• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN I - PENDAHULUAN • 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAGIAN I - PENDAHULUAN • 1"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DISEKSI SPINAL

EDISI PERTAMA

Dr. dr. Rahyussalim, Sp.OT(K)

(3)

DISEKSI SPINAL

EDISI PERTAMA

Penulis: Rahyussalim | Kontributor: Farah Vidiast, Veronika Renny Kurniawati, Phebe Anggita Gultom, Rifka Fadhilah, Irma Annisa, Clara Gunawan, Raditya Dewangga | Editor: Rahyussalim, Tri Kurniawati | Desain dan Tata Letak: Skolastika Mitzy Benedicta, Indra Wicaksono, Kelvin Theandro Gotama, Itsna Arifatuz Zulfiah | Ilustrasi: Skolastika Mitzy Benedicta, Meutia Naflah Gozali, Indra Wicaksono | Tim Penerbitan: Tri Kurniawati, Tiroy Junita, Eugene Dionysios, Rio Wikanjaya

Diterbitkan oleh Media Aesculapius

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Cetakan I, 2017

Penerbit Media Aesculapius

Rumpun Ilmu Kesehatan Gedung C Lantai 4 Universitas Indonesia, Depok

Hotline: 082-229-229-362 | Website: beranisehat.com

Diseksi spinal / Rahyussalim. -- Jakarta : Media Aesculapius; 2017.

90 hlm. ; 17,6x25 cm.

ISBN 978-602-61056-2-2

1. Tulang belakang. I. Judul. 617,56

(4)

Kata Pengantar

Jakarta, 2017

Rahyussalim

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim,

Dengan mengucap syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat serta KaruniaNya sehingga pembuatan buku Diseksi Spinal ini dapat diterwujud.

Diseksi Spinal merupakan suatu pendekatan operasi yang terdiri dari langkah-langkah pembedahan untuk mencapai organ vertebrae di sepanjang tulang belakang. Diseksi Spinal menjadi salah satu materi yang dikembangkan oleh Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM untuk diajarkan kepada peserta didik dalam suatu kegiatan Workshop untuk memenuhi kompetensi peserta didik tersebut di bidang Orthopaedi dan Traumatologi.

Selain sebagai pedoman bagi peserta didik untuk menguasai tahapan-tahapan dalam melakukan prosedur Diseksi Spinal, penulisan buku ini juga bertujuan untuk menambah khazanah buku ajar di bidang Orthopaedi, khususnya tulang belakang dan diharapkan dapat mendorong terciptanya buku-buku lain di bidang Orthopaedi dan Traumatologi. Dengan menguasai buku ini maka peserta didik mendapatkan gambaran bagaimana suatu operasi operasi tulang belakang beserta tahapan-tahapannya dilakukan dengan berorientasi pada keselamatan pasien.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dekan FKUI Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K), Direktur Utama RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Dr. dr. CH. Soejono, SpPD KGer, dan Kepala Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM dr. Wahyu Widodo, SpOT(K) yang telah memberikan ruang, kesempatan dan dukungan sehingga buku ini dapat tersusun dan diterbitkan.

Dalam penyusunan buku Diseksi Spinal edisi pertama ini penulis menyadari bahwa masih banyak ditemukan kekurangan, karenanya kritik dan saran konstruktif untuk pengembangan buku Diseksi Spinal edisi berikutnya sangat kami harapkan.

Akhirnya semoga buku ini dapat memberi manfaat positif bagi pendidikan orthopaedi dan traumatologi di Indonesia dan menjadi acuan bagi ahli tulang belakang dalam memedomani teknik operasi tulang belakang yang akan diterapkan.

(5)

Sambutan Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Pertama, izinkanlah Saya atas nama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengucapkan selamat kepada Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K) dari Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM yang telah berinisiatif menyusun dan menyelesaikan buku Diseksi Spinal ini untuk pertama kali.

Buku ini berisi ulasan yang esensial tentang berbagai tata laksana penyakit tulang belakang mulai dari prosedur konvensional hingga tindakan terkini yaitu Minimal Invasive Spinal Surgery.

Tindakan operatif pada tulang belakang umumnya dibutuhkan untuk menangani berbagai kelainan akibat penyakit infeksi, degenerative, fraktur maupun trauma dengan komplikasi kelumpuhan.

Buku ini dilengkapi dengan ilustrasi menarik yang memudahkan pembaca dalam memahami anatomi daerah operasi dan sekitarnya agar tujuan setiap tindakan dapat berhasil dengan baik dan menghindari terjadinya komplikasi. Latihan soal pada bagian akhir setiap bab di buku ini bermanfaat untuk membantu pembaca dalam menilai pemahaman diri sendiri setelah membaca buku ini.

Saat ini masih sangat sedikit buku yang dapat dimanfaatkan sebagai buku ajar oleh Dosen dan peserta didik Program Pendidikan Dokter Spesialis terutama di bidang Orthopaedi dan Traumatologi, sehingga terbitnya buku ini akan sangat bermanfaat mengisi kekosongan tersebut.

Buku ini disusun saat Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K) menjabat sebagai Manajer Program Pendidikan Dokter Spesialis dan Subspesialis FKUI. Sebagai Manajer, Beliau bertanggung jawab atas kualitas pendidikan 35 Program studi Spesialis dan Subspesialis di FKUI dan saat ini sedang sibuk mempersiapkan Akreditasi Eksternal LAM PT KES. Pastilah Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K) Memiliki tekad kuat, pantang menyerah, disertai kemampuan mengatur waktu yang baik untuk mampu menyelesaikan penulisan buku ini. Kita perlu menghargai dan memberikan apresiasi yang tinggi atas usaha Beliau. Saya berharap kinerja tersebut dapat menjadi contoh bagi dosen- dosen lain di lingkungan FKUI

Akhirnya, semoga buku ini memberikan manfaat bagi pendidikan dan pelayanan serta menjadi pemicu penelitian dalam usaha menolong dan memberikan yang terbaik bagi pasien Orthopaedi dan Traumatologi di Indonesia.

Terimakasih

Jakarta, 18 Desember 2017

Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K)

(6)

Assalamualaikum wr. wb.,

Puji Syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas terbitnya Buku Diseksi Spinal edisi pertama ini. Kehadiran buku kedokteran berbahasa Indonesia masih jarang sehingga buku ini sangat bermanfaat khususnya bagi teman sejawat yang berkecimpung di bidang muskuloskeletal.

Para peserta didik akan sangat terbantu dengan adanya buku ini.

Beberapa tahun terakhir ini kejadian kecelakaan lalu lintas yang memerlukan penanganan di rumah sakit meningkat, demikian pula kasus keganasan. Di sisi lain, kasus tuberkulosis belum berhasil dieliminasi di Indonesia. Keterlibatan tulang belakang pada kasus kecelakaan, keganasan, dan tuberkulosis masih cukup besar dan sangat berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari serta kualitas hidup pasien.

Pada kurun waktu 1977 hingga 1989, operasi tulang belakang di Indonesia pernah maju dan setara dengan negara-negara maju di dunia. Krisis ekonomi 1989 ternyata berpengaruh pada bidang kesehatan, termasuk bedah tulang belakang, sehingga operasi tulang belakang sempat terpuruk karena ketergantungannya pada implan impor yang harganya mahal.

Tiga area penting dalam orthopaedi: instrumentasi, pendidikan, dan perkembangan baru merupakan simpul-simpul penting yang mendorong upaya-upaya pengembangan (Subroto Sapardan). Di tahun 1989, instrumentasi tulang belakang yang memfiksasi bagian terkuat tulang belakang dengan pedicle screw sublaminar wire plate (PSSW) berhasil diciptakan di RSCM FKUI;

serta invensi instrumentasi untuk skoliosis di Indonesia dengan sistem UIS (Universitas Indonesia System) pada tahun 1998 juga berhasil dipatenkan. Sementara itu, metode pembelajaran melalui diseksi kadaver yang dapat meningkatkan sikap dalam menghargai tubuh manusia dan memperdalam pemahaman anatomi serta meningkatkan penguasaan teknik operasi, terus dikembangkan. Seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran, teknik minimal invasive surgery untuk meminimalisasi kuantitas kerusakan struktur pada operasi orthopaedi juga diterapkan.

Buku ini, yang mengantarkan ketiga simpul penting dalam ilmu orthopaedi, dapat menjadi sumbangsih tersendiri bagi khasanah buku kedokteran Indonesia khususnya di bidang orthopaedi. Buku yang disusun secara sistematis dan mudah dipahami serta dilengkapi dengan gambar ilustrasi diharapkan memudahkan para pembaca. Selamat atas terbitnya buku ini.

Semoga bermanfaat dan dapat disusul dengan buku-buku berikutnya.

Wassalamualaikum wr. wb.

Desember 2017

Direktur Utama RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo,

Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD-Kger, Mepid, MPH

Sambutan Direktur Utama RSCM

(7)

Assalamu’alaikum wr wb.

Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, berkah dan nikmat Nya sehingga buku Diseksi Spinal dapat terbit menambah kekayaan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Orthopaedi danTraumatologi Tulang Belakang. Seperti kita ketahui buku Orthopaedi dan Traumatologi berbahasa Indonesia jarang kita temukan apalagi yang membahas suatu teknik melakukan “approach” yang merupakan bagian penting dalam melakukan perencanaan pengobatan yang memerlukan tindakan pembedahan.

Buku ini sangat enak dibaca dan sangat menarik serta tidak membosankan karena menggunakan bahasa yang jelas, singkat dan terstruktur rapi, disertai gambar gambar yang jelas dan menarik sehingga mudah dipahami. Soal soal yang dihadirkan juga dapat menjadi ukuran seberapa jauh kita memahami topik yang baru kita baca. Kami sangat menganjurkan para Peserta Didik Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi untuk membacanya sebelum ikut terlibat dalam operasi Tulang Belakang.

Saya ucapkan selamat dan terimakasih kepada Dr.dr. Rahyussalim, SpOT (K) yang telah berhasil menyusun dan menerbitkan Buku di tengah kesibukannya sebagai Staf Dosen Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM menjalankan tugas dan kewajiban memberikan pelayanan, pendidikan dan pengabdian masyarakat. Semoga buku ini memberikan manfaat buat kita semua dan menjadi inspirasi bagi Staf yang lain untuk terus berkarya dan berinovasi lebih baik lagi.

Waasalamu’alaikum wr wb.

Desember 2017,

Kepala Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM dr. Wahyu Widodo, SpOT ( K )

Sambutan Kepala Departemen

Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM

(8)

Daftar Isi

Kata Pengantar_________________________________________________________________________________II Daftar Isi________________________________________________________________________________________VI Bagian I : Pendahuluan

Latar Belakang__________________________________________________________________________________________1 Operasi Tulang Belakang di Dunia_____________________________________________________________________1 Operasi Tulang Belakang di Indonesia________________________________________________________________1 Diseksi Kadaver sebagai Metode Pembelajaran Prosedur Operasi Tulang Belakang______________2 Etika dalam Melakukan Diseksi Kadaver______________________________________________________________3 Minimal Invasive Spinal Surgery: Operasi Tulang Belakang di Masa Depan________________________3 Bagian II

Servikal_________________________________________________________________________________________________4 Diseksi Posterior Servikal Subaksial____________________________________________________________4 Struktur Anatomis pada Diseksi Posterior Servikal Subaksial_________________________________7 Diseksi Posterior Ruang Vertebra C1-2__________________________________________________________9 Struktur Anatomis pada Diseksi Posterior Ruang Vertebra C1-2_____________________________11 Diseksi Anterior Servikal________________________________________________________________________13 Struktur Anatomis pada Diseksi Anterior Servikal_____________________________________________17 Torakal________________________________________________________________________________________________23 Diseksi Posterolateral Torakal___________________________________________________________________23 Diseksi Posterolateral Torakal untuk Eksisi Tulang Rusuk____________________________________27 Diseksi Anterior Torakal_________________________________________________________________________28 Lumbal________________________________________________________________________________________________33 Diseksi Posterior Lumbal________________________________________________________________________33 Diseksi Posterior Lumbal dengan Akses Minimal______________________________________________35 Struktur Anatomis pada Diseksi Posterior Lumbal_____________________________________________37 Diseksi Anterior (Transperitoneal dan Retroperitoneal) Lumbal_____________________________39 Diseksi Anterior Retroperitoneal Lumbal_______________________________________________________44 Struktur Anatomis pada Diseksi Anterior Lumbal_____________________________________________47 Diseksi Anterolateral (Retroperitoneal) Lumbal_______________________________________________48

(9)

Torakolumbal_______________________________________________________________________________________58 Diseksi Posterior Torakolumbal pada Pasien Skoliosis________________________________________58 Struktur Anatomis pada Diseksi Posterior Torakolumbal_____________________________________61 Bagian III : Minimal Invasive Spinal Surgery (MISS)

Minimal Invasive Spinal Surgery: Pendahuluan_____________________________________________________67 Persiapan Kamar Operasi_____________________________________________________________________________68 Instrumen yang Diperlukan___________________________________________________________________________69 Persiapan Pencitraan__________________________________________________________________________________70 Cara Kerja MISS_______________________________________________________________________________________70 Prosedur Dekompresi Vertebra dengan MISS_______________________________________________________71 Prosedur Fusi Vertebra dengan MISS________________________________________________________________73 Penempatan Sekrup Pedikel pada Lumbal dengan Cara MISS_____________________________________75 Daftar Pustaka__________________________________________________________________________________80

(10)

Epilog

“Barangsiapa ditanya tentang sesuatu ilmu, kemudian

menyembunyikan (tidak mau memberikan jawabannya), maka Allah mengekangnya (mulutnya) kelak di hari kiamat dengan kekangan (kendali) dari api neraka”

- HR. Ahmad

(11)

berhubungan dengan jumlah ahli bedah ortopedi dan neurologi per 1000 populasi di negara tersebut. Hal-hal lain yang dapat memengaruhi tingkat pelaksanaannya antara lain ketersediaan modalitas pencitraan, keterbatasan sistem finansial, ekspektasi pasien, dan lain-lain.

Prosedur operasi tulang belakang memiliki indikasi yang luas, mulai dari kelompok penyakit degeneratif, gangguan kurvatura, infeksi, trauma, hingga keganasan.

Selain berhubungan dengan faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, tingkat pelaksanaannya dalam sebuah negara juga dipengaruhi oleh prevalensi penyakit tersebut.

BAGIAN 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Operasi sebagai tatalaksana kelainan atau penyakit tulang belakang belum berkembang hingga tahun 1970an. Percobaan operasi pertama pada tatalaksana penyakit-penyakit tulang belakang dilakukan oleh Papyrus Smith di tahun 1550 sebelum masehi di Mesir dan Semakin berkembang hingga saat ini.

Operasi tulang belakang merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan cara membuat insisi terbuka, menyingkap otot ke samping hingga tulang belakang, sehingga diskus dan struktur vertebra lainnya dapat dilihat dan diakses dengan mudah.

Selanjutnya dilakukan pemasangan sekrup, rod dan material lainnya, atau penempatan graft sesuai tujuan operasi.

Tujuan dari prosedur ini pada dasarnya adalah untuk melakukan manipulasi berupa harmonisasi beberapa tindakan yang dilakukan secara tersendiri maupun bersamaan dengan tujuan untuk dekompresi, fusi, manipulasi koreksi, dan realignment struktur tulang belakang yang abnormal agar strukturnya menjadi normal, baik dalam penampang sagital maupun koronal.

B. Operasi Tulang Belakang di Dunia Operasi tulang belakang paling banyak dilakukan di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat yang sekaligus menempati urutan pertama sebagai negara yang tersering melakukan prosedur ini. Tingginya pelaksanaan prosedur ini

Teknologi operasi tulang belakang yang berkembang dengan pesat di luar negeri diserap dengan baik oleh dokter bedah tulang belakang di Indonesia. Sebagai suatu siklus, operasi tulang belakang di Indonesia pernah maju bahkan setara dengan negara- negara maju pada tahun 1977 hingga 1989.

Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia pada tahun 1989 menyebabkan bidang ini terpuruk sehingga harus bergantung seratus persen pada produk implant tulang belakang dalam negeri hingga keadaan perekonomian pulih.

Perkembangan operasi tulang belakang di Indonesia tak dapat dipisahkan dari sosok Prof. dr. HR. Subroto Supardan, SpB, SpOT, Guru Besar Ilmu Bedah Orthopaedi C. Operasi Tulang Belakang di Indonesia

(12)

• Kadaver harus dijaga dalam kontainer dengan kelembaban yang cukup dan bahan pengawetan yang baik.

• Hanya membuka bagian tubuh yang akan dipelajari sementara bagian lainnya dibiarkan tertutup.

• Tindakan mutilasi (memotong-motong di luar kepentingan pembelajaran) sangat dilarang.

• Setiap jaringan/bagian dari kadaver yang didiseksi harus ditempatkan dalam kontainer atau wadah.

• Hasil diseksi tidak boleh dibawa keluar dari ruangan tempat penyimpanan kadaver.

memutuskannya. Salah satu alasannya adalah karena struktur tulang belakang yang terkait erat dengan sistem persarafan sehingga komplikasi yang timbul dapat bersifat permanen, berdampak pada penurunan kualitas hidup pasien, hingga menimbulkan beban ekonomi. Sebuah studi prospektif mendapatkan probabilitas munculnya komplikasi pada operasi tulang belakang yang cukup tinggi, yaitu secara keseluruhan sebesar 26%. Studi lainnya juga menemukan hal serupa, yaitu tingginya insiden komplikasi, terutama pada regio torakolumbal.

Oleh karena itu, praktisi operasi tulang belakang perlu meminimalisasi kemungkinan terjadinya komplikasi tersebut, salah satunya dengan meningkatkan penguasaan teknik operasi. Dalam hal ini, metode diseksi spinal dapat menjadi solusi.

Kadaver diartikan sebagai spesimen anatomis tubuh manusia. Pengertian ini seringkali menghilangkan sikap hormat pada kadaver. Padahal, tidak sedikit kadaver merupakan tubuh yang sengaja didonasikan oleh pemiliknya demi kepentingan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam melakukan diseksi kadaver, perlu diperhatikan etika berikut sebagai bentuk penghargaan terhadap silent mentor.

• Instruktor/mentor perlu membangun sikap penghormatan di awal sesi pembelajaran, salah satunya dengan membacakan etika di dalam ruang diseksi kepada peserta.

• Identitas kadaver harus dijaga anonimitasnya.

• Peserta diseksi maupun instruktor harus menganggap kadaver sebagai manusia yang memiliki martabat.

Untuk menjawab tingginya risiko komplikasi prosedur bedah terbuka pada tulang belakang, saat ini, ahli bedah di dunia mulai beralih ke minimal invasive spinal surgery (MISS). Metode ini memungkinkan ahli bedah untuk membuat insisi yang lebih kecil sehingga kuantitas struktur yang rusak dapat diminimalisasi. Dengan menggunakan instrumen khusus, metode ini memungkinkan operator untuk memfokuskan lapang operasi pada sumber masalah. Keuntungan lainnya adalah risiko perdarahan yang lebih kecil dan durasi rawat inap pascaoperasi yang lebih singkat.

Berikut ini merupakan kasus yang dapat menjadi kandidat MISS.

• Penyakit degeneratif diskus vertebra

• Herniasi diskus vertebra

• Stenosis vertebra lumbal

• Deformitas (skoliosis)

• Infeksi vertebra

• Instabilitas vertebra

• Fraktur kompresi vertebra

• Tumor spinal E. Etika dalam Melakukan Diseksi

Kadaver

F. Minimal Invasive Spinal Surgery:

Operasi Tulang Belakang di Masa Depan

(13)

prosedur operasi tulang belakang, terutama yang dijumpai di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, adalah penyakit infeksi seperti spondilitis tuberkulosis. Prof. dr.

HR. Subroto Supardan, SpB, SpOT juga telah berhasil mengembangkan suatu metode operasi tulang belakang dan pengobatan TBC tulang belakang yang disebut dengan total treatment (1989). Metode ini mengobati TBC tulang belakang berdasarkan masalah dengan tujuan penyembuhan TBC tulang belakang, yaitu tercapainya tulang belakang yang stabil, tidak nyeri, tanpa deformitas, dan berfungsi seperti semula sehingga penderita dapat kembali ke masyarakat, pekerjaan, dan keluarganya.

Kondisi patologis lain yang juga sering ditindak dengan prosedur operasi tulang belakang di Indonesia adalah spondilolistesis, penyakit degeneratif pada lumbal maupun servikal lainnya, fraktur tulang belakang, skoliosis, dan trauma dengan komplikasi kelumpuhan.

FKUI dan pelopor operasi tulang belakang di Indonesia yang reputasinya diakui di dunia internasional. Prof. dr. HR. Subroto Supardan, SpB, SpOT telah memetakan perkembangan operasi tulang belakang di Indonesia ditinjau dari tiga aspek, yakni instrumentasi, pendidikan, dan perkembangan terbaru.

Instrumentasi sangat penting dalam menilai kemajuan operasi tulang belakang.

Di Indonesia, perkembangan instrumentasi dimulai dengan dilaksanakannya operasi skoliosis menggunakan instrumentasi Harrington pada tahun 1977 dan pemakaian pedicle screw pada tahun 1985. Pada tahun 1989, Prof. dr. HR. Subroto Supardan, SpB, SpOT berhasil menginvensi sendiri suatu instrumentasi tulang belakang yang memfiksasi bagian terkuat tulang belakang, yaitu pedicle dan lamina, menggunakan pedicle screw dan kawat sublamina. Alat ini disebut Pedicle Screw Sublaminar Wire Plate (PSSW) yang pada tahun yang sama telah dipasarkan Waldemar Link Hamburg serta diproduksi di dalam negeri oleh LIPI dan Puspitek Serpong dengan merek CIRORTH. Alat tersebut sangat efektif untuk instrumentasi tulang belakang pada hampir semua kelainan tulang belakang, seperti trauma, spondilitis TBC, ankylosing spondylitis, skoliosis, metastasis tumor, dan lain-lain.

Pada tahun 1998, Prof. dr. HR. Subroto Supardan, SpB, SpOT mulai menginvensi instrumentasi untuk skoliosis yang disebut sebagai University of Indonesia System (UIS) dan mematenkannya pada 2 September 2004 dengan No. ID: 0.011.170. Dengan modal PSSW dan UIS, pelayanan operasi tulang belakang di seluruh Indonesia dari Aceh hingga Makassar dapat berjalan lancar, murah, dan bermutu.

Secara umum, infeksi masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Indonesia, begitu pula Infeksi pada tulang belakang.

Oleh karena itu, kasus tersering dalam

Dalam pendidikan kedokteran, diseksi kadaver dikenal sebagai metode yang memberikan dampak positif pada peserta didik. Dalam sebuah studi kualitatif didapatkan bahwa metode diseksi dapat meningkatkan sikap dalam menghargai tubuh manusia dan memperdalam pemahaman anatomi. Penelitian lainnya juga menyatakan bahwa pembelajaran prosedur menggunakan kadaver dapat meningkatkan penguasaan teknik operasi.

Operasi tulang belakang merupakan prosedur yang rumit sehingga memerlukan pertimbangan yang menyeluruh sebelum D. Diseksi Kadaver sebagai Metode Pembelajaran Prosedur Operasi Tulang Belakang

(14)

BAGIAN 2

Servikal

1. Kegunaan

Pendekatan melalui garis tengah vertebra posterior berguna untuk mengakses vertebra servikal secara cepat, aman, dan menyeluruh.

Hal ini dapat berguna untuk:

• Fusi spinal servikal posterior

• Pembesaran kanal vertebra pada laminektomi atau laminoplasti

• Tata laksana pada tumor

• Tata laksana pada dislokasi sendi faset

• Eksplorasi akar saraf

• Eksisi duktus yang mengalami herniasi

2. Posisi

Dengan posisi pronasi, kepala pasien difleksikan beberapa derajat supaya dapat

terbuka pada vertebra. Untuk mengontrol posisi kepala dan leher, meminimalisasi tekanan intraokular, dan memberi akses yang baik untuk anestesi, pasien diberikan tongs and fixed brace. Lihat gambar 2.1

3. Landmark

Untuk menentukan batas arkus vertebra, biasanya digunakan bagian-bagian yang mudah dipalpasi, seperti prosesus spinosus vertebra C2, C7, dan T1. Penanda radiopak, seperti jarum, dapat diletakkan di antara prosesus spinosus C7 dan T1 pada saat operasi apabila sulit membedakannya. Bantuan X-ray dibutuhkan untuk melakukan diseksi sendi faset karena rata-rata sendi ini memiliki jarak yang sempit.

4. Insisi dan Bidang Internervus

• Insisi dilakukan dari garis tengah leher (lihat gambar 2.2)

A. Diseksi Posterior Servikal Subaksial

Gambar 2.1 • Posisi pasien untuk melihat bagian posterior vertebra servikal

Gambar 2.2 • Insisi lurus di tengah leher di atas bagian patologis.

(15)

• Jarum dimasukkan ke dalam prosesus spinosus sebagai panduan insisi

• Bidang internervus terdapat di antara otot paraservikal kiri dan kanan

5. Diseksi Superfisial

• Lanjutkan insisi ke bawah hingga prosesus spinosus (lihat gambar 2.3 dan 2.4).

• Lakukan kauterisasi jika terjadi

perdarahan dari pleksus venosus yang ada di garis tengah

• Singkirkan otot paraspinal secara subposterior dari posterior vertebra spinal untuk melakukan diseksi hingga ke lateral. Hal ini dapat dilakukan secara unilateral atau bilateral, tergantung indikasi. Jika terjadi herniasi diskus, lakukan secara unilateral dan lakukan secara bilateral jika terjadi fusi vertebra.

(Lihat gambar 2.5)

• Gunakan kauter Cobb untuk menghindari luka saat menyingkirkan otot dari tulang

• Diseksi secara lateral dilakukan untuk mengekspos lamina dan sendi faset, awal dari prosesus transversus (lihat gambar 2.6 dan 2.7)

• Lakukan laminektomi dan diseksi.

Kemudian, lakukan retraksi otot saraf dan korda spinalis ke arah medial

• Kauterisasi dilakukan pada arteri di sekitar faset ketika terjadi perdarahan

• Jika terdapat spina bififda, perdarahan tersebut dapat masuk ke kanal spinalis.

Gambar 2.3 • Lakukan retraksi pada flap kulit dan insisi fasia. Perhatikan saraf

oksipital ketiga.

Gambar 2.4 • Lanjutkan diseksi hingga prosesus spinosus melalui ligamen nuchal

Gambar 2.5 • Singkirkan otot paraspinal secara subposterior dari belakang servikal

ke arah lateral. Perhatikan adanya arteri vertebra yang terletak di depan sendi faset

posterior.

(16)

5. Diseksi Dalam

• Lakukan identifikasi ligamentum flavum

• Singkirkan lamina pada vertebra inferior dengan pisau

• Ligamentum flavum dipotong dengan meletakkan spatula permukaan rata di tengah ligamen. Ligamentum dipisahkan dari lapisan dura di bawahnya dengan menggunakan instrumen berbahan metalik

• Lakukan laminektomi sebagian atau komplet dengan menyingkirkan sebanyak mungkin lamina untuk mengekspos dura berwarna putih kebiruan

• Lakukan retraksi pada korda spinalis untuk mengidentifikasi korpus vertebra, diskus, dan hernia diksus (lihat gambar 2.8 dan 2.9)

• Perdarahan vena epidural sulit untuk dikontrol dari anterior korda dan posterior korpus

Gambar 2.6 • Pajanan bilateral dari vertebra servikal posterior

Gambar 2.7 • Menyingkirkan bagian kaudal dari lamina di atasnya, rostral dari lamina di

bawahnya, dan faset medial.

Gambar 2.8 • Laminektomi sebagian atau total kemudian dilakukan retraksi akar saraf ke arah

medial untuk identifikasi bagian posterior vertebra.

(17)

dilihat, perlu dilakukan kauterisasi.

• Arteri vertebra berda di dalam kanal vertebra sepanjang prosesus spinous.

Posisi tersebut menyebabkan arteri vertebra aman saat dilakukan diseksi.

Jika terdapat infeksi, trauma, atau tumor, sebaiknya diseksi foramen transversus tidak dilakukan.

6. Memperluas Area Diseksi

A. Perluasan Lokal

• Melakukan insisi yang lebih panjang

• Diseksi keluar ke arah proksimal atau distal

• Area diseksi perlu diperluas secara lateral dengan menyingkirkan keluar melewati sendi faset menuju prosesus transversus. Usahakan hindari kerusakan kecuali, pada C1 dan C2

• Untuk memperluas area medulla spinalis dan nerve root, lamina dibuka secara bilateral dan laminektomi dilebarkan hingga ke proksimal dan distal

B. Perluasan Ekstensif

• Insisi pada servikal dilakukan secara luas dengan menyingkirkan bagian subposterior otot paraspinal dari proksimal setinggi oksipital tengkorak hingga distal setinggi coccyx

Gambar 2.9 • Ruang diskus dan perhatikan adanya herniasi

6. Struktur yang Harus Diwaspadai A.

Saraf

• Jangan lakukan retraksi saraf yang berlebihan untuk mengekspos korda spinalis dan akar saraf

• Berikan ruang yang cukup umtuk retraksi korda ketika dilakukan prosedur umtuk memyingkirkan tulang pada prosedur laminektomi

• Lakukan retraksi akar saraf dengan hati- hati untuk menghindari adhesi

• Singkirkan sendi faset untuk mengekspos akar korda

• Kauterisasi pada ramus posterior nervus servikalis tidak akan memberikan efek klinis karena persarafan pada otot paraservikal dan kulit yang begitu banyak B. Pembuluh darah

• Lakukan kauterisasi bipolar jika terjadi perdarahan pada pleksus venosus kanal servikal karena pembuluh darah tersebut banyak dan berdinding tipis

• Pembuluh darah segmental pada otot paraservikal dapat terpotong atau teregang ketika dilakukan pemisahan otot hingga melewati sendi faset.

Perdarahan yang kecil dapat dihentikan oleh kontraksi otot-otot tersebut. Namun, jika robekan pada pembuluh darah dapat

B. Struktur Anatomis pada Diseksi Posterior Servikal Subaksial

Otot daerah servikal memiliki posisi longitudinal dan mendapatkan suplai darah secara segmental. Pengetahuan tentang variasi otot posterior pada area servikal beserta lapisan-lapisannya dapat sangat membantu, meskipun hal ini tidak harus karena area tersebut aman dan tidak dilewati struktur vital.

(18)

1. Landmark

Prosesus spinosus pada C2-C6 bersifat bifid.

Segmen C2 memiliki prosesus spinosus yang terbesar di proksimal sementara C7 terbesar di distal sehingga mudah dipalpasi.

Di samping itu, C3-C5 memiliki prosesus spinosus yang relatif kecil. C7 tidak bifid, tetapi tebal dan memiliki tuberkel di ujungnya. C1-C6 mengarah ke kaudal dan posterior sebagai tempat melekatnya otot servikal (lihat gambar 2.10).

2. Insisi

Insisi tegak lurus pada leher belakang yang tebal dan kurang dapat dimobilisasi (dibandingkan kulit leher anterior) serta langsung menempel pada fasia menimbulkan luka yang lebih tebal. Namun, karena tertutup rambut, hal ini tidak terlalu mengganggu kosmetik dan luka dapat sembuh dengan baik.

3. Diseksi Superfisial

• Diseksi dilakukan pada ligamentum nuchae, yaitu septum yang dimulai dari

oksiput hingga prosesus spinosus C7.

Diseksi pada septum yang menopang akan memisahkan otot paraservikal.

• Otot paraservikal memiliki tiga lapisan:

superfisial, tengah, dan dalam. Lapisan superfisial terdiri dari m. trapezius, m.

latissimus dorsi, dan lumbal. Lapisan tengah terdiri dari splenius kapitis, sedangkan lapisan dalam terbagi lagi menjadi tiga bagian: superfisial, tengah, dan dalam. Lapisan superfisialnya terdiri dari semispinalis kapitis, lapisan tengah disusun oleh semispinalis serviks, dan bagian dalam terdiri dari otot multifidus dan otot rotator panjang (lihat gambar 2.10A).

4. Diseksi Dalam dan Strukturnya yang Harus Diwaspadai

Singkirkan ligamentum flavum secara hati- hati karena korda spinalis berada di balik ligamentum flavum. Jika tidak hati-hati, duramater, araknoid, dan piamater dapat cedera. Ligamentum flavum menghubungkan lamina antarvertebra.

Gambar 2.10 • Vertebra servikal dari lateral (A) dan posterior (B)

(19)

5. Bidang Internervus

Bidang ini luas, berada di antara saraf-saraf, dan terdapat di tengah-tengah antara otot paraservikal dan mendapat suplai dari percabangan kiri dan kanan ramus posterior primer akar saraf servikal proksimal.

6. Diseksi Superfisial

• Lakukan insisi satu pada garis tengah leher, yaitu pada fasia dan ligamen nuchal (lihat gambar 2.12 dan 2.13).

1. Kegunaan

• Fusi vertebra

• Laminektomi dekompresi

• Tata laksana tumor

2. Posisi

Pasien pronasi dengan kepala dan leher diekstensi untuk memisahkan oksiput dan cincin atlas (lihat gambar 6-50).

3. Landmark

Batasan ditentukan dengan palpasi protuberansia oksipitalis eksterna setinggi garis tengah tengkorak pada titik nuchal superior. Secara umum, C2 dapat dipalpasi karena berukuran paling besar, meskipun cukup sulit. C1 tidak dapat dipalpasi karena memiliki prosesus spinosus.

4. Insisi

Insisi dilakukan pada garis tengah protuberansia oksipitalis menuju ke inferior sepanjang 6-8 cm (lihat gambar 2.11).

C. Diseksi Posterior Ruang Vertebra C1-2

Gambar 2.11 • Insisi pada garis tengah dari protuberansia oksipitalis eksterna ke arah

bawah sejauh 6-10 cm

Gambar 2.12 • Insisi ligamen nuchal ke arah bawah hingga mencapai prosesus spinosus C2. Prosesus spinosus C1 lebih anterior dari

C2.

(20)

• Pisahkan membran dari tulang untuk memasukkan wire di bawah arkus C1 sehingga dapat dilakukan pencangkokan tulang.

• Perhatikan bahwa bagian dura korda spinalis terekspos ketika ligamen posterior disingkirkan.

• Insisi dilakukan ke bawah hingga ke prosesus spinosus C2. Agar insisi menjadi lebih luas, lakukan insisi dari prosesus spinosus C3 ke arah proksimal hingga ke tuberkel C1. Kemudian, insisi dilanjutkan hingga ke protuberansia oksipitalis eksterna.

• Singkirkan otot paraservikal C1 dan C2 dengan hati-hati menggunakan instrumen, seperti elevator Cobb (lihat gambar 2.14).

• Perhatikan bahwa sendi faset C1 dan C2 lebih anterior daripada C2 dan C3.

• Diseksi dilakukan hingga basis oksiput agar batas superior dasar C1 terlihat.

7. Diseksi Dalam

• Singkirkan ligamentum flavum jika dibutuhkan, dimulai dari antara C1 dan C2.

• Singkirkan membran posterior atlantooksipital dari C1 dan oksiput (lihat gambar 2.15). Namun, hal ini jarang diperlukan.

Gambar 2.13 • Lapisan superfisial yang sudah direseksi. Dapat terlihat kapitis splenius yang

direseksi lateral.

Gambar 2.14 • Bagian posterior C1 dan C2 dari otot paraservikal disingkirkan.

Gambar 2.15 • Jika dibutuhkan, singkirkan bagian posterior membran atlantooksipital.

(21)

Vertebra C1 dan C2 memungkinkan gerakan servikal atas yang ekstrem. Hal tersebut diperantarai oleh tiga lapis otot, yaitu otot trapezius di lapisan terluar, otot paraspinal di lapisan tengah, serta empat pasang otot kecil di lapisan terdalam. Otot di lapisan terdalam tersebut memegang peranan terpenting pada gerakan di ruang vertebra C1 dan C2, sekaligus merupakan bagian paling riskan dalam pembedahan di area tersebut.

1. Landmark dan Insisi

Karakteristik prosesus spinosus C2 yang besar dan bifida memungkinkan beberapa otot dapat menginsersi daerah tersebut sekaligus. Sementara itu, C1 tidak dilapisi oleh otot sehingga dapat menghasilkan gerakan rotasi terhadap oksiput. Insisi daerah C1 dan C2 dapat sembuh dengan baik dan minim jaringan parut karena daerah tersebut memiliki tegangan yang minimal dan vaskularisasi yang baik. (Lihat gambar 2.10)

2. Diseksi Superfisial

• Ligamentum nuchae memanjang dari protuberans oksipital eksternal (inion) ke prosesus spinosus vertebra servikal 7. Di bagian anteriornya terdapat septum yang melekat di tuberkel posterior atlas dan sepanjang prosesus spinosus vertebra servikal. (gambar 2.10 A).

• Terdapat tiga lapis otot pada vertebra C1 dan C2, yaitu otot trapezius di lapisan superfisial dan otot splenius kapitis di lapisan tengah. Otot splenius kapitis yang menutupi otot semispinalis kapitis dan longisimus kapitis memanjang dari prosesus spinosus torakal dan berakhir

6. Struktur yang Harus Diwaspadai

A.Saraf

• Hati-hati saat retraksi korda karena dapat menyebabkan paralisis pernapasan.

Bagian dura dan tulang pada C1 dan C2 serta korda jarang diretraksi.

• Saraf oksipital besar (C2) dan saraf oksipital ketiga (C3) saling bersilangan.

Posisinya yang di lateral menyebabkan struktur ini jarang mengalami kerusakan saat diseksi. Hati-hati saat melakukan diseksi lateral menuju tulang karena saraf tersebut merupakan percabangan ramus posterior yang mempersarafi bagian belakang tengkorak.

B.Pembuluh darah

• Arteri vertebra yang meleweati prosesus transversus atlas, di belakang sendi atlantooksipital, dan lateral dari membran atlantooksipital rentan saat dilakukannya tindakan.

6. Memperluas Area Diseksi

Perluasan Lokal

o Perluas insisi proksimal dan diseksi otot paraservikal dari perlekatannya ke tengkorak. Kemudian, perluas insisi ke arah distal melewati otot posoterior dari C3.

Perluasan Ekstensif

o Lakukan insisi ke arah distal melewati garis tengah prosesus spinosus hingga ke coccyx.

D. Struktur Anatomis pada Diseksi Posterior Ruang Vertebra C1-2

(22)

mayor (ramus primer posterior C2) dan saraf oksipital ketiga (ramus primer posterior C3) (Gambar 2.16).

• Struktur terpenting pada segitiga suboksipital adalah arteri vertebralis yang menyuplai darah ke otak belakang melewati beberapa foramen di dalam prosesus transversus. Di level C1, arteri vertebralis menembus foramen transversarium dan mengarah ke medial sebelah belakang dari sendi atlantooksipital.

• Arteri vertebralis menembus membran atlantooksipital posterior dari sudut lateralnya untuk memasuki kanalis spinalis sehingga diseksi membran atlantooksipital harus dilakukan dengan hati-hati (Gambar 2.16).

di basis tengkorak. Di bawah otot splenius kapitis terdapat otot semispinalis serviks yang menempel pada C2. (Gambar 2.16)

• Di lapisan terdalam pada bagian segitiga suboksipital terdapat empat otot, yaitu otot segitiga suboksipital, otot rektus kapitis posterior mayor dan minor, serta otot oblik kapitis inferior dan superior (Gambar 2.16).

3. Diseksi Dalam

• Cincin tulang C1 di daerah posterior memerlukan diseksi dalam karena C1 tidak memiliki prosesus spinosus (Gambar 2.10 A).

• Terdapat dua nervus kutaneus penting yang mempersarafi aspek lateral segitiga suboksipital, yaitu nervus oksipital

Gambar 2.16 • Otot-otot segitiga posterior leher terdiri dari otot rektus kapitis posterior mayor dan minor, serta otot oblik kapitis inferior dan superior.

(23)

3. Landmark

Terdapat beberapa struktur yang dapat ditemukan pada diseksi anterior servikal.

Struktur tersebut dapat menjadi patokan level vertebra.

• Palatum durum: arkus C1

• Batas bawah mandibula: C2-3

• Tulang hyoid: C3

• Kartilago tiroid: C4-5

• Kartilago krikoid: C6

• Tuberkel carotid (Chassaignac’s Tubercle): C6

• Otot sternokleidomastoideus merupakan otot oblik yang berjalan dari prosesus mastoid ke sternum, sebelah lateral dari leher.

• Arteri karotis. Pulsasinya dapat dirasakan dengan cara meletakkan jari di atas ujung otot sternokleidomastoideus dan menekan ke arah posterior dan lateral.

4. Insisi

Insisi dilakukan di level vertebra sesuai dengan lokasi lesi. Insisi dibuat secara oblik dari garis tengah ke batas osterior dari otot sternokleidomastoideus.

1. Kegunaan

Diseksi anterior servikal dapat menampakkan korpus vertebra anterior dari C3 ke T1. Diseksi anterior servikal berguna untuk keperluan sebagai berikut.

• Eksisi diskus yang mengalami herniasi

• Fusi interkorpus

• Menghilangkan osteofit dari prosesus uncinatus serta dari bagian anterior dan posterior korpus vertebra

• Eksisi tumor dan cangkok tulang

• Tata laksana osteomielitis

• Biopsi korpus vertebra dan ruang diskus

• Drainase abses

Dalam melakukan diseksi anterior servikal, perlu diperhatikan nervus laringeal rekuren. Nervus laringeal rekuren kiri naik di daerah leher di antara trakea dan esofagus.

Nervus tersebut bercabang dari nervus vagus di level arkus aorta. Sementara itu, nervus laringeal rekuren kanan berjalan bersama trakea setelah melingkari arteri subklavian kanan. Di bagian leher bawah, nervus laringeal rekuren kanan menyilang dari lateral ke medial menuju garis tengah trakea.

Hal tersebut menyebabkan nervus laringeal rekuren kanan lebih rentan selama diseksi dibanding nervus sebelah kiri.

2. Posisi

Pasien ditempatkan dalam posisi telentang di meja operasi dengan bantalan pasir di antara kedua bahu. Kepala pasien ditengokkan menjauhi tempat insisi. Meja operasi dielevasi 300 untuk mengurangi perdarahan vena.

E. Diseksi Anterior Servikal

Gambar 2.17 • Posisi Pasien Pada Diseksi Anterior Servikal.

(24)

• Melakukan identifikasi batas anterior otot sternokleidomastoideus dan melakukan insisi fasia sebelah anterior (Gambar 2.20).

• Dengan menggunakan jari, lakukan retraksi otot sternokleidomastoideus ke arah lateral. Kemudian, meretraksi otot sternohyoid dan otot sternotiroid ke medial. Jika diperlukan, selubung karotis yang melapisi arteri karotis komunis, vena, dan nervus vagus dapat dibuka

5. Bidang Internervus

Tidak terdapat bidang internervus di daerah superfisial. Di daerah tersebut terdapat otot platisma yang disuplai oleh cabang dari nervus fasialis. Lebih dalam lagi, bidang internervus terletak di antara otot sternokleidomastoideus dan beberapa otot leher yang dipersarafi dari C1-3. Di bagian paling dalam, bidang yang berada di antara otot colli longus kanan dan kiri disuplai oleh cabang segmental nervus C2-7.

5. Diseksi Superfisial

• Untuk diseksi superfisial daerah anterior servikal, terkadang diperlukan epinefrin (adrenalin) sebelum melakukan insisi karena kulit dan otot platisma daerah tersebut memiliki vaskularisasi yang banyak.

• Melakukan insisi selubung otot platisma sejajar dengan insisi kulit.

Kemudian, pisahkan otot platisma secara longitudinal dan paralel terhadap serat- seratnya (Gambar 2.19).

Gambar 2.18 • Insisi oblik sesuai dengan level vertebra daerah lesi.

Gambar 2.20• Insisi fasia servikalis profundus sebelah anterior otot sternokleidomastoideus.

Gambar 2.19• Insisi selubung otot platysma

(25)

5. Diseksi Dalam

• Dengan menggunakan kauter, otot colli longus dibagi dua secara longitudinal sepanjang garis tengah.

• Lakukan diseksi otot colli longus arah subperiosteal terhadap ligamen longitudinal anterior. Kemudian, retraksi bagian-bagiannya ke lateral untuk mengekspos permukaan anterior korpus vertebra (Gambar 2.23).

• Melakukan pencitraan radiografi lateral setelah meletakkan jarum penanda untuk memastikan level korpus vertebra yang ingin dicari.

(Gambar 2.21).

• Melakukan palpasi arteri. Membuat bidang antara batas medial selubung karotis dan struktur garis tengah (kelenjar tiroid, trakea, dan esofagus). Melakukan retraksi selubung karotis dan struktur- struktur yang berdekatan ke arah lateral dari otot sternokleidomastoideus (Gambar 2.22).

• Arteri tiroid superior dan/atau inferior dapat diligasi untuk memperluas bidang hingga ke atas C3-4.

a. Membuat bidang dalam dengan diseksi tumpul. Vertebra servikal sekarang dapat terlihat, dilapisi oleh otot colli longus dan fasia prevertebra. Terdapat ligamen longitudinal anterior di garis tengah yang terlihat sebagai struktur putih cerah (Gambar 2.22).

Gambar 2.22 • Retraksi otot sternokleidomastoideus dan selubung karotis ke arah lateral. Retraksi trakea dan esofagus ke arah medial untuk mengekspos

otot colli longus dan fasia pretrakeal.

Gambar 2.21 • Retraksi otot sternokleidomastoideus ke arah lateral serta

otot sternohyoid dan otot sternotiroid ke medial.

(26)

prosesus transversus (Gambar 2.22).

B. Pembuluh darah

• Selubung karotis dan bagian-bagian yang terdapat di dalamnya dilindungi oleh batas anterior otot sternokleidomastoideus.

Retraktor yang sebaiknya digunakan di area tersebut adalah hand-held retractor dengan ujung melingkar (Gambar 2.21).

• Arteri vertebralis yang terletak di foramen kostotransversus di lateral prosesus transversus biasanya tidak dapat terlihat selama diseksi (Gambar 2,23)

• Arteri tiroidalis inferior dapat saja menyilang bidang operasi pada diseksi servikal bagian bawah. Jika arteri tiroidalis inferior tersebut terpotong secara tidak sengaja, arteri tersebut dapat teretraksi di belakang selubung karotis sehingga sulit untuk didapatkan kembali (Gambar 2.24).

C. Titik Spesial

• Trakea dan esofagus dapat cedera akibat penempatan retraktor yang tidak baik. Retraktor sebaiknya bertepi bulat dan hand-held serta penggunaannya diletakkan di bawah otot colli longus (Gambar 2.23).

7. Memperluas Area Diseksi

Perluasan Lokal

Untuk memperluas bidang diseksi secara lateral, perlu disingkirkan pangkal dari otot colli longus ke arah subperiosteal dari korpus vertebra. Akan tetapi, juga perlu diwaspadai keberadaan sympathetic chain agar tidak terjadi trauma.

Perluasan Ekstensif

Cara diseksi ini tidak dapat dilakukan tindakan ekstensif.

6. Struktur yang Harus Diwaspadai dan Titik Spesial

A. Nervus

• Nervus laringeal rekuren dapat mengalami trauma ketika diseksi dalam.

Untuk melindungi nervus tersebut, dapat diletakkan retraktor di bawah batas medial otot colli longus.

• Nervus simpatis dan ganglion stelata dapat mengalami kerusakan yang menyebabkan sindrom Horner’s. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, diseksi terhadap tulang harus dilakukan subperiosteal dari garis tengah. Selain itu, perlu dihindari diseksi keluar dari Gambar 2.23• Diseksi otot colli longus arah

subperiosteal dari bagian anterior korpus vertebra. Lakukan retraksi setiap bagian ke arah lateral untuk mengekspos permukaan

anterior dari korpus vertebra

(27)

paling dalam adalah fasia prevertebral yang terletak di depan otot-otot prevertebral. Di permukaannya, terdapat trunkus simpatetik servikal, sedangkan di bawah fasia tersebut terdapat otot colli longus kanan dan kiri.

1. Landmark

• Tuberkel karotid merupakan perluasan dari tuberkel anterior prosesus transversus C6. Tuberkel tersebut merupakan tuberkel vertebral terbesar.

Dalam melakukan pembedahan, tuberkel C6 dapat dijadikan patokan insisi anterior (Gambar 2.24).

• Cincin krikoid (cricoid ring) terletak di F. Struktur Anatomis pada Diseksi

Anterior Servikal

Untuk memahami diseksi anterior servikal, perlu pemahaman mengenai anatomi di bagian tersebut. Terdapat tiga lapisan leher yang perlu diperhatikan. Lapisan paling superfisial adalah fasia servikalis profundus (deep cervical fascia). Fasia tersebut melingkari leher, namun terpecah di sekitar otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Di bagian belakang leher, fasia tersebut bergabung dengan ligamentum nuchae. Selanjutnya, lapisan tengah yang disebut sebagai fasia pretrakeal berjalan dari tulang hyoid ke toraks. Sementara itu, lapisan

Gambar 2.24 • Selubung karotis dan bagian-bagian di dalamnya telah direseksi. Laring dan struktur terkait telah diretraksi ke arah medial. Perhatikan posisi nervus laringeal rekuren di

antara trakea dan esofagus.

(28)

vena jugularis interna, dan nervus vagus, fasia di sebelah batas anterior otot sternokleidomastoideus dipotong (Gambar 2. 21 dan 2.28).

• Setelah bidang antara selubung karotis, trakea, dan esofagus sudah ditemukan, diseksi tumpul dapat dilakukan dengan mudah. Perlu diperhatikan pula keberadaan esofagus karena struktur tersebut rentan cedera apabila retraksi dilakukan dengan tidak hati-hati.

4. Diseksi Dalam dan Strukturnya yang Harus Diwaspadai

• Otot colli longus terletak di anterior kolumna vertebralis di antara C1 dan T3. Otot tersebut harus dihilangkan dari korpus vertebra supaya vertebra dapat terekspos. Di permukaan anterolateralnya terdapat trunkus simpatetik servikal dengan berbagai ganglia (Gambar 2. 24 dan 2.25).

Nervus Laringeal Rekuren

Nervus laringeal rekuren merupakan cabang dari nervus vagus. Nervus laringeal rekuren kiri turun ke arah toraks di dalam selubung karotis. Nervus tersebut melingkari arkus aorta dan naik kembali di antara trakea dan esofagus untuk meginervasi laring. Sementara itu, nervus laringeal kanan berjalan ke bawah di dalam selubung karotis dan melingkari arteri subklavia kanan sebelum naik kembali ke leher. Dalam beberapa kasus, nervus kanan tersebut dapat menyilang di lapang operasi setinggi kelenjar tiroid (Gambar 2.17 dan 2.24).

seberang korpus vertebra C6. Cincin krikoid dapat dipalpasi tepat di bawah kartilago tiroid (Gambar 2,18 dan Gambar 2.27).

• Otot sternokleidomastoideus merupakan otot yang terletak oblik di sisi samping leher dari prosesus mastoideus ke sternum dan klavikula. Otot tersebut diinervasi oleh nervus aksesorius dari arah posterior dan lateral. Supaya tidak terjadi kerusakan neurologis pada nervus tersebut, diseksi perlu dilakukan secara hati-hati di sebelah medial atau anteromedial dari otot sternokleidomastoideus (Gambar 2. 27).

2. Insisi

Insisi di daerah anterior servikal sebaiknya paralel terhadap garis lekukan leher. Untuk mendapatkan lapang pandang yang lebih luas, insisi dapat dimodifikasi dengan cara membuat garis longitudinal dan sedikit oblik paralel terhadap batas medial otot sternokleidomastoideus. Kulit leher anterior lebih tipis dibandingkan kulit bagian posterior sehingga retraksi kulit menjadi lebih mudah pada bagian tersebut.

3. Diseksi Superfisial dan

Strukturnya yang Harus Diwaspadai

• Awalnya, otot platisma dipotong segaris dengan serat-seratnya. Otot tersebut sulit didenervasi karena sebagian besar nervusnya berasal dari cabang servikal dari nervus fasialis.

• Untuk menemukan selubung karotis yang mengandung arteri karotis komunis,

(29)

Gambar 2.25 • Potongan transversal level C5. Perhatikan letak fasia servikalis profundus (deep cervical fascia), fasia pretrakeal, dan fasia prevertebral. Perhatikan juga otot colli longus di

anterior korpus vertebra.

Gambar 2.26 • Vertebra servikal tampak anterior.

(30)

Gambar 2.27• Fasia pretrakeal menutupi stuktur tiroid. Perhatikan bahwa cincin krikoid bera- da di bawah kartilago tiroid.

Gambar 2.28 • Otot sternokleidomastoideus dan fasia pretrakeal telah direseksi. Selubung karotis dan isinya dapat terlihat. Kelenjar tiroid, kartilago, dan trakea juga terlihat.

(31)

Latihan Soal

1. Posisi yang benar untuk mengekspos bagian posterior subaksial adalah..

a. Pronasi, kepala pasien fleksi b. Pronasi, kepala pasien ekstensi c. Supinasi, kepala pasien fleksi d. Supinasi, kepala pasien ekstensi e. Lateral, kepala pasien fleksi

2. Insisi untuk mengekspos posterior subaksial dilakukan antara…

a. C1-C2

b. Protuberansia oksipitalis exsterna C2 c. Prosesus spinosus C2 – prosesus

spinosus C7 atau T1

d. Bagian leher belakang dari oksiput hingga prosesus spinosus C7

e. Prosesus spinosus C1 – prosesus spinosus C7 atau T1

3. Posisi yang benar untuk mengekspos bagian ruang vertebra C1-2 adalah..

a. Pronasi, kepala pasien fleksi b. Pronasi, kepala pasien ekstensi c. Supinasi, kepala pasien fleksi d. Supinasi, kepala pasien ekstensi e. Lateral, kepala pasien fleksi

4. Yang harus diperhatikan saat diseksi posterior subaksial adalah

a. Korda spinalis b. Ligamentum flavum c. Saraf

d. Pembuluh darah e. Meningen

5. Insisi untuk mengekspos posterior ruang vertebra C1-2 dilakukan di antara…

a. C1-C2

b. Protuberansia occipitalis eksterna ke inferior sejauh 6-8 cm

c. Prosesus spinosus C2 – prosesus spi nosus C7 atau T1

d. Bagian leher belakang dari oksiput hingga prosesus spinosus C7 e. Prosesus spinosus C1 – prosesus spi

nosus C7 atau T1

6. Dalam diseksi anterior servikal, nervus yang perlu diperhatikan agar tidak terjadi cedera adalah…

a. Nervus laringeal rekuren dan ner vus simpatis

b. Nervus fasialis dan nervus simpatis c. Nervus laringeal rekuren dan

nervus parasimpatis

7. Berikut merupakan struktur yang sesuai dengan level vertebranya untuk menjadi patokan penting dalam diseksi anterior servikal.

a. Batas bawah mandibula – C5 b. Tulang hyoid – C1

c. Kartilago tiroid – C4-5

8. Urutan dari paling luar otot pelapis vertebra C1 dan C2 yang memungkinkan gerakan unik dari ruang vertebra tersebut adalah…

a. Otot trapezius – otot paraspinal –

(32)

otot rektus kapitis posterior mayor b. Otot splenius kapitis – otot

trapezius – otot rektus kapitis posterior minor

c. Otot trapezius – otot oblik kapitis superior – otot paraspinal

9. Posisi pasien saat dilakukan diseksi ante- rior servikal adalah…

a. Posisi telentang dengan kepala dielevasikan 300

b. Posisi left lateral decubitus dengan kepala setinggi bahu

c. Posisi left lateral decubitus dengan kepala dielevasikan 300

10. Isi dari selubung karotis adalah…

a. Arteri subklavia, nervus laringeal rekuren, dan vena jugularis interna b. Arteri karotis komunis, nervus

vagus dan vena jugularis interna c. Arteri karotis komunis, vena jugularis eksterna, dan nervus laringeal rekuren

(33)

BAGIAN 2

Torakal

1. Kegunaan

• Drainase abses

• Biopsi korpus vertebra

• Reseksi korpus vertebra parsial

• Fusi spinal anterior terbatas

• Dekompresi korda spinalis anterolateral

• Tumor debulking

2. Posisi

3. Landmark

Palpasi prosesus spinosus di area tersebut.

Apabila terdapat gangguan atau deformitas berupa tonjolan, gunakan hal tersebut sebagai landmark pada operasi. Pada beberapa kasus, sebuah jarum harus dipasang pada prosesus spinosus vertebra sehingga film sinar-x lateral dapat secara tepat menentukan lokasinya.

Prosesus spinosus pada area torakal cenderung panjang dan ramping sehingga tumpang tindih dengan vertebra di bawahnya.

4. Insisi

Lakukan insisi linear melengkung 8 cm lateral dari prosesus spinosus sepanjang 10-13 cm dengan pusat kelengkungan di atas iga terkait (lihat gambar 2.30).

5. Bidang Internervus

Tidak ada bidang internervus sejati pada prosedur ini.

6. Diseksi Superfisial

• Lakukan insisi pada lemak subkutan dan fasia segaris dengan insisi kulit.

• Potong melalui m. trapezius yang sejajar dengan seratnya yang dekat dengan prosesus transversus. Bagian lebih dalam adalah otot paraspinalis (lihat gambar 3).

• Potong ke arah bagian posterior iga.

Gambar 2.29 • Posisi pasien pada meja operasi untuk pendekatan posterior torakal

dan lumbal.

A. Diseksi Posterolateral Torakal (Costotransvectomy)

(34)

7. Diseksi Dalam

• Pisahkan semua perlekatan otot dengan iga menggunakan diseksi subperiosteal dengan periosteal elevator (seperti pada gambar 2.32).

Gambar 2.30 • Cara melakukan insisi di daerah torakal.

Gambar 2.31 • Diseksi superfisial.

Gambar 2.32 • Dengan menggunakan diseksi subperiosteal, pisahkan perlekatan antara

otot dan iga.

• Lanjutkan diseksi pada permukaan anterior iga.

• Kemudian, pisahkan iga sejauh 6-8 cm dari garis tengah.

• Angkat tulang-iga dan potong otot-otot dan ligamen kostotransversal yang masih tersisa (lihat gambar 2.33). Pada keadaan seperti ini, biasanya akan terdapat pus karena terbukanya rongga abses.

• Putar ujung medial iga untuk menyelesaikan reseksi dan angkat iga.

Rongga abses kini terlihat (Gambar 2.34).

• Angkat prosesus transversus apabila ingin mendapatkan lapang pandang yang lebih besar.

(35)

• Masuki rongga retropleura dengan hati- hati menggunakan palpasi dan diseksi digital untuk mengangkat pleura parietal.

• Korpus vertebra dan diskus kini dapat terlihat.

8. Struktur yang Harus diwaspadai

A. Saraf

Apabila diseksi terjadi meluas ke korpus vertebra, dura dan kanalis spinalis yang terbuka harus segera ditutup untuk mencegah

Gambar 2.33 • Bagi iga 6-8 cm dari garis tengah. Potong semua perlekatan otot dan ligamen kostotransversal.

kebocoran cairan spinal.

B. Pembuluh darah

Ketika mengambil iga, a. interkostalis dapat rusak sehingga apabila terpotong harus segera dilakukan ligasi.

C. Paru

Pleura dapat menebal apabila terjadi infeksi paru. Untuk meminimalkan kerusakan pleura selama diseksi, gunakan diseksi tumpul untuk

Gambar 2.34 • Iga diangkat untuk memperlihatkan rongga abses.

(36)

1. Posisi

Bantal diletakkan secara longitudinal pada sisi-sisi pasien dari spina iliaca anterior superior hingga bahu untuk memungkinkan ekspansi dada. (Lihat gambar 2.29)

2. Landmark dan Insisi

Landmark terbaik adalah prominent ribs yang biasanya terdapat pada daerah torakal posterior. Prominent ribs dapat menjadi sangat terdistorsi sehingga menyebabkan deformitas “razorback.” Insisi garis tengah longitudinal (merupakan insisi standar untuk operasi skoliosis) digunakan juga untuk mengangkat tulang iga (lihat gambar 2.29).

3. Bidang Internervus

Bidang ini berada di antara m. trapezius dan m.

membuka pleura permukaan anterolateral dari badan vertebra yang terinfeksi.

Komplikasi akibat tindakan ini adalah terjadinya pneumotoraks.

9. Memperluas Area Diseksi

Perluasan Lokal

Bagi m. paraspinalis secara transversal sesuai dengan prosesus transversus untuk memfasilitasi retraksi jika otot-otot terlalu kencang.

Perluasan Ekstensif

Insisi tidak dapat diperluas. Namun, hanya dapat dilakukan dengan melibatkan vertebra dan iga sekitar ke arah sefal atau kaudal.

B. Diseksi Posterolateral Torakal untuk Eksisi Iga

latissimus dorsi. M. trapezius diinervasi oleh n. aksesorius spinalis sementara m. trapezius diinervasi oleh n. torakodorsal. Selain itu, otot yang lebih dalam, bagian iliocostalis dari sakrospinalis dipersarafi secara segmental.

4. Diseksi Superfisial

• Angkat kulit beserta jaringan subkutan yang tebal dengan menggunakan retractor.

• Bebaskan dari fasia yang mendasarinya.

• Pusatkan diseksi pada tulang iga yang paling menonjol atau yang berada di apikal.

• Agar daerah tulang iga yang mengalami deformitas terpapar, perpanjang diseksi setidaknya 12 cm dari garis tengah, kemudian teruskan ke arah proksimal dan distal (Gambar 2.35).

5. Diseksi Intermedia

• Identifikasi m. trapezius, diseksi sepanjang batas lateralnya dan lakukan retraksi otot secara manual.

• Diseksi pada m. latissimus dorsi dengan menggunakan kauter dan lakukan retraksi otot tersebut ke arah lateral (lihat gambar 2.35).

6. Diseksi Dalam

• M. iliokostalis terletak di bawah m.

trapezius dan m. latissimus dorsi yang telah diretraksi.

• Pisahkan m. iliokostalis secara longitudinal sejajar dengan seratnya (lihat gambar 2.36 dan gambar 2.37).

• Sebelum melanjutkan, lakukan penghentian napas pasien oleh dokter anestesi agar pleura viseral pasien tidak melekat pada tulang iga untuk

(37)

mendapatkan gambaran tulang iga lebih lengkap. Pada bagian distal, m. iliokostalis dipisahkan.

Perluasan Ekstensif

Insisi tidak dapat diperluas secara ekstensif.

9. Titik Spesial

• Pada saat mengangkat iga, lakukan reseksi satu per satu pada lateral dari deformitas maksimum menuju ujung medial tanpa mengambil kepala dan lehernya.

• Pelepasan iga lebih dari empat buah dapat menyebabkan efusi simpatetik pada paru.

• Kontrol perdarahan dari ujung iga yang terpotong dengan bone wax

mengurangi bahaya pada pleura selama diseksi anterior.

7. Struktur yang Harus diwaspadai

• Pada tepi bawah tulang iga, tepatnya pada lengkung neurovascular, terdapat bundle neurovaskular. Apabila diseksi tidak dipertahankan di daerah subperiosteal, berkas neurovaskular dapat terpotong dan menyebabkan kelumpuhan dinding dada segmental.

• Jika terjadi kerusakan pada pleura dapat terjadi pneumotoraks.

• Terjadinya hemotoraks.

• Dapat terjadi dimpling pada kulit.

8. Memperluas Area Diseksi

Perluasan Lokal

Lakukan diseksi subkutan lebih jauh ke arah proksimal, lateral, dan distal untuk memastikan didapatkannya gambaran tulang iga yang terdistorsi. Pada keadaan tertentu, diseksi m. romboideus mayor dilakukan agar

Gambar 2.35 • Agar bagian medial aponeurotik m. latissimus dorsi terbuka, lakukan retraksi pada bagian lateral m. trapezius ke arah medial. Lakukan insisi bagian medial aponeurotik m.

latissimus dorsi tegak lurus dengan seratnya.

(38)

1. Kegunaan

• Tata laksana infeksi seperti tuberkulosis pada korpus vertebra torakal

• Fusi korpus vertebra

• Reseksi korpus vertebra karena tumor dan rekonstruksi pencangkokan tulang

• Koreksi skoliosis C. Diseksi Anterior Torakal

Gambar 2.36 • Diseksi dalam dengan melakukan insisi pada m. iliokostalis.

Gambar 2.37 • Lakukan diseksi dan lakukan retraksi ke arah lateral dan medial dari insersinya untuk membuka aspek posterior tulang iga. Lakukan insisi periosteum tulang iga. Dorong

bagian periosteum yang terpisah ke batas bawah dan atas tulang iga.

• Koreksi kifosis

• Osteotomi spinal

• Dekompresi korda spinalis anterior

• Biopsi

2. Posisi

• Pasien dalam posisi miring ke salah satu sisinya di atas meja operasi.

• Stabilisasi pasien dengan bantalan.

• Tangan pasien berada di atas kepala.

(39)

5. Diseksi Superfisial

Diseksi superfisial mengikuti langkah-langkah pada gambar berikut

• Pada beberapa kasus, memotong lebih banyak m. romboideus posterior adalah hal yang penting.

• Perdarahan dapat terjadi karena operasi tidak dilakukan pada bidang intermuskular, diatermi dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan.

• Selain itu, rongga toraks dapat dicapai melalui ruangan interkostalis melalui reseksi satu atau lebih iga. Reseksi iga dapat memberikan paparan yang lebih baik dan dapat juga sebagai dasar untuk pencangkokan tulang.

3. Landmark dan Bidang Internervus

• Palpasi bagian ujung skapula dengan posisi lateral pada pasien. Harus diingat bahwa skapula bersifat mobile sehingga lokasi ujung skapula setiap orang berbeda-beda. Palpasi spina vertebra torakal. Amati lipatan inframamaria pada anterior dinding dada.

4. Insisi

• Lakukan insisi dua jari di bawah ujung skapula dan membelok ke arah lipatan inframamaria

• Insisi dilanjutkan dengan memperpan- jang insisi ke arah belakang dan atas menuju spina torakal, berhenti pada setengah menuju batas tengah skapula dan setengah jalan di antara skapula dan spina

• Insisi biasanya berada pada iga ke-7 atau ke-8.

Gambar 2.39 • Bagi m. latissimus dorsi secara posterior sesuai dengan insisi kulitnya.

• Letakkan bantalan pada aksila untuk menghindari adanya kompresi arteri dan vena aksilaris.

• Lakukan pulsasi pada arteri radialis, pastikan pada tangan tidak ada obstruksi vena.

• Posisi dokter dapat di depan atau belakang pasien (Gambar 2.38).

Gambar 2.38 • Posisi pasien.

(40)

Gambar 2.40 • Bagi m. serratus anterior sepanjang garis insisi kulit menuju ke arah

iga.

Gambar 2.41 • Lakukan pengangakatan skapula dengan potongan otot yang masih melekat ke arah proksimal untuk membuka iga dibawahnya. Potong periosteum pada

batas atas iga.

Gambar 2.42 • Pendekatan interkostalis melalui pemotongan rusuk dengan diatermi.

Masuk ke dalam pleura melalui bagian atas rusuk untuk menghindari kerusakan n.

interkostalis dan pembuluh darah yang ada di bagian bawah. Gunakan rib spreader untuk

menahan rusuk.

Gambar 2.43 • Agar mendapatkan paparan lebih luas, lakukan reseksi pada rusuk ke-3

atau ke-4

(41)

6. Diseksi Dalam

Diseksi dalam dilakukan dengan langkah- langkah pada gambar berikut:

Gambar 2.44 • Identifikasikan esofagus terhadap badan vertebra. Lakukan insisi pleura pada sisi lateral esofagus agar dapat dilakukan retraksi.

Gambar 2.45 • Lakukan mobilisasi esofagus dan lakukan retraksi dari permukaan anterior tulang belakang. Lakukan ligasi pembuluh darah interkostalis yang menyeberang pada

lapangan operasi

(42)

1. Apa saja kegunaan costotransvectomy?

a. Drainase abses

b. Tata laksana infeksi tuberkulosis c. Perbaikan skoliosis

2. Bagaimana posisi pasien yang tepat untuk melakukan costrotransvectomy?

a. Pasien miring ke arah kiri pada meja operasi

b. Pasien miring ke arah kanan pada meja operasi

c. Pasien dalam keadaan pronasi 3. Apa yang harus diwaspadai pada saat

melakukan diseksi posterolateral torakal untuk eksisi iga?

a. Dokter anestesi harus

mengembangkan paru setiap 30 menit b. Terjadinya dimpling pada kulit c. Terjadi kerusakan pada pembuluh darah intercostalis

4. Apa kegunaan diseksi anterior torakal?

a. Fusi badan vertebrae b. Tumor debulking

c. Dekompresi korda spinalis anterolateral

5. Mengapa dokter anestesi harus mengembangkan paru setiap 30 menit saat melakukan diseksi anterior torakal?

a. Mencegah terjadinya pneumotoraks b. Mencegah terjadinya

mikroatelektasis pasca operasi c. Mencegah terjadinya hemotoraks

7. Struktur yang Harus diwaspadai

A. Pembuluh darah

Pembuluh darah interkostalis harus diwaspadai. Pada reseksi rusuk, pembuluh darah ini mudah rusak.

B. Paru

Setiap 30 menit, dokter anestesi harus mengembangkan paru untuk mencegah mikroatelektasis pasca operasi. Sebelum penutupan, pastikan paru dalam keadaan terkembang.

8. Memperluas Area Diseksi

Perluasan Lokal

Apabila insisi interkostal tidak adekuat, lakukan diseksi pada rusuk di bawahnya.

Perluasan Ekstensif

Insisi tidak dapat diperluas secara ekstensif.

Latihan Soal

Referensi

Dokumen terkait

Kedua cuping (lobe) dari masing-masing dari orbital  p yang akan membentuk ikatan sigma baru dalam siklisasi ini dapat bersifat sefase atau berlawanan fase satu terhadap

)emeriksaan ini adalah pemeriksaan standar non inasi# untuk mendiagnosis kanker buli. )emeriksaan ini bertujuan untuk melihat sel-sel urotelium yang terlepas bersama

PT Henan Putihrai Sekuritas tidak akan bertanggung jawab atas setiap kehilangan dan/atau kerusakan yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh laporan ini atau

Dengan penambahan serat bambu betung pada serat ampas tebu dengan menggunakan matriks gypsum nantinya diharapkan akan tercipta suatu produk material komposit yang bisa

Foto hemisphere diambil hanya satu pada setiap kuadran (tanpa pengulangan per kuadran) dengan melakukan pemotretan secara vertikal ke arah langit dan kanopi dengan

Dalam lingkup kabupaten, berdasarkan nilai konsistensi dan cakupan kombinasi variabel, anggaran infrastruktur dan program ekonomi merupakan kondisi yang perlu dan mencukupi

Di temukan ketika peneliti melakukan penelitian di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Barat bahwa proses pelayananan yang di berikan oleh para

Dalam setengah periode negatif berikutnya, dioda diberi panjar mundur (anoda (A) berhubungan dengan polaritas negatif dan katoda (K) berhubungan dengan polaritas positif),