HASIL PENELITIAN
4.8. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Pola Makan
5.1.2. Pola Makan Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga
Berdasarkan penelitian, konsumsi energi balita berdasarkan umur ibu, ada kecenderungan konsumsi energi kurang pada usia dewasa akhir (36-45 tahun) dan
>46 tahun dibandingkan dengan usia 26-35 tahun. Menurut Hurlock dalam Gabriel (2008) ibu yang lebih berumur (umur lebih matang) cenderung akan menerima perannya dengan sepenuh hati sehingga pola makan anak balitanya menjadi baik. Akan tetapi, teori tersebut berlawanan dengan yang terjadi di Kelurahan Sondi Raya karena yang terjadi di Kelurahan Sondi Raya semakin tua ibu, konsumsi energy balitanya menjadi kurang. Hal ini karena, ibu yang sudah berumur cenderung berada dalam kelompok keluarga besar dan pendapatan keluarga rendah.
Berdasarkan pendidikan terakhir ibu, ada kecenderungan diperoleh presentase konsumsi energi kurang berasal dari ibu yang memiliki pendidikan rendah yaitu sebesar 66,7% dibandingkan dengan pendidikan ibu tinggi yaitu dengan presentase 19,1%. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan
mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam kesehatan dan gizi. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan formal yang tinggi dapat mempunyai pengetahuan gizi yang tinggi pula (Atmarita &
Fallah, 2004).
Berdasarkan jumlah anggota keluarga, ada kecenderungan diperoleh persentase konsumsi energi kurang berasal dari keluarga besar dan keluarga sedang yaitu 100,0% dan 50,0% dibandinggakan dengan balita yang berasal dari keluarga kecil yaitu diperoleh presentase sebesar 20,4%. Dengan kondisi seperti itu maka hal tersebut dapat mempengaruhi pendistribusian pangan dalam keluarga, ditambah lagi dengan jumlah pendapatan rendah dan jumlah anggota keluarga juga banyak, maka dapat memperburuk keadaan status gizi anak balita.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suhardjo (2003) yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga juga mempunyai pengaruh terhadap timbulnya masalah gizi.
Dimana anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga lainnya dan anak yang kecil biasanya paling terpengaruh oleh kurang pangan. Sebab dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda perlu zat gizi yang relatif lebih banyak dari pada anak-anak yang lebih tua.
Dengan demikian anak-anak yang lebih muda mungkin tidak diberi cukup makanan yang memenuhi kebutuhan gizi.
Berdasarkan pendapatan keluarga, ada kecenderungan diperoleh anak balita konsumsi energi kurang sebanyak 61,1% pada keluarga yang tingkat
pendapatannya rendah, sedangkan konsumsi energi baik sebanyak 38,9%
dibandingkan dengan keluarga yang tingkat pendapatannya tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhardjo (2003) yang menyatakan bahwa pendapatan yang rendah menyebabkan daya beli yang rendah pula, sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan, keadaan ini sangat berbahaya untuk kesehatan keluarga dan akhirnya dapat berakibat buruk terhadap keadaan status gizi terutama bagi balita. Dalam kaitannya dengan status gizi, pendapatan mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi pangan, tetapi pendapatan yang tinggi belum tentu menjamin keadaan gizi yang baik.
Berdasarkan pekerjaan ibu, ada kecenderungan diperoleh konsumsi energi kurang yaitu dengan presentase 38,2% pada ibu yang bekerja dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja yaitu diperoleh presentase sebanyak 15,0%. Pada umumnya ibu bekerja di luar rumah dapat memberikan penambahan pendapatan keluarga. Namun hal ini dapat mempengaruhi pola asuh anak, karena ibu yang bekerja akan memiliki alokasi waktu yang lebih sedikit untuk keperluan anak terutama perhatian dalam konsumsi pangan anak. Oleh karena itu, walaupun ibu bekerja di luar rumah tetap tidak dapat meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga, pengasuh dan perawat anaknya (Dagun, 1990). Ibu yang tidak bekerja di luar rumah (ibu rumah tangga) akan memiliki alokasi waktu yang lebih banyak untuk keperluan keluarga. Kebiasaan makan anak dapat lebih diperhatikan oleh ibu, sehingga anak diharapkan akan mempunyai perilaku makan yang baik.
Terlebih lagi jika ibu memiliki pengetahuan gizi yang baik, maka anak akan
tumbuh optimal dan sehat (Susanti, 1999). Akan tetapi, balita dengan konsumsi energi kurang juga terdapat pada ibu yang tidak bekerja. Hal ini diasumsikan karena pengetahuan ibu tentang gizi masih rendah, didukung dengan pendidikan yang juga rendah serta pendapatan keluarga yang tergolong rendah. Oleh karena itu, walaupun ibu memiliki banyak waktu untuk balitanya tetapi jika pendapatan rendah maka untuk mencukupi kebutuhan makan menjadi berkurang.
Pengetahuan gizi ibu diperoleh dari posyandu ketika mengukur status gizi balitanya. Ibu yang pengetahuan gizinya pada kategori cukup dan kurang memiliki anak dengan konsumsi energi kurang sebanyak 57,1% dan 100,0%.
Rendahnya tingkat pengetahuan ibu dapat memungkinkan rendahnya tingkat konsumsi energi pada anak balita. Pengetahuan penting peranannya dalam menentukan asupan makanan. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap perilaku dalam memilih makanan yang akan berdampak pada asupan gizinya. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi, masyarakat akan tahu bagaimana menyimpan dan menggunakan pangan (Suhardjo, 1996). Ibu yang memiliki pengetahuan baik tetapi memiliki anak dengan konsumsi energi kurang diasumsikan karena ibu sibuk bekerja sehingga walaupun ibu tahu, tetapi tidak dilaksanakan di rumah tangga.
Keadaan tingkat konsumsi yang rendah dalam penelitian ini sesuai dengan kebiasaan makan anak pada usia ini yang umumnya sulit makan, porsinya sedikit dan kurang bervariasi, bahkan sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral masih banyak anak yang tidak menyukainya. Ibu yang tidak bekerja di luar rumah (ibu rumah tangga) akan memiliki alokasi waktu yang lebih banyak untuk keperluan
keluarga. Kebiasaan makan anak dapat lebih diperhatikan oleh ibu, sehingga anak diharapkan akan mempunyai perilaku makan yang baik. Terlebih lagi jika ibu memiliki pengetahuan gizi yang baik, maka anak akan tumbuh optimal dan sehat (Susanti, 1999). Makanan lain yang sering dikonsumsi balita adalah permen, cokelat dan kerupuk. Adanya kecenderungan balita yang sering mengkonsumsi permen, cokelat dan kerupuk yaitu balita yang berasal dari keluarga yang tidak miskin.
5.2. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga
5.2.1. Status gizi anak balita menurut indeks BB/U berdasarkan