• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PEMANFAATAN IKAN TUNA DI NUSA TENGGARA

Pendahuluan

Pemanfaatan sumberdaya ikan dapat diartikan sebagai proses memperoleh sumberdaya ikan di perairan yang sedang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009; Kamus Besar Bahasa Indonesia). Parenrengi (2009) menyatakan bahwa kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan secara finansial dan memperoleh nilai tambah, misalnya penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan terhadap protein hewani, devisa serta pendapatan negara. Supardan (2006) menyatakan hal yang serupa, yaitu pemanfaatan sumberdaya ikan merupakan kegiatan ekonomi yang dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan bangsa. Pada dasarnya, pemanfaatan sumberdaya ikan merupakan suatu upaya untuk mengambil sejumlah kekayaan di suatu wilayah perairan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Upaya yang dilakukan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan dimulai dari persiapan sarana yang akan digunakan, dilanjutkan dengan kegiatan penangkapan ikan menggunakan sarana tersebut, kemudian menjaga mutu ikan yang ditangkap, dilanjutkan dengan melakukan pengolahan ikan untuk memberikan nilai tambah, dan diakhiri dengan menjualnya.

Informasi awal yang diperoleh menyatakan bahwa kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara terindikasi tidak bertanggungjawab dan tidak berkelanjutan. Hal tersebut terkait dengan kegiatan penangkapan ikan tuna secara

illegal, unreported, dan unregulated (IUU fishing); penangkapan ikan tuna secara berlebihan; penangkapan ikan tuna yang belum matang gonad (baby tuna); penangkapan ikan tuna menggunakan bahan kimia yang berbahaya (seperti bom ikan tuna); dan pelanggaran batas-batas laut teritorial. Adapun ikan tuna yang dimaksud pada penelitian ini adalah ikan tuna jenis madidihang (yellow fin tuna), tuna mata besar (big eye tuna), dan albakora (albacora). Hal tersebut dikarenakan ketiga jenis ikan tuna tersebut adalah jenis ikan tuna dengan tujuan ekspor dan merupakan jenis ikan tuna yang ditangkap menggunakan ukuran kapal yang bervariasi (< 3 GT hingga 30 GT).

Pada penelitian ini, informasi mengenai pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara akan digali lebih mendalam melalui upaya memahami pola pemanfaatan ikan tuna dengan mengacu pada prinsip penangkapan ikan yang bertanggungjawab. Aspek-aspek kajian pada pendekatan EAFM (Ecosystem Approach for Fisheries Management) digunakan untuk dapat melakukan pemahaman pola pemanfaatan ikan tuna tersebut. Menurut FAO (2008), pendekatan EAFM umumnya diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang mencakup keseluruhan ekosistem, termasuk aspek stakeholder

dan dampak yang terjadi pada setiap sektor yang terkait pada perikanan. FAO (2003) mendefinisikan pendekatan EAFM sebagai sebuah konsep pengelolaan perikanan yang menyeimbangkan antara tujuan sosial-ekonomi dengan tetap

mempertimbangkan pengetahuan, informasi, dan ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik, dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan. Secara lebih sederhana, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia melalui National Working Group II EAFM menyatakan bahwa pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem menitikberatkan keterkaitan antara target spesies sumberdaya ikan dengan ekosistem perairan dan segenap unsur terkait didalamnya, dimana keterkaitan tersebut tidak hanya dalam perspektif ekologi tetapi juga keterkaitan antara sistem ekologis dengan sistem sosial sebagai unsur utama dari pengelolaan perikanan.

Pada penelitian ini, indikator pada masing-masing aspek kajian di pendekatan EAFM digunakan sebagai acuan dalam menentukan pola pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. Adapun aspek kajian yang dimaksud adalah:

1. Aspek sumberdaya ikan, bertujuan untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan.

2. Aspek teknologi penangkapan ikan, bertujuan untuk penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan sesuai dengan daya dukung sumberdaya ikan

3. Aspek ekonomi-sosial, bertujuan untuk mencapai kesejahteraan nelayan yang lestari serta meningkatkan nilia-nilai sosial dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan

4. Aspek kelembagaan, bertujuan untuk meningkatkan kinerja kelembagaan dalam tata kelola pemanfaatan sumberdaya ikan

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah menentukan pola pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara dengan menggunakan indikator-indikator pada aspek sumberdaya ikan, teknologi penangkapan ikan, ekonomi-sosial, dan kelembagaan.

Metode Penelitian

Pada bab ini akan dilakukan tahap pertama SSM, yaitu pemahaman terhadap situasi permasalahan melalui analisis situasi terhadap indikator-indikator yang terdapat pada masing-masing aspek kajian dengan pendekatan EAFM. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitis, yaitu metode yang bertujuan memberikan gambaran terhadap suatu objek penelitian yang diteliti melalui sampel atau data yang telah dikumpulkan dan membuat kesimpulan secara umum (Sugiyono 2009). Sementara itu, penelitian ini menggunakan data

time series yang bersumber dari dua provinsi, yaitu Provinsi NTB dan Provinsi NTT. Data dari kedua provinsi tersebut digabungkan dengan cara menjumlahkannya. Berikut merupakan analisis data yang dilakukan pada masing- masing indikator untuk empat aspek kajian pada penelitian ini:

1) Aspek sumberdaya ikan: a. Length frequency analysis

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ukuran panjang ikan tuna per jenis yang didaratkan di Nusa Tenggara. Analisis ini menggunakan bantuan Ms. Excel untuk melakukan pengolahan data histogram. Data yang digunakan pada analisis ini merupakan data ukuran panjang per jenis ikan tuna yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan. Ukuran panjang yang digunakan adalah panjang cagak (fork length/FL).

b. Analisis trend CPUE

Analisis ini menggunakan nilai CPUE (catch per unit effort) untuk unit penangkapan ikan yang menangkap masing-masing jenis ikan tuna yang didaratkan di Nusa Tenggara. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa produksi per jenis ikan tuna dan jumlah trip untuk menangkap masing-masing jenis ikan tuna tersebut selama 5 tahun (2009 – 2013). Rumus CPUE yang digunakan adalah:

Ikan tuna yang didaratkan di Nusa Tenggara adalah ikan tuna yang ditangkap oleh tiga jenis alat tangkap (pancing tonda, pancing ulur dan huhate). Oleh karena itu, maka perlu dilakukan standarisasi alat tangkap sebelum melakukan analisis CPUE. Standarisasi tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis fishing power index (FPI). Rumus FPI yaitu:

Keterangan:

CPUEr = total hasil tangkapan (catch) per unit upaya penangkapan (effort) dari alat tangkap r yang akan distandarisasi (ton/trip)

CPUEs = total hasil tangkapan (catch) per unit upaya penangkapan (effort) dari alat tangkap s yang dijadikan standar (ton/trip)

FPIi = fishing power index dari alat tangkap i (yang

distandarisasi dan alat tangkap standar)

Alat tangkap yang digunakan sebagai alat tangkap standart adalah alat tangkap yang memiliki nilai CPUE paling tinggi.

c. Analisis pola musim penangkapan ikan

Pola musim penangkapan ikan akan dilakukan untuk mengetahui pada bulan apa saja ikan tuna banyak didaratkan di Nusa Tenggara. Adapun analisis pola musim penangkapan dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata bergerak (moving average) dengan bantuan Ms. Excel. Pada penelitian ini, metode rata-rata bergerak dikutip dari modifikasi yang telah dilakukan oleh Wiyono (2001). Berikut merupakan langkah-langkah perhitungan dengan menggunakan metode tersebut:

Keterangan:

i = 1,2,3, …, n

ni = urutan ke-i

(2) Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RG):

Keterangan:

i = 7,8, …, n – 5

RGi = rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i CPUEi = urutan ke-j pada deret ni

(3) Menyusun deret jumlah CPUE selama 24 bulan untuk setiap bulan (RGP):

Keterangan:

RGPi = rata-rata bergerak CPUE terpusat ke-i RGi = rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i

i = 7, 8, …, n-5

(4) Menyusun rata-rata bulan (Rb):

Keterangan:

Rbi = rasio rata-rata bulan urutan ke-i CPUEi = CPUE urutan ke-i

RGPi = rata-rata bergerak CPUE terpusat urutan ke-i

i = 7,8, …, n – 5

(5) Menyusun nilai rasio rata-rata dalam suatu matriks berukuran i x j yang disusun untuk setiap bulan, dimulai dari bulan Juli – Juni. Selanjutnya menghitung total rasio rata-rata tiap bulan, kemudian menghitung total rasio rata-rata secara keseluruhan dan pola musim penangkapan.

a) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i

Keterangan:

RRBi = rata-rata dari Rbij bulan ke-i

Rbij = rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i x j

i = 1, 2, 3, …, 12

b) Jumlah rasio rata-rata bulanan

Keterangan:

JRRB = jumlah rasio rata-rata bulanan RRBi = rata-rata Rbij untuk bulan ke-i

i = 1, 2, 3, …, 12

c) Menghitung faktor koreksi

Keterangan:

FK = faktor koreksi

JRRB = jumlah rasio rata-rata bulanan d) Indeks musim penangkapan

Keterangan:

IMPi = indeks musim penangkapan ikan bulan ke-i RRBi = rasio rata-rata bulanan ke-i

i = 1, 2, 3, …, 12

Kriteria yang digunakan pada analisis pola musim penangkapan yaitu nilai indeks musim penangkapan (IMP). Apabila nilai IMP untuk masing-masing jenis ikan tuna pada suatu bulan tertentu adalah di atas 100%, maka dapat dikatakan bahwa bulan tertentu tersebut merupakan musim penangkapan ikan tuna. Sedangkan, jika nilai IMP untuk masing-masing jenis ikan tuna pada suatu bulan tertentu adalah di bawah 100%, maka dapat dikatakan bahwa bulan tertentu tersebut bukan merupakan musim penangkapan masing-masing jenis ikan tuna. d. Analisis daerah penangkapan ikan

Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan mengenai perairan yang menjadi daerah penangkapan ikan tuna di Nusa Tenggara. Data yang dikumpulkan untuk mendeskripsikan hal tersebut yaitu lokasi perairan yang umumnya digunakan oleh nelayan tuna di Nusa Tenggara untuk melakukan kegiatan penangkapan, serta lokasi pemasangan rumpon yang digunakan sebagai alat bantu penangkapan ikan. Software ArcView 3.3 digunakan pada penelitian ini untuk membuat peta daerah penangkapan ikan tuna di perairan Nusa Tenggara.

2) Aspek teknologi penangkapan ikan: a. Analisis unit penangkapan ikan

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif berdasarkan hasil pengamatan langsung dan wawancara. Pada analisis ini, dilakukan deskripsi mengenai dimensi kapal, jenis dan dimensi alat tangkap, serta jumlah nelayan pada masing-masing unit penangkapan ikan. Selain itu dideskripsikan pula alat bantu penangkapan yang digunakan oleh nelayan tuna di Nusa Tenggara, yaitu rumpon. Jenis dan dimensi rumpon, serta lokasi pemasangan rumpon dideskripsikan pada bab ini.

b. Data Envelopment Analysis (DEA)

DEA adalah suatu pendekatan analisis program matematika dengan menggunakan linear programing untuk mengestimasi efisiensi teknis kapasitas penangkapan (TECU). Mengestimasi efisiensi teknis kapasitas penangkapan dari unit penangkapan ikan tuna di perairan Nusa Tenggara dapat menentukan perlu atau tidak dilakukan perbaikan terhadap penggunaan variabelinput yang digunakan.

Pendekatan DEA menggunakan model panel data dengan multi input yang terdiri dari input tetap (fix input) dan input tidak tetap (variable input), serta single output. Berikut merupakan input dan output yang digunakan pada penelitian ini:

- Fix input: dimensi kapal untuk setiap jenis alat tangkap, yaitu terdiri dari panjang (length over all/LOA), lebar (breath/B), dalam (depth/D), dan daya mesin kapal.

- Variable input: jumlah ABK (anak buah kapal), serta kebutuhan BBM dan kebutuhan es dalam satu kali trip penangkapan.

- Single output: total seluruh jenis ikan yang dapat ditangkap dan didaratkan untuk setiap jenis alat tangkap. Pada penelitian ini, dipilih jenis alat tangkap yang dominan menangkap ikan tuna.

Data yang digunakan untuk melakukan perhitungan TECU adalah data sampel yang diperoleh dari PPP Kupang dan PPI Oeba. Hal tersebut dikarenakan sulitnya memperoleh data yang dibutuhkan untuk pengolahan DEA dengan software DEAP pada pelabuhan perikanan. Penggunaan data sampel tersebut dapat mewakili kondisi di Nusa Tenggara karena tidak terdapat perbedaan dalam hal jenis dan dimensi unit penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan tuna di PPP Kupang dan PPI Oeba dengan nelayan tuna di Nusa Tenggara.

Langkah pertama yang dilakukan untuk analisis ini yaitu menentukan vektor output sebagai u dan vektor input sebagai x. Selain itu, terdapat pula m output, n input, dan j unit penangkapan ikan. Input terbagi menjadi

fix input (xf) dan variable input (xv). Selanjutnya, kapasitas output dan nilai pemanfaatan dari input dihitung menggunakan persamaan berikut (Fare et al. 1989 vide Desniarti 2007):

Keterangan:

zj = variabel intensitas untuk pengamatan

θ1 = nilai efisiensi teknis atau proporsi dengan mana output

ditingkatkan pada kondisi produksi pada tingkat kapasitas penuh

λjn = rata-rata pemanfaatan variable input (variable input utilization

rate/VIU), yaitu rasio penggunaan input secara optimum xjn

terhadap pemanfaatan input dari pengamatan xjn

Efisiensi teknis kapasitas penangkapan (technical efficiency capacity utilization, TECU) kemudian didefinisikan dengan menggandakan θ1* dan produksi sesungguhnya. Rumus yang digunakan untuk perhitungan TECU tersebut yaitu (Fare et al. 1989 vide Desniarti 2007):

Suatu unit penangkapan ikan dikatakan efisien jika nilai TECU = 1. Namun, suatu unit penangkapan ikan dikatakan belum efisien jika nilai TECU < 1.

Apabila nilai TECU < 1, maka perlu dilakukan suatu perbaikan terhadap

variabel input yang digunakan (VIU). Adapun kriteria nilai VIU yang digunakan adalah (Wiyono 2012; Nugraha dan Hufiadi 2013):

-

VIU = 1, maka dapat dikatakan bahwa unit penangkapan ikan telah efisien dalam memanfaatkan variable input yang digunakan.

-

VIU < 1, maka unit penangkapan ikan berlebih dalam menggunakan

variable input, sehingga perlu dilakukan pengurangan jumlah variable input yang digunakan.

-

VIU > 1, maka unit penangkapan ikan mengalami kekurangan dalam penggunaan variable input, sehingga perlu penambahan agar pemanfaatan variable input menjadi efisien

c. Analisis selektivitas alat tangkap

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan studi literatur yang sebelumnya dilakukan pula pengamatan mengenai jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan tuna. Analisis ini menggunakan analisis deskriptif untuk menjelaskan tingkat selektivitas alat tangkap tersebut. 3) Aspek ekonomi-sosial:

Aspek ekonomi-sosial yang dianalisis terdiri dari pengolahan ikan tuna, pemasaran ikan tuna, pendapatan usaha, konflik perikanan, dan pengetahuan lokal dalam pemanfaatan ikan tuna. Semua analisis tersebut, kecuali pendapatan usaha, dilakukan dengan mendeskripsikan berdasarkan pengamatan langsung dan wawancara. Adapun pendapatan usaha dianalisis dengan menggunakan analisis usaha, dengan tujuan untuk mengetahui keuntungan jangka pendek yang diperoleh nelayan dan/atau pemilik kapal dari kegiatan penangkapan ikan tuna di Nusa Tenggara.

Terdapat beberapa analisis yang dilakukan dalam analisis usaha yaitu analisis keuntungan, analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback

period (PP) dan analisis return of invesment (ROI). Berikut penjelasan mengenai analisis usaha tersebut.

a. Analisis keuntungan

Analisis keuntungan bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha yang dilakukan. Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung keuntungan yaitu:

Keterangan:

π = keuntungan

TR = total penerimaam TC = total biaya Dengan kriteria:

o Jika TR > TC, kegiatan usaha mendapatkan keuntungan o Jika TR < TC, kegiatan usaha tidak mendapatkan keuntungan

o Jika TR = TC, kegiatan usaha berada pada titik impas atau usaha

tidak mendapatkan untung atau rugi

b. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (revenue-cost ratio)

Analisis revenue-cost ratio (R/C) dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Rumus yang digunakan untuk menghitung R/C yaitu:

Dengan kriteria:

o Jika R/C > 1, kegiatan usaha mendapatkan keuntungan o Jika R/C < 1, kegiatan usaha menderita kerugian

o Jika R/C = 1, kegiatan usaha tidak mendapatkan untung atau rugi

c. Analisis payback period (PP)

Payback period (PP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Dengan kata lain, PP dapat pula diartikan sebagai rasio antara pengeluaran investasi dengan keuntungannya yang dihasilkan berdasarkan satuan waktu. Perhitungan PP dapat dilakukan dengan rumus:

d. Analisis return of investment (ROI)

Return of investment (ROI) adalah kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih. Rumus yang digunakan untuk menghitung ROI yaitu:

4) Aspek kelembagaan:

Analisis pada aspek kelembagaan dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Beberapa hal yang dideskripsikan pada analisis ini yaitu kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab yang telah ditetapkan secara formal maupun non-formal, kelengkapan aturan main (regulasi), mekanisme pengambilan keputusan, serta kapasitas pemangku kepentingan.

Hasil Aspek Sumberdaya Ikan

a. Sebaran ikan tuna yang didaratkan

Tiga jenis ikan tuna yang menjadi fokus penelitian ini adalah ikan madidihang (Thunnus albacares), ikan tuna mata besar (Thunnus obesus), dan ikan albakora (Thunnus alalunga). Namun, tidak semua jenis ikan tuna tersebut dapat ditangkap dan didaratkan oleh nelayan tuna di Nusa Tenggara setiap tahunnya. Pada Tabel 15 terlihat bahwa tidak terdapat produksi ikan albakora di Nusa Tenggara pada tahun 2012 dan tahun 2013. Ikan madidihang dan ikan tuna mata besar termasuk jenis ikan tuna yang setiap tahun selalu diproduksi oleh nelayan tuna di Nusa Tenggara. Selain itu, terlihat pula bahwa ikan madidihang merupakan spesies yang paling banyak tertangkap oleh nelayan tuna di Nusa Tenggara.

Tabel 15 Produksi tiga jenis ikan tuna di Nusa Tenggara tahun 2009 – 2013

Jenis Ikan Tuna Produksi (ton)

2009 2010 2011 2012 2013

Madidihang 1.744,05 3.192,65 5.173,44 3.192,36 8.014,80 Tuna mata besar 1.269,67 2.869,49 2.611,57 4.068,39 4.318,53

Albakora 215,8 78,7 41,5 - -

Sumber: Data Statistik Perikanan Tangkap Provinsi NTB dan Provinsi NTT (2010 – 2014)

Tabel 15 juga menunjukkan bahwa produksi ikan tuna di Nusa Tenggara memiliki trend yang meningkat selama kurun waktu tahun 2009 hingga tahun 2013, kecuali untuk jenis ikan albakora. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata produksi ikan madidihang dan ikan tuna mata besar di Nusa Tenggara, sedangkan ikan albakora di Nusa Tenggara mengalami penurunan rata- rata produksi. Berdasarkan data pada Statistik Perikanan Tangkap Indonesia Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), selama tahun 2009 hingga tahun 2013 terjadi kenaikan rata-rata produksi sebesar 22,93% per tahun untuk ikan madidihang dan 17,65% per tahun untuk ikan tuna mata besar. Sementara itu, ikan albakora mengalami penurunan rata-rata produksi sebesar 2,53% per tahun.

Ukuran panjang ikan madidihang yang didaratkan di Nusa Tenggara berada pada kisaran 20 cm hingga 187 cm. Pada Gambar 8 terlihat bahwa ikan madidihang yang paling banyak tertangkap di Nusa Tenggara pada bulan April

hingga Juni 2015 adalah ikan madidihang dengan ukuran panjang antara 41 – 50 cm. Jumlah madidihang dengan ukuran panjang tersebut mencapai 1.442 ekor atau 43,28% dari total madidihang yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015. Ukuran panjang ikan madidihang selanjutnya yang mendominasi pada rentang waktu yang sama yaitu antara 31 – 40 cm. Jumlah ikan madidihang dengan ukuran panjang tersebut adalah 504 ekor atau 15,13% dari total ikan madidihang yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015. Sementara itu, ikan madidihang dengan ukuran panjang ≤ 20 cm memiliki jumlah yang paling sedikit didaratkan, yaitu sebanyak 1 ekor atau 0,03% dari total madidihang yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015.

Gambar 8 Sebaran ukuran panjang ikan madidihang yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April – Juni 2015

Ikan tuna mata besar yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015 memiliki ukuran panjang antara 27 – 157 cm. Ikan tuna mata besar yang berukuran panjang antara 52 – 63 cm adalah ukuran panjang tuna mata besar yang paling banyak didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015. Jumlah ikan tuna mata besar dengan ukuran panjang tersebut adalah 26 ekor atau 52% dari total ikan tuna mata besar yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015. Selanjutnya, ikan tuna mata besar kedua terbanyak adalah antara 40 – 51 cm dan 136 – 147 cm, dengan masing-masing berjumlah 7 ekor atau 14% dari total ikan tuna mata besar yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015. Namun, terjadi kekosongan jumlah ikan tuna mata besar pada rentang panjang 64 – 99 cm dan 124 – 135 cm, yang berarti bahwa pada bulan April – Juni tahun 2015 tidak terdapat ikan tuna mata besar yang berukuran panjang antara 64 – 99 cm dan 124 – 135 cm yang didaratkan di Nusa Tenggara. Gambar 9 menunjukkan sebaran ukuran panjang dan jumlah ikan tuna mata besar yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015.

Gambar 9 Sebaran ukuran panjang ikan tuna mata besar yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April – Juni 2015

Ikan albakora adalah jenis tuna yang sangat jarang tertangkap dan didaratkan oleh nelayan tuna di Nusa Tenggara. Pada penelitian ini, ikan albakora sebagian besar ditemukan di Kabupaten Lombok Timur, tepatnya di PPP Labuhan Lombok. Adapun ikan albakora yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015 memiliki ukuran panjang antara 88 – 124 cm. Ukuran panjang antara 95 – 97 cm merupakan ukuran panjang ikan albakora yang mendominasi di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015. Jumlah ikan albakora dengan ukuran panjang tersebut pada rentang bulan yang sama yaitu 108 ekor atau 32,73% dari total ikan albakora yang didaratkan pada bulan April hingga Juni 2015. Selanjutnya, ikan albakora dengan ukuran panjang antara 92 – 94 cm merupakan ukuran panjang yang terbanyak kedua didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015, dengan jumlah 86 ekor atau 26,06% dari total ikan albakora yang didaratkan. Seperti halnya ikan tuna mata besar, ikan albakora memiliki kekosongan jumlah, yaitu pada ukuran panjang antara 110 – 112 cm dan antara 116 – 122 cm. Gambar 10 berikut ini akan menunjukkan lebih rinci mengenai sebaran ukuran panjang ikan albakora yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April hingga Juni 2015.

Gambar 10 Sebaran ukuran panjang ikan albakora yang didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April – Juni 2015

b. Daerah penangkapan ikan

Nelayan tuna di Nusa Tenggara melakukan kegiatan penangkapan ikan pada bagian selatan dan utara Nusa Tenggara. Lokasi tersebut disesuaikan dengan lokasi fishing base. Apabila fishing base dari nelayan tuna tersebut berada pada bagian selatan Nusa Tenggara, maka nelayan tuna akan melakukan kegiatan penangkapan di perairan bagian selatan Nusa Tenggara. Begitu pula sebaliknya, jika nelayan tuna memiliki fishing base pada bagian utara Nusa Tenggara, maka nelayan tuna tersebut akan melakukan kegiatan penangkapan pada di perairan bagian utara Nusa Tenggara. Namun, apabila fishing base nelayan tuna pada