• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir

1. PNS 2 Karyawan

swasta 3. BUMN 4. Dosen/guru 5. TNI dan Polri 6. Pejabat pemerintah 7. Profesional 8. Wirausaha 9. Pensiunan 10. Tidak bekerja Pendapatan (X2.4)

Jumlah uang yang diterima suatu keluarga dalam sebulan baik yang dihasilkan dari pekerjaan tetap maupun usaha lain- lain.

Diukur berdasarkan nilai uang yang diterima dalam mata uang Rupiah.

1. ≤ 5 000 000

2. > 5 000 000 – 20 000 000 3. > 20 000 000

Suku (X2.5) Identitas budaya yang

ditentukan berdasarkan daerah asal keluarga.

Diukur berdasarkan daerah asal nenek moyang. 1. Jawa, Sunda, dan Betawi 2. Sumatera 3. Sulawesi dan Maluku 4. Kalimantan 5. Cina/Tionghoa 6. Campuran 2 suku 7. Lain-lain. Jumlah anak (X2.6)

Banyaknya anak yang dimiliki oleh suami isteri dalam satu keluarga.

Dihitung dalam angka. 1, 2, 3, 4, dan seterusnya.

3. Karakteristik guru adalah sifat-sifat atau ciri-ciri dari aspek sosial dan psikologi yang melekat pada diri guru, seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, dan mata pelajaran yang diampu. Adapun definisi operasional dari masing-masing indikator tersebut sebagai berikut:

(a) Umur adalah lama masa kehidupan seseorang yang dihitung sejak lahir sampai ke tahun terdekat pada waktu penelitian dilakukan. Dinyatakan dalam satuan tahun, menggunakan skala rasio dan dikelompokkan menjadi 8 kategori.

(b) Jenis kelamin adalah identitas seseorang sesuai perkembangan biologis atau fisiknya. Dinyatakan dengan laki-laki dan perempuan, menggunakan skala nominal.

(c) Pendidikan adalah jumlah tahun sekolah formal yang pernah ditempuh, mulai dari sekolah dasar hingga jenjang pendidikan terakhir pada waktu penelitian dilakukan. Dinyatakan dalam satuan tahun, menggunakan skala rasio dan dikelompokkan menjadi tiga kategori.

(d) Mata pelajaran yang diampu adalah jenis pelajaran yang menjadi keahlian guru dan diajarkan kepada siswa di kelas. Dinyatakan dalam jenis pelajaran yang diajarkan di sekolah seperti Agama Islam, Agama Kristen, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Sunda, Biologi, Fisika, Kimia, Matematika, Geografi, Ekonomi/Akuntansi, Sosiologi, Bimbingan Konseling/Kesiswaan, PKn, Seni Budaya, Olahraga, Sejarah, Bahasa Arab, TIK/Komputer, Bahasa Perancis, dan Administrasi, menggunakan skala nominal.

Parameter dan pengukuran setiap indikator karakteristik guru (X3) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran, dan kategori pengukuran peubah karakteristik guru (X3)

Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran Kategori Pengukuran

Umur (X3.1) Lama masa kehidupan

seseorang sejak tahun kelahiran dan dibulatkan hingga penelitian dilakukan.

Dihitung sejak lahir hingga tahun terdekat saat penelitian dilakukan, dinyatakan dalam tahun. 1. ≤ 25 tahun 2. 26 - 30 tahun 3. 31 - 35 tahun 4. 36 - 40 tahun 5. 41 - 45 tahun 6. 46 - 50 tahun 7. 51 - 55 tahun 8. 56 - 60 tahun Jenis kelamin (X3.2)

Identitas responden sesuai biologis atau fisiknya.

Dinyatakan dengan laki- laki atau perempuan.

1. Laki-laki 2. Perempuan

Pendidikan (X3.3)

Jenjang sekolah formal yang pernah ditempuh, mulai dari sekolah dasar hingga pendidikan terakhir pada waktu penelitian dilakukan.

Diukur berdasarkan jenjang sekolah formal yang pernah ditemouh.

1. SD (6 tahun) 2. SMP (9 tahun) 3. SMA (12 tahun) 4. D1 (13 tahun) 5. D2 (14 tahun) 6. D3 (15 tahun) 7. S1 (16 tahun) 8. S2 (18 tahun) 9. S3 (21 tahun) Mata pelajaran yang diampu (X3.4)

Jenis pelajaran yang menjadi keahlian guru dan diajarkan kepada siswa di kelas.

Berdasarkan jenis pelajaran yang diajarkan guru di sekolah. 1. Agama Islam 2. Agama Kristen 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Inggris 5. Bahasa Sunda 6. Biologi 7. Fisika 8. Kimia 9. Matematika 10. Geografi 11. Ekonomi/akuntansi 12. Sosiologi 13. BK/Kesiswaan 14. PKn 15. Seni Budaya 16. Olahraga 17. Sejarah 18. Bahasa Arab 19. TIK/Komputer 20. Bahasa Perancis 21. Administrasi

4. Karakteristik teman sebaya adalah ciri-ciri dari aspek sosial dan ekonomi yang melekat pada teman yang dimiliki oleh remaja, seperti jenis kelamin dan umur teman, serta lokasi pertemanan. Adapun definisi operasional dari masing-masing indikator tersebut sebagai berikut:

(a) Jenis kelamin adalah identitas responden sesuai perkembangan biologis atau fisiknya. Dinyatakan dengan laki-laki dan perempuan, menggunakan skala nominal.

(b) Umur adalah lama masa kehidupan seseorang yang dihitung sejak lahir sampai ke tahun terdekat pada waktu penelitian dilakukan. Dinyatakan dalam satuan tahun, menggunakan skala rasio dan dikelompokkan menjadi tiga kategori.

(c) Lokasi berteman adalah tempat seseorang menjalin hubungan pertemanan. Dinyatakan dengan menunjukkan tempat seperti sekolah, rumah, organisasi, dan media sosial, menggunakan skala nominal.

(d) Lokasi bertemu adalah tempat yang ditunjuk oleh seseorang untuk melakukan pertemuan dengan orang lain, dalam hal ini dengan teman sebayanya. Dinyatakan dengan menunjukkan tempat seperti sekolah, rumah, tempat kursus/bimbingan belajar, restoran/kafe, dan mal, menggunakan skala nominal.

Parameter dan pengukuran setiap indikator karakteristik teman sebaya (X4) disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran, dan kategori pengukuran peubah karakteristik teman sebaya (X4)

Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran Kategori

Pengukuran Umur (X4.1) Lama masa kehidupan

seseorang sejak tahun kelahiran dan dibulatkan hingga penelitian dilakukan.

Dihitung sejak lahir hingga tahun terdekat saat penelitian dilakukan, dinyatakan dalam tahun.

1. 15 - 17 tahun 2. 18 - 20 tahun 3. > 20 tahun Jenis kelamin

(X4.2)

Identitas responden sesuai biologis atau fisiknya.

Dinyatakan dengan laki- laki atau perempuan.

1. Laki-laki 2. Perempuan Lokasi berteman

(X4.3)

Tempat seseorang menjalin hubungan pertemanan. Dinyatakan berdasarkan nama tempat. 1. Sekolah 2. Rumah 3. Kegiatan luar 4. Tempat les 5. Media sosial 6. Lain-lain Lokasi bertemu (X4.4)

Tempat yang ditunjuk seseorang untuk melakukan pertemuan dengan orang lain. Dinyatakan berdasarkan nama tempat. 1. Sekolah 2. Rumah sendiri 3. Rumah teman 4. Tempat ibadah 5. Tempat les 6. Media sosial 7. Mal/resto 8. Lain-lain

5. Pola komunikasi remaja dengan keluarga adalah bentuk proses pertukaran dan penyampaian informasi, sikap, pikiran atau perasaan melalui bahasa, pembicaraan, pendengaran, gerak tubuh atau ungkapan emosi yang dilakukan antara remaja dengan orang tuanya. Peubah komunikasi remaja dengan keluarga (Y1) memiliki 5 indikator, yaitu: topik pembicaraan, durasi pembicaraan, frekuensi pembicaraan, media komunikasi, dan situasi komunikasi.

6. Pola komunikasi remaja dengan sekolah adalah bentuk proses pertukaran dan penyampaian informasi, sikap, pikiran atau perasaan melalui bahasa, pembicaraan, pendengaran, gerak tubuh atau ungkapan emosi yang dilakukan antara remaja dengan gurunya. Peubah komunikasi remaja dengan sekolah (Y2) memiliki 5 indikator, yaitu: topik pembicaraan, durasi pembicaraan, frekuensi pembicaraan, media komunikasi, dan situasi komunikasi.

7. Pola komunikasi remaja dengan teman sebaya adalah bentuk proses pertukaran dan penyampaian informasi, sikap, pikiran atau perasaan melalui bahasa, pembicaraan, pendengaran, gerak tubuh atau ungkapan emosi yang dilakukan antara remaja dengan teman-teman sebayanya. Peubah komunikasi remaja dengan teman sebaya (Y3) memiliki 5 indikator, yaitu: topik pembicaraan, durasi pembicaraan, frekuensi pembicaraan, media komunikasi, dan situasi komunikasi.

Definisi operasional dari masing-masing indikator pola komunikasi remaja dengan keluarga, sekolah, dan teman sebaya (Y1, Y2, dan Y3) sebagai berikut:

(a) Topik pembicaraan adalah suatu pokok atau tema pembicaraan yang menjadi landasan dalam proses komunikasi. Pengukuran dinyatakan dengan skor persepsi responden dan menggunakan skala ordinal, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori (rendah, sedang, dan tinggi).

(b) Durasi pembicaraan adalah waktu yang digunakan untuk melakukan komunikasi. Pengukuran dinyatakan dengan skor persepsi responden dan menggunakan skala ordinal, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori (rendah, sedang, dan tinggi).

(c) Frekuensi pembicaraan adalah seberapa sering komunikasi dilakukan. Pengukuran dinyatakan dengan skor persepsi responden dan menggunakan skala ordinal, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori (rendah, sedang, dan tinggi).

(d) Media komunikasi adalah perantara dalam penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan yang dilakukan melalui alat/perangkat tertentu. Pengukuran dinyatakan dengan skor persepsi responden dan menggunakan skala ordinal, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori (rendah, sedang, dan tinggi).

(e) Situasi komunikasi adalah suasana yang terjadi saat proses komunikasi antarpribadi berlangsung secara dialogis. Pengukuran dinyatakan dengan skor persepsi responden dan menggunakan skala ordinal, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori (rendah, sedang, dan tinggi).

Parameter dan pengukuran setiap indikator pola komunikasi remaja dengan keluarga, sekolah, dan teman sebaya (Y1, Y2, dan Y3) disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran, dan kategori pengukuran peubah pola komunikasi remaja dengan keluarga, sekolah, dan teman sebaya (Y1, Y2, dan Y3)

Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran Kategori Pengukuran Topik

pembicaraan (Y1.1;

Y2.1; Y3.1)

Suatu pokok atau tema pembicaraan yang menjadi landasan dalam proses komunikasi. Diukur berdasarkan skor persepsi responden. 1. Rendah (≤ 50.0%) 2. Sedang (> 50.0% - 75.0%) 3. Tinggi (> 75.0%) Durasi pembicaraan (Y1.1; Y2.1; Y3.1)

Waktu yang digunakan untuk berkomunikasi. Diukur berdasarkan skor persepsi responden. 1. Rendah (≤ 50.0%) 2. Sedang (> 50.0% - 75.0%) 3. Tinggi (> 75.0%) Frekuensi pembicaraan (Y1.1; Y2.1; Y3.1) Seberapa sering komunikasi dilakukan. Diukur berdasarkan skor persepsi responden. 1. Rendah (≤ 50.0%) 2. Sedang (> 50.0% - 75.0%) 3. Tinggi (> 75.0%) Media komunikasi (Y1.1; Y2.1; Y3.1) Perantara dalam penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan yang dilakukan melalui alat/perangkat tertentu. Diukur berdasarkan skor persepsi responden. 1. Rendah (≤ 50.0%) 2. Sedang (> 50.0% - 75.0%) 3. Tinggi (> 75.0%) Situasi komunikasi (Y1.1; Y2.1; Y3.1)

Suasana yang terjadi saat proses komunikasi antarpribadi berlangusng secara dialogis. Diukur berdasarkan skor persepsi responden. 1. Rendah (≤ 50.0%) 2. Sedang (> 50.0% - 75.0%) 3. Tinggi (> 75.0%)

8. Prestasi belajar adalah pencapaian yang diperoleh seorang siswa yang berasal dari nilai rapor maupun di luar nilai pelajaran, seperti prestasi akademik dan prestasi non-akademik. Adapun definisi operasional dari masing-masing indikator tersebut sebagai berikut:

(a) Prestasi akademik adalah pencapaian yang diperoleh seorang siswa yang dilihat dari nilai rapor. Pengukuran dinyatakan dalam angka, menggunakan skala rasio dan dikelompokkan menjadi empat kategori. (b) Prestasi non-akademik adalah pencapaian yang diperoleh seorang siswa

di luar nilai rapor. Pengukuran dinyatakan dengan menggunakan satuan angka dan menggunakan skala nominal.

Parameter dan pengukuran setiap indikator prestasi belajar (Y4) disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran, dan kategori pengukuran peubah prestasi belajar (Y4)

Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran Kategori

Pengukuran Prestasi

akademik (Y4.1)

Pencapaian atau

keberhasilan siswa dilihat dari nilai rapor per semester. Diukur berdasarkan angka di rapor. 1. 60.0 - 69.9 2. 70.0 - 79.9 3. 80.0 - 89.9 4. > 90.0 Prestasi non- akademik (Y4.2) Pencapaian atau

keberhasilan siswa di luar nilai rapor.

Diukur berdasarkan pernyataan berprestasi atau tidak berprestasi.

1. Ya 2. Tidak

9. Kecerdasan emosional remaja adalah kemampuan untuk menguasai kualitas- kualitas emosional dan mengatasi masalah saat kemampuan lain tidak dapat mengatasi gejolak emosi yang timbul, seperti mengenali emosi diri, mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan empati, dan kemampuan membina hubungan. Definisi operasional dari masing-masing indikator kecerdasan emosional (Y5) sebagai berikut:

(a) Mengenali emosi diri adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan waktu perasaan itu terjadi, memiliki kepekaan akan perasaan diri dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan. Pengukurannya dinyatakan dalam skor persepsi responden terhadap diri sendiri, dengan menggunakan skala ordinal kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori.

(b) Mengelola emosi adalah kemampuan dalam menangani dan mengatur emosi yang berdampak positif kepada pelaksanaan tugas dan pencapaian suatu tujuan serta kemampuan untuk dapat pulih dari tekanan emosi. Pengukurannya dinyatakan dalam skor persepsi responden terhadap diri sendiri, dengan menggunakan skala ordinal kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori.

(c) Kemampuan memotivasi diri adalah kemampuan mengatur emosi untuk mencapai suatu tujuan, memotivasi diri sendiri dan berkreasi. Kemampuan ini membantu individu dalam mengambil inisiatif dan bertindak efektif serta bertahan ketika menghadapi kegagalan. Pengukurannya dinyatakan dalam skor persepsi responden terhadap diri sendiri, dengan menggunakan skala ordinal kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori.

(d) Kemampuan empati adalah kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan rasa saling percaya dan menyesuaikan diri dengan berbagai macam orang. Pengukurannya dinyatakan dalam skor persepsi responden terhadap diri sendiri, dengan menggunakan skala ordinal kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori.

(e) Kemampuan membina hubungan adalah kemampuan menangani emosi secara baik ketika berhubungan dengan orang lain, dapat membaca situasi, berinteraksi dengan lancar, kemampuan memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan dengan baik serta mampu

bekerja sama dengan orang lain. Pengukurannya dinyatakan dalam skor persepsi responden terhadap diri sendiri, dengan menggunakan skala ordinal kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori.

Parameter dan pengukuran setiap indikator kecerdasan emosional (Y5) disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran, dan kategori pengukuran peubah kecerdasan emosional remaja (Y5)

Indikator Definisi Operasional Parameter

Pengukuran Kategori Pengukuran Mengenali emosi diri (Y5.1) Kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan waktu perasaan itu terjadi, memiliki kepekaan akan perasaan diri dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan. Diukur berdasarkan skor persepsi responden terhadap diri sendiri. 1. Rendah (≤ 50.0%) 2. Sedang (> 50.0% - 75.0%) 3. Tinggi (> 75.0%) Mengelola emosi (Y5.2) Kemampuan dalam menangani dan mengatur emosi yang berdampak positif kepada pelaksanaan tugas dan pencapaian suatu tujuan serta kemampuan untuk dapat pulih dari tekanan emosi. Diukur berdasarkan skor persepsi responden terhadap diri sendiri. 1. Rendah (≤ 50.0%) 2. Sedang (> 50.0% - 75.0%) 3. Tinggi (> 75.0%) Kemampuan memotivasi diri (Y5.3)

Kemampuan mengatur emosi untuk mencapai suatu tujuan, memotivasi diri sendiri dan berkreasi. Diukur berdasarkan skor persepsi responden terhadap diri sendiri. 1. Rendah (≤ 50.0%) 2. Sedang (> 50.0% - 75.0%) 3. Tinggi (> 75.0%) Kemampuan empati (Y5.4)

Kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan rasa saling percaya dan menyesuaikan diri dengan berbagai macam orang. Diukur berdasarkan skor persepsi responden terhadap diri sendiri. 1. Rendah (≤ 50.0%) 2. Sedang (> 50.0% - 75.0%) 3. Tinggi (> 75.0%) Kemampuan membina hubungan (Y5.5) Kemampuan menangani emosi secara baik ketika berhubungan dengan orang lain, dapat membaca situasi, berinteraksi dengan lancar, kemampuan memimpin, bermusyawarah,

menyelesaikan perselisihan dengan baik serta mampu bekerja sama dengan orang lain. Diukur berdasarkan skor persepsi responden terhadap diri sendiri. 1. Rendah (≤ 50.0%) 2. Sedang (> 50.0% - 75.0%) 3. Tinggi (> 75.0%)

Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui (1) kuesioner, (2) focus group discussion (FGD), (3) pengamatan di lapangan, dan (4) dokumentasi. Cara pengumpulan data primer sebagai berikut:

1. Kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan yang diajukan untuk mengukur peubah penelitian yang diisi sendiri oleh sejumlah responden. Pengisian kuesioner dipandu oleh peneliti. Kuesioner disusun berdasarkan skala nominal, rasio, interval, dan ordinal. Untuk kepentingan pengujian secara statistik, data tersebut ditransformasi menjadi skala interval atau rasio. Transformasi ini dilakukan untuk menghitung nilai keragaman yang terjadi dalam setiap peubah penelitian.

2. Focus group discussion (FGD) atau diskusi kelompok terpimpin merupakan metode yang dipakai untuk menggali data kualitatif dari sekelompok individu mengenai pendapat mereka terhadap suatu isu atau tema yang terkait dengan penelitian. Pertanyaan dilontarkan dalam grup interaktif yang akan dijawab secara bebas oleh masing-masing peserta diskusi. Peserta diskusi juga diberikan kesempatan untuk menanggapi atau menyanggah pernyataan atau pendapat peserta lain. Metode ini cukup efektif untuk mengumpulkan pandangan secara kolektif dari berbagai sumber yang relevan.

3. Pengamatan di lapangan, yaitu aktivitas mengamati yang dilakukan secara langsung di lokasi penelitian terhadap situasi dan kondisi fisik SMA, suasana belajar, dan perilaku siswa di sekolah tersebut.

4. Dokumentasi adalah kegiatan mendokumentasikan materi yang berhubungan dengan penelitian, seperti pemotretan di lokasi penelitian, pengambilan gambar serta rekaman saat melakukan FGD dan wawancara mendalam. Di samping pengumpulan data primer, juga dilakukan pengumpulan data sekunder yaitu dengan cara penelusuran dokumen sekolah yang terkait dengan penelitian, seperti profil sekolah, serta profil siswa dan guru di 6 lokasi penelitian.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Sebelum instrumen penelitian (kuesioner wawancara) dipergunakan dalam pengumpulan data, kuesioner tersebut terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya agar diperoleh data yang valid atau sahih, serta memiliki konsistensi yang tinggi sehingga menghasilkan data yang tepat dan akurat.

Validitas Instrumen

Validitas atau kesahihan menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur. Suatu instrumen pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Konsep validitas instrumen dapat dibedakan atas tiga macam yaitu validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), dan validitas empiris atau validitas kriteria (Muljono 2012).

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap validitas isi (content validity). Validitas isi (content validity) menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur

kerangka konsep. Suatu instrumen dikatakan valid apabila pertanyaan atau butir tes itu mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional (Muljono 2012).

Teknik uji validitas adalah total butir dikorelasikan dengan masing-masing butir dengan menggunakan uji korelasi Product Moment Correlation Pearson dengan rumus sebagai berikut:

r

xy = N ∑ xy

-

(∑xy) (∑y)

√{

n ∑x2

(∑ x)2

}{

n ∑ y2–(∑ y)2

}

Keterangan: r = koefisien korelasi x = peubah bebas (independen) N = banyaknya kasus y = peubah terikat (dependen)

Semakin tinggi nilai koefisien korelasi maka semakin kecil kesalahan pengukuran. Untuk memudahkan pengukuran, digunakan program SPSS versi 19.

Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas atau keterandalan merupakan indeks alat ukur yang digunakan untuk menunjukkan bagaimana suatu pengukuran relatif konsisten apabila diulang dua kali atau lebih (Singarimbun & Effendi 2010). Suatu hasil pengukuran hanya dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama, diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek belum berubah. Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas alat ukur berkaitan erat dengan masalah eror pengukuran. Eror pengukuran sendiri menunjukkan sejauh mana inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila dilakukan pengukuran ulang terhadap kelompok subyek yang sama. Sementara konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil ukur berkaitan erat dengan eror dalam pengambilan sampel yang mengacu pada inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok yang berbeda (Muljono 2012).

Menurut Kerlinger (2006) terdapat tiga pendekatan untuk mengukur reliabilitas, yaitu:

(1) Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur dimaksud digunakan berulang kali dan menunjukkan hasil yang sama.

(2) Suatu alat dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut dapat mengukur hal yang sebenarnya dari yang diukur, dan

(3) Reliabilitas suatu alat ukur dapat dilihat dari galat (error) pengukurannya. Penelitian ini mengambil secara acak 56 responden atau sampel di luar lokasi penelitian tetapi memiliki tingkat kesamaan kondisi dengan lokasi yang diteliti, yaitu di salah satu SMA swasta di Bogor. Uji keterandalan yang dipakai pada penelitian ini adalah reliability analysis scale alpha (Cronbach alpha) dengan

menggunakan program SPSS versi 19.0. Metode tersebut digunakan untuk kuesioner yang memiliki banyak pilihan jawaban. Setelah memastikan bahwa hasil uji reliabilitas tersebut memadai, dilakukan pengambilan data di lapangan.

Menurut Keyton (2006), secara umum para peneliti komunikasi sepakat bahwa koefisien alpha dinyatakan reliabel apabila ≥ 0.7. Namun demikian, ketentuan tersebut bukan sesuatu yang mutlak. Sugiyono (2012) mengatakan bahwa suatu instrumen sudah dianggap reliabel apabila nilai koefisien alpha ≥ 0.6. Ukuran kemantapan alpha berdasarkan Keyton (2006) dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Nilai koefisien alpha berkisar < 0.20 berarti kurang reliabel.

2. Nilai koefisien alpha berkisar 0.20–0.40 berarti agak reliabel.

3. Nilai koefisien alpha berkisar 0.40–0.70 berarti cukup reliabel (sedang).

4. Nilai koefisien alpha berkisar 0.70–0.90 berarti reliabel.

5. Nilai koefisien alpha berkisar > 0.90 berarti sangat reliabel.

Berdasarkan kriteria tersebut, nilai koefisien alpha pada penelitian ini tergolong cukup reliabel hingga sangat reliabel (berkisar 0.662–0.941). Data reliabilitas dan validitas turun lapang dari 6 SMA yang diteliti disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil uji reliabilitas dan validitas

Peubah Pertanyaan Jumlah Ordinal Skala (Cronbach α) Reliabilitas Validitas Isi (Nilai r) Komunikasi Remaja-Keluarga: 63 1 – 4 0.941

1. Dimensi Topik Pembicaraan 20 1 – 4 0.868 0.376 – 0.671 2. Dimensi Lama Pembicaraan 8 1 – 4 0.863 0.656 – 0.746 3. Dimensi Frekuensi Pembicaraan 12 1 – 4 0.864 0.536 – 0.687 4. Dimensi Media Komunikasi 9 1 – 4 0.728 0.363 – 0.725 5. Dimensi Situasi Komunikasi 14 1 – 4 0.752 0.153 – 0.671 Komunikasi Remaja-Sekolah: 26 1 – 4 0.890

1. Dimensi Topik Pembicaraan 7 1 – 4 0.688 0.357 – 0.706 2. Dimensi Lama Pembicaraan 3 1 – 4 0.816 0.845 – 0.848 3. Dimensi Frekuensi Pembicaraan 5 1 – 4 0.740 0.620 – 0.772 4. Dimensi Media Komunikasi 5 1 – 4 0.662 0.534 – 0.705 5. Dimensi Situasi Komunikasi 6 1 – 4 0.715 0.442 – 0.769 Komunikasi Remaja-Teman Sebaya: 30 1 – 4 0.921

1. Dimensi Topik Pembicaraan 10 1 – 4 0.816 0.480 – 0.739 2. Dimensi Lama Pembicaraan 4 1 – 4 0.827 0.753 – 0.851 3. Dimensi Frekuensi Pembicaraan 5 1 – 4 0.809 0.685 – 0.825 4. Dimensi Media Komunikasi 4 1 – 4 0.739 0.722 – 0.782 5. Dimensi Situasi Komunikasi 7 1 – 4 0.727 0.021 – 0.541 Kecerdasan Emosional Remaja: 35 1 – 4 0.858

1. Kesadaran Emosi Diri 7 1 – 4 0.704 0.466 – 0.755 2. Pengelolaan Emosi 7 1 – 4 0.666 0.418 – 0.655 3. Kemampuan Memotivasi Diri 7 1 – 4 0.722 0.316 – 0.758 4. Kemampuan Empati 7 1 – 4 0.735 0.338 – 0.692 5. Kemampuan Membina Hubungan 7 1 – 4 0.746 0.567 – 0.686

Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif yang terdiri dari karakteristik remaja, karakteristik orang tua, karakteristik guru, karakteristik teman, pola komunikasi remaja dengan keluarga, sekolah, dan teman sebaya, serta kecerdasan emosional dan prestasi belajar ditabulasi dan dianalisis. Dalam menentukan kualitas data, dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Butir-butir pertanyaan pada kuesioner pola komunikasi remaja dengan keluarga, sekolah, dan teman sebaya, serta kecerdasan emosional dan prestasi belajar diuji validitasnya, dilanjutkan dengan uji reliabilitas dengan metode alpha Cronbach yang tersedia pada program komputer SPSS versi 19.0.

Analisis kuantitatif dalam penelitian ini terdiri dari: (1) analisis statistik deskriptif, dan (2) analisis statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif, yakni statistik yang berfungsi mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti (remaja) tanpa membuat kesimpulan yang berlaku secara umum. Analisis statistik inferensial, yakni statistik yang berfungsi mengeneralisasikan hasil penelitian sampel bagi populasi (Sugiyono 2010). Analisis statistik inferensial yang digunakan adalah analisis korelasi Pearson.

Model yang digunakan untuk mengukur peubah-peubah yang diobservasi apakah berhubungan dengan faktor-faktor yang dihipotesiskan, dilakukan melalui uji konstruk berupa Structural Equation Modeling (SEM). Software yang

digunakan adalah Program LISREL atau linear structural relationships. Data kualitatif berupa catatan lapangan yang dihasilkan dari FGD, selanjutnya diproses menggunakan koding dan analisis konten.

Pendekatan Kualitatif Pendalaman Melalui Focus Group Discussion (FGD)

Pada tahap kualitatif, teknik yang digunakan adalah diskusi kelompok terpimpin/focus group discussion (FGD). Teknik ini dipilih karena

memungkinkan peneliti mengontrol alur tanya jawab (Creswell 2010). FGD dimaksudkan untuk menggali informasi lebih dalam dari sejumlah remaja yang sebelumnya telah mengisi kuesioner mengenai pola komunikasi remaja dengan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan kecerdasan emosional. Partisipan FGD dipilih secara purposive dari 6 SMA, masing-masing sekolah diwakili 10 orang (5 perempuan dan 5 laki-laki), sehingga total partisipan adalah 60 orang. Jumlah remaja dibatasi agar peneliti dapat mendalami jawaban dari masing-masing partisipan.

Pemilihan tersebut didasari pada hasil kuesioner yang telah diisi responden. Skor pada setiap peubah dijumlahkan, kemudian dilihat siapa responden yang memiliki total skor tertinggi dan terendah dari masing-masing peubah. FGD dilakukan di setiap sekolah tempat penelitian berlangsung sebanyak 2 kali, sekali pertemuan untuk remaja perempuan dan 1 kali lainnya untuk remaja laki-laki.

Dokumen terkait