PERBEDAAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK
DAN BUKAN PEROKOK
Oleh:
HILFERIA SIMBOLON
110100263
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERBEDAAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK
DAN BUKAN PEROKOK
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
HILFERIA SIMBOLON
110100263
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Perbedaan Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok dan Bukan Perokok
Nama : Hilferia Simbolon NIM : 110100263
Pembimbing Penguji I
(dr. Eka Roina Megwati, M.Kes) (dr. Emil Azlin, Sp.A(K))
Penguji II
(dr.Rizalina A. A, Sp.THT-KL(K))
Medan, Januari 2015 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Merokok merupakan salah satu masalah terpenting di dunia, karena terbukti dapat menyebabkan gangguan pada banyak organ tubuh manusia dan menimbulkan angka kematian hampir 6 juta setiap tahunnya (WHO, 2013).Pada sistem pernapasan, kebiasaan merokok dapat menyebabkan penurunan aliran udara dari dan ke dalam paru. Salah satu cara untuk menilai fungsi paru adalah dengan mengukur Arus Puncak Ekspirasi (APE), yang merupakan parameter untuk mengetahui sedini mungkin adanya penurunan fungsi paru, penyempitan ataupun sumbatan pada saluran napas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaaan APE pada perokok dan bukan perokok.Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan metode potong-melintang. Sampel penelitian berjumlah 54 orang mahasiswa laki-laki FK USU angkatan 2011, 2012, dan 2013 yang perokok maupun yang bukan perokok dan diambil dengan cara consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer yang diperoleh dengan mengukur APE menggunakan Peak Flow Meter di FK USU. Analisa data menggunakan program komputer SPSS.
Hasil yang didapatkanadalah nilai arus puncak ekspirasi perokok lebih rendah dibandingkan pada yang bukan perokok.Rata-rata nilai arus puncak ekspirasi perokok adalah 570±54 L/mnt dan bukan perokok adalah 606±56 L/mnt. Kesimpulannya adalah ada perbedaan yang bermakna antara APE perokok dan bukan perokok (p value 0,0001).
ABSTRACT
Smoking is one of the major public health problem in the world, because it can harms nearly every organ of the body and kills nearly 6 million people each year (WHO, 2013). In the respiratory system, smoking can cause a reduce in airflow into and out of the lungs. Pulmonary function can be analysed by measuring the peak expiratory flow rate (PEFR), that is a parameter to determine the earliest possible of decreasing lung function, narrowing or obstruction of the respiratory tract.
This study aims is to compare the mean of PEFR in smokers and nonsmokers. This type of research is analytic observational with cross sectional design. Samples are 54 males medical students of Universitas Sumatera Utara grade 2011, 2012 and 2013 divided into smokers and non-smokers, and the sampling method is consecutive sampling. Data collected by using primary data obtained by measuring PEFR using Peak Flow Meter at FK USU and it was analyzed using SPSS computer program.
The result of this study is PEFR in smokers is lower compared with nonsmokers. The mean of PEFR in smokers is 570±54 L/mnt and nonsmokers is 606±56 L/mnt. Conclusion, there is a difference of PEFR between smokers and nonsmokers (p value 0.0001).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Perbedaan Arus Puncak Ekspirasi pada
Perokok dan Bukan Perokok”.Selama penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis
banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Eka Roina Megawati, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberi arahan, masukan dan semangat kepada penulis sehingga
karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. Juga kepada dr. Emil Azlin, Sp.A(K) dan dr.Rizalina A.Asnir,
Sp.THT-KL(K), selaku Dosen Penguji yang memberi masukan dan saran
yang membangun kepada penulis.
3. Terimakasih yang tiada tara penulis persembahkan kepada keluarga
penulis, Bapak U. Simbolon (alm), Ibunda tercinta, H.Sihotang, dan
kakak-abang dari penulis yang telah membesarkan penulis dengan penuh
kasih sayang dan selalu mendukung, mendoakan dan memberikan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
4. dr. Adi Muradi, Sp.B-KBD, selaku Ketua Departement Skills Lab FK
USU, yang telah memberikan ijin meminjamkan alat peak flow meter dari divisi Skills Lab untuk pengambilan data penelitian dan kepada MFL
sebagai media untuk mencari sampel penelitian ini.
5. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku Nancy, Santa, Silvia, Pretty, Fifi,
Ulima, Arya, Glancius, HORBES, Rosi sebagai teman satu doping, dan
seluruh teman angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas
persahabatan, kenangan, pengalaman yang indah dan tak terlupakan
selama di masa perkuliahan. Juga terima kasih untuk bantuan dalam
kepada penulis sampai akhirnya karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Untuk semua bantuan, baik moril maupun materiil yang diberikan kepada
penulis selama ini, penulis mengucapkan terima kasih.Biarlah Tuhan Yang Maha
Esa yang membalas setiap kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna.Untuk
itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bagi
kita semua.
Medan, Desember 2014
Penulis
Hilferia Simbolon
DAFTAR ISI
2.1.1. Definisi Merokok ………...……. 4
2.1.2. Epidemiologi Konsumsi Rokok………. 4
2.1.3. Bahan Kimia yang Terkandung Dalam Rokok………… 5
2.2.Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan..……….. 7
2.3.Hubungan Merokok dengan Faal Paru……….. 11
2.4.Uji Fungsi Paru……….. 12
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL……. 14
3.1.Kerangka Konsep Penelitian………. 14
3.2.Definisi Operasional………. 14
3.3.Hipotesis……… 15
BAB IV METODE PENELITIAN………. 16
4. 1.Rancangan Penelitian……….. 16
4. 2.Lokasi dan Tempat Penelitian………. 16
4. 3.Populasi dan Sampel Penelitian……….. 16
4. 4.Metode Pengumpulan Data………. 17
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...…………. 18
5. 1.Hasil Penelitian………... 18
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 18
5.1.2. Karakteristik Sampel... 18
5.1.3. Nilai Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok dan Bukan Perokok... 20
5.1.4. Nilai Arus Puncak Ekspirasi berdasarkan Kriteria Perokok... 20
5. 2.Hasil Analisis Data... 20
5.2.1. Perbedaan Rata-rata Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok dan Bukan Perokok... 20
5.2.2. Perbedaan Rata-rata Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok Ringan dan Sedang... 21
5. 3.Pembahasan ………... 21
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……...………... 24
6. 1.Kesimpulan………... 24
6. 2.Saran………... 24
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 5.1. Distribusi perokok dan bukan perokok
berdasarkan usia
18
Tabel 5.2. Distribusi kriteria perokok sampel 19
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi olahraga sampel 19
Tabel 5.4. Nilai rata-rata APE pada perokok dan bukan
perokok
20
Tabel 5.5. Nilai rata-rata APE pada perokok ringan dan
sedang
20
Tabel 5.6. Perbedaan nilai APE pada perokok dan bukan
perokok
21
Tabel 5.7. Perbedaan rata-rata APE pada perokok ringan
dan sedang
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Komponen Sistem Pernapasan 8
Gambar 2.2. Zona konduksi dan zona respirasi 9
Gambar 2.3. Nilai prediksi arus puncak ekspirasi
berdasarkan usia, tinggi badan, dan jenis
kelamin
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Ethical Clearance
Lampiran 3 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
Lampiran 4 Data Induk
DAFTAR SINGKATAN
APE Arus Puncak Ekspirasi
PEFR Peak Expiratory Flow Rate
GATS Global Adults Tobacco Survey
SKRT Survey Kesehatan Rumah Tangga
CO Carbon Monoxide
HCN Hydrogen Cyanide
NO Nitric Oxide
O2 Oksigen
CO2 Karbon Dioksida
ROS Reactive Oxygen Species
ABSTRAK
Merokok merupakan salah satu masalah terpenting di dunia, karena terbukti dapat menyebabkan gangguan pada banyak organ tubuh manusia dan menimbulkan angka kematian hampir 6 juta setiap tahunnya (WHO, 2013).Pada sistem pernapasan, kebiasaan merokok dapat menyebabkan penurunan aliran udara dari dan ke dalam paru. Salah satu cara untuk menilai fungsi paru adalah dengan mengukur Arus Puncak Ekspirasi (APE), yang merupakan parameter untuk mengetahui sedini mungkin adanya penurunan fungsi paru, penyempitan ataupun sumbatan pada saluran napas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaaan APE pada perokok dan bukan perokok.Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan metode potong-melintang. Sampel penelitian berjumlah 54 orang mahasiswa laki-laki FK USU angkatan 2011, 2012, dan 2013 yang perokok maupun yang bukan perokok dan diambil dengan cara consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer yang diperoleh dengan mengukur APE menggunakan Peak Flow Meter di FK USU. Analisa data menggunakan program komputer SPSS.
Hasil yang didapatkanadalah nilai arus puncak ekspirasi perokok lebih rendah dibandingkan pada yang bukan perokok.Rata-rata nilai arus puncak ekspirasi perokok adalah 570±54 L/mnt dan bukan perokok adalah 606±56 L/mnt. Kesimpulannya adalah ada perbedaan yang bermakna antara APE perokok dan bukan perokok (p value 0,0001).
ABSTRACT
Smoking is one of the major public health problem in the world, because it can harms nearly every organ of the body and kills nearly 6 million people each year (WHO, 2013). In the respiratory system, smoking can cause a reduce in airflow into and out of the lungs. Pulmonary function can be analysed by measuring the peak expiratory flow rate (PEFR), that is a parameter to determine the earliest possible of decreasing lung function, narrowing or obstruction of the respiratory tract.
This study aims is to compare the mean of PEFR in smokers and nonsmokers. This type of research is analytic observational with cross sectional design. Samples are 54 males medical students of Universitas Sumatera Utara grade 2011, 2012 and 2013 divided into smokers and non-smokers, and the sampling method is consecutive sampling. Data collected by using primary data obtained by measuring PEFR using Peak Flow Meter at FK USU and it was analyzed using SPSS computer program.
The result of this study is PEFR in smokers is lower compared with nonsmokers. The mean of PEFR in smokers is 570±54 L/mnt and nonsmokers is 606±56 L/mnt. Conclusion, there is a difference of PEFR between smokers and nonsmokers (p value 0.0001).
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Angka kematian di dunia akibat kebiasaan merokok mencapai hampir 6 juta
orang setiap tahunnya (WHO, 2013). Jumlah perokok secara global hampir 20%
dari jumlah populasi dunia, termasuk 800 juta laki-laki dan 200 juta perempuan.
Jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk dan diprediksi pada tahun 2030, 8 juta orang akan
meninggal karena penggunaan rokok (Tobacco Atlas, 2012).
Saat ini, menurut survey GATS (Global Adults Tobacco Survey) tahun 2012,
Indonesia menempati urutan ke empat sebagai negara pengkonsumsi rokok
terbanyak di dunia. Pada tahun 2008, jumlah rokok yang dikonsumsi masyarakat
Indonesia sebanyak 225 milyar batang dan mengalami peningkatan pada tahun
2009 sebesar 260 milyar batang rokok. Di Sumatera Utara, proporsi penduduk
(umur ≥10 tahun) yang mempunyai kebias aan merokok sebesar 24,2%
(RISKESDAS 2013).
Seseorang biasanya mulai merokok pada usia remaja. Di Amerika Serikat,
83% perokok mulai merokok sebelum umur 18 tahun (Tobacco Atlas, 2012).
Hasil SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) di Indonesia, perokok pemula
remaja usia 10-14 tahun naik 2x lipat dalam sepuluh tahun terakhir, dari 5,9%
pada tahun 2001 menjadi 17,5% pada tahun 2010. Perilaku merokok penduduk
umur 15 tahun keatas cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun
2013, dari 34,2% tahun 2007 menjadi 36,3% tahun 2013 (RISKESDAS, 2013).
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, merokok terbukti dapat
menyebabkan gangguan pada banyak organ tubuh manusia. Semakin lama
seseorang merokok, semakin parah juga akibat yang ditimbulkan. Merokok dapat
menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit kardiovaskular, stroke, kanker paru, kanker mulut, penurunan kesuburan, pertumbuhan janin yang melambat,
gangguan imunitas bayi dan peningkatan kematian perinatal (US Department of
merugikanpadakesehatananak dan remaja,sepertipenurunanstamina,
peningkatangejala pernapasan, kunjungankesehatan mental, danabsensi
sekolah.Perokokremajayang sampai dalam tahap kecanduanakan meningkatkan
kemungkinanmereka matilebih awalakibatpenyakit yang disebabkan olehmerokok
(Tobacco Atlas, 2012).
Pada sistem pernapasan, kebiasaan merokok dapat menyebabkan perubahan
struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru. Nikotin, yang merupakan
kandungan utama rokok, mempunyai efek konstriksi pada bronkiolus terminalis.
Iritan yang terkandung dalam rokok meningkatkan sekresi mukus dan merusak
silia yang ada di permukaan saluran pernapasan, sehingga menambah kesulitan
bernapas. Dari berbagai efek tersebut, hal ini akan menyebabkan penurunan
airflow dari dan ke dalam paru (Tortora, 2009).
Uji fungsi paru dapat diperiksa dengan mengukur Arus Puncak Ekspirasi
(APE) atau Peak Expiratory Flow Rate (PEFR). APE adalah kecepatan maksimum aliran udara saat ekspirasi, yang dimulai dari posisi inspirasi maksimal
(European Respiratory Society dalam Pedersen, O.F. et al, 1996). APE merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui sedini
mungkin adanya penurunan fungsi paru dan penyempitan ataupun sumbatan pada
saluran respiratorik (Yanti, 2010). Pemeriksaan APE dengan alat peak flow meter
lebih mudah dan lebih sederhana dibandingkan dengan pemeriksaan faal paru
yang lainnya, karena alatnya mudah dibawa dan pemeriksaannya dapat dilakukan
dimana-mana dan kapan saja (Bakki et al, 2012).
Dari berbagai hal yang telah dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa
kebiasaan merokok masih merupakan hal yang membudaya bagi masyarakat
Indonesia. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah perokok setiap tahunnya,
termasuk di kalangan remaja. Peningkatan jumlah perokok di usia remaja menarik
perhatian peneliti untuk meneliti tentang hubungan kebiasaan merokok dengan
1.2.Rumusan Masalah
Bagaimana perbedaan arus puncak ekspirasi pada perokok dan bukan
perokok?
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan arus puncak ekspirasi pada perokok dan bukan
perokok.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. Mengetahui nilai arus puncak ekspirasi pada perokok.
b. Mengetahui nilai arus puncak ekspirasi pada orang yang bukan
perokok.
c. Mengetahui perbedaan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi perokok dan
bukan perokok.
d. Mengetahui perbedaan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi berdasarkan
kriteria perokok.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
a. Menambah informasi tentang hubungan kebiasaan merokok terhadap
arus puncak ekspirasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Merokok
2.1.1. Definisi Merokok
Merokok adalah menghirup asap dari pembakaran tembakau, baik yang
menggunakan rokok, pipa, maupun yang menggunakan cerutu (Bristol Public
Health, 2010). Asap rokok yang dihirup dapat berupa dua komponen, yaitu:
komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas
terkondensasi menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang
diisap berupa 85% gas dan sisanya berupa partikel. Asap rokok yang diisap
melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar dan yang dihembuskan ke udara oleh perokok
disebut sidestream smoke (Sitepoe, 2000).
2.1.2. Epidemiologi Konsumsi Rokok
Konsumsi tembakau telah mencapai proporsi epidemik global. Hampir 800
juta laki-laki dewasa di seluruh dunia mengkonsumsi rokok, 20% dari mereka
berada di negara maju dan 80% berada di negara berkembang. Pada tahun 2009,
jumlah batang rokok yang dikonsumsi oleh perokok tercatat sebanyak 5,9 triliun
batang, yang menunjukkan peningkatan sebesar 13% dalam sepuluh tahun
terakhir (Tobacco Atlas, 2012).
Indonesia merupakan salah satu negara konsumen tembakau terbesar di
dunia dan menempati urutan ke empat sebagai negara pengkonsumsi rokok
terbanyak, setelah Cina, Rusia dan Amerika Serikat (Tobacco Atlas, 2012).
Diperkirakan, konsumsi rokok Indonesia setiap tahunnya mencapai 199 miliar
batang rokok. Akibatnya adalah kematian sebanyak 5 juta orang pertahunnya. Bila
hal ini tidak dapat dicegah, maka jumlah kematian akan meningkat dua kali lipat
menjadi 10 juta orang pertahun pada tahun 2020 (Gondodiputro, 2007).
Perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi
menjadi 36,3% tahun 2013. 64,9% laki-laki dan 2,1% perempuan masih
mengisap rokok tahun 2013. Ditemukan 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun.
Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang,
bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka
Belitung yaitu 18,3 batang (RISKESDAS, 2013).
2.1.3. Bahan Kimia yang Terkandung Dalam Rokok
Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 zat kimia, 40 diantaranya
bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan kanker pada organ tubuh manusia.
Beberapa bahan kimia yang terkandung di dalam rokok diantaranya:
a. Nikotin
Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5-3 nanogram, dan
semuanya diserap sehingga di dalam darah ada sekitar 40-50 nanogram
nikotin setiap 1 ml. Nikotin tidak termasuk dalam komponen karsinogenik,
tetapi hasil pembusukan panas nikotin seperti dibensakridin, dibensokarbol,
dan nitrosamine yang bersifat karsinogenik. Efek pada paru yang dihasilkan nikotin adalah menghambat aktivitas silia. Selain itu, nikotin juga memiliki
efek adiktif dan psikoaktif yang membuat perokok merasakan kenikmatan,
kecemasan berkurang, toleransi, dan ketertarikan fisik. Hal ini yang
menyebabkan ketergantungan jika sudah mulai sekali merokok
(Gondodiputro, 2007).
b. Karbon Monoksida (CO)
Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai 3%-6%, dan
gas ini dapat diisap oleh siapa saja. Gas CO mempunyai kemampuan yang
lebih kuat dibandingkan oksigen dalam mengikat hemoglobin yang terdapat di
dalam sel darah merah. Setiap ada asap tembakau, disamping kadar oksigen
udara yang sudah berkurang, sel darah merah akan semakin kekurangan
oksigen karena yang diangkut adalah CO dan bukan oksigen. Sel tubuh yang
kekurangan oksigen akan melakukan spasme, yaitu menciutkan pembuluh
mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis. Penyempitan pembuluh
darah akan terjadi dimana-mana (Gondodiputro, 2007).
c. Tar
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang
merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada
paru-paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0,5-35 mg/batang. Tar merupakan
suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan
paru-paru.
d. Kadmium
Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.
e. Ammonia
Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen
dan hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya
racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam
peredaran darah bisa mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.
f. HCN/ Asam Sianida
HCN merupakan sejenis gas yang tidak berwarna. Tidak berbau, dan tidak
memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar, dan
sangat efisien untuk menghalangi pernafasan dan merusak saluran nafas.
g. Nitrous Oxide (NO)
NO merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terisap dapat
menyebabkan hilangnya rasa sakit.
h. Formaldehyde
Formaldehyde adalah sejenis gas dengan bau tajam. Gas ini tergolong sebagai
i. Phenol
Phenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat
organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun
dan membahayakan karena zat ini terikat ke protein sehingga menghalangi
aktivitas enzim.
j. Acetol
Acetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan alkohol.
k. Asam sulfida
Asam sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar dengan
bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim.
l. Piridin
Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat
digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.
m. Metil klorida
Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu dengan hidrokarbon
sebagai unsure utama. Zat ini adalah senyawa organik yang beracun
(Gondodiputro, 2007).
2.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan dapat dibagi menjadi sistem pernapasan bagian atas dan
sistem pernapasan bagian atas dan bagian bawah. Sistem pernapasan bagian atas
meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan faring. Sistem pernapasan
bawah terdiri dari laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus paru. Paru itu
sendiri terdiri dari paru kanan dan paru kiri, dan dibungkus oleh selaput tipis yang
Gambar 2.1. Komponen sistem pernapasan (Martini et al, 2012).
Secara fungsional, saluran pernapasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
zona konduksi dan zona respiratorik. Zona konduksi berperan sebagai saluran
tempat lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan, melembabkan, dan
menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Zona konduksi terdiri
dari hidung, faring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan bronkiolus terminalis
(Costanzo, 2010). Trakea, yang merupakan saluran konduksi utama, akan
bercabang menjadi dua bronkus yang masuk dalam paru. Bronkus bercabang lagi
menjadi saluran napas yang semakin sempit, pendek, dan banyak, yang dikenal
Gambar 2.2. Zona konduksi dan zona respirasi (Costanzo, 2010)
Saluran napas yang termasuk zona konduksi dilapisi oleh silia-silia dan ada
sekresi mukus yang berfungsi untuk menghalangi partikel asing masuk ke dalam
paru. Dinding dari zona konduksi juga memiliki otot polos yang diinervasi oleh
saraf simpatis dan parasimpatis (Costanzo, 2010). Bila saraf parasimpatis
diaktivasi, maka saraf ini akan menyekresikan asetilkolin yang mempunyai efek kontriksi ringan sampai sedang pada bronkiolus. Sebagian besar aktivasi dari saraf
parasimpatis diawali oleh iritasi pada membran epitel dari jalan napas itu sendiri,
yang dicetuskan oleh gas-gas beracun, debu, asap rokok, atau infeksi bronkial
(Guyton & Hall 2007).
Pernapasan atau respirasi adalah suatu proses pertukaran gas antara
organisme dengan lingkungan, yaitu pengambilan oksigen dan eliminasi
karbondioksida (Contanzo, 2010). Pernapasan terdiri dari dua proses, yaitu
pernapasan eksternal dan pernapasan internal. Pernapasan eksternal mencakup
tubuh. Pernapasan internal yaitu proses penggunaan O2 dan pembentukan CO2 di
intrasel serta pertukaran gas di antara sel tubuh dan media cair di sekitarnya
(Ganong, 2008). Terdapat tiga langkah terintegrasi dalam respirasi eksternal,
yaitu:
1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan
alveoli paru.
2. Difusi gas, melewati membran respirasi antara celah udara alveolus dan
kapiler alveolus, dan melewati dinding kapiler antara darah dan jaringan lain.
3. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke
dan dari sel jaringan tubuh (Guyton & Hall 2007).
Kontinum saluran napas penghantar mulai dari hidung sampai bronkiolus
terminal hingga alveolus harus tetap terbuka agar aliran udara dapat masuk dan
keluar. Trakea dan bronkus merupakan tabung yang cukup kaku dan dikelilingi
oleh serangkaian cincin tulang rawan yang mencegah saluran ini menyempit.
Berbeda halnya dengan bronkiolus, saluran ini berukuran lebih kecil dan tidak
mempunyai tulang rawan untuk menjaganya tetap terbuka. Dinding saluran ini
mengandung otot polos yang disarafi oleh sistem saraf otonom dan peka terhadap
hormon dan bahan kimiawi lokal tertentu. Faktor-faktor ini mengatur jumlah
udara yang mengalir dari atmosfer ke setiap alveolus, dengan mengubah derajat
kontraksi otot polos bronkiolus sehingga mengubah kaliber saluran napas terminal
(Sherwood, 2011).
Jika kita membicarakan domain sifat sistem pernapasan, kita akan
menjumpai istilah respiratory mechanics atau pulmonary mechanics. Respiratory mechanics adalah bidang yang mempelajari mengapa udara dapat mengalir ke dalam paru dan apa saja yang menghalangi pengalirannya. Secara umum, udara
mengalir karena ada perbedaan tekanan. Udara mengalir dari tekanan yang lebih
tinggi ke tempat yang bertekanan lebih rendah. Perbedaan tekanan udara di paru
terjadi akibat adanya daya kekuatan yang bekerja pada sistem pernapasan,
sehingga dapat mengatasi ketiga kekuatan yang melawan gerak udara ketika
paru adalah: (1) kelentingan paru dan dinding dada, (2) tahanan akibat gesekan
dengan jalan napas, (3) sifat kelembaman keseluruhan sistem (Djojodibroto,
2009).
2.3. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Faal Paru
Paru dalam keadaan normal terlindung dari kerusakan akibat pelepasan berlebihan enzim tripsin oleh α1-antitripsin, suatu protein penghambat tripsin (Sherwood, 2011). Berbagai kandungan dalam rokok dapat menurunkan efisiensi
pada paru. Nikotin menyempitkan bronkiolus terminal, yang menurunkan aliran
udara masuk dan keluar dari paru-paru. Karbon monoksida dalam asap mengikat
hemoglobin dan mengurangi kapasitas pembawa oksigen. Iritan dalam asap rokok
menyebabkan peningkatan sekresi lendir oleh mukosa dari pohon bronkial dan
pembengkakan pada lapisan mukosa , baik dari yang menghambat aliran udara
masuk dan keluar dari paru-paru . Iritan dalam asap juga menghambat pergerakan
silia dan menghancurkan silia pada lapisan sistem pernapasan. Seiring berjalannya
waktu, merokok menyebabkan kerusakan serat elastis dalam paru-paru (Tortora,
2009). Merokok mempunyai beberapa efek langsung pada saluran pernapasan.
Iritan dalam rokok menyebabkan hiperplasia sel goblet, yang menyebabkan
peningkatan produksi mukus. Hiperplasia sel juga menurunkan diameter saluran
pernapasan (Lewis, 2014)
Asap rokok menimbulkan peningkatan jumlah makrofag alveolus paru, dan
makrofag akan melepaskan zat kimia yang menarik leukosit ke dalam paru.
Leukosit selanjutnya akan melepaskan protease, termasuk elastase, yang
menyerang jaringan elastik di paru. Pada saat yang bersamaa, α1-antitripsin
diinaktifkan oleh radikal oksigen yang dilepaskan oleh leukosit. Sebagai hasil
akhir, terjadi ketidakseimbangan antara protease-antiprotease disertai peningkatan
kerusakan jaringan paru (Ganong, 2008).
Beban oksidan bertambah dalam paru akibat pelepasan Reactive Oxygen Species (ROS) dari makrofag dan neutrofil. Di satu sisi, peningkatan sekuestrasi neutrofil pada sirkulasi mikro paru akibat paparan asap rokok dapat
antioksidan di plasma berkaitan dengan penurunan protein sulfhydryl di plasma
atau glutathione (GSH). Penurunan GSH ini menyebabkan peningkatan lipid
peroksidase dan transkripsi gen sitokin proinflamasi yang berperan pada obstruksi
paru (Rodgman, 2000).
2.4. Uji Fungsi Paru
Uji fungsi paru atau pulmonary function test merupakan prosedur rutin yang dilakukan untuk mengevaluasi, memonitor, dan menangani pasien penderita
penyakit paru (Nawaleh et al, 2012). Terdapat beberapa metode untuk menguji faal paru, salah satunya dengan mengukur arus puncak ekspirasi menggunakan
Peak Flow Meter.
Peak Flow Meter, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur arus puncak ekspirasi dengan satuan liter per menit. Pemeriksaan ini
untuk mengetahui sedini mungkin adanya penurunan fungsi paru dan
penyempitan ataupun sumbatan saluran respiratorik. Sampai saat ini, alat baku
yang dipakai untuk mengukur APE adalah wright peak flow meter. Cara kerja alat ini berdasarkan asas mekanika. Deras arus udara diukur dengan gerakan piston
yang terdorong oleh arus udara yang ditiupkan melalui pipa peniup. Piston akan
mendorong jarum penunjuk (marker). Karena piston dikaitkan dengan sebuah
pegas, maka setelah arus berhenti, oleh gaya tarik balik (recoil) piston tertarik ke kedudukan semula dan jarum penunjuk tertinggal pada titik tunjuk jarum
penunjuk (Yanti, 2010).
Hasil pengukuran APE dalam bentuk angka dibandingkan dengan nilai APE
prediksi sesuai jenis kelamin, usia, tinggi badan dan ras. Nilai APE dapat kita
golongkan dengan sistem zona traffic light, yaitu zona hijau, zona kuning, zona merah. Zona hijau bila nilai APE 80% sampai 100% dari nilai prediksi,
mengindikasikan fungsi paru baik. Zona kuning bila nilai APE 50% sampai 80%,
menunjukkan adanya penyempitan saluran pernapasan. Zona merah apabila nilai
APE ≤ 50% mengindikasikan bahwa saluran respiratorik besar telah menyempit
Gambar 2.3. Nilai prediksi arus puncak ekspirasi berdasarkan usia, tinggi
badan, dan jenis kelamin (Clement Clarke International, 2004)
BAB III
Gambar 2.3. Nilai prediksi arus puncak ekspirasi berdasarkan usia, tinggi
badan, dan jenis kelamin (Clement Clarke International, 2004)
BAB III
3. 1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:
Variabel independen Variabel dependen
Gambar 3.1. Skema Kerangka Konsep Penelitian
3. 2. Definisi Operasional 3.2.1. Perokok
a. Definisi : responden yang merokok dan langsung mengisap asapnya
selama lebih dari 6 bulan dan konsumsi per hari minimal 10 batang
(M,Karia Ritesh, 2012).
b. Alat ukur : kuesioner
c. Cara ukur : melihat jawaban responden tentang lamanya merokok
d. Hasil pengukuran : perokok dan bukan perokok
e. Skala ukur : nominal
3.2.2. Arus puncak ekspirasi
a. Definisi : kecepatan maksimum aliran udara dari manuver ekspirasi
paksa maksimal yang dimulai dari posisi inspirasi maksimal.
b. Alat ukur : Peak Flow Meter
c. Cara ukur :
1.Sampel berdiri tegak lurus dan kepala menghadap ke depan. Perokok
Arus Puncak Ekspirasi
2.Memberikan instruksi kepada sampel untuk inspirasi maksimal
dahulu sebelum memasukkan mouth piecePeak Flow Meter ke mulut.
3.Mouth piecePeak Flow Meter dimasukkan ke dalam mulut dengan bibir tertutup ke mouth piece dengan rapat dan peak flow dipegang dengan rapat.
4.Meminta sampel untuk melakukan ekspirasi semua udara yang telah
diinspirasi secara kuat dan cepat semaksimal mungkin.
5.Mencatat angka pada skalanya dan melakukan percobaan ini tiga
kali.
6.Mengambil nilai yang tertinggi.
d. Hasil ukur :
Hasil pengukuran Peak Flow Meter akan dihitung sebagai berikut:
Nilai PEFR sampel
Nilai prediksi PEFR normal
e. Skala ukur : interval
3. 3. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
dapat diajukan sebuah hipotesis untuk penelitian ini yaitu:
Ada perbedaan arus puncak ekspirasi pada perokok dan bukan perokok.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4. 1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional (potong melintang) dengan satu kali pengamatan.
4. 2. Lokasi dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September sampai November 2014.
4. 3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2011, 2012, 2013 yang berjenis kelamin laki-laki, yang merupakan perokok dan bukan perokok.
4.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2011, 2012, 2013 yang berjenis kelamin laki-laki, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara non-probability sampling, yang lebih spesifik ialah secara consecutive sampling. Dengan cara consecutive, peneliti mengambil semua subjek sampai jumlah subjek minimal terpenuhi (Dahlan, M.S, 2013).
n1 = jumlah subjek perokok n2 = jumlah subjek bukan perokok
α = kesalahan tipe I = 0,05 Tingkat kepercayaan 95% zα = nilai baku normal = 1,96
β = kesalahan tipe II = 0,2 Power (kekuatan penelitian) 80% zβ = 0,842
s = simpang baku kedua kelompok, dari penelitian sebelumnya= 25,8 (Sentosa, S. et al, 2004)
n1 = n2 = 2
�
(1,96+0,842)25,8
20
�
n1 = n2= 26
4. 4. Metode Pengumpulan Data
Pada tahap awal, semua responden diminta mengisi identitas diri dan mendapatkan kuesioner untuk menjawab pertanyaan sebagai kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi:
- Jenis kelamin laki-laki - Usia antara 19-22 tahun
- Perokok aktif sejak minimal 6 bulan sebelum penelitian ini dan minimal mengkonsumsi 10 batang rokok per hari
- Bukan perokok
- Bersedia menjadi partisipan penelitian ini
Kriteria ekslusi:
- Penderita asma - Penyakit jantung - Penderita PPOK
Setelah didapatkan jumlah responden yang termasuk dalam kriteria inklusi, maka responden diminta untuk melakukan pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan Peak Flow Meter.
4. 5. Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang dikumpul digolongkan berdasarkan nilai
peak expiratory flow rate untuk masing-masing kelompok perokok dan bukan perokok. Kemudian data dimasukkan ke dalam Statistic Package of Social Science (SPSS). Jika data berdistribusi normal, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji beda dua mean (uji t independent). Bila distribusi tidak normal, maka perlu dilakukan transformasi data dengan cara mengubah variabel menjadi skala ordinal atau nominal (Sastroasmoro, 2011).
BAB 5
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian telah dilakukan di Lapangan Futsal Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Medan. Lapangan Futsal FK USU terletak di sebelah
Departemen Gizi FK USU dan mulai berfungsi sejak tahun 2011.
5.1.2. Karakteristik Sampel
Data penelitian yang diambil adalah data primer, yaitu data yang diambil
secara langsung oleh peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
dari tanggal 17 Oktober 2014 sampai 13 November 2014.
Sampel penelitian ini merupakan mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2011 – 2013, dengan rentang usia 19 – 22
tahun. Jumlah sampel adalah 54 orang yang dibagi dalam dua kelompok (perokok
dan bukan perokok) yang masing-masing berjumlah 27 orang. Hal tersebut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
5.1.2.1.Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia
Tabel 5.1. Distribusi perokok dan bukan perokok berdasarkan usia
Umur Riwayat merokok Total
Perokok Bukan Perokok
n n
Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa jumlah sampel perokok paling
banyak adalah pada usia 20 tahun yaitu 10 orang (37,03%) dan sampel yang
bukan perokok paling banyak pada usia 21 tahun (40,74%). Usia rata-rata pada
5.1.2.2.Deskripsi Sampel Berdasarkan Kriteria Perokok
Menurut jumlah batang rokok yang dihisap setiap harinya, perokok dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu perokok ringan (≤10 batang per hari), perokok
sedang (10 – 20 batang per hari) dan perokok berat (>20 batang per hari)
(M,Karia Ritesh, 2012).
Tabel 5.2. Distribusi kriteria perokok sampel Kriteria perokok Jumlah (n)
Ringan 12
Sedang 15
Total 27
Dari semua sampel penelitian yang perokok, jumlah perokok sedang
merupakan jenis yang paling banyak, yaitu 15 orang (55,55%). Distribusi kriteria
perokok dapat dilihat dalam tabel 5.2.
5.1.2.3.Deskripsi Sampel Berdasarkan Frekuensi Olahraga
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi olahraga sampel Frek.olahraga
Dari tabel 5.3. dapat dilihat bahwa frekuensi olahraga yang paling banyak
adalah 2-3x seminggu (62,9%).
5.1.3. Nilai Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok dan Bukan Perokok
Perokok
Tabel 5.4. memperlihatkan rata-rata nilai APE pada perokok adalah
570±54 L/mnt, sedangkan pada yang bukan perokok adalah sebesar 606±56
L/mnt. Dapat dilihat bahwa rata-rata nilai APE pada perokok lebih rendah
dibandingkan pada yang bukan perokok.
5.1.4. Nilai Arus Puncak Ekspirasi berdasarkan Kriteria Perokok
Tabel 5.5. Nilai rata-rata APE pada perokok ringan dan sedang Perokok ringan
Dari tabel 5.4. dapat dilihat bahwa rata-rata APE pada perokok ringan
adalah sebesar 557±14 L/mnt dan rata-rata APE pada perokok sedang adalah
sebesar 580±14 L/mnt.
5.2. Hasil Analisa Data
5.2.1. Perbedaan Rata-rata Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok dan Bukan Perokok
Data diuji normalitasnya menggunakan tes Kolgomorov Smirnov dan
didapatkan hasil 0, 001 (data tidak berdistribusi normal). Oleh karena data tidak
berdistribusi normal, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji
Mann-Whitney.
Mann-
Interpretasi dari hasil analisa data adalah ada perbedaan yang bermakna
antara rata-rata APE pada perokok dan bukan perokok (p value 0.0001).
5.2.2. Perbedaan Rata-rata Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok Ringan dan Sedang
Data sampel (perokok) diuji normalitasnya dengan uji Shapiro-Wilk dan
didapatkan hasil 0,198 (data berdistribusi normal). Data kemudian dianalisa
menggunakan uji hipotesis uji beda dua mean (uji t independent).
Tabel 5.7. Perbedaan rata-rata APE pada perokok ringan dan sedang
T df Sig.
Tabel 5.6. menunjukkan bahwa dari hasil analisis statistik didapatkan hasil
uji t = -1.108 dan p value 0.279. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata APE perokok ringan dan sedang.
5.3. Pembahasan
Penelitian ini merupakan suatu penelitian cross-sectional dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan arus puncak ekspirasi pada perokok dan bukan
perokok. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) merupakan tes yang paling
sederhana untuk mengetahui faal paru. APE juga berguna untuk memonitor
Penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa APE tidak mendeteksi
obstruksi saluran napas kecil dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa
merokok mempengaruhi saluran napas ukuran sedang dan besar (Boskabady,
2011). Penyempitan dari saluran pernapasan dapat mengurangi kemampuan untuk
memindahkan udara masuk dan keluar paru. Semakin sempit saluran pernapasan,
maka semakin rendah juga nilai APE (Bagarundi et al, 2014).
Dalam penelitian ini, nilai rata-rata arus puncak ekspirasi pada perokok
adalah 570,37 (SD 54), dan nilai arus puncak ekspirasi pada yang bukan perokok
adalah sebesar 606,30 (SD 56). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan antara
rata-rata nilai arus puncak ekspirasi pada perokok dan bukan perokok, dan secara
signifikan dapat dilihat bahwa nilai APE perokok lebih rendah dari yang bukan
perokok (p value 0,0001).
Penelitian sebelumnya yang membandingkan APE pada perokok dan
bukan perokok, didapatkan nilai APE pada perokok lebih rendah dibandingkan
yang bukan perokok. Rata-rata APE perokok bervariasi dari 408 L/mnt sampai
532 L/mnt, sedangkan pada yang bukan perokok dari 481 L/mnt sampai 574
L/mnt(G,Hussain; S,Zafar; A,CH; Z, Ahmad.M; A,CH, 2007). Penelitian dengan
tujuan yang sama juga didapatkan hasil yang serupa, yaitu rata-rata nilai APE
pada perokok adalah sebesar 374 L/mnt (SD 128) dan pada yang bukan perokok
535 L/mnt (SD 50). Penurunan APE pada perokok secara statistik signifikan
dibandingkan pada yang bukan perokok (p<0,001) (Satyanarayana,B, 2013). Nilai
rata-rata APE yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian ini kemungkinan
disebabkan oleh perbedaan karakteristik sampel dan sampel yang digunakan
adalah yang berumur 36-50 tahun.
Salah satu alasan yang mungkin yang menyebabkan penurunan nilai APE
adalah karena peradangan yang konstan karena merokok. Penelitian sebelumnya
telah melaporkan bahwa penurunan aliran udara terjadi karena penyempitan
bronkus yang disebabkan oleh mediator inflamasi. Peradangan dapat secara
langsung meningkatkan tonus otot polos dan secara tidak langsung dapat
penyempitan saluran napas dan aliran udara dari dan ke dalam paru (Chauhan S.
et al, 2014).
Keterbatasan aliran udara dari dan ke dalam paru memiliki dua penyebab,
yaitu peningkatan resistensi saluran napas dan hilangnya daya elastik recoil paru.
Penelitian morfometri menunjukkan pada perokok ditemukan peningkatan
abnormalitas dari epitel, infiltrasi sel-sel radang pada dinding saluran napas, serta
peningkatan otot dan fibrosis. Semua perubahan tersebut berkontribusi dalam
menyempitkan lumen saluran napas yang dapat menyebabkan peningkatan
resistensi saluran napas (Saetta, M, 1994).
Jika peningkatan resistensi saluran napas dan hilangnya kemampuan paru
untuk kembali ke bentuk semula setelah teregang (elastic recoil) terjadidalam waktu yang lama dan konstan, maka akan menyebabkan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) (Hogg, J.C., 2004). PPOK adalah salah satu penyakit yang penting
sebagai penyebab kesakitan dan kematian pada perokok kronis di seluruh dunia
(Abdulrahman, W.F., 2011) dan pada PPOK terjadi penurunan aliran udara yang
sudah tidak reversibel (Medabala, T., 2013).Sedangkan, jika perokok berhenti
merokok, maka nilai APE akan meningkat kembali seiring berjalannya waktu
(Abdulrahman, W.F., 2011).
BAB VI
6.1. Kesimpulan
1. Nilai rata-rata arus puncak ekspirasi pada perokok adalah 570±54
L/mnt dan pada yang bukan perokok adalah 606±56 L/mnt.
2. Nilai rata-rata arus puncak ekspirasi pada perokok ringan adalah
557±14 L/mnt dan pada perokok sedang adalah 580±14 L/mnt.
3. Ada perbedaan yang bermakna pada rata-rata nilai arus puncak
ekspirasi pada perokok dan bukan perokok (p value 0.0001).
4. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rata-rata nilai arus
puncak ekspirasi pada perokok ringan dan perokok sedang (p value
0.279).
6.2. Saran
1. Agar dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah jumlah sampel
lebih banyak dan lebih homogen untuk mengurangi efek faktor
perancu, juga dilakukan dengan menggunakan uji fungsi paru yang lain
seperti spirometri.
2. Agar perokok menghentikan kebiasaan merokok karena merokok dapat
menyebabkan berbagai penyakit, salah satunya ke bagian pernapasan.
6.1. Kesimpulan
1. Nilai rata-rata arus puncak ekspirasi pada perokok adalah 570±54
L/mnt dan pada yang bukan perokok adalah 606±56 L/mnt.
2. Nilai rata-rata arus puncak ekspirasi pada perokok ringan adalah
557±14 L/mnt dan pada perokok sedang adalah 580±14 L/mnt.
3. Ada perbedaan yang bermakna pada rata-rata nilai arus puncak
ekspirasi pada perokok dan bukan perokok (p value 0.0001).
4. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rata-rata nilai arus
puncak ekspirasi pada perokok ringan dan perokok sedang (p value
0.279).
6.2. Saran
1. Agar dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah jumlah sampel
lebih banyak dan lebih homogen untuk mengurangi efek faktor
perancu, juga dilakukan dengan menggunakan uji fungsi paru yang lain
seperti spirometri.
2. Agar perokok menghentikan kebiasaan merokok karena merokok dapat
menyebabkan berbagai penyakit, salah satunya ke bagian pernapasan.
Abdulrahman, W.F., 2011. Effect of smoking on peak expiratory flow rate in Tikrit University. Tikrit Medical Journal 17: 11-18.
American Lung Association, 2014. Measuring your peak flow rate. Available from:
http://www.lung.org/lung-disease/asthma/living-with-asthma/take-control-of-your-asthma/measuring-your-peak-flow-rate.html [Acessed 20 April 2014]
Badami S.V, Bagarundi M.C., Ramadurga U.Y., Ankad R.B., 2014. Comparative Study of Peak Expiratory Flow Rate in Smokers and Non Smokers. Int J Med Health Sci Vol.3 : Issue 2: 98-101.
Bakki, Bukar, et al, 2012. Peak expiratory flow in normal medical students in Maiduguri, Borno state, Nigeria. Pan African Medical Journal. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3450935/pdf/PAMJ-12-73.pdf
[Accesed 13 April 2014]
Boskabady M.H., Mahmoodinia M., Boskabady M., Heydari G.R., 2011. Pulmonary function tests and respiratory symptoms among smokers in the city of mashhad (north east of Iran). Revista Portuguesa de Pneumologia Vol 17: Issue 5: 199-204.
Bristol Public Health, 2010. Smoking. Available from: http://www.bristol.gov.uk [Accesed 17 June 2014]
Clement Clarke International, 2004. Predictive Normal Values (Nomogram, EU scale). Available from:http://www.peakflow.com/pefr_normal_values.pdf [Acessed 31
Mei 2014]
Dahlan, M.S., 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika: 68-69, 142.
Djojodibroto, R.D., 2009. Respirologi. Jakarta: EGC: 21-35.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Diunduh dari: http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan
Riskesdas2013.PDF [Accesed 10 Mei 2014]
Eriksen M., Mackay J., and Ross, H., 2012. The Tobacco Atlas Fourth Edition.
Diunduh dari: http://www.tobaccoatlas.org/ [Accesed 1 Mei 2014]
G Hussain, S Zafar, AA CH, Z.A. CH, M.Z. Ahmad, 2007. Comparative Study of Peak Expiratory Flow Rate in Cigarrette Smokers and Non-Smokers of Lahore District.
Annals Vol.13 No.4: 255-259.
Ganong, WF., 2008. Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Penerjemah Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
Gondodiputro, S., 2007. Bahaya Tembakau dan Bentuk-bentuk Sediaan Tembakau.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung. Available from:
http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/Rokok.PDF [Accesed 18 Mei 2014]
Guyton, A.C., Hall, J.E, 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penerjemah Irawati et al. Jakarta: EGC.
Lewis, S.S., Dirksen, S.R., 2014. Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. Canada: Elsevier Mosby.
M Ritesh K., 2012. Comparative study of peak expiratory flow rate and maximum voluntary ventilation between smokers and non-smokers. National Journal of Medical Research Vol 2: Issue 2: 191.
Martini, F.H., Nath, J.L., Bartholomew, E.F., 2012. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Edisi 9. United States of America: Pearson Benjamin Cummings: 815.
Medabala, T., N Rao, B., Mohesh, G., Kumar, P., 2013. Effect of Cigarette and Cigar Smoking on Peak Expiratory Flow Rate. Journal of Clinical and Diagnostic Research Vol 7: 1886-1889.
Nawafleh, H.A., Zead, SAS., Al-Maghaireh, A.F., 2012. Pulmonary Function Test: The value among smokers and non smokers. Health Science Journal Vol.6: Issue 4: 703-713.
Pedersen, O.F., et all, 1996. Peak expiratory flow and the resistance of mini-Wright peak flow meter. European Respiratory Journal 9: 828-833.
Rodgman, A., Perfetti, T.A., 2000. The chemical component of tobacco and tobacco smoke. New York: CRC Press:27-9.
Saetta, M., Finkelstein, R., Cosio, M.G., 1994. Morphological and cellular basis to airflow limitation in smokers. Eur Respir J 7: 1505-1515.
Satyanarayana B., Reddy V.D., Syamala E., 2013. Peak expiratory flow rate; the effect of smoking on younger & middle aged males. International Journal of Research in Medical Sciences Vol.1 : Issue 4: 441-442.
Sentosa, S., Purwito, J., Widjaja, J.J., 2004. Perbandingan Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok. JKM Vol 3, No.2: 59-69.
Sitepoe, M., 2000. Kekhususan Rokok di Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.
Sherwood, L., 2011. Fisiologi Manusia: Dari sel ke sistem. Edisi 6. Penerjemah Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
Tortora, G.J., Derrickson, B., 2009. Principles of Anatomy and Physiology. Ed.12. United States of America: John Wiley & Sons, Inc: 910.
U.S. Department of Health and Human Services, 2010. How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for Smoking-Attributable Disease: a report of the Surgeon General. Dep.of Health and Human Services, Public Health Service, Office of Surgeon General.
Yanti, F., 2010. Perbandingan Arus Puncak Ekspirasi pada Anak Perokok Pasif dan Bukan Perokok Pasif. Diunduh dari: http://www.repository.usu.ac.id [Accesed Mei 2014]
World Health Organization, Regional Office for South East Asia, 2012. Global Adult Tobacco Survey: Indonesia Report 2011. Available from: http://www.who.int/ tobacco/surveillance/survey/gats/indonesia_report.pdf [Accesed 2 April 2014]
LAMPIRAN 1 :
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Hilferia Simbolon
Tempat/ tanggal lahir : Medan, 2 Agustus 1993
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jalan Bunga Ncole XXI, Kecamatan Medan Tuntungan,
Medan
Riwayat Pendidikan : 1. TK Methodist Medan (1998-1999)
2. SD Swasta Santo Thomas 4 Medan (1999-2001)
3. SD Negeri Depok Baru 5 (2001-2005)
4. SMP Negeri 4 Depok (2005-2008)
5. SMA Negeri 39 Jakarta (2008-2011)
6. Fakultas Kedokteran USU (2011-sekarang)
Riwayat Pelatihan : 1. Seminar & Workshop BLS TBM FK USU 2012
2. Bakti Sosial Mahasiswa Kristen FK USU 2013
3. Bakti Sosial Mahasiswa Kristen FK USU 2014
Riwayat Organisasi : 1. Ketua Panitia Natal Keluarga Besar FK USU 2013
2. Koordinator Sie.Acara Paskah FK USU 2013
3. Anggota Sie.Acara Bakti Sosial Mahasiswa Kristen
FK USU 2013
4. Koordinator Sie.Dana Bakti Sosial Mahasiswa Kristen
FK USU 2014
LAMPIRAN 2:
LAMPIRAN 3:
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Dengan hormat,
Saya yang bernama Hilferia Simbolon, sedang menjalani pendidikan
Kedokteran di Program S1 Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas.
mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, bersama dengan ini
memohon kesediaan Saudara untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian kami
yang berjudul “Perbedaan Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok dan Bukan
Perokok”.
Dengan Tujuan :
1) Mengetahui nilai arus puncak ekspirasi pada perokok.
2) Mengetahui nilai arus puncak ekspirasi pada orang yang bukan
perokok.
3) Mengetahui perbedaan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi perokok dan
bukan perokok.
Dalam penelitian ini, kepada saudara akan diminta melakukan pengukuran
arus puncak ekspirasi menggunakan alat peak flow meter. Pengukuran dilakukan dalam posisi berdiri tegak lurus dan kepala menghadap ke depan. Peneliti akan
meminta saudara untuk menarik napas yang dalam terlebih dahulu sebelum
memasukkan ujung dari mulut peak flow meter. Kemudian saudara diminta untuk menghembuskan napas secepat dan sekuat mungkin. Pengukuran ini dilakukan
sebanyak 3x dan peneliti akan mencatat hasil dari setiap pengukuran dan
mengambil nilai yang tertinggi. Dalam penelitian ini peneliti tidak memberikan
Keuntungan menjadi subjek penelitian adalah subjek penelitian dapat
mengetahui nilai arus puncak ekspirasinya yang bisa dipakai untuk menilai fungsi
paru dan penyempitan ataupun sumbatan saluran pernapasan.
Jika Saudara bersedia, Surat Pernyataan Kesediaan menjadi Subjek
Penelitian harap ditandatangani. Perlu Saudara ketahui bahwa surat kesediaan
tersebut tidak mengikat dan tanpa ada paksaan. Saudara dapat mengundurkan diri
dari penelitian ini kapan saja selama penelitian berlangsung apabila terdapat
hal-hal yang dirasakan merugikan Saudara. Untuk penelitian ini, Saudara tidak akan
dikenakan biaya apapun.
Demikian penjelasan ini saya sampaikan.Atas partisipasi dan kesediaan
Saudara, saya ucapkan terima kasih.
Medan,______________2014
Peneliti,
(Hilferia Simbolon)
Nim. 110100263
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN UNTUK MENJADI SUBJEK PENELITIAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
No telp/HP :
Setelah membaca semua keterangan tentang teknik pelaksanaan, risiko,
keuntungan, dan hak-hak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul “Perbedaan
Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok dan Bukan Perokok”. Saya memahaminya
dan dengan sadar serta tanpa paksaan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini
untuk diteliti oleh peneliti Hilferia Simbolon sebagai mahasiswa FK USU, dengan
catatan apabila suatu ketika merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak
membatalkan persetujuan ini.
Biaya penelitian tidak dibebankan kepada saya.
Medan, 2014
Yang Memberikan Yang Membuat Pernyataan
Penjelasan Persetujuan
K13 19 180 58 2-3x 2.0 610 570 Sesuai nilai prediksi
K14 19 166 58 2-3x 2.0 580 545 Sesuai nilai prediksi
K15 21 173 68 2-3x 1.0 740 575 Sesuai nilai prediksi
K16 21 167 63 1x 2.0 560 565 di bawah nilai prediksi
K17 20 163 84 2-3x 1.0 580 550 Sesuai nilai prediksi
K18 20 172 85 2-3x 1.0 580 565 Sesuai nilai prediksi
K19 22 172 70 2-3x 0.5 700 585 Sesuai nilai prediksi
K20 21 169 68 2-3x 2.0 600 570 Sesuai nilai prediksi
K21 20 164 48 2-3x 1.0 540 545 di bawah nilai prediksi
K22 19 172 64 2-3x 1.0 550 550 Sesuai nilai prediksi
K23 19 168 62 1x 0.5 580 545 Sesuai nilai prediksi
K24 19 165 65 2-3x 1.0 570 540 Sesuai nilai prediksi
K25 19 162 48 2-3x 1.0 540 535 Sesuai nilai prediksi
K26 21 172 67 jarang 0.5 580 575 Sesuai nilai prediksi
Kode
Perokok Kategori nilai APE
LAMPIRAN 5: Hasil SPSS
Distribusi sampel berdasarkan umur
umur * kelompok Crosstabulation
kelompok
Total perokok bukan perokok
umur 19 Count 5 8 13
% within kelompok 18.5% 29.6% 24.1%
20 Count 10 7 17
% within kelompok 37.0% 25.9% 31.5%
21 Count 9 11 20
% within kelompok 33.3% 40.7% 37.0%
22 Count 3 1 4
% within kelompok 11.1% 3.7% 7.4%
Total Count 27 27 54
% within kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Distribusi sampel berdasarkan kriteria perokok
Kriteria perokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ringan 12 44.4 44.4 44.4
sedang 15 55.6 55.6 100.0
Deskripsi nilai APE pada perokok dan bukan perokok
kelompok Statistic Std. Error
nilai APE perokok Mean 570.37 10.439
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 548.91
Upper Bound 591.83
5% Trimmed Mean 569.44
Median 560.00
Variance 2942.165
Std. Deviation 54.242
Minimum 480
Maximum 680
Range 200
Interquartile Range 80
Skewness .270 .448
Kurtosis -.665 .872
bukan
perokok
Mean 606.30 10.944
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 583.80
Upper Bound 628.79
5% Trimmed Mean 602.14
Median 580.00
Variance 3233.832
Std. Deviation 56.867
Minimum 540
Maximum 750
Range 210
Interquartile Range 70
Skewness 1.254 .448
Deskripsi nilai APE pada perokok ringan dan sedang
Descriptives
Kriteria
perokok Statistic Std. Error
Nilai peak flow ringan Mean 557.50 14.777
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 524.98
Upper Bound 590.02
5% Trimmed Mean 556.67
Median 550.00
Variance 2620.455
Std. Deviation 51.190
Minimum 480
Maximum 650
Range 170
Interquartile Range 80
Skewness .364 .637
Kurtosis -.301 1.232
sedang Mean 580.67 14.490
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 549.59
Upper Bound 611.75
5% Trimmed Mean 580.19
Median 560.00
Variance 3149.524
Std. Deviation 56.121
Minimum 490
Maximum 680
Range 190
Interquartile Range 70
Descriptives
Kriteria
perokok Statistic Std. Error
Nilai peak flow ringan Mean 557.50 14.777
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 524.98
Upper Bound 590.02
5% Trimmed Mean 556.67
Median 550.00
Variance 2620.455
Std. Deviation 51.190
Minimum 480
Maximum 650
Range 170
Interquartile Range 80
Skewness .364 .637
Kurtosis -.301 1.232
sedang Mean 580.67 14.490
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 549.59
Upper Bound 611.75
5% Trimmed Mean 580.19
Median 560.00
Variance 3149.524
Std. Deviation 56.121
Minimum 490
Maximum 680
Range 190
Interquartile Range 70
Skewness .164 .580
Uji normalitas data arus puncak ekspirasi
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
nilai APE .168 54 .001 .952 54 .030
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Mann-Whitney
Mann-Whitney Test
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
peak flow kelompok perokok 27 33.50 904.50
bukan perokok 27 21.50 580.50
Total 54
Test Statisticsa
peak flow
kelompok
Mann-Whitney U 202.500
Wilcoxon W 580.500
Z -3.543
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: kelompok
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nilai peak flow .205 27 .005 .949 27 .198
a. Lilliefors Significance Correction
Uji beda 2 mean pada rata-rata APE perokok ringan dan sedang
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Difference Lower Upper