam ini menjadikan zeolit banyak digunakan pada proses perengkahan. Reaksi kataalitik berlangsung pada permukaan katalis, sehingga luas permukaan katalis berbanding lurus dengan aktivitas katalitik yang terjadi (Dyer, 1998).

Pemanfaatan zeolit sebagai katalis telah banyak digunakan pada proses transesterifikasi minyak dan lemak dari tumbuhan atau hewan untuk menghasilkan bahan bakar biodiesel. Jenis zeolit yang umum digunakan pada proses perengkahan yaitu ZSM-5 yang merupakan zeolit sintetik dengan kadar Si yang tinggi. Pada tahun 1972 telah ditemukan HZSM-5 (High Zeolite Socony Mobile-5) yang

(43)

terbukti dapat mengkonversi berbagai jenis bahan menjadi produk yang memiliki nilai oktan yang tinggi, senyawa aromatik dan produk bensin. Katalis ini telah digunakan untuk mengkonversi minyak nabati menjadi senyawa bensin. Aktivitas dan selektivitas katalis ini tergantung pada beberapa faktor seperti tingkat keasaman, massa, ukuran dan bentuk pori-pori (Twaiq et al., 1999). Sekelompok peneliti telah mempelajari secara ekstensif konversi minyak nabati terutama dari bahan conola dengan berbagai jenis zeolit, berbagai kondisi reaksi dan dengan penambahan uap (Katikaneni et al., 1995; Prasad et al., 1986). Reaksi dilakukan pada reaktor jenis fixed bed micro dengan suhu antara 300-500 0C dan tekanan atmosfir menghasilkan konversi yang maksimal dengan kandungan senyawa aromatik dalam fraksi cair senyawa organik dengan konsentrasi tinggi.

Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia yang berkaitan dengan penggunaan zeolit pada proses pirolisis salah satunya telah dilakukan dengan menggunakan bahan baku minyak pelumas bekas. Suhu pirolisis diantara 400-5100C dengan penambahan katalis sebanyak 5 % dan laju pemanasan 5 0C/menit. Produk yang dihasilkan berupa cairan, residu padat, gas yang terkondensasi dan tidak terkondensasi. Komposisi hidrokarbon hasil analisa yaitu alkana (parrafin), alkena (olefin) dan senyawa aromatik (Gama Askaditya, 2010). Penggunaan katalis zeolit telah terbukti efektif pada perengkahan trigliserida berbahan baku minyak nabati menjadi bahan bakar cair berbagai jenis senyawa hidrkarbon. Akan tetapi pada penelitian tersebut masih dihasilkan produk dalam bentuk gas yang tidak terkondensasi (Maher dan Bressler, 2006).

(44)

2.4.2. Katalis Heterogen Basa dari Oksida Logam Alkali-tanah

Katalis heterogen basa pada umumnya berasal dari senyawa oksida logam alkali, oksida logam alkali-tanah, zeolit basa, hidrotalsit dan kitosan (Ridlo, 2010). Oksida logam yang berasal dari alkali-tanah telah digunakan secara luas pada proses transesterifikasi minyak atau lemak yang mengandung FFA (free fatty

acid) rendah. Situs basa pada katalis oksida logam alkali-tanah disebabkan karena

adanya pasangan ion M2+ yang berasl dari logam alkali-tanah (bersifat asam lewis) dan ion O2- yang memiliki sifat basa bronsted. Aktivitaas katalitik dimiliki dipengaruhi oleh kekuatan basa serta kelarutan tiap oksida yang berturut-turut besarnya MgO<CaO<SrO. Luas permukaan MgO, CaO dan SrO berturut-turut 200 m2/g, 13 m2/g, dan 2 m2/g (Rohmadi, 2010).

Kalsium oksida (CaO) biasanya dibuat dari dekomposisi termal dari bahan seperti kapur, batu gamping, yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3 ; mineral kalsit). Proses ini terjadi dengan cara memanaskan bahan sampai suhu lebih besar dari 825 0C selama 1,5 jam dalam aliran gas helium. Proses ini dinamakan kalsinasi yang bertujuan untuk memisahkan CO2 dari senyawa sehingga terbentuk lebih banyak pori pada partikel CaO. Karekteristik pori tersebut sangat mempengaruhi aktivitas katalitik CaO (Rohmadi, 2010). Manfaat penggunaan CaO sebagai katalis basa yaitu memiliki aktivitas yang tinggi, kelarutannya yang rendah, masa katalis yang lama, ketersediaan bahan yang melimpah dan biaya katalis yang rendah (Tuti Indah et al., 2011).

Magnesium oksida (MgO) dapat dibuat dengan proses pemanasan secara langsung magnesium karbonat atau magnesium hidroksida. MgO mempunyai aktivitas katalitik yang rendah yaitu 0,015 mmol.min-1 .g(cat)-1.m-2. Hal ini

(45)

disebabkan karena MgO mempunyai kekuatan basa yang paling lemah dibandingkan dengan katalis oksida alkali-tanah yang lain. Putun pada tahun 2010 telah melakukan penelitian menggunakan bahan baku biji kapas dengan katalis MgO dengan perbandingan 5%, 10%, 15% dan 20% dari bahan baku. Proses pirolisis dilakukan pada suhu 550 0C. Peningkatan jumlah katalis menyebabkan berkurangnya minyak yang dihasilkan serta meningkatnya produksi gas dan arang. MgO meningkatkan kualitas minyak yang dihasilkan dengan mengurangi kadar oksigen dari 9,56 % menjadi 4,90 % dan mengkonversi hampir semua alkana rantai panjang dan alkena menjadi molekul hidrokarbon berat yang lebih pendek pada kisaran bahan bakar diesel.

Penggunaan katalis CaO dan MgO pada proses perengkahan minyak nabati dan lemak hewani telah dilakukan di Cina dalam skala besar selama perang Dunia II. Reaksi perengkahan tersebut dilakukan dalam reaktor batch (Simacek et

al., 2009). Selain itu, penelitian lain dilakukan menggunakan bahan baku kayu

pohon poplar, pirolisis dilakukan pada suhu 600 0C menggunakan katalis MgO, CaO, TiO2, Fe2O3, NiO dan ZnO. Penggunaan ZnO tidak menunjukkan perubahan akibat aktivitas katalitik, katalis CaO mereduksi produk berat termasuk fenol dan gula anhidrat serta meningkatkan pembentukan siklopentanon, senyawa hidrokarbon, dan produk ringan seperti asetaldehida, 2-butanon, dan methanol. Katalis CaO juga mereduksi asam. Katalis lainnya tidak terlalu efektif dan katalis Fe2O3 menghasilkan produk PAH (Lu, Zhang, Dong dan Zhu, 2010).

(46)

2.5. Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)

Kromatografi gas spektrometri massa (GCMS) merupakan instrumen analisis hasil kombinasi antara kromatografi gas dan spektrometri massa, kromatografi gas memiliki kemampuan yang sangat baik dalam hal pemisahan dan analisis kuantitatif komponen sedangkan spektrometri massa memiliki kemampuan yang tinggi dalam hal identifikasi atau analisis kualitatif (Skoog et al, 1998). Pada GCMS aliran dari kolom terhubung secara langsung pada ruang ionisasi spektrometer massa. Pada ruang ionisasi semua molekul (termasuk gas pembawa, pelarut, dan solut) akan terionisasi, dan ion dipisahkan berdasarkan massa dan rasio muatannya. Setiap solut mengalami fragmentasi yang khas (karakteristik) menjadi ion yang lebih kecil, sehingga spektrum massa yang terbentuk dapat digunakan untuk mengidentifikasi solut secara kualitatif (Harvey, 2000).

Sampel pada kromatografi gas (GC) berupa gas atau cairan dapat langsung diinjeksi pada aliran fase gerak yang berupa gas inert (juga disebut sebagai gas pembawa). jika sampel dalam bentuk padatan maka harus dilarutkan pada pelarut yang dapat diuapkan. Sampel dibawa melalui kolom kapiler dan komponen sampel akan terpisah berdasarkan kemampuannya untuk terdistribusi dalam fase gerak dan fase diam (Harvey, 2000).

Fase gerak yang paling umum digunakan untuk GC adalah He, Ne, Ar, dan N2, yang memiliki keuntungan inert terhadap sampel maupun terhadap fase diam. Sedangkan kolom yang digunakan biasanya terbuat dari kaca, stainless steel, tembaga, atau alumunium dan mempunyai panjang sekitar 2-6 m, dan

(47)

diameter 2-4 mm. Kolom diisi dengan suatu fase diam dengan kisaran 37-44 µm sampai 250-354 µm (Harvey, 2000).

Komponen yang telah dipisahkan dengan kromatografi gas selanjutnya dapat dideteksi dengan spektrometer massa. Silverstein et al,. (2005), konsep dari spektrometri massa adalah sederhana, yaitu suatu senyawa akan diionisasikan sehingga molekul gas itu akan mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif, ion akan dipisahkan berdasarkan massa/rasio muatan (m/z) dan beberapa ion akan menunjukkan masing-masing unit massa/muatan yang terekam sebagai spektrum massa. Sistem instrumentasi GC-MS dapat dilihat pada Gambar 9.

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan di halaman rumah peneliti. Analisa GC-MS dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Oktober 2015 sampai januari 2016.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat-alat gelas, seperangkat reaktor pirolisis semi terbuka yang terbuat dari baja (stainless steel) dengan spesifikasi bentuk padat silinder memiliki diameter 7 cm, tinggi 16 cm yang dilubangi didalamnya yang berdiameter 5,5 cm, ketebalan reaktor 1,5 cm, memiliki penutup berrdiameter 12.5 cm pada bagian tengah penutup terdapat selongsong pipa dari bahan stainless stell panjang 50 cm, seperangkat alat pengencang, pembuka da sikat pembersih reaktor, tungku pemanas, regulator, tabung gas LPG 3 Kg, pipa kondensor tipe horizontal kondensor panjang 60 cm, pompa air akuarium, teflon seals ring, ring piston yamaha 4 tak tipe YZF R1 ukuran 78 mm , jaring kawatt alumunium ukuran 0,38mm, termometer

K-thermocouple HI 9043, neraca analitik Adventurer Ohaus, piknometer, kertas

saring, instrumen GC Agilent 7890A dan MS Agilent 5975C.

(49)

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain yaitu lemak sapi yang di dapat dari RPH (Rumah Pemotongan Hewan) pasar Parung – Bogor, chlorofoam teknis, air sumur dan akuades, katalis MgO powder murni (Merck), katalis zeolit alam lampung jenis klinoptilolit dari (Zeo Kap Kan/ ZKK dari CV Minatama Perdana Lampung, batu gamping, NH4Cl 1 M, AgNO3.

(50)

3.3 Diagram Alir

(51)

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan meliputi beberapa tahap yaitu ekstraksi lemak padat (tallow) dari lemak sapi menggunakan proses rendering (pemanasan),

preparasi katalis zeolit alam (ZA), proses pirolisis tallow, analisa minyak pirolisis dengan GC-MS dan uji densitas hasil pirolisis.

3.4.1 Ekstraksi Lemak Sapi Menjadi Lemak Padat (Tallow)

Proses ekstraksi dilakukan menggunakan proses rendering dengan cara memanaskan 500 g lemak sapi yang telah dipotong kecil dalam air sampai mendidih selama satu jam. Lemak sapi dan air dipisahkan dengan air. Setelah itu air dari hasil proses rendering didinginkan sampai tallow yang dihasilkan pada bagian atas mengeras dan dipisahkan dari cairan yang berada dibawahnya.

3.4.2 Preparasi dan Aktivasi Katalis Zeolit Alam Lampung

Zeolit alam klinoptilolit dihaluskan dan disaring atau diayak dengan ukuran 2 mm. Selanjutnya direndam dalam akuades sambil diaduk selama 3 hari (8 jam/hari) pada temperatur kamar. Kemudian disaring, endapan yang bersih dikeringkan dalam oven pada temperatur 120 oC selama 2 jam. Selanjutnya zeolit direndam ke dalam larutan NH4Cl 1 M selama 24 jam pada temperatur kamar. Setelah selesai, zeolit disaring, dicuci dengan akuades dan diuji kandungan ion kloridanya (Cl-) menggunakan larutan perak nitrat (AgNO3) sampai tidak ada endapan. Kemudian zeolit dikeringkan dalam oven pada temperatur 120 oC. Setelah dingin, zeolit diletakkan dalam cawan porselin dan dikalsinasi selama 1 malam, pada temperatur 450 oC dalam furnace. Selanjutnya didinginkan dan diperoleh zeolit aktif.

(52)

3.4.3 Proses Pirolisis Tallow

Proses pirolisis dilakukan dengan menggunakan reaktor pirolisis jenis reaktor terbuka yang terbuat dari stainless steel. Sebanyak 20 g tallow dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis. Penambahan variasi katalis MgO, Zeolit masing-masimg (3 %; 5 %,; 7 %) dan tanpa katalis. Katalis ditempatkan pada wadah jaring kawat alumunium. Diantara reaktor dan penutup reactor diganjal dengan teflon seal ring dan piiston ring, setelah itu dikencangkan menggunakan baut. Reaktor dimasukkan kedalam tungku dengan alas kaki tiga dan ujung selang reaktor dirangkai dengan kondensor dan dilakban hingga rapat. Setelah itu ditempatkan gelas ukur yang direkatkan denngan lakban pada ujung saluran keluar kondensor sebagai wadah penampung minyak hasil pirolisis. Selanjutnya dialirkan air ke kondensor, dipasang termometer yang ditempelkan pada bagian penutup reaktor. Setelah semua rangkaian terpasang dengan benar, reaktor dipanaskan dengan menggunakan api dari regulator yang bersumber dari gas LPG (gambar 2). Selanjutnya dilakukan pengamatan selama proses pirolisis berlangsung.

Proses pirolisis yang dilaukan menggunakan menggunakan parameter kecepatan kenaikan suhu reaktor (3-5) 0C. Penentuan hasil optimum detentukan sementara berdasarkan banyaknya volume rendemen dari hasil pirolisis, sebelum akhirnya dianalisa menggunakan GC-MS dan uji densitas. Selanjutnya ditentukan hasil proses peirolisis yang menghasilkan rendemen terbanyak yang berpotensi sebagai bahan bakar.

(53)

3.4.4 Analisa Produk Cair dengan GC-MS

Fraksi cair (minyak) hasil pirolisis pada kondisi optimum dianalisa dengan menggunakan instrumen GC-MS sebanyak 0,1 mL. Tiap variasi yang diperoleh juga dianaisis sebagai pembanding. Kondisi operasi dan spesifikasi alat GC-MS yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi operasi dan spesifikasi alat GC-MS yang digunakan

Merk / tipe Agilent / 7890A

Jenis kolom HP – 5MS (panjang 60 m, diameter 0,250 mm, ketebalan film 0,25 µm), 5% diphenyl / 95% dimethylsiloxane.

Gas pembawa Helium Split ratio 20: 1

Split flow 20 mL / menit Tekanan 19,35 psi

Oven program HP – 5MS (panjang 60 m, diameter 0,250 mm, ketebalan film 0,25 µm), 5% diphenyl / 95% dimethylsiloxane.

Solvent delay 0 menit Start mass 35 m/z End mass 600 m/z

Model [EI +] Electron Ionization Full scan

3.4.5 Uji densitas (Massa jenis)

Piknometer dibersihkan dengan HCl, lalu dibilas sebanyak 3 kali dengan aquades, sekali dengan alkohol dan kemudian dikeringkan di dalam oven selama 5 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam desikator selama 10 menit, lalu piknometer ditimbang hingga diperoleh massa tetap (W1). Piknometer diisi dengan minyak pirolisis dampai batas garis, bagian luarnya dilap hingga kering

(54)

dan ditimbang hingga diperoleh massa yang tetap (W2). Massa jenis ditentukan dengan menggunakan rumus : ρ = m ÷ v

Keterangan : ρ = massa jenis (kg / m3)

m = massa (Kg) yang didapat dari berat W2 – W1 v = volume (m3)

(55)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Ekstraksi Lemak Sapi

Ekstraksi lemak sapi dilakukan untuk menghasilkan tallow yang akan digunakan sebagai bahan dalam prooses pirolisis. Ekstraksi lemak sapi dilakukan menggunakan metode rendeering. Metode Rendeering merupakan yang dilakuan dengan cara pemanasan. Pelarut yang digunakan pada proses rendeering yaitu air sumur sebanyak 1,5 L yang dipanaskan hingga mencapai suhu pada kisaran 80-1000.C. Massa lemak sapi yang dimasukkan sebanyak 1 Kg, proses rendeering dilakukan selama 90 menit hingga diperoleh lemak murni (tallow) yng telah terpisah dari jaringan otot dan daging. Proses rendeering yang dilakukan menyebabkan terpisahnya air, jaringan otot dan dagingt serta tallow dalam bentuk cair yang akan berubah fasa menjadi padat yang terletak diatas air (Gambar 11). Setelah proses pendinginan selama 1 jam. Hal ini menunjukkan bahwa tallow memiliki berat jenis lebih kecil dari air.

Gambar 11. Hasil rendeering setelah didinginkan

Proses ekstraksi lemak dengan rendeering digunakan karena lebih murah, mudah dan sederhana dibanding dengan metode pengepresan atau pemerasan dan metode ekstraksi solven. Proses rendering menyebabkan air akan menguap dan

Gambar

Gambar 21. Sisa hasil pirolisis yang terletak di bawah reaktor .........................
Gambar 1. Reaksi pembentukan minyak dan lemak (a) gliserol (b) asam lemak  (c) trigliserida (d) air
Gambar  2.  Proses  pirolisis  pada  partikel  biomassa  (Basu  Prabir,  2013)  Dekomposisi yang terjadi, sebagian melalui reaksi fase gas homogen, dan  sebagian melalui reaksi  fase gas-padat heterogen
Gambar 3. Rangkaian reaktor pirolisis (Kumar &amp; Singh, 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perkara ini, Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan bentuk dakwaan alternatif yaitu dakwaan primer: didakwa dengan Pasal 374 KUHP dan dakwaan subsidair:

Strategi Merek berpengaruh secara simultan terhadap keputusan pembelian konsumen di UD Sinar Sakti Manado, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa diduga variabel Diferensiasi Produk

Satpol PP juga mengajak PKL untuk mengikuti aturan agar tidak melanggar peraturan daerah yang telah.Yang terakhir Satpol PP melakukan tahap represif atau penertiban

Pada hari ini, Minggu, 21 Februari 2021, telah diperiksa di Laboratorium PCR dan TCM RSUD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Laboratorium PCR RS Universitas Mataram,

Penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar geografi tentang sejarah pembentukan bumi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Salem Kecamatan Salem Kabupaten

Zweig dalam Prawirosentono (1999), menyatakan bahwa efektivitas kerja adalah proses penilaian hasil kerja yang akan digunakan oleh pihak manajemen untuk memberi

Mata kuliah ini Menjelaskan secara komprehensif mengenai hakekat ekologi, bidang kajian ekologi, faktor lingkungan, penentuan faktor-faktor lingkungan yang