• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Pola Komunikasi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu Ringan dan Berat

Komunikasi adalah sebuah proses pengiriman pesan yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan tujuan agar sesama anggota yang berkomunikasi dapat memberikan umpan balik atau feedback secara langsung dan umpan balik seketika.

Namun lain halnya dengan penyandang tuna rungu ringan dan berat, komunikasi mereka berbeda dengan komunikasi normal pada umumnya. Sebab, penyandang tuna rungu memiliki keterbatasan dalam hal pendengaran, sehingga menyulitkan mereka dalam melakukan proses umpan balik dan memaknai isi pesan yang terkandung dalam sebuah informasi. Dalam komunikasi antarpribadi di mana pesan terkirim dari pengirim dan penerima keduanya sama-sama berperan ganda menjadi pembicara dan pendengar. Oleh karena itu penulis meneliti lebih dalam proses interaksi yang berlangsung bagi penyandang tuna rungu agar mengetahui Feedback atau umpan balik yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam proses komunikasinya.

Komunikasi antarpribadi menjadi proses komunikasi yang sangat lazim dilakukan bagi semua orang. Begitu juga dengan penyandang tuna rungu. Melalui komunikasi antarpribadi nonverbal, mereka dapat menyampaikan pesan secara langsung dan lebih mudah dalam memahami makna dan isi pesan yang terkandung dalam isi pesan tersebut. Komunikasi yang berlangsung bagi penyandang tuna rungu dengan menggunakan bahasa nonverbal menjadi sebuah bantuan dari komunikasi yang dilakukan. Karena bahasa nonverbal adalah salah satu bentuk pengganti kalimat verbal seperti ucapan yang kurang jelas dalam proses komunikasi.

Dalam hal ini peneliti melihat dari hasil analisis selama wawancara berlangsung bahwa fungsi dari komunikasi nonverbal yang digunakan bagi penyandang tuna rungu memiliki dua fungsi yang berbeda, sebab fungsi bahasa nonverbal bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat jelas berbeda. Fungsi komunikasi nonverbal bagi penyandang tuna rungu ringan berpotensi hanya sebagai repetisi yakni dimana pesan yang tersampaikan melalui pesan verbal dapat dibantu dan diulang dengan bahasa nonverbal. Bagi penyandang tuna rungu ringan penggunaan kinesik hanya sebagai penunjang kalimat verbal yang kurang jelas jika didengar. Makna dari komunikasi verbal bagi penyandang tuna rungu adalah kalimat atau ucapan yang terucap dari lisan, atau yang disebut sebagai mimik mulut. Sedangkan komunikasi nonverbal yang mereka gunakan disebut sebagai bahasa isyarat atau simbol. Seperti gerakan tangan, tubuh, dan ekspresi wajah serta kontak mata yang terdapat dalam proses komunikasi mereka.

Sebagaimana dari hasil analisis yang penulis lakukan selama dilapangan diketahui bahwa penyandang tuna rungu berat memilih komunikasi nonverbal sebagai salah satu fungsi sebagai subtitusi yakni dimana perilaku nonverbal dapat mengganti perilaku verbal jadi tanpa kita berbicara dengan orang lain maka kita dapat berinteraksi melalui pesan nonverbal.1 Fungsi komunikasi nonverbal yang berbeda bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat memberi pengertian akan fungsi komuniikasi nonverbal sebagaimana sesuai dengan hasil wawancara dengan Chairunisa mengatakan bahwa:

“Kalau seperti kita yah pasti lebih gunain gerak tangan biar mudah, kalau sabrina nahh baru ngobrol lebih dari 4 meter ajah udah ga jelas, gak ngerti gitu apa yang diomongin”.2

Seperti hasil wawancara diketahui bahwa pengguanaan ruang atau yang lebih dikenal dalam bahasa komunikasi proxemik dalam proses komunikasi nonverbal bagi penyandang tuna rungu berat sangat diperlukan karena jarak yang digunakan ketika berkomunikasi tidak boleh lebih dari 4 meter, agar proses komunikasi dapat berjalan dengan lancar.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa penyandang tuna rungu diyayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation berkomunikasi dengan menggunakan komunikasi nonverbal sebagai bahasa untuk berkomunikasi. Dalam penelitian ditemukan bahwa penyandang tuna rungu ringan menggunakan kinesik dalam proses komunikasi atau yang lebih dipahami sebagai komunikasi nonverbal

       

1Ekmen, P, dkk, Semiotiika, h. 47.

2Wawancara Pribadi dengan Chairunisa Tuna Rungu Ringan, pada tanggal 06 April 2014,

seperti gerak tangan dan ekpresi wajah sedangkan, penyandang tuna rungu berat lebih menggunakan kinesik dan ruang dalam proses komunikasi yang mereka lakukan. Sebab, tuna rungu berat lebih sulit memahami pesan yang disampaikan dengan jarak tertentu sehingga membutuhkan kedekatan jarak untuk berkomunikasi dan lebih memudahkan mereka dalam berkomunikasi dibandingkan berkomunikasi hanya mengandalkan bahasa verbal dan nonverbal sebagai alat komunikasinya. Secara teori komunikasi nonverbal sepeti jenis gerakan tubuh dan kinesik meliputi ruang dan vokalik hal ini sesuai dengan analisis peneliti yang dilakukan peneliti selama proses wawancara berlangsung. Pernyataan dari Rachmita Maun

Harahap mengatakan bahwa:3

“Kalau buat komunikasi tuna rungu lebih gampang dipahamin pake bahasa isyarat dari pada sekedar ucapan ajah, kan gak semua orang paham apa yang kita ucapin, seenggaknya kan kalo pake bahasa isyarat lebih jelas pesan yang dimaksud dan buat mereka yang dengar gak salah paham”4

Dalam proses komunikasi antarpribadi nonverbal tuna rungu ini menggunakan tiga tahapan yang sesuai dengan teori interaksionisme simbolik yang digunakan dalam penelitian ini. Teori yang diperkenalkan oleh George Herbert Mead ini lebih menekankan pada pentingnya komunikasi. George memandang bagaimana seseorang tergerak dan bertindak sesuai makna yang diberikannya kepada orang lain melalui peristiwa tertentu melalui interaksi selama proses komunikasi itu berlangsung. Sebab teori ini muncul karena adanya interaksi dalam masyarakat, George Herbert Mead memandang bahwa sebuah interaksi

       

3Ekmen, P, dkk, Semiotika, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 1969), h. 46. 4Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 7 maret 2014, pukul 15.45.

dapat memberikan makna tersendiri terhadap pesan yang disampaikan dan mereka terima.5

Berdasarkan teori tersebut penulis memandang suatu proses informasi dan pesan yang disampaikan seseorang itu berdasarkan pemaknaan yang mereka buat sendiri. Dengan begitu akan mudah lawan bicara memberikan penekanan makna terhadap suatu objek tertentu. Bagi penyandang tuna rungu komunikasi bukan hanya saja berfungsi sebagai alat bantu dalam proses komunikasi akan tetapi dapat memberikan ruang dalam menyampaikan perasaan dan makna dibalik tujuan pesan. Bagaimana pesan dilakukan melalui konsep diri yang menjadikan diri sebagai pembentukan dari sebuah makna, bagaimana pesan dikemas dengan menggunakan bahasa verbal dan nonverbal bagi penyandang tuna rungu dengan menggunakan pikiran sebagai proses berpikir terhadap pesan yang disampaikan.

Perbedaan jenis komunikasi nonverbal yang didapatkan dari hasil penelitian, penulis memberikan gambaran bahwa komunikasi nonverbal yang meliputi jenis kinesik dan vokalik hanya dilakukan bagi penyandang tuna rungu ringan. Dengan fungsi komunikasi nonverbal hanya sebagai repetisi. Sebab, tuna rungu ringan tidak memerlukan ruang atau jarak sebagai batasan dalam berkomunikasi. Hanya saja bagi penyandang tuna rungu ringan mimik wajah dan kontak mata diperlukan agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik melalui komunikasi antarpribadi

       

5 Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta:

nonverbal. Yang dimaksud dengan komunikasi verbal bagi penyandang tuna rungu adalah kalimat atau ucapan yang terucap dari mulut mereka meski kalimat yang terucap tidak sejelas dengan komunikasi verbal yang dilakukan pada manusia normal pada umumnya yang tidak mempunyai kekurangan fisik dari segi pendengaran. Sehingga, bahasa verbal yang diucapkan dibantu dengan bahasa nonverbal sebagai pengganti dari bahasa verbal yang kurang dapat dipahami bagi lawan bicara pada penyandang tuna rungu.

Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation membantu

penyandang tuna rungu dalam memberikan dukungan dan pelatihan khusus dalam hal keterampilan berbicara dengan menggunakan bahasa nonverbal yang disesuaikan dengan taraf Internasional. Bahasa simbol yang digunakan bagi penyandang tuna rungu memberikan kemudahan dalam proses komunikasi, sesuai dengan wawancara yang peneliti lakukan terhadap penyandang tuna rungu berat Amrina Lugina mengatakan bahwa:

“Awalnya saya susah banget buat ngomong sama orang lain, karena mereka susah banget buat pahamin bahasa saya, itu saya ngomong tanpa gerak tubuh, tapi selama saya coba diajarkan sama bu mita bahasa simbol alhmdulillah sekarang lebih gampang buat komunikasinya, kadang kalo kesulitan sih masih ada.”.6

Jelas sekali dalam wawancara yang dilakukan penulis, penyandang tuna rungu mengatakan bahwa komunikasi yang dibantu dengan bahasa isyarat atau simbol dapat memudahkan mereka memberikan umpan balik dan pemaknaan dengan benar dari pada harus menggunakan bahasa verbal

       

6Wawancara Pribadi dengan Sabrina penyandang tuna rungu berat, pada tanggal 06 April

saja. Sebab penyandang tuna rungu berbeda dari manusia normal pada umumnya, pendengaran mereka jauh dari kata normal sehingga terkadang jika berkomunikasi dengan mereka harus menggunakan bahasa isyarat tertentu dan jarak tentu lebih dekat. Kedekatan atau ruang yang diperlukan dalam berkomunikasi bagi penyandang tuna rungu memang dibutuhkan karena mereka membutuhkan kedekatan fisik atau bicara secara dekat sehingga pesan yang diterima maupun yang disampaikan dapat dipahami dengan baik.

Keterbatasan yang dimiliki penyandang tuna rungu tidak memudarkan semangat dan kerja keras mereka dalam segi intelegensi, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa penyandang tuna rungu ringan dan berat sama-sama melakukan hal yang sama seperti manusia normal pada umumnya, yakni belajar dan aktif dalam kegiatan apapun. Sebab, tuna rungu melakukan hal tersebut agar status mereka diakui oleh lingkungan hal ini sesuai dengan pernyataan Rachmita mengatakan bahwa:

“Buat masalah diasingkan atau enggak dipeduliin sama orang lain, dianggap remeh itu udah pasti ada, tapi bagaimana kita menyikapinya ajah, kan enggak semua orang bisa terima kekurangan kita. Ya begitu juga kita harus bisa terima baik buruknya, sisi positif dan negatif lingkungan luar”.7

Keterbatasan yang dimiliki penyandang tuna rungu tidak menghambat mereka dalam mengasah kemampuan yang dimilikinya, sebab dengan adanya keterampilan dan soft skill yang diberikan yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation menjadikan keterampilan tersebut

       

sebagai modal utama bagi penyandang tuna rungu untuk menyatu dengan masyarakat luas tanpa adanya kesenggangan. Sesuai dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Rachmita mengatakan bahwa

“Kita memberikan pelatihan khusus buat tuna rungu agar mereka bisa bersaing dalam bidang pekerjaan, masyarakat, sama menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada, seenggaknya kan kalau ada keterampilan mereka enggak minder, kalau yang saya tangkap dari beberapa anggota diyayasan ini yah” ujar bu mita selaku pimpinan yayasan sehjira deaf foundation”8

Keterasingan dan diskriminasi dari lingkungan luar kerap kali dirasakan oleh penyandang tuna rungu karena keterbatasan mereka. Namun, Rachmita beranggapan bahwa sesuai dari pernyataan wawancara mengatakan bahwa

“Buat masalah diasingkan atau enggak dipeduliin sama orang lain, dianggap remeh itu udah pasti ada, tapi bagaimana kita menyikapinya ajah, kan enggak semua orang bisa terima kekurangan kita. Ya begitu juga kita harus bisa terima baik buruknya, sisi positif dan negatif lingkungan luar”9

Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa adanya peran dari lingkungan sosial dalam pembentukan jati diri seorang penyandang tuna rungu, apabila lingkungan mengasingkan atau mendiskriminasikan keberadaan tuna rungu dengan segala keterbatasan mereka, maka disitulah mereka akan merasa terasingkan dan tidak diperdulikan. Sebab lingkungan sosial lah yang dapat membantu penyandang tuna rungu untuk mendapatkan kepercayaan diri untuk berinteraksi dan menyatu dengan masyarakat luas. Sesuai dengan konsep dari teori George Herbert Mead

       

8Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 april 2014, pukul. 16.42. 9Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 april 2014, pukul. 16.42.

mengatakan bahwa adanya sebuah simbol dalam tatanan masyarakat karena adanya sebuah interaksi dalam suatu masyarakat.10.

Komunikasi yang digunakan bagi penyandang tuna rungu melalui komunikasi antarpribadi nonverbal yang berupa kinesik atau semacam gerakan tubuh mereka, secara tidak langsung mereka mengisyaratkan bahwa komunikasi yang mereka lakukan dalam keseharian mereka lebih banyak melakukannya dengan pemahaman bagi pihak lawan bicara yakni pemahaman pesan dari makna yang disampaikan melalui pesan nonverbal mereka, baik pesan yang berbentuk gerak tubuh, tangan, mimik wajah, dan ekspresi selama proses komunikasi berlangsung. Seperti gerakan tangan yang tidak pernah berhenti dilakukan selama proses komunikasi berlangsung.

Komunikasi dapat terbentuk karena adanya proses dan begitu pula proses terbentuk karena adanya pemahaman dari dalam diri. Sebab pesan komunikasi yang disampaikan akan mudah terbentuk apabila kita dapat memaknai maksud dan tujuan yang menjadi peran penting dalam proses komunikasi. Jika dilihat dari sisi sosial komunikasi menjadi sebuah aktivitas rutin yang dilakukan semua orang. Sebab tanpa adanya komunikasi seseorang akan merasakan ketidakbahagiaan karena mereka tidak dapat membagi rasa senang dan sedih. Jika dilihat dari pentingnya komunikasi, komunikasi bisa memberikan isyarat bahwa komunikasi penting dalam membentuk konsep diri, dan untuk kelangsungan hidup

       

10Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta:

seseorang dalam memperoleh kebahagiaan. Jadi lewat komunikasi kita dapat bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sebab ada pepatah mengatakan bahwa jika seseorang tidak berkomunikasi dengan manusia lainnya dipastikan ia akan tersesat karena mereka tidak dapat menata dirinya dalam lingkungan sosial. oleh karena itu komunikasi menjadi penting apabila kita dapat menyesuaikannya dalam lingkungan sosial.

Sesuai dengan karakteristik komunikasi, komunikasi mempunyai karakteristik sebagai suatu proses, yakni dimana komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan dan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.11 Sesuai dengan karakteristik tersebut komunikasi dilakukan untuk proses pendekatan sosial dan interaksi yang dilakukan dalam kurun waktu yang lama. Karena komunikasi akan mengalami perubahan dan akan berlangsung secara terus menerus. Sebab manusia akan terus membutuhkan komunikasi sebagai alat penyalur perasaan dan pikiran seseorang.

Proses komunikasi yang berlangsung melibatkan diri sebagai subjek yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Sebab dari dirilah yang dapat memengaruhi lawan bicara dalam komunikasi. Begitu juga yang dilakukan penyandang tuna rungu, sebelum pesan yang terkirim melalui bahasa verbal dan gerak tubuh mereka meyakinkan bahwa diri

       

11 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

mereka terlibat langsung dalam pemaknaan yang ditimbulkan dari pesan yang disampaikan dan direspon balik oleh lawan bicara mereka.

Pola komunikasi tuna rungu menggunakan bahasa isyarat dan simbol menjadi keunikan tersendiri dari komunikasi pada umumnya, sebab komunikasi yang dilakukan penyandang tuna rungu diyayasan Sehjira Deaf Foundation menggabungkan antara bahasa verbal dan nonverbal sebagai sumber pemaknaan pesan yang disampaikan. Yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah segala bentuk kalimat yang terucap dari mimik mulut, meski kalimat yang terucap tidak jelas sebagaimana makna kalimat verbal menurut pengertiannya. Sebagaimana hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada bu Rachmita, ia mengatakan bahwa:

“Memang komunikasi isyarat ini sulit dipahami banyak orang tapi kita berusaha untuk bisa dipahamin orang lain dengan bahasa isyarat sama simbol, buat ngeyakinin lawan bicara kita sendiri harus benar-benar yakin sama pesan yang kita sampaikan”12 Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal dengan bahasa isyarat dan simbol tertentu tidak selamanya dapat membantu proses komunikasi. Fungsi dari diri sendiri menjadi penting dalam pembentukan makna terhadap pesan yang ingin disampaikan dalam proses interaksi yang sedang berlangsung. Diri menjadi fungsi yang melibatkan antara tindakan dan kata hati. Karena keduanya berjalan secara bersamaan dalam menjalankan fungsinya masing-masing. Sehingga pesan komunikasi yang berlangsung antara penyandang tuna rungu dapat berlangsung dengan baik.

       

Bagi penyandang tuna rungu ada dua penggunaan bahasa isyarat yang diterapkan bagi penyandang tuna rungu, yakni SIBI dan BISINDO keduanya memiliki fungsi yang sama, yakni untuk berkomunikasi melalui gerak tangan serta bahasa tubuh yang digunakan. Namun, dalam penggunaan dan pemaknaan keduanya jelas berbeda. SIBI dalam penggunaan dan pemaknaan yang ada dalam gerakannya lebih memudahkan penyandang tuna rungu, sebab gerakan yang terlihat lebih mudah dipahami tanpa memakan waktu yang lama dalam menjelaskan pesan dengan gerakan tersebut. Sedangkan isyarat BISINDO penggunaan dan gerakan yang dilakukan lebih sulit dan memakan waktu yang lama. Tidak singat seperti SIBI. Penyandang tuna rungu ringan dan berat lebih memilih menggunakan bahasa isyarat SIBI sebab menurut Amrina Lugina dan Chairunisa bahwa:

“Kalau kita cari yang mudah ajah, kaya SIBI semua tuna rungu juga pake isyarat SIBI ketimbang BISINDO, soalnya enggak lama buat kita pake gerakannya”13

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada dua penyandang tuna rungu ringan dan berat diketahui bahwa mereka lebih banyak menggunakan bahasa isyarat SIBI karena mudah dalam gerakan yang dilakukan tidak seperti BISINDO yang mempunyai makna sama dengan SIBI namun gerakannya sulit dilakukan dan memakan waktu.

Keterbatasan yang dimiliki penyandang tuna rungu dalam melakukan komunikasi tidak memberikan batasan kepada mereka dalam

       

13Wawancara Pribadi dengan Sabrina dan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan dan

melakukan kegiatan sosial. sebab diyayasan tuna rungu Sehjira ini memberikan arahan serta edukasi yang menjadikan penyandang tuna rungu dapat disetarakan dengan masyarakat lainnya, tanpa melihat sisi kekurangannya. Diketahui dari segi Intelegensi pada penyandang tuna rungu ringan seperti Chairunisa bahwa tingkat Intelegensi sangat baik sama dengan manusia normal pada umumnya yang tidak memiliki kekurangan fisik satu pun, ia adalah salah satu Alumni Universitas Mercu Buana Jakarta ini mengakui dalam wawancara mengatakan bahwa:

“Pas waktu kuliah ya saya kalau dosen bicara emang ga dengar, tapi kan selalu pake slide bahan pelajaran, jadi saya sedikit

banyaknya paham”14

Menurut Chairunisa penyandang tuna rungu ringan sepertinya tidaklah mudah dalam melakukan komunikasi, seperti halnya selama ia kuliah mengatakan kesulitan dalam hal pendengaran membuatnya kesulitan dalam memahami materi yang diberikan oleh dosennya. Akan tetapi penggunaan alat bantu seperti slide show (power point) memudahkan ia dalam memahami pelajaran.

Penggunaan bahasa nonverbal dalam interaksi yang dilakukan bagi penyandang tuna rungu akan lebih memudahkan mereka dalam berkomunkasi dengan komunitas yang lebih luas, bukan hanya kepada sesama penyandang tuna rungu saja, akan tetapi komunikasi yang dilakukan pada lingkungan sosial.

       

14Wawancara Pribadi dengan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan, pada tanggal 06

Bentuk dari sebuah proses adalah bagaimana seseorang penyandang tuna rungu dapat melakukan interaksi sebagai sebuah proses sosial, karena dengan adanya interaksi yang dilakukan penyandang tuna rungu mereka akan lebih mudah menyatu dengan masyarakat lainnya. bentuk dari interaksi sosial menurut perspektif sosiologi dapat dibangun melalui kerjasama dan bahkan dapat berbentuk semacam pertikaian. Oleh karena itu fungsi dari komunikasi antarpribadi yang dibangun akan mudah berlangsung dan dapat dipahami oleh satu sama lain antara penyandang tuna rungu.15 Jika tuna rungu dilihat dari sisi intelegensi baik namun sisi emosi dan sosial tuna rungu dapat dilihat lebih mudah tersinggung apabila pesan yang mereka sampaikan tidak mudah dipahami dengan lawan bicara normal dengan baik. Akan tetapi jika dilihat dari segi sosial tuna rungu lebih banyak tertutup dengan masyarat luar. Berkomunikasi hanya dengan menggunakan alat bantu lainnya seperti handphone.

Keterbatasan dalam hal pendengaran menjadi salah satu faktor penyandang tuna rungu merasa berbeda dengan manusia normal pada umumnya, seseorang yang mempunyai fakor hambatan fisik akan lebih mudah tersinggung dan tingkat emosi mereka jauh lebih tinggi dari pada manusia normal pada umumnya.

Pemaknaan dari jati diri menjadi peran utama yang diungkapkan oleh George Herbert Mead dalam teori interaksionisme simbolik, Mead memandang bahwa tindakan sosial itu didasarkan pada proses umum yang

       

15 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005),

merupakan sebuah kesatuan tingkah laku yang tidak dapat dianalisis kedalam bagian-bagaian tertentu.16

Pernyataan dari teori tersebut diketahui bahwa proses komunikasi yang berlangsung secara bersamaan melalui kata hati yang kemudian dibentuk dengan sebuah tindakan yang dapat menjadikan pesan disampaikan dengan makna yang berbeda-beda. Bahasa simbol dan pemaknaan menjadi dua alat penting dalam proses komunikasi yang dilakukan penyandang tuna rungu agar pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan baik dan mendapatkan makna yang lebih luas.

Teori interaksionisme simbolik dalam penerapan komunikasi antarpribadi verbal dan nonverbal bagi penyandang tuna rungu sangat dibutuhkan dalam pengkonsepan diri. Bagaimana penyandang tuna rungu mengembangkan pesan dan makna melalui bahasa nonverbal yang digunakan agar lawan bicara (komunikan) sesama penyandang tuna rungu dalam memahami pesan yang disampaikan oleh mereka dengan menggunakan bahasa isyarat. Makna yang terkandung dalam pesan nonverbal bagi penyandang tuna rungu akan muncul selama adanya proses interaksi berlangsung. Dengan menggunakan bahasa nonverbal tersebut maka lawan bicara akan memahami isi pesan yang ditujukan dengan gerakan tertentu seperti gerakan kinesik dan ekspresi wajah. Gerakan simbol yang dilakukan penyandang tuna rungu akan dapat diartikan

Dokumen terkait