• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.4. Perbedaan Pola Konsumsi Sayur dan Buah Responden

5.4.1. Pola Konsumsi Sayur dan Buah Mahasiswi Kesehatan

Buah-buahan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Selain dinikmati dalam bentuk segar, buah-buahan juga dapat diolah dalam bentuk jus atau dihidangkan bersama sayuran (Sulistijani, 2005 dalam penelitian Wulansari, 2009).

Jumlah konsumsi sayur dan buah adalah banyaknya buah dan sayur yang dikonsumsi responden yang dihitung dengan recall 2 x 24 jam. Pada penelitian ini jumlah buah dan sayur yang dikonsumsi responden adalah beratnya yang diukur dengan satuan gram. Jumlah konsumsi sayur pada mahasiswi kesehatan masih sedikit yang berada pada kategori baik yaitu sebesar 22% dan jumlah konsumsi sayur pada mahasiswi kesehatan yang berada pada kategori tidak baik sebesar 78%. Konsumsi sayur responden berkisar antara 12,5-300 gram/hari, rata-rata konsumsi sayur seluruh responden sebesar 83,13 gr dan 58% mahasiswi kesehatan mengonsumsi sayur di atas rata-rata konsumsi tersebut (≥ 83,13 gr/hari). Rata-rata konsumsi sayur pada mahasiswi kesehatan sebesar 100,47 gram/hari masih lebih rendah dari anjuran yaitu sebesar 150 gram/hari. Terdapat 2 orang mahasiswi kesehatan yang tidak mengonsumsi sayur sama sekali selama 2 hari yaitu hari kuliah dan hari libur dan 1 orang diantaranya tidak menyukai sayur.

Sama halnya dengan jumlah konsumsi sayur, mahasiswi kesehatan yang mengonsumsi buah dengan jumlah kategori baik juga masih sangat rendah yaitu sebesar 20% dan pada kategori tidak baik sangat tinggi yaitu sebesar 80%. Konsumsi buah mahasiswi kesehatan berkisar antara 10 – 600 gram/hari, rata-rata konsumsi buah seluruh responden sebesar 95,84 gr/hari dan 50% mahasiswi kesehatan mengonsumsi buah dengan jumlah di atas rata-rata tersebut. Rata-rata konsumsi buah pada mahasiswi kesehatan sebesar 147,75 gram/hari masih lebih rendah dari anjuran yaitu sebesar 200 gram/hari. Terdapat 10 orang mahasiswi kesehatan yang tidak mengonsumsi buah sama sekali selama 2 hari yaitu hari kuliah dan hari libur. Rendahnya konsumsi sayur dan buah disebabkan karena responden tidak peduli

dengan apa yang mereka makan dan tidak peduli dengan pentingnya kebutuhan vitamin dan mineral untuk tubuh mereka.

Menurut Muchtadi (2001) menyatakan bahwa perubahan pola konsumsi pangan di Indonesia telah menyebabkan berkurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahan pada hampir semua provinsi di Indonesia. Saat ini orang cenderung mengonsumsi makanan yang serba instan dan praktis. Adanya kecenderungan tersebut menyebabkan rendahnya konsumsi sayuran dan buah pada masyarakat.

Selain jumlah konsumsi sayur dan buah, jenis konsumsi sayur dan buah juga merupakan bagian dari pola konsumsi sayur dan buah. Jumlah mahasiswi kesehatan yang mengonsumsi jenis sayur pada kategori baik cukup besar yaitu sebesar 52% dan pada kategori tidak baik sebesar 48%. Sedangkan pada jenis konsumsi buah, mahasiswi kesehatan yang mengonsumsi jenis buah pada kategori baik sebanyak 72% dan pada kategori tidak baik sebesar 28%. Hal ini dapat disimpulkan bahwasanya mahasiswi kesehatan sudah cukup menyadari dalam penganekaragaman konsumsi pangan terutama pada sayur dan buah. Penganekaragaman konsumsi pangan terutama sayur dan buah sangat dianjurkan karena tidak ada satu jenis sayur ataupun buah yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.

Jenis sayur yang paling banyak dikonsumsi mahasiswi kesehatan adalah daun ubi (58%), kol (40%), wortel (40%), kacang panjang (36%) dan kangkung (32%). Jenis sayur yang banyak dikonsumsi mahasiswi kesehatan ini merupakan jenis sayur yang sering dijual di kantin asrama maupun kantin kampus sehingga mahasiswi lebih sering mengonsumsi sayuran ini. Jenis buah yang paling banyak dikonsumsi mahasiswi kesehatan adalah nenas (36%), semangka (34%), pepaya (32%), dan

jambu biji (11%). Jenis-jenis buah yang paling banyak dikonsumsi mahasiswi kesehatan ini merupakan jenis buah yang sering dijual oleh penjual rujak di sekitar kampus dan asrama.

Frekuensi konsumsi sayur dan buah juga sangat penting untuk mengukur konsumsi buah dan sayur pada responden selain dari segi jumlah dan jenisnya. Frekuensi konsumsi sayur dan buah diukur dalam satuan kali perhari, kali per minggu, maupun kali per bulan, dalam hal ini disamakan menjadi kali/minggu untuk mempermudah perhitungan. Tidak berbeda dengan jumlah dan jenis konsumsi sayur dan buah, frekuensi konsumsi sayur dan buah kategori baik pada mahasiswi kesehatan juga rendah. Frekuensi konsumsi sayur mahasiswi kesehatan kategori baik yaitu sebesar 32% dan pada kategori tidak baik yaitu sebesar 68%. Tidak jauh berbeda dengan frekuensi konsumsi sayur, frekuensi konsumsi buah pada mahasiswi kesehatan pada kategori baik sebesar 36% dan pada kategori tidak baik sebesar 64%.

Frekuensi konsumsi sayur mahasiswi kesehatan paling sedikit yaitu 0,14 kali/ hari atau 1 kali perminggu dan paling banyak 4,71 kali/hari atau 33 kali perminggu. Rata-rata frekuensi konsumsi sayur seluruh mahasiswi sbesar 1,3 kali/hari atau 9 kali/minggu dan 58% mahasiswi kesehatan mengonsumsi sayur dengan frekuensi di atas rata-rata tersebut. Rata-rata frekuensi konsumsi sayur mahasiswi kesehatan adalah 1,6 kali/hari atau 11 kali/minggu. Frekuensi konsumsi buah mahasiswi kesehatan paling sedikit berada pada frekuensi 0,28 kali/hari atau 2 kali perminggu dan paling banyak berada pada frekuensi 5,28 kali/hari atau 37 kali/minggu. Rata-rata frekuensi konsumsi buah seluruh mahasiswi yaitu 1,4 kali/hari atau 10 kali/minggu dan 54% mahasiswi kesehatan mengonsumsi buah di atas rata-rata tersebut. Rata-rata

frekuensi konsumsi buah mahasiswi kesehatan adalah 1,74 kali/hari atau 12 kali/minggu. Hasil penelitian ini masih lebih tinggi dari pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2008) pada mahasiswa TPB IPB yang menyatakan bahwasanya responden hanya mengonsumsi sayur 3,4 kali/ minggu dan mengonsumsi buah 2 kali/minggu.

5.4.2.Pola Konsumsi Sayur dan Buah Mahasiswi Non Kesehatan

Pola konsumsi sayur dan buah mahasiswi non kesehatan lebih rendah daripada mahasiswi kesehatan. Jumlah konsumsi sayur pada mahasiswi non kesehatan hanya 6% yang berada pada kategori baik dan sisanya sebesar 94% berada pada kategori tidak baik. Konsumsi sayur mahasiswi non kesehatan berkisar antara 10-262,5 gram/hari, rata-rata konsumsi sayur seluruh responden sebesar 83,13 gr dan 30% mahasiswi non kesehatan mengonsumsi sayur di atas rata-rata konsumsi (≥ 83,13 gr/hari). Rata-rata konsumsi sayur pada mahasiswi non kesehatan sebesar 75,9 gram/hari masih lebih rendah dari anjuran yaitu sebesar 150 gram/hari dan terdapat 4 orang mahasiswi non kesehatan yang tidak mengonsumsi sayur sama sekali selama 2 hari yaitu hari kuliah dan hari libur dan 2 orang diantaranya tidak menyukai sayur. Hasil ini masih lebih tinggi daripada hasil penelitian Elnovriza, dkk (2008) pada mahasiswa Universitas Andalas yang berdomisili di asrama yang menyatakan bahwasanya rata-rata konsumsi sayuran responden hanya sebesar 40 gram/hari.

Jumlah konsumsi buah pada mahasiswi non kesehatan hanya 8% yang berada pada kategori baik dan 92% berada pada kategori tidak baik. Konsumsi buah

mahasiswi non kesehatan berkisar antara 10-375 gram/hari, rata-rata jumlah konsumsi buah seluruh mahasiswi sebesar 95,84 gram/hari dan 36% mahasiswi non kesehatan mengonsumsi jumlah buah di atas rata-rata konsumsi buah tersebut. Rata-rata konsumsi buah pada mahasiswi kesehatan sebesar 96,7 gram/hari masih lebih rendah dari anjuran yaitu sebesar 200 gram/hari dan terdapat 12 orang mahasiswi non kesehatan yang tidak mengonsumsi buah sama sekali selama 2 hari yaitu hari kuliah dan hari libur. Hasil ini menunjukkan bahwasanya mengonsumsi sayur dan buah dengan jumlah yang cukup tidak terlalu penting bagi mahasiswi non kesehatan. Dan kesadaran mahasiswi non kesehatan akan pentingnya konsumsi sayur dan buah dengan jumlah yang dianjurkan juga sangat rendah.

Menurut Hardono (1998) dalam penelitian Setiowati (2000), masih rendahnya konsumsi buah di Indonesia terkait dengan beberapa faktor, disamping pendapatan, konsumsi buah tersebut tampaknya juga terkait dengan masalah masih rendahnya kesadaran mengonsumsi buah (sebagai sumber vitamin, mineral, atau protein nabati), rendahnya ketersediaan buah, dan kurangnya keterjangkauan konsumsi produk oleh rumah tangga.

Konsumsi sayur dan buah dengan jenis yang dianjurkan juga masih rendah dikalangan mahasiswi non kesehatan. Jenis konsumsi sayur kategori baik pada mahasiswi non kesehatan sebesar 28% dan pada kategori tidak baik sebesar 72%. Jenis konsumsi buah kategori baik pada mahasiswi non kesehatan sebesar 48% dan pada kategori tidak baik sebesar 52%. Jenis sayur yang paling banyak dikonsumsi mahasiswi non kesehatan adalah kol (38%), wortel (34%), kacang panjang (24%) dan gori (22%). Jenis buah yang paling banyak dikonsumsi mahasiswi non kesehatan

adalah semangka (24%), pisang (16%), jambu biji (14%), dan nenas (14%). Meskipun ketersediaan sayur dan buah melimpah dengan berbagai jenis di sekitar mahasiswi tetapi belum bisa menjanjikan mahasiswi untuk mengonsumsi sayur dan buah dengan berbagai jenis. Kebanyakan mahasiswi memberi alasan tidak banyak mengonsumsi berbagai jenis sayur dan buah karena jenis sayur dan buah yang dijual monoton terutama dalam pengolahannya yang mudah membuat mahasiswi bosan untuk mengonsumsi sayur dan buah dengan pengolahan yang sama. Alasan lain jenis konsumsi sayur responden rendah karena beberapa mahasiswi yang rantangan, hanya memeroleh sayur dengan 1 jenis dan dikonsumsi untuk makan siang dan makan malam jadi jenis sayur untuk makan siang dan makan malam hanya 1 jenis saja. Sementara pada pagi hari responden hampir tidak pernah konsumsi sayur dan buah.

Frekuensi konsumsi sayur dan buah pada mahasiswi non kesehatan juga lebih rendah daripada mahasiswi kesehatan. Pada mahasiswi non kesehatan, frekuensi konsumsi sayur pada kategori baik yaitu sebesar 14% dan kategori tidak baik sebesar 86%. Pada frekuensi konsumsi buah hanya berbeda sedikit, pada kategori baik sebesar 16% dan kategori tidak baik sebesar 84%.

Frekuensi konsumsi sayur mahasiswi non kesehatan paling sedikit yaitu 0,14 kali/ hari atau 1 kali perminggu dan paling banyak 3,42 kali/hari atau 24 kali/minggu. Rata-rata frekuensi konsumsi sayur seluruh mahasiswi sbesar 1,3 kali/hari atau 9 kali/minggu dan 28% mahasiswi non kesehatan mengonsumsi sayur dengan frekuensi di atas rata-rata tersebut. Rata-rata frekuensi konsumsi sayur mahasiswi non kesehatan adalah 1,15 kali/hari atau 8 kali/minggu. Frekuensi konsumsi buah mahasiswi non kesehatan paling sedikit berada pada frekuensi 0,14 kali/hari atau 1

kali perminggu dan paling banyak berada pada frekuensi 2,85 kali/hari atau 20 kali/minggu. Rata-rata frekuensi konsumsi buah seluruh mahasiswi yaitu 1,4 kali/hari atau 10 kali/minggu dan 46% mahasiswi non kesehatan mengonsumsi buah dengan frekuensi di atas rata-rata tersebut. Rata-rata frekuensi konsumsi buah mahasiswi non kesehatan adalah 1,22 kali/hari atau 9 kali/minggu.

Hal yang membuat frekuensi konsumsi sayur dan buah ini rendah karena mahasiswi hanya mengonsumsi sayur dan buah rata-rata hanya pada siang hari dimana pada siang hari mahasiswi mudah memeroleh sayur dan buah dari kantin kampus atau dari pedagang-pedagang yang berjualan sayur dan buah di lingkungan kampus. Sementara pada pagi hari jarang sekali mengonsumsi sayur dan buah dengan alasan belum ada yang menjual sayur dan buah dan malam hari mahasiswi sangat jarang mengonsumsi sayur dan buah karena mereka beranggapan bahwasanya sayur yang dijual di rumah makan pada malam hari sudah tidak enak karena sayur tersebut sudah dari pagi dimasak dan penjual rujak yang merupakan sumber utama mahasiswi memeroleh buah tidak berjualan pada malam hari. Alasan lain mahasiswi hanya mengonsumsi sayur pada siang hari saja karena beberapa mahasiswi memeroleh sayur dengan cara rantangan khusus untuk siang dan malam hari dan sayur dari rantangan tersebut lebih sering dihabiskan pada makan siang dan pada malam hari responden hanya mengonsumsi lauk saja tanpa sayur. Hal itulah yang menyebabkan mahasiswi mengonsumsi sayur dan buah dengan frekuensi yang tidak baik.

Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan pada pola konsumsi sayur dan buah, adanya perbedaan jumlah konsumsi buah, jenis konsumsi sayur dan buah serta frekuensi konsumsi sayur dan buah antara mahasiswi kesehatan dan mahasiswi non

kesehatan, yaitu ditunjukkan oleh nilai p<0,05. Dimana pola konsumsi sayur dan buah mahasiswi kesehatan lebih baik daripada mahasiswi non kesehatan. Namun pada jumlah konsumsi sayur dengan menggunakan uji Mann Whitney tidak menunjukkan adanya perbedaan pada mahasiswi kesehatan dan mahasiswi non kesehatan dengan nilai p>0,05.

5.5. Gambaran Pengetahuan Gizi Mahasiswi Terhadap Jumlah Konsumsi Sayur dan Buah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori baik, hanya 15,4% yang mengonsumsi jumlah sayur dalam kategori baik (≥150 gram/hari) dan 23,1% yang mengonsumsi jumlah buah dalam kategori baik (≥200 gram/hari) serta terdapat 84,6% yang mengonsumsi jumlah sayur dalam kategori tidak baik (<150 gram/hari) dan 76,9% yang mengonsumsi jumlah buah dalam kategori tidak baik (<200 gram/hari).

Pada mahasiswi yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori sedang, hanya 6,6% yang mengonsumsi jumlah sayur dalam kategori baik (≥150 gram/hari) dan 8,2% yang mengonsumsi jumlah buah dalam kategori baik (≥200 gram/hari) serta terdapat 93,4% yang mengonsumsi jumlah sayur dalam kategori tidak baik (<150 gram/hari) dan 91,8% yang mengonsumsi jumlah buah dalam kategori tidak baik (<200 gram/hari).

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwasanya mahasiswi baik itu mahasiswi kesehatan maupun mahasiswi non kesehatan yang memiliki pengetahuan baik, hanya sedikit yang mengonsumsi sayur dan buah dengan jumlah

yang dianjurkan. Ini disebabkan karena pengetahuan yang dimiliki responden baru merupakan suatu informasi yang disimpan dalam ingatan, belum dipraktikkan dalam tindakan yakni mengonsumsi sayur dan buah dengan jumlah yang dianjurkan.

5.6. Gambaran Pengetahuan Gizi Mahasiswi Terhadap Jenis Konsumsi Sayur dan Buah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori baik, terdapat 51,3% yang mengonsumsi jenis sayur dalam kategori baik (≥ 2 jenis sayur/hari) dan 17,9% yang mengonsumsi jenis buah dalam kategori baik (≥ 2 jenis buah/hari) serta terdapat 48,7% yang mengonsumsi jenis sayur dalam kategori tidak baik (<2 jenis sayur/hari) dan 82,1% yang mengonsumsi jenis buah dalam kategori tidak baik (<2 jenis buah/hari).

Pada mahasiswi yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori sedang, terdapat 32,8% yang mengonsumsi jenis sayur dalam kategori baik (≥2 jenis sayur/hari) dan 21,3% yang mengonsumsi jenis buah dalam kategori baik (≥2 jenis buah/hari) serta terdapat 67,2% yang mengonsumsi jenis sayur dalam kategori tidak baik (<2 jenis sayur/hari) dan 78,7% yang mengonsumsi jenis buah dalam kategori tidak baik (<2 jenis buah/hari).

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwasanya mahasiswi baik itu mahasiswi kesehatan maupun mahasiswi non kesehatan yang memiliki pengetahuan baik, hanya sedikit yang mengonsumsi sayur dan buah dengan jenis yang dianjurkan. Hamalik (2000) dalam penelitian Badrialaily (2004) menyatakan

bahwa faktor lingkungan sekolah/kampus memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan konsumsi pangan. Hal ini berhubungan dengan makanan yang dijual di kantin yang akan memengaruhi dalam pemilihan menu makanan yang akan dikonsumsi.

5.7. Gambaran Pengetahuan Gizi Mahasiswi Terhadap Frekuensi Konsumsi

Dokumen terkait