• Tidak ada hasil yang ditemukan

MELACAK PEMIKIRAN EKONOMI AS-SYAIBANI Efti Raida

B. Pembahasan 1. Biografi

3. Pokok-Pokok Pemikiran

a. Al Kasb (Kerja)

Al Syaibani mendefinisikan al kasb (kerja) sebagai mencari perolehan harta melalui berbagai cara yang halal. Dalam ilmu

4

Yadi Janwari, Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2016, h. 133.

5

Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta:P.T. Grafindo Persada. 2004) 231.

ekonomi, aktivitas demikian termasuk dalam aktivitas produksi. Definisi ini mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan aktivitas produksi dalam ekonomi islam adalah berbeda dengan aktivitas produksi dalam ekonomi konvensional.6

Dalam ekonomi islam, tidak semua aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi sangat terkait erat dengan halal haramnya suatu barang atau jasa dan cara memperolehnya. Dengan kata lain, aktivitas menghasilkan barang dan jasa yang halal saja yang dapat disebut sebagai aktivitas produksi.

Menurut Al Syatibi, kemaslahatan hanya dapat dicapai dengan memelihara lima unsure pokok kehidupan yaitu Agama, jiwa, akal, keturunan dan harta7. Dengan demikian, seorang muslim termotivasi untuk memproduksi setiap barang atau jasa yna memiliki maslahah tersebut. Hal ini berarti bahwa konsep maslahah merupakan konsep yang objektif terhadap perilaku produsen karena ditentukan oleh tujuan(maqashid) syariah, yakni memelihara kemaslahatan manusia didunia dan akhirat, tentu jauh berbeda dengan konsep ekonomi. Dalam ekonomi konvensional, nilai guna suatu barang atau jasa ditentukan oleh keinginan (wants) orang per orang dan ini bersifat subjektif8.

Dalam pandangan islam, aktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban imaratul kaum, yakni menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk. Berkenaan dengan hal tersebut, Al Syaibani menegaskan bahwa kerja yang merupakan unsur utama produksi mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT dan karenanya hokum bekerja adalah wajib.Ia menguraikan

6

http://zulfikarnasution.wordpress.com/2011/11/23/pemikiran-ekonomi-asy-syaibani/ , 15 Maret 2018

7

Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syariah menurut asy-syatibi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), 71

8

Keterangan lebih lanjut lihat, Taqiyuddin Al-Nabhani, Membangun Sistem

bahwa untuk menunaikan berbagai kewajiban, seseorang memerlukan kekuatan jasmani itu sendiri merupakan hasil mengkonsumsi makanan yang diperoleh melalui kerja keras.

Dengan demikian, kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunaikan suatu kewajiban dan karenanya hukum bekerja adalah wajib.Dari hal tersebut, bahwa orientasi bekerja dalam pandangan Al Syaibani adalah hidup untuk meraih keridhaan Allah Swt. Kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam memenuhi hak Allah, hak hidup, hak keluarga, dan hak masyarakat.

Dengan menerapkan instrument incentive-reward and punishment, setiap komponen masyarakat dipacu dan dipacu untuk menghasilkan sesuatu menurut bidangnya masing-masing. Sementara, di sisi lain, pemerintah juga berkewajiban memayungi aktivitas produksi dengan memberikan jaminan keamanan dan keadilan bagi setiap orang. Imam asy-Syaibani menegaskan bahwa kerja yang merupakan unsur utama produksi memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah Swt dan karenanya, hukum bekerja adalah wajib. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil berikut:

- Firman Allah Swt, QS. Al-Jumu‟ah: 10

               

Artinya : Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

- Hadits Rasulullah Saw,

“ Mencari pendapatan adalah wajib bagi setiap muslim.”

Amirul Mukminin Umar ibn al-Khattab r. a. lebih mengutamakan derajat kerja daripada jihad. Sayyidina Umar menyatakan, dirinya lebih menyukai meninggal pada saat berusaha mencari sebagian karunia Allah Swt di muka bumi daripada terbunuh di medan perang, karena Allah Swt mendahulukan orang-orang yang mencari sebagian karunia-Nya daripada para mujahidin melalui firman-Nya:                                                                                           

Artinya :Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran.

Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Muzammil: 20)

Dalam pandangan Imam asy-Syaibani, orientasi bekerja adalah hidup untuk mencapai keridhaan Allah Swt. Kerja merupakan usaha untuk mengaktifkan roda perekonomian, termasuk proses produksi, konsumsi, dan distribusi yang berimplikasi secara makro meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kerja memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi hak Allah Swt, hak hidup, hak keluarga dan hak masyarakat9.

b. Teori Produksi

Berbeda dengan pandangan konvensional tentang produksi, Al-Syaibani mengatakan bahwa tujuan utama dari usaha produktif adalah bukan hanya sekedar mengejar keuntungan semata, tetapi juga untuk membantu orang lain melakukan ketaatan dan ibadah dengan niat menolong diri sendiri dan orang lain dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah. Dengan niat luhur tersebut dalam usaha produktif, produsen tidak hanya mendapatkan keuntungan yang bersifat duniawi, tetapi juga mendapatkan balasan kebaikan dari Allah. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan dalam memperoleh harta adalah pendekatan Islamic

man. Pada saat yang sama orintasi yang dibangun dalam kegiatan

ekonomi adalah keseimbangan antara self interest dengan public

interest atau altruistic.10

c. Teori Konsumsi

As-Syaibani memulai membagi kebutuhan pokok manusia menjadi empat yaitu makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal, yang merupakan kebutuhan dasar manusia. Kemudian merumuskan tingkatan konsumsi yang berbeda dengan rumusan ulama sebelumnya yang mengacu pada dharuriyah, hajjah, dan

tahsiniyah. Terbagi menjadi tiga yaitu konsumsi dilakukan dengan

kadar yang memungkinkan dapat melangsungkan ibadah dan ketaatan. Artinya bila tidak melakukan konsumsi seseorang tidak dapat melakukan ibadah. Kedua tingkatan kecukupan (kifayah) yang dimulai dari batasatas tingkatan pertama taqtir (kikir) dan berakhir pada tingkatan israf (berlebih-lebihan) batas atas. Hukumnya adalah mubah (boleh), al Syaibani cenderung mengutamakan pemenuhan tuntutan konsumsi yang lebih dekat kepada batas bawah dari tingkatan kifayah. Ketiga israf (berlebih-lebihan) yang dimulai dari ujung atas dari tingkatan kedua. Keseluruhan wilayah ini tidak diperbolehkan bagi hamba yang beriman dan menyerahkan dirinya kepada Allah SWT.11

d. Kekayaan dan Kefakiran12

Menurut Asy-Syaibani walaupun telah banyak dalil yang menunjukkan keutamaan sifat-sifat kaya, sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia menyatakan apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian bergegas pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka. Dalam konteks

10

Yadi Janwari, Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2016, h. 137.

11

Ibid, h. 139

12

Adimarwan Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi, Raya Grafindo Persada, Jakarta, 2006, h. 237-238

ini, sifat-sifat fakir diartikan sebagai kondisi yang cukup (kifayah) bukan kondisi meminta-minta (kafafah). Dengan demikian Asy-Syaibani menyerukan agar manusia hidup dalam kecukupan baik untuk diri sendiri bukan keluarganya.

e. Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian13

Asy-Syaibani membagi usaha perekonomian menjadi empat macam, yaitu sewa-menyewa, perdagangan, pertanian dan perindustrian. Dari keempat usaha perekonomian tersebut, Asy-Syabani lebih mengutamakan usaha pertanian. Menurutnya pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksanakan berbagai kewajibannya.

Dari segi hukum Asy-Syaibani membagi usaha-usaha perekonomian menjadi dua, yaitu fardu kifayah dan fardu „ain. f. Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi14

Al-Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara, yaitu makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Para ekonom lain mengatakan bahwa keempat hal ini adalah tema ilmu ekonomi. Jika keempat hal tersebut tidak pernah diusahakan untuk dipenuhi, ia akan masuk neraka karena manusia tidak akan dapat hidup tanpa keempat hal tersebut.

Menurut Al Syaibani kebutuhan tersebut adalah kebutuhan mendasar manusia yang tidak bisa di pisahkan karena tanpa itu manusia tidak bisa bekerja atau beribadah dengan baik.

Dibandingkan dengan teoi Abraham Maslow yaitu teori kebutuhan Maslow adalah pengembangan dari teori sebelumnya, dan dia membagi kebutuhan lebih spesifik. Abraham Maslow beranggapan bahwa semua motivasi terjadi sebagai reaksi atas persepsi seseorang individu atas lima macam tipe dasar kebutuhan. Menurut Maslow terdapat 5 macam kebutuhan dasar yang sintesis

13

Ibid, h. 238

atau perpaduan teori yang holistik dinamis, yaitu kebutuhan fisiologi, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk di terima, kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan aktualisasi-diri. 15

g. Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan

Al Syaibani menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan yang lain. Lebih lanjut, Al Syaibani menandaskan bahwa seseorang yang fakir membutuhkan orang kaya sedangkan yang kaya membutuhkan tenaga orang miskin.

Lebih lanjut Al Syaibani menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan niat melaksanakan ketaatan kepada-Nya atau membantu saudaranya untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya. Pekerjaannya tersebut niscaya akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya. Dengan demikian, distribusi pekerjaan separti diatas merupakan obyek ekonomi yang mempunyai dua aspek secara bersamaan, yaitu aspek religius dan aspek ekonomis.16

4. Relefansi Antara Teori yang Dikemukakan dengan Realita Saat