• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pitfalls

Dalam dokumen BAGIAN I - PENDAHULUAN • 1 (Halaman 86-92)

Disektomi Lumbal

4. Pitfalls

Diperlukan pengalaman dan teknik fluoroskopi yang baik. Sebaiknya, prosedur ini dilatih menggunakan kadaver. Metode ini memerlukan pencitraan lateral dan AP yang baik dalam penempatan sekrup.

lateral pedikel. Pada spinal lumbal, perlu untuk membuka kulit lebih ke lateral untuk mencari angulasi pedikel.

• Melakukan insisi vertikal 1 cm menembus kulit dan fasia dorsal pada pedikel yang dinilai dengan fluoroskopi.

• Memasukkan jarum untuk mengakses spinal melalui daerah insisi menuju titik masuk menuju pedikel dibantu dengan visualisasi fluoroskopi.

• Dari sisi lateral, jarum yang berada pada angulasi sefal-kaudal dapat disesuaikan untuk trajektori.

• Jika jarum mengenai tulang, gunakan pencitraan AP untuk menentukan hubungan medial-lateral antara jarum dan pedikel. Posisikan jarum pada batas lateral untuk mengurangi risiko rusaknya pedikel medial.

• Dengan gerakan lembut, jarum dimasukkan hingga ke korteks tulang.

Jika telah mencapai tulang spons, tahanan terhadap jarum akan berkurang.

• Diperlukan pencitraan AP dan lateral untuk konfirmasi trajektori. Jika sudah sesuai, jarum dimasukkan ke pedikel.

• Fluoroskopi lateral digunakan untuk memantau agar jarum melewati pedikel hingga korpus vertebra.

• Tepat setelah melewati dinding posterior vertebra, masukkan K-wire melalui akses jarum tersebut hingga ke korpus vertebra dibantu pencitraan fluoroskopi lateral.

• Hindari penetrasi terlalu dalam karena dapat menyebabkan perforasi korteks anterior dan cedera pembuluh darah besar.

• Lepaskan jarum akses spinal tanpa menggeser K-wire.

• Letakkan dilator sehingga terjadi pembukaan otot-otot posterior dan jaringan lunak.

• Pasang penyumbat berdiameter 0,5 mm

c. Menghasilkan banyak distorsi geometrik pada pencitraan navigasi 5. Fungsi pengukuran lokasi spasial

instrumen oleh computer-assisted orthopaedic surgery dijalankan dengan…

a. Membuat instrumen dapat dilacak dengan marker pemantul cahaya inframerah oleh sistem kamera b. Menggunakan Dynamic Reference

Base (DRB) yang menempel pada prosesus spinosus sebagai sistem koordinat

c. Menggunakan CT-scan dan pencitraan fluoroskopi untuk memberikan gambaran anatomi tulang belakang 6. Pencitraan yang diperlukan untuk

membantu proses penempatan sekrup pedikel adalah...

a. USG b. CT

c. Fluoroskopi d. MRI e. Foto polos

7. Posisi yang digunakan untuk menilai batas superior dan lateral pada saat prosedur penempatan sekrup pedikel adalah...

a. AP b. Lateral c. PA d. Supine e. Erect

8. Di bawah ini yang tidak termasuk indikasi pemasangan sekrup pedikel pada lumbal

Latihan Soal

1. Berikut ini pernyataan yang benar mengenai prinsip minimally invasive spine surgery (MISS), kecuali...

a. Tujuannya untuk mencapai daerah target secara efisien dengan trauma iatrogenik seminimal mungkin b. Kebanyakan teknik MISS menekankan

pada apa yang dilakukan di daerah target, bukan cara mencapai daerah target

c. Efektivitanya berpotensi sama baik dengan pembedahan konvensional secara terbuka

2. Berikut ini adalah manfaat yang ditawarkanoleh MISS, kecuali…

a. Penyembuhan pasien lebih cepat b. Mengakses regio target secara lebih

presisi

c. Kosmetik yang dihasilkan lebih baik 3. Berikut ini adalah fungsi-fungsi dari

computer-assisted orthopaedic surgery, kecuali…

a. Pemetaan tulang belakang

b. Penggambaran struktur tulang belakang

c. Pengukuran lokasi instrumen

4. Salah satu keterbatasan dari CT-scan sebagai bagian dari sistem navigasi pada computer-assisted orthopaedic surgery adalah…

a. Tidak dapat digunakan untuk struktur tulang belakang yang akan diubah bentuknya

b. Tidak dapat dijalankan apabila data set preoperatif tidak tersedia

d. Mempertahankan daerah operasi agar tetap terbuka

e. Melepaskan otot

13. Peran bor kecepatan tinggi adalah…

a. Mempertahankan suhu agar tetap normal

b. Memperluas kanal spinal untuk menyingkirkan korteks tulang

c. Membuka area yang akan dioperasi d. Eksplorasi kanal spinal

e. Membuka ruang intervertebra

14. Alat untuk menyingkirkan ligamentum flavum dari hemi lamina sekitarnya adalah…

a. Refraktor b. Osteostome

c. Bor kecepatan tinggi d. Disektor

e. Punches

15. Alat untuk menyingkirkan jaringan lunak pada ruang intervertebra adalah…

a. Disektor

b. Bor kecepatan tinggi c. Kauter

d. Osteostome e. Ronguers

16. Berikut ini termasuk faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan strategi MISS, kecuali…

a. Persiapan praoperasi

b. Posisi pasien di atas meja operasi c. Ukuran insisi kulit

17. Pencitraan terhadap ruang pravertebra menjadi penting dalam pendekatan anterior tulang belakang dalam MISS karena…

a. Mencegah kerusakan pembuluh darah pada daerah tersebut karena adalah...

a. Penyakit diskus degeneratif b. Skoliosis

c. Spondilolistesis d. Trauma spinal e. Tumor spinal

9. Untuk memantau apakah posisi jarum mengenai tulang pada proses operasi penempatan sekrup pedikel, digunakan pencitraan posisi...

a. AP b. Lateral c. PA d. Supine e. Erect

10. Hal yang dilakukan pascatindakan penempatan sekrup pedikel adalah...

a. Penutupan daerah operasi dengan kassa dan pemberian antibiotik b. Penutupan dengan benang Vicryl dan

pemberian relaksan otot

c. Penutupan dengan kassa dan pemberian relaksan otot

d. Penutupan dengan benang Vicryl dan pemberian antibiotik

e. Penutupan dengan kassa dan pemberian antinyeri

11. Alat untuk mengeksplorasi kanal spinal dan mobilisasi jaringan lemak, saraf, dan pembuluh darah epidural adalah…

a. Disektor

b. Bor kecepatan tinggi c. Kauter

d. Osteostome e. Ronguers

12. Osteostome digunakan untuk…

a. Memahat jaringan yang keras b. Mengontrol perdarahan c. Mempertahankan hemostasis

5. A 6. C 7. A 8. B 9. A 10. B 11. A 12. A 13. B 14. E 15. E 16. C 17. A 18. A 19. C 20. C 21. C 20. Berikut pengaturan yang tepat mengenai

mikroskop bedah pada pengaturan ruangan operasi…

a. Sambungan lensa okuler sentral dan gagang mikroskop perlu diatur setiap waktu

b. Tuas-lengan mikroskop dapat dimiringkan ke arah langit apabila diperlukan kontrol sinar x

c. Jika lengan mikroskop tidak cukup panjang, mikroskop dapat diletakkan lebih dekat dengan operator bedah 21. Berikut ini tujuan pencahayaan yang

redup di ruang operasi, kecuali…

a. Menghilangkan pencahayaan non-fokal

b. Mengurangi pencahayaan difus di sekitar lensa okuler

c. Menurunkan kontras di sekitar layar video

mobilisasi tidak mungkin dilakukan b. Memberikan gambaran rute alternatif

menuju daerah target pembedahan c. Membantu ahli bedah menentukan

strategi mobilisasi pembuluh darah 18. Berikut ini modalitas pencitraan yang

biasa digunakan dalam persiapan praoperasi, kecuali…

a. USG b. MRI c. CT-scan

19. Berikut ini elemen kunci yang sangat perlu diperhatikan tata letaknya di ruangan operasi, kecuali…

a. Mikroskop bedah b. Meja instrumen

c. Alat perekam berlangsungnya proses operasi

Bagian II:

Servikal 1. A 2. C 3. B 4. E 5. B 6. A 7. C 8. A 9. A 10. B Torakal 1. A 2. C 3. B 4. C 5. B

Lumbal 1. A 2. B 3. C 4. B 5. C Torakolumbal

1. B 2. A 3. C 4. B 5. C Bagian III: MISS

1. B 2. B 3. B 4. A

Kunci

Jawaban

Latihan

Soal

Daftar Pustaka

1. Hoppenfeld S, DeBoer P, Buckley P. Surgical exposures in orthopaedics: the anatomic approach. 4th ed.

Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2009. Chapter 6, The spine; p.257-354.

2. Vaccaro AR, Bono CM. Minimally invasive spine surgery. New York: Informa Healthcare USA Inc.; 2007.

3. Mayer HM. Minimally invasive spine surgery: a surgical manual. 2nd ed. Berlin: Springer; 2006.

4. Deyo RA, Mirza SK. Trends and variations in the use of spine surgery[Internet]. Clinical Orthopaedics and Related Reseaech. 2006; 443: 139-46. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/

pubmed/16462438

5. Dissabandara LO, Nirthanan SN, Khoo TK, Tedman R. Role of cadaveric dissections in modern medical curricula: astudy on student perceptions[Internet]. Anat Cell Biol. 2015; 48(3): 205-12. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4582164/

6. Gilbody J, Prasthofer AW, Ho K, Costa ML. The use and effectiveness of cadaveric workshops in higher surgical training: a systematic review[Internet]. Ann R Coll Surg Engl. 2011; 93(5): 347-52. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3365449/

7. Reis RC, de Oliveira MF, Rotta JM, Botelho RV. Risk of complications in spine surgery: a prospective study[Internet]. Open Orthop J. 2015; 9:20-5. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

articles/PMC4321205/

8. Nasser R, Yadla S, Maltenfort MG, Harrop JS, Anderson DG, Vaccaro DG, et al. Complications in spine surgery[Internet]. J Neurosurg Spine. 2010; 13(2): 144-57. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.

gov/pubmed/20672949

9. Shaikh ST. Cadaver dissection in anatomy: the ethical aspect[Internet]. Anat Physiol. 2015; 5:S5. Available from: https://www.omicsonline.org/open-access/cadaver-dissection-in-anatomy-the-ethical-aspect-2161-0940-S5-007.php?aid=59899

10. Zhang L, Wang Y, Xiao M, Han Q, Ding J. An ethical solution to the challenges in teaching anatomy with dissection in the Chinese culture[Internet]. Anat Sci Educ. 2008; 1(2): 56-9. Available from: https://

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19177382

11. Tulsi S. Ethics related to cadaveric dissection[Internet]. IJBAA. 2017; 1(1):28.

12. Jenis LG, Fischer SJ. Minimally invasive spine surgery[Internet]. American Academy of Orthopaedic Surgeon. [posted on 2012; cited on 2017]. Available from: http://orthoinfo.aaos.org/topic.

cfm?topic=A00543

13. American Association of Neurological Surgeons. Minimally invasive spine surgery [Internet]. [cited on 2017]. Available from: http://www.aans.org/Patients/Neurosurgical-Conditions-and-Treatments/

Minimally-Invasive-Spine-Surgery/

14. Knoeller SM and Seifried C. Historical perspective: history of spinal surgery. Spine. 2000; 25: 2838-43.

15. Kim HS, Park KH, Ju CI, Kim SW, Lee SM, Shin H. Minimallu invasive multi-level posterior lumbar interbody fusion using a percutaneously inserted spinal fixation system: technical tips, surgical outcomes[Internet]. J Korean Neurosurg Soc. 2001; 50(5): 441-5..

Profil Penulis

Rahyussalim lahir di Padang, pada 5 Juni 1971, adalah dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Konsulen Tulang Belakang di FKUI-RSCM, merupakan sosok yang pantang menyerah, selalu berusaha mencari terobosan baru, tampil maksimal dan mau berbagi. Saat ini Dr. dr.

Rahyussalim, SpOT (K) menjabat sebagai Manajer Pendidikan dan Kemahasiwaan Program Dokter Spesialis dan Subspesialis FKUI sekaligus sebagai Staf Dosen dan Staf Medik di FKUI-RSCM, Jakarta.

Rahyussalim merupakan alumni dari SMA Negeri 3 Padang dan lulus tahun 1989. Setelah tamat dari bangku SMA, ia memutuskan merantau ke Jakarta untuk mengambil jalur pendidikan Kedokteran dan diterima menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui jalur UMPTN di tahun yang sama.

Setelah lulus dari FKUI tahun 1996, Rahyussalim sempat menjalani penugasan dokter di daerah operasi militer Aceh dari tahun 1996-1998. Pada tahun 2003 ia mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 2008. Setelah lulus ia menjalani Program Training Sub Spesialis Tulang Belakang di Kolegium Orthopaedi dan Short Fellowship Spine Training di Tohoku University/Nishitaga Hospital Japan dan berhasil lulus sebagai Konsultan Tulang Belakang pada tahun 2009.

Rahyussalim menjadi Staf Dosen dan Staf Medik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo sejak lulus sebagai Orthopaed di tahun 2008 hingga saat ini. Gelar Doktor Ilmu Kedokteran berhasil diperolehnya dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2013 dengan predikat Cum Laude atas disertasi berjudul “Transplantasi Sel Punca Mesenkimal pada Defek Spondilitis Tuberkulosis : Pengaruh Terhadap Perbaikan Pembentukan Tulang Baru dan Eradikasi Infeksi pada Model Kelinci”.

Sebagai Doktor, ia telah melakukan penelitian-penelitian yang menghasilkan 36 publikasi nasional dan internasional terindeks SCOPUS maupun Pubmed yang bertemakan permasalahan TBC Tulang Belakang (spondilitis tuberkulosis), Skoliosis, Operasi Tulang Belakang dengan Luka Minimal (Minimal Invasive Spine Surgery) dan penggunaan Sel Punca Mesenkimal (mesenchymal stem cell) pada berbagai permasalahan di tulang belakang. Rahyussalim juga menjadi Peringkat ke-23 pada 108 Inovasi Indonesia tahun 2016 dari Kemenristek Dikti untuk HAKI dengan judul: Subroto Angle Aid (SAA) – Software pengukur sudut kemiringan skoliosis yang cepat, akurat, mudah diaplikasikan dan terjangkau, selain giat mengembangkan software dan device dibidang bidang Orthopaedi dan Traumatologi. Di bidang penelitian, hingga saat ini Rahyussalim telah berhasil memperoleh pendanaan atas 9 judul proposal melalui skema hibah kompetitif di lingkungan Universitas Indonesia, RSCM, Kementrian Kesehatan dan Kemenristek Dikti senilai lebih dari 1,2 milyard rupiah, selain melakukan penelitian-penelitian mandiri.

Dokter yang gemar menulis essay dan puisi ini juga aktif menulis blog di www.rahyussalim.com dan www.rahyussalim.blogspot.com. Komunikasi melalui e-mail di rahyussalim@gmail.com.

Dalam dokumen BAGIAN I - PENDAHULUAN • 1 (Halaman 86-92)

Dokumen terkait