• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Agama Dalam Keluarga Menurut Nurcholish Madjid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendidikan Agama Dalam Keluarga Menurut Nurcholish Madjid"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi

Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Devi Febrina

108011000108

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ii Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Devi Febrina

NIM: 108011000108

Di bawah Bimbingan

Dosen Pembimbing Skripsi

Drs. Ahmad Basuni, M.Ag

NIP: 19491126 197901 1 001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

iv Kata Kunci : Pendidikan Agama, Keluarga

Masalah dalam penelitian ini ialah pendidikan agama tidak benar jika dibatasi hanya pengertian-pengertian yang kovensional di masyarakat dan tidak dapat dipahami secara terbatas hanya kepada pengajaran agama saja. Agama tidak terbatas pada pengajaran tentang seberapa jauh anak itu menguasai hal-hal yang bersifat kognitif atau ritual-ritual dan segi-segi formalistik agama saja, tidak pula pengingkaran terhadap perlunya ritu-ritus dan segi- segi formal itu diajarkan kepada anak namun pengertian itu perlu disempurnakan. Karena ritual-ritual dan formalitas itu di ibaratkan “bingkai” atau “kerangka” bagi bangunan agama. Karena itu setiap anak harus diajarkan bagaimana melaksanakan ritus-ritus itu dengan baik dengan memenuhi segala “syarat dan ruku” keabsahanya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan pendidikan agama dalam keluarga menurut Nurcholish Madjid. Adapun metode penelitian penyusunan skripsi ini penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Yaitu pemecahan masalah- masalah yang ada dengan usaha menganalisis dan menjelaskan dengan teliti kenyataan-kenyatan faktual dari subjek yang diteliti sehingga diperoleh gambaran yang utuh berdasarkan fakta. Pendekatan yang penulis gunakan yaitu pendekatan content analisis, yaitu metode analisis yang menitikberatkan pada pemahaman isi dan maksud yang sebenrnya dari sebuah data

(7)

v

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sang penentu segala urusan atas berkat, rahmat, taufik, hidayah, dan limpahan petunjuk-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Pendidikan

Agama Dalam Keluarga Menurut Nurcholish Madjid”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia.

Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa terimakasih kepada orang-orang yang tidak penulis sebutkan namanya, penulis perlu menyampaikan terimakasih khususnya kepada:

1. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang selalu memberikan kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau berikan selama penulis menjadi mahasiswa di jurusan PAI.

3. Marhamah Shaleh Lc, M.A. Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Siti Khodijah M.A. Dosen Penasehat Akademik Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.

5. Bapak Drs. Ahmad Basuni, M.Ag. Dosen Pembimbing skripsi, yang selalu menyempatkan waktu ditengah kesibukan beliau untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan semangat selama proses penulisan skripsi ini. 6. Yang paling utama untuk orang tuaku tercinta, Ayahanda dan Ibunda, Misin

Bulut dan Ihat Solihat. Yang selalu dengan tulus memberikan do’a dan

(8)

vi

Humaira, Mudzakir Fauzi, Umi Hany, Cindy Pratiwi, Ana Mutiara dan Maryati, yang menjadi tempat berdiskusi, bertukar pikiran dengan semangat perjuangan kita bersama-sama menuju kesuksesan.

9. Teman- temanku di rumah Siti Kamilah, Lu’lu Al-Maknun Salim, dan Upi Siti Mariyam yang selalu mendukung, menghibur, dan memberikan semangat kepada penulis.

10. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan kepada penulis baik secara moral dan material.

Tidak ada yang dapat penulis berikan sebagai balas jasa kepada mereka yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan kepada penulis, kecuali dengan

do’a semoga Allah SWT, membalas-Nya. Amiiin

Ciputat, 04 April 2014

Penulis

(9)

iv 

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 8

B. Dasar Pendidikan Islam... 16

C. Tujuan Pendidikan Islam... 19

D. Pola Asuh……… 19

1. Pengertian Pola Asuh……….. 19

2. Bentuk-bentuk Pola Asuh……… 20

E. Keluarga... ... 21

F. Fungsi Keluarga………... 23

G. Peranan Pendidikan Agama Dalam Keluarga... 24

H. Hasil Penelitian Relevan... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Penelitian danTempat Penelitian ... 30

B. Metodologi Penelitian ... 30

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 31

(10)

v 

A. Deskripsi Data ... 33

1. Biografi dan Riwayat Pendidikan Nurcholish Madjid ... 33

2. Karya-karya Tulis Nurcholish Madjid ... 37

B. Pembahasan... 41

1. Hak dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Menurut Nurcholish Madjid... 41

2. Orang Tua Sebagai Pendidik Bukan Pengajar………... 46

3. Peranan Pendidikan Agama dalam Keluarga Menurut Nurcholish Madjid... 48

4. Nilai-nilai Keagamaan yang Ditanamkan pada Diri Anak Menurut Nurcholish Madjid... 53

5. Pola Asuh Anak Menurut Nurcholish Madjid... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 71

B. Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA... 73

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanggung jawab pendidikan dalam Islam adalah dengan dilaksanakannya kewajiban mendidik. Pengertian mendidik atau pendidikan dalam pengertian yang umum adalah untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi jasmaniah dan rohaniah anak didik atau seorang untuk mendapatkan nilai-nilai dan norma-norma tertentu. Kegiatan pendidikan tersebut dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyararakat. “Lembaga-lembaga tersebut yang ikut bertanggung jawab memberi pertolongan kepada anak didik atau seorang dalam perkembangan rohani dan jasmaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan dan mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai mahluk Allah, mahluk sosial dan sebagai individu’’.1

Ketiga lingkaran lingkungan tersebut yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat adalah lingkungan yang dapat membentuk karakter manusia. Meski ketiganya saling mempengaruhi, tetapi pendidikan keluargalah yang paling dominan pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Jika suatu rumah tangga berhasil membangun keluarga sakinah, maka peran sekolah dan masyarakat menjadi pelengkap.2

1

Djumransjah, Abdul Malik Karim Amrullah,Pendidikan Islam Menggali Tradisi Mengukuhkan Eksisntensi,( Malang : UIN Malang Press, 2007), cet. I, h. 83

2

Ahmad Mubarok,Psikologi Keluarga dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa,

(Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2005) cet. I, h. 152

(12)

Seperti kita ketahui seorang bayi yang baru lahir adalah mahluk Allah SWT yang tidak berdaya dan senantiasa memerlukan pertolongan untuk dapat melangsungkan hidupnya didunia. Maha bijaksana Allah SWT telah menganugerahkan rasa kasih sayang kepada semua ibu dan bapak untuk memelihara anaknya dengan baik tanpa mengharapkan imbalan.3

Seorang anak senantiasa selalu membutuhkan pendidikan karena pendidikan berusaha mengubah keadaan seseorang dari tidak tau menjadi tahu, dari tidak dapat berbuat menjadi dapat berbuat, dari bersikap yang tidak diharapkan menjadi bersikap seperti yang diharapkan. Kegiatan pendidikan ialah usaha untuk membentuk manusia secara keseluruhan aspek kemanusiaanya secara utuh, lenkap dan terpadu. Secara umum dan ringkas dapat dikatakan pembentukan kepribadian.4

Oleh karena itu, manusia tidak bisa dipisahkan dari pendidikan. Pendidikan dapat membawa manusia kearah yang lebih baik. Terutama pendidikan pada masa anak-anak, pendidikan bagi anak harus di mulai dalam lingkungan keluarga, sejak anak masih dalam kandungan (periode pra-natal) hingga dilahirkan sampai mereka dewasa (periode post-natal) sampai memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spritual yang matang.

Lingkungan keluarga sering pula disebut sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan yang dikenal anak. Kedua orang tuanyalah orang yang pertama dikenal dan diterimanya pendidikan. Bimbingan dan perhatian dan kasih sayang yang terjalin antara kedua orang tua dan anak-anaknya, merupakan basis yang ampuh bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis serta nilai-nilai sosial dan religius pada diri anak didik.5

3

Abdul Majid, dkk. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. ( Bandung : PT. Remaja Rosdakaya, ) 2004, h . 11

4

Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: IAIN Jakarta,1983) , h. 60

5

(13)

Munculnya gejala pendidikan dalam suatu keluarga disebabkan karena adanya pergaulan antara orang tua sebagai manusia dewasa dan anak yang belum dewasa. Dari situlah lahirlah peristiwa pendidikan dalam sebuah wadah yakni keluarga. “Kehadiran anak dalam keluarga merupakan tanggung jawab dan pengabdian orang tua terhadapnya, yang bersifat kodrati dan berdasarkan cinta kasih”.6

Pendidikan dalam lingkungan keluarga bersifat pertama dan utama atau tertua, artinya pembiasaan atau tradisi untuk mengembangkan kepribadian anak adalah pertama kali terjadi dalam lingkungan keluarga. Alam keluarga adalah alam pendidikan yang pertama dan yang terpenting, karena sejak timbulnya adat kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti manusia.7

Oleh karena itu, keluarga merupakan lembaga sosial yang paling dasar untuk mencetak kualitas manusia. Sampai saat ini masih menjadi keyakinan dan harapan bersama bahwa keluarga senantiasa dapat diandalkan sebagai lembaga ketahanan moral, akhlaq al-karimah dalam konteks bermasyarakat, bahkan baik buruknya generasi suatu bangsa, ditentukan pula oleh pembentukan pribadi dalam keluarga. Disinilah keluarga memiliki peranan strategis untuk memenuhi harapan tersebut.8

Kehidupan keluarga diibaratkan sebagai satu bangunan, demi terpeliharanya bangunan itu dari hantaman badai dan goncangan gempa, maka ia harus didirikan diatas fondasi yang kuat dengan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket. “Fondasi kehidupan kekeluargaan adalah ajaran agama, disertai dengan kesiapan fisik dan mental calon-calon ibu dan ayah”.9

Pembinaan moral atau mental agama harus dimulai sejak anak lahir, oleh ibu bapaknya. Karena setiap pengalaman yang dilalui oleh si anak, baik melalui pendengaran, penglihatan, perlakuan, pembinaan dan sebagainya, akan menjadi bagian pribadinya yang akan bertumbuh nanti. “Apabila orang tuanya mengerti

6

Fatah Yasin,Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,(Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 207

7

Ibid,208 8

Mufidah, Psikologi Keluarga Dalam Berwawasan Gender, (Malang : UIN Malang Press, 2008), cet. I, h. 39

9

Quraish Shihab,Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan

(14)

dan menjalankan agama dalam hidup mereka, yang berarti bermoral agama, maka pengalaman anak yang akan menjadi bagian dari pribadinya itu mempunyai unsur-unsur keagamaan pula”.10

“Seperti kita ketahui pendidikan agama dalam keluarga, sebelum si anak

masuk sekolah terjadi secara tidak formil, yaitu melalui semua pengalaman si anak, baik melalui ucapan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya, maupun perlakuan yang dirasakannya. Oleh karena itu keadaan orang tua dalam kehidupan mereka sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembinaan kepribadian anak.”11 “Untuk itu, semakin banyak pengalaman yang bernilai agamis mampu ditranfer dan diterimanya, maka akan banyak pula unsure agama dan pengalaman keagamaan yang mampu mewarnai proses pembentukan kepribadianya.”12

Sedemikian sangat berpengaruhnya pendidikan agama dalam keluarga bagi anak, tidak salah bila Rasulullah mengibaratkan seorang anak yang baru dilahirkan itu fitrah atau suci orang tualah yang menjadikan anak itu Yahudi, Majusi atau Nasrani. Sebagai mana sabda Rasulullah SAW :

Semua anak dilahirkan fithrah atau suci, orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”(H.R Bukhori dan Muslim)

“Hadis di atas pada intinya menyatakan bahwa setiap anak itu lahir dalam

keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Kalau sampai menjadi Yahudi, Majusi atau Nasrani orang tua mempertanggungjawabkannya”.13 Dari kedua orang tua terutama ibu, dan untuk pertama kali pengaruh dari sesuatu yang dilakukan ibu itu secara tidak

10

Zakiah Drajat,Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental,( Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1970), cet. 15, h. 61

11

Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama,( Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1975), h. 109 12

Samsul Nizar,Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam,( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), cet. I, h. 126

13

(15)

langsung akan membentuk watak atau ciri khas kepada anaknya. Ibu merupakan orang tua yang pertama kali sebagai tempat pendidikan anak. Karena ibu ibarat sekolah, jika ibu mempersiapkan anak berarti ibu telah mempersiapkan generasi yang kokoh dan kuat. Dengan generasi yang kuat berarti telah menginvestasikan sesuatu pada diri anak agar bermanfaat kelak mengarungi kehidupan yang lebih global. Itulah sebabnya pendidikan dalam keluarga disebut pendidikan yang pertama dan utama, serta merupakan peletak fondasi dari watak dan pendidikan anak.

Begitu besarnya tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak. Maka, Jalaludin dan Usman Said menyebut tanggung jawab orang tua adalah Pertama, mencegah anak dari kemungkaran dan selalu mengajak kepada kebaikan. Kedua, memberikan arahan dan binaan untuk selalu berbuat baik. Ketiga, beriman dan bertaqwa kepada Allah. Oleh karena itu tugas dan tanggung jawab orang tua adalah membimbing anak agar menjadi hamba yang taat menjalan ajaran agama.14

Makna pendidikan tidaklah semata-mata menyekolahkan anak ke sekolah untuk menimba ilmu pengetahuan, namun lebih luas daripada itu. Seorang anak akan tumbuh berkembang dengan baik manakala ia memperoleh pendidikan yang paripurna (komprehensif), agar ia kelak menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara, dan agama. Anak yang demikian ini adalah anak yang sehat dalam arti luas, yaitu sehat fisik, mental, emosional, mental-intelektual, mental-sosial dan mental-spiritual. Pendidikan itu sendiri sudah harus dilakukan sedini mungkin terutama dalam lingkungan keluarga sebagai pencetak pertama generasi bangsa”.15

Nurcholis Madjid salah satu tokoh cendikiawan muslim Indonesia yang cukup concern menyumbangkan pemikirannya tentang pendidikan Islam dan salah satunya yang tak luput dari perhatiannya adalah masalah pendidikan agama dalam keluarga. Mengingat ajaran agama adalah sebagai fondasi bagi kehidupan keluarga, maka pendidikan agama seharusnya dapat mewarnai kepribadian anak, sehingga agama itu benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan menjadi pengendali dalam kehidupanya dikemudian hari. Sehubungan dengan itu peran orang tua mendidik anak melalui pendidikan agama yang benar amat

 14

Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,(Malang: UIN Malang Perss, 2008), h .206

15

(16)

penting. Namun, perlu direnungkan kembali apa sebenarnya arti pendidikan agama, Bagaimana pendidikan agama dalam keluarga, Dan nilai- nilai keagamaan apa saja yang harus ditanamkan kepada anak dalam keluarga.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik mengangkat tema ini dengan judul Peranan Pendidikan Agama Dalam Keluarga

Menurut Nurcholish Majdid”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak

2. Pendidikan agama dalam keluarga merupakan fondasi bagi kehidupan anak kelak

3. Pendidikan bagi anak tidak hanya menyekolahkan anak semata-mata namun anak harus mendapatkan pendidikan yang komprehensif yaitu dari sekolah, lingkungan dan terutama keluarga.

4. Bagaimana peranan pendidikan agama dalam keluarga menurut Nurcholish Madjid

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

(17)

Demikianlah batasan dan rumusan masalah yang penulis ajukan dalam penelitian ini. Adapun judul yang penulis ajukan dalam skripsi ini, berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Peneliti

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan Nurcholish Madjid tentang pendidikan agama dalam keluarga.

2. Manfaat Penelitian

Nilai guna yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

a) Secara Teoritis, penulisan ini sebagai bagian dari usaha untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan pada umumnya dan jurusan pendidikan agama Islam khususnya.

(18)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Agar pembahasan mengenai pendidikan lebih terarah, sebelum mengemukakan lebih jelas mengenai arti pendidikan agama Islam, alangkah baiknya penulis mendefinisikan pendidikan secara etimologi terlebih dahulu, berikut adalah beberapa definisi pendidikan secara etimologi.

Istilah pendidikan adalah terjemah dari bahasa Yunani paedagogie

yang berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak.” Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin). Jadi, dari istilah teresebut pendidikan bisa diartikan sebagai usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing dan memimpin. perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.1

“Dalam Kamus Besar Bahasa indonesia, pendidikan berasal dari kata

“didik”, mendapat awalan “pen” dan akhiran “an”, yang berarti proses

pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.2

1

Armai Arif,Reformulasi Pendidikan Islam. (Jakarta: CRSD Press, 2005), cet-1, h.17 2

Abdullah Syukri Zarkasi,Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren,(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005), ed-1 h.19

(19)

Dalam literatur arab pengertian pendidikan sering digunakan pada beberapa istilah, antara lain, at-talim ( ), al- tarbiyah ( ) , dan al-ta’dib

( ). “Namun demikian ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri dalam menunjuk pada pengertian pendidikan”.3

“Pertama, kata ta’lim ( ) merupakan masdar dari kata ‘allama ( )

yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan masdar dari kata ‘allama ( ) yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan.”4

Penunjukan kata al-ta’lim pada pengertian pendidikan, sesuai dengan firman Allah SWT.









) : ۳ ۱ (

Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman; Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.(QS al Baqarah: 31).

Bila batasan pengertian yang ditawarkan dari kata al-ta’lim dan ayat diatas, terlihat pengertian pendidikan mengandung makna yang sempit. Pengertian al-ta’lim hanya sebatas proses pentranferan seperangkat nilai antar manusia. Ia hanya dituntut untuk menguasai nilai yang di transfer secara kognitif dan psikomotorik, akan tetapi tidak dituntut pada domain afektif.5

Kedua, kata al-tarbiyah (ﺔﯿﺑﺮﺘ ﻟ ا), merupakan masdar dari kata (ّب ر ) yang berarti mengasuh, mendidik, dan memelihara.

3

Mahmud Yunus,Kamus Arab-Indonesia,(Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), h.37-136-277

4

Samsul Nizar,Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 001), cet. 1, h. 86

5

(20)

Sedangkan kata al-tarbiyah, ditinjau dari akar katanya dapat dilihat pada tiga bentuk, yaitu:

a.

ﺔ ﻴ ﺑ ﺮ ﺗ

,

ﻮ ﺑ ﺮ ﻳ

,

; yang berarti bertambah dan berkembang

b.

,

ﺔ ﻴ ﺑ ﺮ ﺗ

,

; yang berarti tumbuh dan menjadi besar

c.

ﺔ ﻴ ﺑ ﺮ ﺗ

,

,

; yang berarti memperbaiki (ashlaha), mengurusi

urusannya, memelihara dan merawat, menunaikan, memperindah, memberi makan, tuan, memiliki, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.6

Bila ditarik pada pengertian interaksi edukatif antara manusia dalam pendidikan, maka menurut An- Nahlawi yang dikutip oleh Syamsul Nizar istilahal-tarbiyahmengandung makna :

a. Menjaga dan memelihara pertumbuhan fitrah (potensi) anak didik untuk mencapai kedewasaan

a. Mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, dengan berbagai sarana pendukung (terutama bagi akal budinya).

b. Mengarahkan seluruh potensi yang dimiliki anak didik menuju kebaikan dan kesempurnaan, seoptimal munkin.

c. Kesemua proses tersebut kemudian dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan diri anak.7

Ketiga , istilah untuk pendidikan adalah al-ta’dib , merupakan masdar dari kata adabba, yang dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik. Orientasi kataal-ta’diblebih terfokus pada upaya pembentukan pribadi muslim yang akhlak mulia”.8

Menurut Muhammad Al-Naquib al-Attas sebagaimana dikutip oleh Syamsul Nizar, penggunaan terma al-ta’dib lebih cocok digunakan dalam

6

Samsul Nizar,Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam,(Jakarta: Gaya Media Pratama,2 001), h. 87

7

Ibid,h. 90 8

(21)

dikursus pendidikan Islam, disbanding menggunakan terma at-ta’lim atau al-tarbiyah.9

Hal ini disebabkan, karena pengetian at-ta’lim hanya ditunjukan pada proses pentransferan ilmu, tanpa adanya pengenalan lebih mendasar pada perubahan tingkah laku. Sedangan terma al-tarbiyah penunjukan makna pendidikan masih bersipat umum.

Secara terminologi, para ilmuwan mendefinisikan pendidikan dalam arti luas pada beberapa versi, yaitu sebagai berikut:

a. “Hasan langgulung memandang pendidikan bahwa sebagaimana dikutip oleh Syamsul Nizar, pendidikan sebagai upaya merubah dan memindahkan nilai budaya kepada setiap individu dalam masyarakat, yang melalui proses tertentu”.10

b. Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan ialah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuk kepribadian yang utama.

c. Ki Hajar Dewantoro mengemukakan bahwa pendidikan sebagaimana yang dikutip oleh Armai Arif adalah sebagai daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan jasmani anak-anak. “Maksudnya ialah supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya”.11

Dari berbagai definisi pendidikan diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan seorang atau sekelompok orang (masyarakat) dalam memengaruhi orang lain atau peserta didik yang bertujuan untuk mendewasakan manusia seutuhnya, baik lahir maupun batin. Artinya,

9

Ibid,h. 90-91

10

Nizar, op. cit, cet. I, h. 92. 11

(22)

dengan pendidikan, manusia bisa memiliki kesetabilan dalam pandangan hidup dan kesetabilan dalam nilai-nilai kehidupan dengan rasa tanggung jawab.

Terminologi diatas, terkesan belum terlihatnya penekanan pada nilai-nilai religius atau agama sebagai nilai yang tak terlepaskan pada diri manusia, dan sebagai nilai kontrol. Untuk itu, para ilmuan muslim, mencoba untuk mendefinisikan terminologi pendidikan dalam perspektif Islam, yang secara khusus, pada beberapa versi. Namun , sebelum membahas pengertian agama dari segi terminologi terlebih dahulu penulis ingin membahas agama dari segi etimologi.

“Menurut Nurcholish Madjid, Islam atau agama disebut juga sabagaidin. Din adalah sistem ketundukan atau kepatuhan. Sedangkan masyarakat disebut madinah artinya suatu tempat dimana kehidupan itu terarur, karena orang-orangnya tunduk dan patuh terhadap aturan.”12

“Menurut Zakiah Drajat, agama adalah kebutuhan jiwa manusia, yang

mengatur dan mengendalikan sikap, pandangan hidup, kelakuan serta cara menghadapi tiap-tiap masalah.”13

Sedangkan pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa asuhan dan bimbingan terhadap anak didik agar nantinya setalah selesai dari pendidikan ia dapat memaham, mengahayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatandan kesejahteraan hidup di di dunia dan akhirat.14

Menurut Muhaimin, bahwa pendidikan agama Islam merupakan salah satu bagian pendidikan Islam. Istilah “pendidikan Islam” dapat dipahami dalam

beberapa perspektif, yaitu:

1. Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam, dan/atau sistem pendidikan Islami, yakni pendidikan yang difahami dan

12

Nurcholish Madjid,Pesan-pesan Takwa,(Jakarta: Paramadina, 2000), cet. I, h.9 13

Zakiah Drajat,Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental,( Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1975), cet.3, h. 47

14

(23)

dikembangan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-Qur’an dan as

Sunnah/hadist.

2. Pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya mendidik tentang agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadiway of life(pandangan dan sikap hidup) seseorang.

3. Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam. Dalam arti proses bertumbuh kembangnya Islam dan umatnya, baik Islam sebagai agama ajaran maupun sistem budaya dan peradaban, sejak zaman nabi Muhammad Saw. sampai sekarang.15

Ahmad Tafsir membedakan antara pendidikan agama Islam (PAI) dan pendidikan Islam. PAI dilakukan sebagai nama kegiatan mendidikan

agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan “Agama Islam”, karena yang diajarkan agama Islam bukan pendidikan agama Islam. Nama kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikkan agama Islam disebut sebagai pendidikan agama Islam. Kata “pendidikan” ini ada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Dalam hal ini PAI sejajar dengan pendidikan Matematika (nama mata pelajarannya adalah Matemateka) pendidikan Olahraga (nama mata pelajarannya adalah Olahraga) , pendidikan Biologi (nama mata pelajarannya adalah Biologi) dan seterusnya. Sedangkan pendidikan Islam adalah nama sistem, yaitu sistem pendidikan yang Islami, yang memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan. Pendidikan Islam ialah pendidikan yang teorinya-teorinya disusun berdasarkan Al-Quran dan Hadist.16

Jadi dari berbagai uraian diatas, pendidikan agama Islam dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana yang dilakukan pendidik dalam rangka menyiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam, dengan kata lain pendidikan agama Islam adalah pendidikan untuk pertumbuhan total peserta didik, menjadikan ajaran agama Islam sebagai way of live (pandangan hidup) yang bersumber dan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist demi keselamatandan kesejahteraan hidup di di dunia dan akhirat.

Setelah mengartikan pendidikan agama Islam secara panjang lebar melalui beberapa tokoh diatas, maka penulis ingin menambahkan arti pendidikan Islam itu sendiri, karena yang dimaksud pendidikan agama disini menurut Nurcholis Madjid adalah Pendidikan Islam.

15

Muhaimin,Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madarasah dan Perguruan Tinggi,( Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada, 2007), h. 7- 8

16

(24)

“Dalam konteks pendidikan Islam, Hasan Langgulung memaknai

pendidikan Islam sebagai proses untuk menyiapkan generasi muda dalam mengisi perannya, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan akhirat”.17

“Pendidikan islam adalah suatu bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan

hukum-hukum agama Islam, menuju kepada terbentuknya kepribadian yang utama. Kepribadian utama menurut Islam tersebut adalah pribadi yang memiliki nilai-nilai agama Islam, bertanggung jawab dan sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist”.18

Sedangkan hasil rumusan seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan Islam yaitu sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.

“Istilah membimbing, mengarahkan, mengasuh, mengajarkan atau melatih

mengandung pengertian usaha memengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan taqwa akhlak serta menegakan kebenaran sehingga terbentuklah manusia yang berpribadi dan berbudi luhur sesuai ajaran Islam”.19

Pendidikan Islam, menurut Prof. Dr. Omar Muhammad al-Toumy Al-Syaebani, diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan, perubahan itu dilandasi dengan nilai-nilai Islami. Jadi, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan mendasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan dialam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup. Proses tersebut senantiasa berada dalam nilai-nilai islami,

18

Zuhairi,Filsafat Pendidikan islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 290 19

(25)

yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syariah dan akhlak al-karimah.20

H.M Arifin memandang, bahwa : Pendidikan Islam adalah “suatu proses sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah (anak didik) dengan berpedoman pada ajaran Islam”. Lebih lanjut dikemukakan, bahwa pendidikan Islam merupakan usaha dari orang dewasa (muslim) yang bertaqwa, yang secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah ( potendi dasar) anak didik melalui ajaran islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.21

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik suatu pengertian, bahwa yang dimaksud pendidikan Islam adalah suatu proses penanaman nila-nilai Islam, melalui pengajaran, bimbingan dan latihan yang dilakukan dengan sadar dan penuh dengan rasa tanggung jawab agar peserta didik mampu menghayati, memahami serta mengimani ajaran Islam tersebut, dalam rangka pembentukan pembinaan, pendayagunaan dan pengembangan, pikir, dan kreasi manusia, sehingga terbentuk pribadi muslim sejati, yang mampu mengembangkan kehidupannya dengan penuh tanggung jawab dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

B. Dasar Pendidikan Agama Islam

Islam merupakan agama universal yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampikan kepada manusia diseluruh muka bumi ini sebagai jalan keselamatan dunia dan akhirat kelak. Untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan tersebut diperlukan adanya suatu usaha, yang merupakan kewajiban bagi manusia dan sebagai pelaksanaannya manusia harus berpedoman pada tata aturan yang telah ditentukan Allah SWT, karena dalam melakukan suatu perubahan kearah yang lebih baik, manusia sendiri yang melakukannya.

20

Armai Arief,Pembaharuan Pendidikan Islam Di Minangkabau,(Jakarta: Penerbit Suara Adi) cet. Ke-1, 34

21

(26)

Pendidikan merupakan suatu usaha sekaligus proses mencapai perubahan dan perbaikan dalam mencapai kebahagiaan hidup yang dilakukannya secara bertahap dan berkesinambungan dari sejak lahir hingga akhir hayat. Oleh karena tugas yang cukup berat dan mulia itu maka diperlukan suatu landasan, dasar atau fondasi tempat berpijak sehingga apa yang menjadi tujuan dari pendidikan tidak menyimpang dan pindah jalur.

Dasar atau landasan pendidikan Islam itu terdiri dari Al-Qur’an, Sunnah

Nabi Muhammad SAW dan ijthad.

Al-Qur’an ialah firman Allah yang berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang hubungannya dengan masalah keimanan yang disebut Aqidah dan yang

berhubungan dengan amal yang disebut Syari’ah.22

Didalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan tau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah Lukman mengajari anaknya dalam surar Lukman ayat 12- 19. Cerita itu mengariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadat, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tentang tujuan hidup dan tentang nilai sesuatu kegiatan amal shaleh. Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan

berbagai teori tentang tentang pendidikan Islam. 23

Sementara itu selain Al-Qur’an, hadits Nabi pun sebagai landasan dalam pendidikan Islam yang ideal. Hadists Nabi yang dijadikan landasan ialah berupa perkatan, perbuatan atau pengakuan Nabi dalam bentuk isyarat. Yang dimaksud dengan pengakuan isyarat ialah sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh sahabat atau orang lain dan Nabi membiarkan saja dan perbuatan atau kejadian itu terus

22

Zakiah Darajat,Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 1996 ), cet. II, h. 19

23

(27)

berlangsung. Didalam hadist Nabi berisi tentang aqidah, syariah, dan akhlak seperti Al-Qur’an, yang juga berkaitan dengan pendidikan. Yang lebih penting

lagi ialah dalam hadist Nabi tercermin tingkah laku dan suru tauladan Nabi Muhamad yang harus diikutin setiap muslim sebagi satu model kepribadian Islam.24

Selanjutnya, untuk menetapkan atau mentukan suatu hukum syariat Islam dalam hal-hal tertentu yang ternyata belum dijelaskan dalam Al-Qur’an dan al -Sunnah, maka diperlukan ijtihad para fuqaha dengan menggunakan seluruh ilmu yang mereka miliki. Begitu pula dalam masalah pendidikan Islam diperlukan juga ijtihad para fuqaha. Masalah pendidikan Islam terus berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kurun waktu kewaktu.25

Hasil ijtihad para ulama Islam dijadikan sebagai landasan pengembangan pendidikan Islam. Maksudnya, landasan pengembangan pendidikan Islam ialah hasil pemikiran ulama Islam yang berkaitan dengan masalah pendidikan, kemudian dijadikan sebagi rujukan atau dasar untuk melaksanakan kegiatan pendidikan.

Dari uraian diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, sumber nilai yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan pendidikan Islam secara general adalah Al-qur’an, dan sunnah Nabi, serta hasil ijtihad umat Islam. Didalam ketiga sumber tersebut, al-Qur’an dioposisikan sebagai sumber ideal, hadist sebagi sumber

operasional dan ijtihad sebagai sumber dinamika pengembangan pendidikan Islam. Hasil ijtihad dikatakan sebagai dinamika pendidikan Islam, karena pemiran manusi (ulama) dalam kurun waktu tertentu dalam kontekst sosia-historisnya selalu mengalami perubahan. Hal ini menghendaki pemikiran pendidikan Islam juga harus selalu berkembang, agar bisa dijadikan sebagai sumber atau landasan

24

Djumransjah, Abdul Malik Karim Amrullah,Pendidikan Islam Menggali Tradisi Mengukuhkan Eksisntensi,( Malang : UIN Malang Press, 2007), cet. I, h. 53

25

(28)

pelaksanaan pendidikan Islam yang kontekstualnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.26

C. Tujuan Pendidikan Islam

Istilah “tujuan” secara etimologi, mengandung arti arah, maksud, atau haluan. Dalam bahasa Ingris diistilahkan dengan “goal, purpose, objectives atau

am”.secara terminologi berarti sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah

usaha atau kegiatan”.

Selain itu merujuk kepada konsep rububiyah Allah terhadap manusia. Maka pendidikan Islam berfungsi untuk mempersiapkan manusia agar mampu melaksanakan tugas dan fungsi kekholifahan di muka bumi ini.

Dikatakan oleh Dr. Zakiah Daradjat bahwa :

Tujuan pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kerpibadian seorang yang membuatnya menjadi insan kamil dengan pola taqwa, insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan mengahasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya dapat mengambil manfaat yang semakin yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia kini dan diakhirat nanti. Tujuan ini kelihatanya terlalu ideal, sehingga sukar dicapai. Tetapi, dengan kerja keras yang dilakukan secara berencana dengan kerangka-kerangka kerja yang konsepsional mendasar, pencapaian tujuan ini bukanlah suatu yang mustahil.

Imam Al- Ghazali mengatakan bahwa: “ Ada dua tujuan pendidikan yang ingin dicapai, yaitu kesempurnaan manusia yang bertujuan mendekatkan diri dalam arti kualitatif- kepada Allah Swr, serta kesempurnaan manusia yang bertujuan kebahagiaan dunia dan akherat. Walaupun terbentuknya hanya satu tetapi ibarat pisau bermata dua. Untuk menjadikan manusia Insan Kamil tidaklah tercipta hanya sekejap mata tapi melalui proses yang panjang dan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu dengan mempelajari berbagai ilmu, mengamalkannya, dan menghadapi berbagai cobaan yang munkin terjadi dalam proses pendidikan”.

26

(29)

“Secara umum pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan

keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa dan bernegara.”

Sedangkan menurut Ibnu Taymiah bahwa tujuan pendidikan Islam itu adalah:

1. Pembinaan pribadi muslim yang mampu berfikir, merasa dan berbuat sebagai mana yang dieperintahkan oleh ajaran Islam , terutama dalam menanamkan akhlak Islam seperti bersikap benar dalam segala aspek kehidupan.

2. Mewujudkan masyarakat islam yang mampu mengatur hubungan sosial sejalan dengan syariat Islam dalam hal ini mampu menciptakan kultur yang Islami kerena ikatan Aqidah Islam.

3. Mendakwahkan ajaran Islam sebagai tatanan universal dalam pergaulan hidup.

Perumusan tujuan pendidikan ini menjadi penting artinya bagi proses pendidikan, karena dengan adanya tujuan yang jelas dan tepat maka arah proses itu akan jelas dan tepat pula. Tujuan pendidikan Islam dengan jelas mengarah kepada terbentuknya insal kamil yang berkepribadian muslim, merupakan perwujudan manusia seutuhnya, taqwa cerdas, baik budi pekerinya, terampil kuat kepribadiannya, berguna bagi diri sendiri, agama, keluarga, masyarakat dan negara. Ia menjadi “kholifah fil ardl” yang cakap sesuai dengan bidang

masing-masing.

Dari berbagai uraian diatas jelaslah bahwasanya tujuan pendidikan islam itu tidak sempit. Tujuan pendidikan Islam menjangkau seluruh aspek kehidupan manusia yang selalu berorientasi kepada penyerahan diri kepada Allah Swt. Cita-cita dan nilai-nilai yang ingin diwujudkan adalah kebahagian kehidupan dunia dan akhirat.

D. Pola Asuh

(30)

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentukpribadi yang pertama dalam kehidupan anak harus menjadi teladan yang baik begi anak-anaknya. Sebagai mana dikatakan Zakiah Darajat,

bahwa: “ kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsur-unsur

pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh’.27

Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa, keluarga merupakan: “ pusat pendidikan” yang pertama yang terpenting karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai kini, keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Disamping itu, orang tua dapat menanamkan benih kebatinan yang sesuai dengan kebatinannya sendiri kedalam jiwa anak-anaknya. Inilah hak orang tua yang utama dan tidak bisa dibatalkan oleh orang lain.28

Dalam mendidik anak, terdapat bermacam bentuk pola asuh yang bisa dipilih dan digunakan orang tua. Sebelum berlanjut kepembahasan berikutnya, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian pola asuh itu sendiri.

“Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola asuh berarti corak, model,

sistem, cara kerja, bentuk struktur yang tetap”.29 “Sedangkan kata asuh dapat berarti menjaga atau merawat dan mendidik, memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan suatu lembaga).”30 Lebih jelasnya kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, bantuan, sehingga orang tetap berdiri menjalani hidupnya secara sehat.

Menurut Yaumil Agoes Achir “Pola asuh adalah tata sikap dan prilaku

orang tua dalam membina kelangsungan hidup anak, perlindungan anak secara menyeluruh baik fisik, sosial maupun rohani”.31

“Pola asuh di dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai perilaku dan

sikap orang tua ketika bergaul dan berkomunikasi dengan anaknya, karena secara

27

Zakiah Darajat,Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 56

28

Moh. Shochib,Pola Asuh Orang Tua,(Jakarta: PT, Rineka Cipta, 2000) h. 10

29

Depdikbud,Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 54

30

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke.I, h 692

31

(31)

sadar atau tidak ketika orang tua berkomunikasi dengan anaknya dalam kehidupan sehari-hari mereka berbuat sesuai sikap atau prilakunya sendiri, keras lembut atau bijaksana”.32

Pola asuh pada hakikatnya adalah cara orang tua dalam mendidik anak untuk bertindak sesuai dengan apa yang telah ditentukan dengan menggunakan kekuasaan tanpa memaksakan dalam melakukan suatu tindakan yang diinginkan.

Dari uraian diatas mengenai pola asuh maka penulis mendefinisikan pola asuh adalah interakasi yang terjadi antara orang tua dan anak dimana orang tua bermaksud menstimulasi anak nya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan, serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak mampunyai pribadi yang utama. Dalam kaitan dengan pendidikan agama orang tua dapat menstimulasi anaknya dengan memasukan unsur-unsur nilai relegius pada diri anaknya.

2. Bentuk-bentuk Pola Asuh

Menurut Baumrind yang dikutip dari buku Agoes Dariyo, “ Psikologi

Perkembangan”, Beliau mengatakan bahwa terdapat 4 macam pola asuh orang

tua, diantaranya:

1. Pola Asuh Demokratis.

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio dan pemikiran-pemikiran.

2. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum.

3. Pola Asuh Permisif

Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pemaksaan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dakam bahaya.

32

(32)

4. Pola Asuh Penelantar

Orang tua tipe ini pada umunya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkal biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah prilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi.33

E. Keluarga

“Dalam kamus besar Bahasa Indonesia keluarga adalah suatu kerabat yang

mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak dengan anak-anaknya”.34

Menurut psikologi, keluarga bisa diartikan sebagai dua orang yang berjanji hidup bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta, menjalankan tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan batin, atau hubungan perkawinan yang kemudian melahirkan ikatan sedarah, terdapat pula nilai kesepahaman, watak, kepribadian yang satu sama lain saling mempengaruhi walaupun terdapat keragaman, menurut ketentuan norma, adat, nilai yang diyakini dalam membatasi keluarga dan yang bukan keluarga.35

Prof. Quraish Shihab mengatakan: “Keluarga adalah jiwa masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahtraan lahir dan batin yang dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan, dan keterbelakangannya, adalah cerminan dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada masyarakat itu.

Lebih jelas lagi beliau mengatakan bahwasanya hakikat diatas adalah kesimpulan pandangan dari berbagai disiplin ilmu, termasuk pakar-pakar agama Islam. Itulah antara lain yang menjadi sebab sehingga agama Islam memberikan perhatian yang sanagt besar terhadap pembinaan keluarga, perhatian yang sepadan dengan perhatiannya terhadap kehidupan individu serta kehidupan manusia secara keseluruhan.”36

33

Agoes Dariyo,Psikologi Perkembangan / Atitama,( Bandung: PT, Refika Aditama, 2007), hlm. 206-208

34

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua,(Jakarta: Balai Pustaka, 1996) hal. 471

35

Mufidah Ch, Psikologi Keluarga dalam Berwawasan Gender,(Malang: UIN Malang Press, 2008 ) cet. I, hal. 38

36

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qu’an Peran dan Fungsinya Wahyu dalam

(33)

Pada intinya lembaga keluarga terbentuk melalui temuan suami dan istri yang permanen dalam masa yang cukup lama sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam bentuknya yang paling umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak (keluarga batih). Dua komponen yang pertama, ibu dan ayah dapat dikatakan sebagai komponen yang sangat menentukan kehidupan anak, khususnya pada usia dini. “Baik ayah maupun ibu, keduanyan adalah pengasuh utama dan pertama bagi sang anak dalam lingkungan keluarga, baik karena alasan biologis maupun psikologis”.37

“Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa

keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu keturunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya”.38

Dari beberapa pengertian keluarga diatas maka penulis dapat mangambil kseimpulan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang terikat oleh satu keturunan yang masing-masing anggotanya mempunyai peran dan tanggung jawab.

F. Fungsi Keluarga

Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masayarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalan nasyarakat. “Tidaklah dapat dipungkiri,

37

Fuaduddin,Pengasuhan Anak dalam keluarga Islam.(Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender, 1999), h. 5-6

38

(34)

bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja.”39

Secara sosiologis, Djudju Sudjana mengemukakan tujuh macam fungsi keluarga, yaitu:

1. Fungsi biologis, perkawinan dilakukan antara lain bertujuan agar memperoleh keturanan, dapat memelihara kehormatan serta martabat manusia sebagai mahluk berakal dan beradab. Fungsi biologis inilah yang membedakan manusia dengan binatang, sebab fungsi ini di atur dalam suatu norma perkawinan yang diakui masyarakat.

2. Fungsi edukatif, keluarga merupakan tempat pendidikan bagi semua anggotanya dimana orang tua memiliki peran yang cukup penting untuk membawa anak menuju kedewasaan jasmani dan ruhani dalam dimensi kognitif, afektif maupun skill, dengan tujuan untuk mengembangkan aspek spiritual, moral, intelektual, dan profesional.

3. Fungsi religius, keluarga merupakan tempat penanaman nilai moral agama melalui pemahaman, penyadaran praktek dalam kehidupan sehari-sehari sehingga tercipta iklim keagamaan didalamnya.

4. Fungsi protektif, dimana keluarga menjadi tempat yang aman dari gangguan internal maupun eksternal keluarga dan untuk menangkal segala pengaruh negatif yang masuk di dalamnya.

5. Fungsi sosialisasi adalah berkaitan dengan mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik, mampu memegang norma-norma kehidupan secara universal baik inter relasi dalam keluarga itu sendiri maupun dalam menyikapi masyarakat yang pluralistik lintas suku, bangsa, ras, golongan, agama, budaya, bahasa maupun jenis kelaminnya.

6. Fungsi rekreatif, bahwa keluarga merupakan tempat yang dapat memberikan kesejukan dan melepas lelah dari seluruh aktifitas masing-masing anggota keluarga. Fungsi rekreatif ini dapat mewujudkan suasana keluarga yang menyenangkan, saling menghargai, menghormati, dan menghibur masing-masing anggota keluarga sehingga tercipta hubungan harmonis, damai, kasih sayang dan setiap angota keluarga merasa “rumahku adalah syugaku”.

7. Fungsi ekonomis, yaitu keluarga merupakan kesatuan ekonomis dimana keluarga memiliki aktifitas mencari nafkah, pembinaan usaha, perencanaan anggaran, pengelolaan dan bagaimana memanfatkan sumber-sumber penghasilan dengan baik, serta mempertanggung jawabkan kekayaan harta bendanya secara sosial maupun moral.40

Guna merealisasikan fungsi diatas, keluarga dapat menawarkan sekaligus dapat memperkenalkan beberapa kegiatan pendidikan kepada anak, antara lain:

39

Ibid,cet. II, h. 87 40

(35)

a. Pendidikan jasmani yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh dan dalam keluarga terhadap perkembangan fisik anak tidak berarti hanya perkembangan otot dan tenaga saja, melainkan juga menyiapkan kontruksi fisiknya secara sehat dan baik.

b. Pendidikan intelektual yaitu kegiatan orang tua yang dapat merangsang intelektual anak. Sebagai contoh dengan cara menumbuhkan kesadaran untuk membaca buku pada diri anak, yaitu dengan menyediakan perpustakaan kecil dikamar anak.

c. Pendidikan emosional, hal terpenting dalam pengembangan emosi anak adalah menciptakan mengarahkan emosinya. Pencapaian kearah ini, perlu diwujudkan lingkungan dan suasana harmonis antara orang tua dan anaknya. Serta perlu ditumbuh kembangkan jalinan cinta kasih dan sikap positif orang tua terhadap anaknya.

d. Pendidikan sosial, dalam hubungan keluarga akan terjadi interaksi antara orang tua dan anak-anak yang lain. Dengan interaksi tersebut terjadilah sosialisasi antara mereka untuk menentukan norma-norma tertentu, agar anak memahami kewajibannya sebagai anggota keluarga. Untuk mengoptimalkan pendidikan sosial pada anak orang tua dapat memberikan beberapa kegiatan misalnya, anak diberikan kesempatan bergaul secara terbuka dengan masayarakat.

e. Pendidikan moral dan agama, dalam keluarga orang tua sebaiknya menanamkan sejak dini, pendidikan agama, dasar-dasar etika dan moral melalui keteladanan atau uswah hasanah karena dengan contoh yang posisif dari orang tua akan mebentuk kepribadian anak karena pada masa perkembangan seorang anak banyak mengadopsi pola perilaku apa saja yang ditampilkan dalam keluarganya.41

G. Peranan Pendidikan Agama dalam Keluarga

Barangkali sulit untuk mengabaikan peran keluarga dalam pendidikan. Anak-anak sejak masih bayi hingga usia sekolah memiliki lingkungan tunggal, yaitu keluarga. Makanya tak mengherankan bila Gilbet Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. “Sejak dari bangun tidur hingga ke saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga.”42

Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dan pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Peranan ibu dalam keluarga

41

A.Fatah Yasin,Dimensi-dimensi Pendidikan Islam,( Malang :Uin Malang Press,2008), cet. Ke-1, h. 210-213

42

(36)

amat penting. Dialah yang mengatur, membuat rumah tangganya menjadi syurga bagi anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi dengan suaminya.

Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan pendidiknya adalah orang tuanya. Orang tua adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrat ibu dan bapak diberikan anugrah oleh Tuhan pencipta berupa naluri orang tua. “Karena naluri itu timbul rasa kasih sayang para orang tua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, melindungi serta membimbing keturunan mereka.”43

“Menurut Rasulallah Saw, fungsi dan peran orang tua bahkan mampu

untuk membentuk kearah keyakinan anak-anak mereka. Menurut beliau setiap bayi dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan di anut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan, dan pengaruh kedua orang tua mereka”.44

Suasana keluarga yang aman dan bahagia, adalah wadah yang baik dan subur bagi pertumbuhan jiwa anak yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga itu. Semua pengalaman yang dilalui si anak sejak lahirnya itu merupakan pendidikan agama, yang diterimanya secara tidak langsung, baik melalui penglihatan, pendengaran dan perlakuan yang diterimanya. Kalau dia sering menyaksikan kedua orang tuanya sembahyang, berdo’a, berpuasa, dan tekun menjalan kan ibadah, maka apa yang dilihatnya itu, merupakan pengalaman yang akan menjadi bagian dari pribadinya, serta akan masuklah unsur agama dalam pembinaan pribadinya. Demikian pulalah dengan pengalaman melalui pendengaran dan perlakuan orang tua mencerminkan ajaran agama.45

Keluarga adalah basis awal pengembangan pendidikan bagi anak-anak. Keluarga sebagai institusi yang sejak dini dan awal telah menanamkan sendi-sendi kehidupan bagi masa depan manusia terutama bagi anak-anak yang masih sangat membutuhkan arahan, bimbingan dan pedoman hidup kedepan. Namun demikian, orang tua dalam kehidupan keluarga harus memposisikan diri sebagai fasilitator dalam segala kebutuhan anak, baik sebagai tempat mengadu, meminta, dan tempat berkonsultasi bagi

43

Zakiah Drajat,Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah,( Jakarta: CV. Ruhama, 1995), h. 47

44

Jalaludin,Op. Cit. h. 230. 45

(37)

perkembangan pendidikan anak dalam kehidupannya. Islam memandang bahwa orang tua memiliki tanggung jawab penuh dalam mengantarkan anak-anaknya, untuk bekal kehidupan kelak, baik kehidupan dunia maupun ukhrawi.”46

Pendidikan agama di lingkungan keluarga sangat besar peranannya dalam pembentukan kepribadian bagi anak, karena di lingkungan keluargalah anak-anak pertama kali menerima pendidikan yang dapat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Agar anak-anak memiliki kepribadian yang baik dan terhindar dari pelanggaran-pelanggaran moral, maka perlu adanya pembinaan agama sejak dini kepada anak-anak dalam keluarga.

Proses pembinaan nilai-nilai agama dalam membentuk kepribadian aak-anak dapat dimulai sejak aak-anak lahir sampai ia dewasa. Ketika lahir diperkenalkan dengan kalimah thoyyibah, kemudian setelah mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak, maka yang pertama harus ditanamkan ialah nilai-nilai agama yang berkaitan dengan keimanan, sehingga anak meyakini adanya Allah dan dapat mengenal Allah dengan seyakin-yakinnya . Bersamaan dengan itu, anak-anak juga dibimbing mengenai nilai-nilai moral, seperti cara bertutur kata yang baik, berpakaian yang baik, bergaul dengan baik, dan lain-lainnya. Kepada anak-anak juga ditanamkan sifat-sifat yang baik, seperti nilai-nilai kejujuran, keadilan, hidup serderhana, sabar dan lain-lainnya. Selain itu, agar anak-anak memiliki nilai-nilai moral yang baik, juga di dalam keluarga, khususnya antara ibu dan bapak harus menjaga harmonisasi hubungan antara keduanya dan harus menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya

H. Hasil Penelitian yang Relevan

Sepanjang pengetahuan dan kajian pustaka yang penulis lakukan, terdapat beberapa karya tulis, baik berbentuk skripsi, tesis maupun karya buku utuh yang telah mengkaji lebih dahulu terkait dengan pemikiran Nurcholish Madjid. Namun demikian berdasarkan analisis penulis, dari seluruh kajian ilmiah tersebut, belum ada satupun penelitian yang mengangkat tentang pendidikan agama dalam keluarga menurut Nurcholish Madjid. Untuk menunjukan asumsi tersebut, maka

46

(38)

disini penulis akan menguraikan satu persatu, namun hanya sebagian saja yang penulis anggap sudah mewakili beberapa karya lainnya.

Pertama, adalah karya tulis Drs. Yasmadi, MA. Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, dalam bukunya beliau membahas tentang kekecewaan Nurcholish Madjid terhadap lembaga pendidikan Islam Tradisional (pesantren), menurutnya pendidikan Islam tradisional sudah mulai meninggalkan akar sejarahnya. Buku ini berupaya membedah secara tuntas akar kekecewaan dan kelemahan pesantren di Indonesia. Kritikan Cak Nur sebenarnya dalam rangka menemukan landasan filosofis yang lebih mendasar dan konstruktif guna menata kembali dunia pendidikan Tradisional Islam Indonesia. Bagi Cak Nur, perwujudan masyarakat madani merupakan tanggung jawab institusi pesantren. Karena itu pesantren seyogianya respon dengan perkembangan dunia modern dan modernisasi pendidikan pesantren.

(39)

Ketiga, adalah sebuah tesis yang berjudul Konsep Pembaharuan Pendidikan Islam Menurut Nurcholish Madjid karya Abdul Rahman, konsep pembaharuan pendidikan menurut Nurcholish Madjid sangat dipengaruhi oleh faham pembaharuannya dalam ajaran Islam, yaitu rasionalis, kristis, inklusif, pluralis dan liberal. Visi dan misi pendidikan menurut Nurcholish Madjid adalah mewujudkan suatu sistem pendidikan yang memiliki keterpaduan antara unsur keislaman, keindonesian dan keilmuan. Sedangkan tujuan pendidikan menurutnya ialah selain menumbuhkan nilai-nilai yang universal seperti masyarakat madani tujuan pendidikan menurut Nurcholish Madjid juga untuk mengembangkan SDM yang unggul. Selain itu, menurut Nurcholish Madjid lembaga pendidikan sebaiknya dengan sungguh-sungguh memikirkan pengadaan gedung atau ruang perpustakaan yang memadai. Lembaga- lembaga pendidikan dan keilmuan yang tinggi yang bermutu biasanya menempatkan gedung perpustakaan sebagai bangunan sentral kompleks atau kampusnya. Sementara itu, isi perpustakaan adalah faktor yang lebih-lebih lagi amat menentukan tinggi rendahnya mutu pendidikan, penelitian dan keilmuan lembaga ilmiah itu.

(40)
(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian yang berjudul Peranan Pendidikan Agama Dalam Keluarga

Menurut Nurcholish Madjid. Ini dilaksanakan dari bulan Juni 2013 sampai bulan April 2014 digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari teks book yang ada di perpustakaan, serta sumber lain yang mendukung penelitian, terutama yang berkaitan dengan pendidikan agama dalam keluarga menurut Nurcholish Madjid.

B. Metodologi Penelitian

Sebagai suatu kajian terhadap gagasan dari seorang tokoh, dalam hal ini metode penelitian penyusunan skripsi ini penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptip analisis. Yaitu pemecahan masalah- masalah yang ada dengan usaha menganalisis dan menjelaskan dengan teliti kenyataan-kenyatan faktual dari subjek yang diteliti sehingga diperoleh gambaran yang utuh berdasarkan fakta.1 Ditunjang oleh data-data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) yakni dengan membaca , menelaah, dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas.

Pendekatan yang penulis gunakan yaitu pendekatan content analisis, yaitu metode analisis yang menitikberatkan pada pemahaman isi dan maksud yang sebenrnya dari sebuah data.

1

Wiranto Surahkmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan tehnik, (Bandung: Tarsito: 1998), h.139

(42)

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Teknik pengumpulan data

Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan metode penelitian studi dokumentasi, yaitu mengumpulkan data, fakta dan informasi berupa tulisan-tulisan dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan,2 misalnya berupa buku-buku, naskah, catatan kisah sejarah, internet dan sumber lain, yang berhubungan dengan Nurcholish Madjid dan pemikirannya tentang pendidikan agama dalam keluarga.

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan dengan bersumber pada buku-buku primer dan buku-buku sekunder atau sumber sekunder lainnya.

Penelitian skripsi ini dilakukan melalui riset pustaka (library research). Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data-data yang valid maka diperlukan sumber data penelitian yang valid pula. Dalam penelitian ini ada dua sumber yaitu:

a. Data Primer yaitu data yang langsung dari sumber pertama mengenai masalah yang diungkap secara sederhana disebut data asli. Data yang dimaksud yaitu buku-buku karya Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, Pesan-pesan Taqwa (Kumpulan Khutbah Jum’at di Paramadina), Pintu-pintu Menuju Tuhan, dan Tradisi Islam Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia adalah landasan utama untuk menjadi rujukan dalam mengkaji masalah pendidikan agama dalam keluarga.

b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber lain selain sumber primer. Data sekunder ini dimaksudkan untuk mendukung dan melengkapi data primer. Data yang dimaksud yaitu yang relevan

2

Sugiono,Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(43)

dengan skripsi ini. Yaitu buku-buku yang ditulis orang lain yang membahas tentang pemikiran Nurcholish Madjid. Data sekunder ini sifatnya sebagai pelengkap untuk memperkuat landasan teori yang utamanya ditempatkan pada bab dua skripsi ini

2. Teknik pengolahan data

Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan mengklasifikasi data-data yang relevan dan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.

D. Tehnik Analisis Data

Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi yang lain yang telah terkumpul untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai materi-materi tersebut dan untuk memungkinkan peneliti menyajikan apa yang sudah ditemukannya kepada orang lain.3

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Analisis Isi (content analysis) dalam bentuk deskriptif analisis yaitu berupa catatan informasi faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan mencakup penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi yang terkait dengan semua aspek yang diteliti. Maka, di sini penulis menggambarkan permasalahan yang dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan, kemudian dianalisis, dipadukan, sehingga dihasilkan suatu kesimpulan.4

3

Ibid,h. 85 4

(44)

A. Deskripsi Data

1. Biografi dan Riwayat Pendidikan Nurcholish Madjid

Nurcholish Madjid selanjutnya dipanggil Caknur, lahir di Mojoanyar Jombang Jawa Timur pada tanggal 17 Maret 1939, anak dari Abdurrahman Madjid seorang tokoh masyarakat dan ulama di Majoanyar, Jombang”. Hal ini terbukti dengan sebutan terhadap Abdurrahman Madjid yang dipanggil “Kiai

Haji” sebagai ungkapan penghormatan bagi ketinggian ilmu-ilmu keislamannya

dan yang paling berperan dalam membesarkan dan mengawasi Madrasah Wathaniyah di wilayah tempat tinggalnya. Ia adalah murid Hasyim Asy’ary seorang Tokoh NU dan menamatkannya di Sekolah Rakyat.1

Bersama keluarganya, Nurcholish menjalani dan menikmati masa anak-anaknya di Jombang. Masa muda Nurcholish banyak dihabiskan di pesantren tempat dia menuntut dan menimba ilmu. Dia menikahi Omi Komariah dan dikaruniai dua orang anak. Nadia Madjid dan Ahmad Mikail. Tinggal di jakarta, kelurga ini hidup berbahagia, rukun dan harmonis menjalani kehidupan rumah

(45)

tangganya. Nurcholish mempunyai menantu bernama David bychon (suami nadia).2

“Pendidikanya dimulai dari Sekolah Rakyat di Majoanyar pada pagi hari,

sedangkan sore hari ia bersekolah di Madrasah Ibtidai’yah di Majoanyar. Setelah

itu ia dimasukan ayahnya ke pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang”. Namun, hanya bertahan dua tahun karena alasan politik. Ayahnya tetap di Masyumi, meskipun pada NU menyatakan keluar. Maka ia pun memindahkan Nurcholish Madjid dari basis tradisional ke pesantren Modern terkenal Darussalam Gontor Ponorogo. Menurut Nurcholish Madjid sendiri, di sinilah masa yang paling menentukan pembentukan sikap keagamaan.3

Selama belajar di Pondok Modern Gontor, yang terkenal dengan sistem pendidikannya yang diorientasiakan pada sikap mandiri, dan

Referensi

Dokumen terkait

OPTION FREKUENSI PROSENTASE. Kesimpulannya adalah bahwa remaja yang beragama Islam berdasarkan hati nurani mereka bukan ikut-ikutan orang エオセ@ mereka.. Kesimpnlannya

Hal ini sekaligus menunjukkan keterbukaan GEMA NUSA dalam membangun wawasan kebangsaan yang berbasis pada hati nurani atau – meminjam istilah Zohar dan Marshal-

Transliterasi Arab – Latin memang dihajatkan oleh bangsa Indonesia karena huruf Arab di pergunakan untuk menuliskan kitab Agama Islam berikut penjelasannya

Jika iya, alangkah baiknya kita mengubah pola pengajaran tersebut, dan jika tidak kita harus bersyukur karena telah memberikan pola pengajaran yang tepat, tetapi kita juga

Seorang pendidik mesti bersifat tawâdhu’ (rendah hati) terhadap orang yang ia didik. Karena kalau seorang pendidik merasa lebih tinggi terhadap peserta didik,

Karenanya, yang harus diajarkan di masyarakat adalah inklusifitas pendidikan agama, tujuan pendidikan agama secara inklusif bukan bertujuan untuk mencampur adukkan agama

Manfaat yang ketiga adalah anak tersebut akan bertindak hati-hati sesuai dengan firman Tuhan yang telah diterimanya dari ajaran orang tua dan kehidupan keluarga tersebut

Pemikiran Prof. Nurcholish Madjid, Jakarta: 2014. Gaus AF, Ahmad. Api Islam Nurcholish Madjid. Studi Agama, Perspektif Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer, Malang, UMM Press.