• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

2. Pola Interaksi

Pola tuturan yang dimaksud adalah suatu model, situasi (konteks), sifat, dan tujuan komunikasi seperti sifat organisasi, tujuan interaksi, sifat hubungan, dan harga. Pola tuturan yang digunakan dalam interaksi jual beli di pasar Sungguminasa tampak pada uraian berikut ini.

a. Tujuan Transaksi

Tujuan transaksi yang dimaksud tidak terlepas pada transaksi ekonomi semata tetapi bersifat goal orientid dan juga untuk mengembangkan interpersonal. Dalam interaksi jual beli di pasar Sungguminasa, selain bertujuan untuk menjual barang dan memperoleh keuntungan bagi penjual dan bagi pembeli agar dapat memininimalkan nilai harga suatu barang. Juga interaksi tersebut untuk mengembangkan hubungan interpersonal di antara penjual dan pembeli seperti pada tuturan berikut ini.

Peristiwa tutur:

Topik Pembicaraan: Penjualan kain

Penjual : Singgah dulu Puang, itai oloq mega barang tamaq Pembeli : Siaga allinna iarehe? (berapa harganya yang ini) Penjual : Murah Cewek hari ini diobral. Eloqki kain aga?

Pembeli : Bisa dilihat yang itu, warna merah jambu. Siaga simetereq?

Penjual : Oh ini ya? Magello iye, mau yang mi ? Pembeli : Kalau murah saya mau ambil tiga meter.

Penjual : Dua puluh lima ribu.

Penjual : Eeh ....singgah bu, kok lewat-lewat aja, nggak nengok-nengok sambaluku. Kitai oloq barangna, magello masempo hargana. (memanggil pembeli yang lain)

Pembeli : Kurang sedikit, Puang.

Penjual : Alani.

Tuturan di atas yang bertujuan untuk mengembangkan relasi yang bersifat sosial serta komunikasinya lebih intim dan akrab. Dengan demikian, ciri-ciri ragam bahasa dalam komunikasi jual beli di Pasar Sungguminasa, Kabupaten Gowa, dilihat dari pola interaksi penjual dan pembeli, selain pada tuturan transaksi ekonomi semata juga untuk mengembangkan hubungan interpersonal dalam arti untuk mengembangkan relasi bersifat sosial dengan cara menunjukan keakraban pembeli. Ketika datang pembeli, baik yang belum dikenal atau sudah dikenal oleh penjual, biasanya penjual berusaha menjalin dan memelihara hubungan sosial dengan memperlihatkan perasaan bersahabat, solidaritas sosial, sopan santun dengan harapan bahwa suatu saat akan kembali lagi untuk membeli barang di tempat tersebut karena telah terjalin hubungan yang baik.

Kesantunan penjual terhadap pembeli sesuai dengan data interaksi tersebut tampak pada penggunaan sapaan puang sebagai bentuk ungkapan penghargaan kepada masyarakat yang memiliki strata sosial yang tinggi.

Walaupun penjual belum mengetahui persis status sosial pembeli, akan tetapi penjual berusaha untuk meninggikan dan mengangkat stata sosial pembeli agar merasa dihargai, dihormati yang akan berimbas pada

kenyamanan pembeli. Pada akhirnya, tujuan penjual tercapai dengan kesenangan pembeli membeli barang dagangannya.

Adapun tujuan interaksi berikutnya adalah sifat keakraban yang terus diupayakan dan dipertahankan oleh penjual. Hal ini tampak pada sapaan penjual terhadap pembeli melalui tuturan “Eeh ....singgah bu, kok lewat-lewat aja, nggak nengok-nengok sambaluku. Kitai oloq barangna, magello masempo hargana. (memanggil pembeli yang lain)”. Ungkapan tersebut merupakan bentuk sapaan penjual kepada pembeli yang merupakan langganan. Akan tetapi, pada saat itu sang langganan (pembeli) tidak singgah di tempat penjual sehingga penjual menyapa dengan nada santai dan akrab.

b. Hubungan Penjual dengan Pembeli Bersifat Personal

Hubungan penjual dan pembeli bersifat personal, artinya penjual dan pembeli sudah saling mengenal, memahami, dan mengetahui latar belakang sosial sehingga menggunakan bahasa yang akrab dengan model percampuran bahasa Makassar, bahasa Bugis, dan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dicermati dalam tuturan berikut ini.

Peristiwa tutur:

Topik Pembicaraan:

Penjual : Mau belanja Cewek! Murah-murah, model baru dan enak di pakai. Eloki, kudung, celana kain, baju panjang? Ada di sini.

Pembeli 1 : Eloqka kudung, bunga-bunga.

Penjual : Oh itu? ada ini banyak bunganya, dan murah Pembeli I : Berapa murahnya?

Penjual : Sappulo sabbu. Cariki di tempat lain deqgaga Cewek.

Pembeli II : Tujuh ribu saja nah?

Penjual : Hargana mi katte, tapi saya kurangi delapan ribumi.

Pembeli I : Bungkuskanka yang ini! mauka juga yang itu baju panjangna.

Penjual : Itu tuju puluh lima ribu,

Pembeli I : Enam puluh saja nah? saya ambil dua pasang.

Penjual : Enam puluh tujuh saja, ambil harga tengahnya di, supaya samaki untung. Idiq eloq warna aga? banyak ji variasina.

Penjual : Tabe kiperiksa baranna, cocokni warnanya, ukurannya, periksa baek-baeki, makasih banyak ya bu.

Pada tuturan di atas penjual dan pembeli bertujuan untuk memelihara hubungan sosial antarpenjual dan pembeli. Dengan demikian, ciri-ciri ragam bahasa dalam komunikasi jual beli di pasar Sungguminasa Kabupaten Gowa dilihat dari pola interaksi antara penjual dan pembeli memelihara hubungan sosial yang bersifat positif yang mengarah ke suatu kerjasama yang bertujuan melakukan pendekatan-pendekatan seperti menawarkan jenis barang, memberi kebebasan untuk memilih barang, menanyakan barang yang mau dibelinya sudah mencakup atau belum.

c. Tawar Menawar

Tawar menawar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam transaksi penjual dan pembeli. Faktor tawar-menawar membentuk pola ragam bahasa dalam interaksi jual beli di pasar Sungguminasa Kabupaten Gowa. Perhatikan data berikut ini!

Peristiwa Tutur:

Topik pembicaraan : Tawar-menawar

Penjual : Ini Bu, murahnya . Pembeli :Banyak rusaknya ini.

Penjual : Biasa itu Bu, deqna magaga, dipilih saja yang bagus.

Pembeli : Satu ikat berapa? (Sambil mengangkat kacang panjang) Penjual : Seribu,

Pembeli : Kurang nah? Maukaq ambil banyak.

Penjual : lyeq engka kantongtaq? (Ada kantongnya? )

Penjual : Ada, ini. Mauki juga? (bertanya pada pembeli yang lain) Pembeli : Segar ini kacangtaq? Kenapa banyak sekali namakan ulat.

(segarkah ini kacang?, mengapa banyak sekali dimakan ulat?)

Penjual :Masih segar Bu? pitu ratu polu sisio. (... tujuh ratus lima puluh satu ikat)

Pembeli : Enam saja.

Penjual : Deqna runtui modalaqna. (tidak dapat medalnya)

Ragam bahasa berupa campur kode bahasa Makassar atau bahasa Bugis dan bahasa Indonesia sesuai dengan data tersebut terjadi dalam proses tawar menawar. Tawar menawar harga barang terjadi setelah pembeli memilih dan menentukan barang yang hendak dibelinya. Karena harga yang ditawarkan penjual dianggap terlalu mahal seperti pada peristiwa tutur.

Dengan demikian, ciri-ciri ragam bahasa dalam komunikasi jual beli antara penjual dan pembeli di pasar Sungguminasa Kabupaten Gowa dilihat dari pola interaksi penjual dan pembeli adalah tawar menawar harga barang setelah pembeli menentukan barang yang hendak dibelinya. Terjadi tawar menawar karena penjual menginginkan dagangannya terjual dengan harga tinggi, sedangkan pembeli menghendaki membeli barang dengan harga murah.

d. Penjual di dalam Interaksinya Mengembangkan Persuasi Verbal

Bentuk persuasi verbal dalam tawar menawar dalam interaksi jual beli di Pasar Sungguminasa Kabupaten Gowa yang dikembangkan oleh penjual, seperti terdapat dalam peristiwa tutur berikut ini.

Peristiwa tutur:

Topik Pembicaraan: Penjual ikan

Penjual : Daeng segar, segar, beru battu, Karaeng.

(…baru datang)

Pembeli : Berapa ini, Daeng (sambil menunjuk kumpulan ikan bolu)

Penjual : Limassabbu na tiga ekor, Karaeng. (lima ribu….)

Pembeli I : Empat ribumo na tiga nah? (Empat ribu saja, tiga ekor nah?)

Penjual : Tanre antu nissawala, Bu. (tidak dapat untung, Bu) Pembeli II : Appaq assitanggahmo na tallu (empat setengah

saja, tiga)

Penjual : Ki allemi, eh kita juga ambil makiq sama ini Ibu.

(silahkan dimbil ...)

Pembeli : Anjomo deh, ka tenamo naganna doeqka. (itu saja, sudah tidak cukup uang)

Penjual : Punna eroqkiq teamakiq jukuq bolu, ini saja yang kecil, Bu. (kalau mau, tidak usah ikan bandeng...)

Pembeli : Patoa-toinna anne, nitawari jukuq na nasareangki jukuq maraengaiignga. (kurang ajarnya ini, ditawari ikannya diberikan yang lain )

Penjual : Tena ni patoa-toi anjo, Bu, ditunjukkanki yang cocok na doeqtaq (tidak kurang ajar itu, Bu uangnya)

Pembeli : Tena lalo nalabbusuq jukuqnu, Daeng. (mudahhan tidak habis ikanmu)

Penjual : Jangankiq marah, Bu. (ketika pembeli itu sudah jauh)

Berdasarkan konteks tuturan tersebut, tampak dominasi penggunaan bahasa Makassar dalam interaksi jual beli di Pasar Sentral Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Penjulan dan pembeli rata-rata menggunakan bahasa Makassar. Sesuai dengan data tersebut, bahasa Makassar dijadikan sebagai sarana komunikasi bagi penjual dan pembeli dalam menjalankan aktivitas juali belinya.

Peristiwa tutur di atas memiliki arti yaitu bertujuan untuk mempertahankan harga barang dan agar pembeli terpengaruh untuk membeli barang yang ditawarkan. Dengan demikian, ciri-ciri ragam bahasa dalam komunikasi jual beli di pasar Sungguminasa, dengan pola interaksi penjual dan pembeli adalah penjual mengembangkan persuasi verbal yang bertujuan untuk mempertahankan harga barang dengan cara menonjolkan kuwalitas barang dan untuk mempengaruhi pembeli supaya mau membeli barang yang ditawarkan dengan cara membujuk.

Wujud persuasi penjual dengan ragam bahasa Indonesia dan Makassar tampak pada tuturan “Daeng segar, segar, beru battu, Karaeng.

(…baru datang)”. Ada dua ragam bahasa yang digunakan oleh penjual untuk memengaruhi pembeli, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Makassar. Pada awalnya, penjual menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi, kurang berhasil maka beralih ke bahasa Makassar dengan penanda persuasi berru battu karaeng. Tujuannya adalah lebih dekat dan santai dengan pembeli.

Melalui gaya dan variasi bahasa Makassar berru battu dan karaeng

menyimpang banyak harapan, yakni pembeli senantiasa membeli barang yang ditawarkan oleh penjual.

e. Pembeli dalam interaksi mengembangkan Persuasi verbal

Bentuk persuasi verbal yang dikembangkan oleh pihak pembeli bertujuan untuk menurunkan harga barang yang dijual oleh penjual. Konteks tuturan seperti terdapat dalam peristiwa tutur berikut ini.

Peristiwa Tutur:

Topik Pembicaraan: Pembelian barang campuran Pembeli : Berapa sabunta satu bungkus

Penjual : Dua ribu asokanya, lamoroji.

Pembeli : Tidak kurangmi itu?

Penjual : Kalau banyak taambil, kukurangiji. (... .Saya berikan murah)

Pembeli : Maukaq ambil enam bungkus. Mau jakiq?

Penjual : Mau banyaki?

Pembeli : Tidak, untuk persiapan satu bulan Penjual : Eeh, begini kurangmo dua ribu rupiah.

Pembeli : Bungkuskan makaq nah?

Penjual : Ada kantong plastiktaq?

Pembeli : Tidak ada kasi maka, satu kantongta.

Penjual : Tiga ratus ini, Bu, tarik saja.

Data tersebut menunjukkan ragam bahasa dalam komunikasi jual beli di Pasar Sungguminasa Kabupaten Gowa. Berdasarkan pola interaksi penjual dan pembeli adalah pembeli mengembangkan bentuk persuasi verbal yang bertujuan untuk menurunkan harga barang dengan cara menonjolkan dan memaparkan frekuensi belanjaan. Pembeli berupaya mengembangkan persuasi verbal melalui bentuk tuturan “Maukaq ambil enam bungkus”.

Persuasi verbal ini muncul ketika pembeli telah menawar barang yang

dimaksud. Akan tetapi, penjual kurang merespon dan menerima penawaran pembeli. Penolakan penjual ditampik oleh pembeli dengan mengungkapkan bahwa akan membeli banyak. Persuasi ini berhasil memengaruhi penjual, sehingga interaksi jual beli dengan prinsip tawar menawar berhasil dilakukan.

Wujud persuasi verbal pembeli tampak pula pada konteks tuturan berikut ini.

Peristiwa Tutur:

Topik pembicaraan : Tawar-menawar

Penjual : Ini Bu, murahnya . Pembeli :Banyak rusaknya ini.

Penjual : Biasa itu Bu, deqna magaga, dipilih saja yang bagus.

Pembeli : Satu ikat berapa? (Sambil mengangkat kacang panjang) Penjual : Seribu,

Pembeli : Kurang nah? Maukaq ambil banyak.

Penjual : lyeq engka kantongtaq? (Ada kantongnya? )

Penjual : Ada, ini. Mauki juga? (bertanya pada pembeli yang lain) Pembeli : Segar ini kacangtaq? Kenapa banyak sekali namakan ulat.

(segarkah ini kacang?, mengapa banyak sekali dimakan ulat?)

Penjual :Masih segar Bu? pitu ratu polu sisio. (... tujuh ratus lima puluh satu ikat)

Pembeli : Enam saja.

Penjual : Deqna runtui modalaqna. (tidak dapat medalnya)

Bentuk persuasi verbal tampak pada tuturan “Maukaq ambil banyak”.

Hal ini dipicu oleh ketidainginan penjual menjual barangnya dengan harga seribu seperti yang ditawarkan oleh pembeli. Akan tetapi, dengan penyataan pembeli yang ingin membeli secara partai atau banyak, maka penjual pun menjual barangnya dengan partai. Peristiwa ini merupakan ragam bahasa dalam komunikasi jual beli di Pasar Sungguminasa Kabupaten Gowa.

Berdasarkan pola interaksi penjual dan pembeli adalah pembeli mengembangkan bentuk persuasi verbal yang bertujuan untuk menurunkan harga barang dengan cara menonjolkan dan memaparkan frekuensi belanjaan. Pembeli berupaya mengembangkan persuasi verbal melalui bentuk tuturan “Maukaq ambil enam bungkus”. Persuasi verbal ini muncul ketika pembeli telah menawar barang yang dimaksud. Akan tetapi, penjual kurang merespon dan menerima penawaran pembeli. Penolakan penjual ditampik oleh pembeli dengan mengungkapkan bahwa akan membeli banyak. Persuasi ini berhasil memengaruhi penjual, sehingga interaksi jual beli dengan prinsip tawar menawar berhasil dilakukan.

3. Tingkat Tutur yang Digunakan Para Penjual dan Pembeli di Pasar

Dokumen terkait