• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentukpribadi yang pertama dalam kehidupan anak harus menjadi teladan yang baik begi anak-anaknya. Sebagai mana dikatakan Zakiah Darajat,

bahwa: “ kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh’.27

Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa, keluarga merupakan: “ pusat pendidikan” yang pertama yang terpenting karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai kini, keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Disamping itu, orang tua dapat menanamkan benih kebatinan yang sesuai dengan kebatinannya sendiri kedalam jiwa anak-anaknya. Inilah hak orang tua yang utama dan tidak bisa dibatalkan oleh orang lain.28

Dalam mendidik anak, terdapat bermacam bentuk pola asuh yang bisa dipilih dan digunakan orang tua. Sebelum berlanjut kepembahasan berikutnya, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian pola asuh itu sendiri.

“Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola asuh berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk struktur yang tetap”.29 “Sedangkan kata asuh dapat berarti menjaga atau merawat dan mendidik, memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan suatu lembaga).”30 Lebih jelasnya kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, bantuan, sehingga orang tetap berdiri menjalani hidupnya secara sehat.

Menurut Yaumil Agoes Achir “Pola asuh adalah tata sikap dan prilaku orang tua dalam membina kelangsungan hidup anak, perlindungan anak secara menyeluruh baik fisik, sosial maupun rohani”.31

“Pola asuh di dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai perilaku dan sikap orang tua ketika bergaul dan berkomunikasi dengan anaknya, karena secara

27

Zakiah Darajat,Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 56

28

Moh. Shochib,Pola Asuh Orang Tua,(Jakarta: PT, Rineka Cipta, 2000) h. 10

29

Depdikbud,Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 54

30

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke.I, h 692

31

Soegeng Santoso,Problematika Pendidikan dan Cara Pemecahannya ,(Jakarta: Kreasi Pena Gading, 2001) h. 148

sadar atau tidak ketika orang tua berkomunikasi dengan anaknya dalam kehidupan sehari-hari mereka berbuat sesuai sikap atau prilakunya sendiri, keras lembut atau bijaksana”.32

Pola asuh pada hakikatnya adalah cara orang tua dalam mendidik anak untuk bertindak sesuai dengan apa yang telah ditentukan dengan menggunakan kekuasaan tanpa memaksakan dalam melakukan suatu tindakan yang diinginkan.

Dari uraian diatas mengenai pola asuh maka penulis mendefinisikan pola asuh adalah interakasi yang terjadi antara orang tua dan anak dimana orang tua bermaksud menstimulasi anak nya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan, serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak mampunyai pribadi yang utama. Dalam kaitan dengan pendidikan agama orang tua dapat menstimulasi anaknya dengan memasukan unsur-unsur nilai relegius pada diri anaknya.

2. Bentuk-bentuk Pola Asuh

Menurut Baumrind yang dikutip dari buku Agoes Dariyo, “ Psikologi Perkembangan”, Beliau mengatakan bahwa terdapat 4 macam pola asuh orang tua, diantaranya:

1. Pola Asuh Demokratis.

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio dan pemikiran-pemikiran.

2. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum.

3. Pola Asuh Permisif

Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pemaksaan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dakam bahaya.

32

Muhammad Nur Abdul Hafizh,mendidik anak bersama Rasulullah SAW,(Bandung: Albayan, Kelompok Penerbit Mizan, 1983), h. 35

4. Pola Asuh Penelantar

Orang tua tipe ini pada umunya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkal biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah prilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi.33

E. Keluarga

“Dalam kamus besar Bahasa Indonesia keluarga adalah suatu kerabat yang mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak dengan anak-anaknya”.34

Menurut psikologi, keluarga bisa diartikan sebagai dua orang yang berjanji hidup bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta, menjalankan tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan batin, atau hubungan perkawinan yang kemudian melahirkan ikatan sedarah, terdapat pula nilai kesepahaman, watak, kepribadian yang satu sama lain saling mempengaruhi walaupun terdapat keragaman, menurut ketentuan norma, adat, nilai yang diyakini dalam membatasi keluarga dan yang bukan keluarga.35

Prof. Quraish Shihab mengatakan: “Keluarga adalah jiwa masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahtraan lahir dan batin yang dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan, dan keterbelakangannya, adalah cerminan dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada masyarakat itu.

Lebih jelas lagi beliau mengatakan bahwasanya hakikat diatas adalah kesimpulan pandangan dari berbagai disiplin ilmu, termasuk pakar-pakar agama Islam. Itulah antara lain yang menjadi sebab sehingga agama Islam memberikan perhatian yang sanagt besar terhadap pembinaan keluarga, perhatian yang sepadan dengan perhatiannya terhadap kehidupan individu serta kehidupan manusia secara keseluruhan.”36

33

Agoes Dariyo,Psikologi Perkembangan / Atitama,( Bandung: PT, Refika Aditama, 2007), hlm. 206-208

34

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua,(Jakarta: Balai Pustaka, 1996) hal. 471

35

Mufidah Ch, Psikologi Keluarga dalam Berwawasan Gender,(Malang: UIN Malang Press, 2008 ) cet. I, hal. 38

36

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qu’an Peran dan Fungsinya Wahyu dalam

Pada intinya lembaga keluarga terbentuk melalui temuan suami dan istri yang permanen dalam masa yang cukup lama sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam bentuknya yang paling umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak (keluarga batih). Dua komponen yang pertama, ibu dan ayah dapat dikatakan sebagai komponen yang sangat menentukan kehidupan anak, khususnya pada usia dini. “Baik ayah maupun ibu, keduanyan adalah pengasuh utama dan pertama bagi sang anak dalam lingkungan keluarga, baik karena alasan biologis maupun psikologis”.37

“Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu keturunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya”.38

Dari beberapa pengertian keluarga diatas maka penulis dapat mangambil kseimpulan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang terikat oleh satu keturunan yang masing-masing anggotanya mempunyai peran dan tanggung jawab.

Dokumen terkait