• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Makna Pluralisme Agama

4. Pluralisme bermakna Toleransi

Pluralisme yang dipahami LMT bermakna toleransi, yakni sebuah sikap harus menghormati agama dan keyakinan orang lain. Ketika komunitas non muslim melaksanakan ritualnya, maka sebagai orang muslim harus menghargai, karena sikap seperti ini merupakan salah satu dasar bagi prasyarat hidup berdampingan secara damai dan rukun. Hal ini merupakan salah satu cara untuk meminimalisir potensi konflik antar-agama yang mungkin terjadi, sebagaimana potensi konstruktif agama yang juga dapat berkembang jika setiap umat beragama menjunjung tinggi nilai toleransi. Hal ini karena toleransi pada dasarnya adalah upaya menahan diri agar potensi konflik dapat ditekan. Sebaliknya potensi destruktif agama menge-muka jika masing-masing komunitas umat beragama tidak menjunjung nilai toleransi dan kerukunan, dengan mengang-gap agamanya paling benar, superior dan memandang inferior agama lain.6

5 Budhy Munawar Rachman, Argumen Islam untuk Pluralisme, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010), hlm. 38-39

6 Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 41.

Agama juga mengajarkan toleransi beragama, yang berarti tidak ada paksaan dalam beragama, sehingga setiap penganut suatu agama harus menghormati keyakinan dan kepercayaan penganut agama lain. Dalam teologi masing-masing agama yang berbeda-beda itu, ada kemungkinan saling bertentangan sehingga memerlukan penghormatan dan penghargaan. Penga-nut agama yang satu harus menghormati dan tidak boleh men-campuri urusan mengenai keyakinan teologis penganut agama yang lain, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian dalam konteks kehidupan beragama, ada domain keyakinan yang ha-rus dibatasi dan dijaga serta saling dihormati, dan ada pula ranah hubungan sosial-kemasyarakatan, ekonomi dan politik yang justru harus dijalin dan bekerjasama. Pada wilayah yang disebut terakhir ini, pada gilirannya dapat melahirkan bentuk-bentuk kerjasama antar penganut agama yang berbeda-beda, yang dalam perjalanan sejarahnya melahirkan harmoni kehi-dupan bersama dalam wujud budaya, atau yang lebih aplikatif berbentuk kearifan lokal.7 Hal itu tampak senada dengan teori John Hicks sebagaimana dikutip Legenhausen,8 bahwa diantara pluralisme agama yang menyeru kepada semua pihak, khusus-nya umat Kristiani untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan agama lain, dapat menjauhkan diri dari arogansi dan menyebarkan toleransi.

7 Haidlor Ali Ahmad, “Kerjasama Antar Umat Beragama dalam Wujud Kearifan Lokal di Kabupaten Poso, dalam Harmoni Jurnal

Multikultural & Multireligius, Volume VIII, Nomor 30, April - Juni

2009, hlm. 162.

8 Muhammad Legenhausen, Islam and Religious Pluralism, terjemah Arif Mulyadi dan Ana Farida, (Jakarta: Lentera Basritama, 2002), hlm. 8

183

5. Pluralisme bermakna memahami keyakinan hakiki agama lain

Pluralisme dipahami MT dan YL sebagai sebuah upaya memahami keyakinan hakiki agama lain. Semua agama mempunyai harkat dan martabat masing-masing, sehingga semua komunitas umat beragama diharuskan memahami hal tersebut. Pemahaman terhadap esensi ajaran agama lain menjadi relevan dan sangat bermakna, untuk membangun dan menciptakan toleransi serta kerukunan umat beragama yang mengacu pada ajaran yang bersifat kemanusiaan, kasih sayang, persaudaraan dan penghargaan terhadap hak-hak dasar manusia.

Sebagaimana dalam hadits Nabi SAW, bahwa umat Islam diharuskan berbuat baik dan menghormati hak-hak tetangga, tanpa membedakan agama, ras, etnis dan warna kulitnya. Sikap menghormati tetangga ini bahkan merupakan salah satu para-meter keimanannya kepada Allah dan hari akhir. Di samping itu, juga terhadap hadits yang menyatakan bahwa Nabi adalah pembela kelompok dzimmi, yakni kelompok minoritas non-Muslim yang berlindung di bawah kekuasaan Islam. Bahkan beliau juga menyatakan dalam salah satu hadisnya, bahwa barang siapa yang menyakiti kelompok dzimmi>, maka berarti ia

menyakiti Nabi SAW.9 Ajaran-ajaran seperti ini, dapat dikata-kan merupadikata-kan isyarat dan petunjuk nyata bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai dan harkat kemanusiaan, tanpa memandang jenis kelamin, ras, etnis, golongan dan agama.

Demikian juga dalam menyikapi pluralisme beragama. Si-kap yang seyogyanya dimiliki dan dilakukan setiap orang

lah dengan memahami dan menilai ‚yang lain‛ (the other)/ penganut agama lain berdasarkan standar mereka sendiri, serta memberi peluang bagi mereka untuk mengartikulasikan ke-yakinannya secara bebas. Alwi Shihab memberi gambaran cu-kup baik dalam mengartikulasikan pluralisme agama. Menu-rutnya, pluralisme agama adalah merupakan suatu sikap bah-wa tiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui kebera-daan dan hak orang lain, tetapi juga terlibat dalam usaha me-mahami perbedaan dan persamaan, guna tercapainya kerukun-an dalam kebhinekakerukun-an‛10

6. Pluralisme bermakna kasih sayang

Pluralisme yang dipahami SCW bermakna kasih sayang. Pluralisme agama itu sendiri merupakan sebuah paham, menurut akidah yang benar harus sesuai dengan keyakinan dan ajaran masing-masing agama. Secara manusiawi, semua komunitas umat beragama diharuskan saling mengasihi sesama tanpa melihat perbedaan yang ada, seperti mencintai orang lain sebagaimana mencintai diri sendiri, bahkan Yesus Kristus mengajarkan kepada umat kristiani untuk mencintai musuh-musuhnya, sebagaimana yang dinyatakan Komaruddin Hidayat: ‚Cintailah sesama manusia seperti kamu mencintai dirimu sendiri, lakukanlah terhadap orang lain, apa yang kamu ingin lakukan orang terhadap dirimu sendiri‛.11

Yesus mengajari umat Kristiani untuk mencintai musuh-musuhnya dan berdoa memohon kebaikan bagi mereka.

10 Alwi Shihab, Islam Inklusif, hlm 340-341.

11 Komaruddin Hidayat, Isa al-Masih Sang Penebar Kasih, dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF (ed.), Passing Over:

Melintasi Batas Agama, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998,

185

rena cinta Tuhan tidak pilih kasih, manusia sebaiknya meniru sifat Tuhan, ibarat matahari yang tidak pilih kasih, dalam memancarkan cahayanya. Di saat masyarakat kala itu senang memamerkan kekayaan dan keduniaan, Yesus mengingatkan, tidak mudah bagi orang kaya yang zalim untuk memasuki ke-rajaan surga, seperti sulitnya unta memasuki lubang jarum. Berbahagialah mereka yang lurus hatinya, yang selalu bersyu-kur, meskipun secara materi dipandang miskin.12

Saling mengasihi dan menyayangi merupakan contoh yang telah diajarkan oleh Yesus Kristus, yang tidak pilih kasih, mengasihi sesama manusia, bahkan diperintahkan untuk men-cintai musuh-musuh kita. Dalam al-Qur’ān juga dijelaskan bah-wa Allah juga mempunyai sifat Rahman dan Rahim, dengan kasih dan sayangnya sepanjang waktu, tanpa memandang sia-pa saja, Allah memberikan rezeki sia-pada semua makhluk hidup di muka bumi, Allah juga yang telah memberikan kehidupan semua makhluk hidup, alam semesta beserta isinya. Dalam ha-dits juga disebutkan bahwa: ‛orang-orang yang penyayang, akan disayangi oleh Allah yang Rahman Taba>raka wa Ta’a>la, (oleh karena itu) sayangilah semua makhluk yang di bumi, niscaya semua mkhluk yang di langit akan menyayangi kamu semua.‛(HR. Ah}mad, Abu> Da>wud al-Tirmidzi> dan al-H{a>kim).13