SORAYA GIGENTIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Pemanfaatan Ikan Tuna di Nusa Tenggara secara Berkelanjutan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Soraya Gigentika
ii
RINGKASAN
SORAYA GIGENTIKA. Model Pemanfaatan Ikan Tuna di Nusa Tenggara secara Berkelanjutan. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI, SUGENG HARI WISUDO dan JOHN HALUAN.
Wilayah Nusa Tenggara terdiri dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dimana kedua provinsi tersebut diapit oleh perairan dibagian selatan dan utara yang merupakan lokasi ruaya ikan tuna. Hal tersebut menyebabkan maraknya kegiatan penangkapan ikan tuna di Nusa Tenggara sehingga mengakibatkan kegiatan penangkapan menjadi cenderung ke arah yang tidak bertanggungjawab dan menyebabkan berbagai permasalahan. Kompleksitas permasalahan pada kegiatan pemanfaatan ikan tuna tersebut memerlukan suatu tindakan nyata yang dapat menyelesaikan permasalahan secara komprehensif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pola pemanfataan ikan tuna, memformulasikan permasalahan, membuat model konseptual, dan merumuskan strategi pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara.
Penelitian ini melakukan pengembangan metode antara dua pendekatan, yaitu pendekatan SSM (Soft System Methodology) dan pendekatan EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management/EAFM). Kedua pendekatan tersebut memiliki tahapan proses yang sama, namun perbedaan keduanya terletak pada analisis yang dilakukan pada setiap tahapan proses. Pada pendekatan SSM, setiap tahapan proses telah ditentukan analisis apa yang harus dilakukan, sedangkan pada pendekatan EAFM belum terdapat hal tersebut. Pendekatan SSM merupakan pendekatan yang dapat digunakan secara umum pada seluruh bidang, sedangkan pendekatan EAFM merupakan pendekatan yang secara khusus digunakan untuk bidang perikanan. Oleh sebab itu, pengembangan metode pada kedua pendekatan tersebut dimaksudkan untuk saling melengkapi. Adapun bentuk pengembangan metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan tahapan proses pendekatan EAFM dengan menggunakan metode atau analisis pada tahapan proses pendekatan SSM untuk menghasilkan rencana aksi. Rencana aksi tersebut diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara.
iii baik sehingga menimbulkan beberapa permasalahan terkait ijin pemasangan rumpon, produktivitas unit penangkapan tuna, efisiensi teknis kapasitas penangkapan dan input produksi pada unit penangkapan ikan tuna, penangkapan
baby tuna, mutu ikan tuna, serta konflik penggunaan rumpon dengan nelayan
purse seine.
Tahap ketiga dan tahap keempat pada pendekatan SSM merupakan tahap berpikir sistem untuk melakukan formulasi permasalahan pada kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. Tahap ketiga adalah penyusunan definisi permasalahan yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan menentukan prioritas tujuan pengelolaan (tahap kedua pendakatan EAFM). Sedangkan tahap keempat pendekatan SSM adalah perancangan model konseptual yang dimaksudkan untuk mencapai penyusunan rencana aksi pada tahapan ketiga pendekatan EAFM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang terdapat pada kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara dapat diselesaikan dengan melakukan transformasi berupa penataan penggunaan rumpon; kepastian dan keuntungan usaha penangkapan ikan tuna; pembatasan penangkapan baby tuna; serta peningkatan jumlah ikan tuna berkualitas ekspor.
Tahap kelima dan tahap keenam pada pendekatan SSM adalah melakukan perbandingan antara model konseptual dengan real world dan menentukan perubahan yang diinginkan. Kedua tahapan proses pendekatan SSM tersebut merupakan rangkaian untuk mencapai rencana aksi pada tahap ketiga pendekatan EAFM. Hasil dari dua tahapan SSM tersebut adalah pemerintah perlu melakukan beberapa perubahan pada mekanisme penegakan hukum yang tegas dan efektif serta penentuan alokasi jumlah rumpon yang ideal; penentuan jumlah alokasi
effort optimal; penentuan input produksi yang efisien; pembuatan regulasi, pengembangan teknologi penangkapan, serta pengaturan musim dan lokasi penangkapan ikan tuna; pelatihan kepada nelayan, perusahaan perikanan, dan pengumpul ikan tuna serta penyediaan fasilitas rantai dingin; serta penegakan hukum yang tegas dan efektif untuk pelanggaran jalur penangkapan ikan. Perubahan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah keterlibatan pelaku usaha penangkapan ikan tuna dalam memperbaiki sistem pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara melalui proses sosialisasi dan konsultasi publik. Selain itu, pemerintah perlu melibatkan pihak perguruan tinggi atau lembaga penelitian untuk melakukan kajian agar diperoleh hasil yang lebih komperehensif.
Tahap ketujuh pada pendekatan SSM adalah tahap menentukan langkah tindakan perubahan. Tahap ketujuh tersebut merupakan rangkaian terakhir untuk mencapai tahap ketiga pada pendekatan EAFM, yaitu menentukan rencana aksi. Penelitian ini menghasil 20 strategi yang diperlukan untuk mencapai kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara secara berkelanjutan. Masing-masing strategi tersebut memiliki rencana aksi yang dapat dilakukan dengan periode waktu tertentu. Terdapat rencana aksi yang dilakukan pada periode waktu pendek, menengah, atau panjang.
iv
SUMMARY
SORAYA GIGENTIKA. Sustainable Tuna Utilization model in Nusa Tenggara. Supervised by TRI WIJI NURANI, SUGENG HARI WISUDO and JOHN HALUAN.
Nusa Tenggara region consists of West Nusa Tenggara (NTB) and East Nusa Tenggara (NTT), where two provinces are flanked by the waters in the south and the north which is the location of tuna migrating route. This condition led to the rise of tuna fishing activities in Nusa Tenggara resulting in irresponsible fishing activities and causing various problems. The complexity of the problems in the tuna fisheries utilization activities require an action to resolve the problems in a comprehensive manner. The purpose of this study are to determine the pattern of tuna utilization, to formulate the problem, to create a conceptual model and to formulate a strategy for the utilization of tuna in Nusa Tenggara.
To achieve the objectives of the research, Soft System Methodology (SSM) and Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) is used. Both methods have the same approach however; the differences between the two are the ways in analyzing each process level. While using SSM approach, every process in each level has been defined by using certain analysis, EAFM approach is not defined with such analysis. The approach for SSM is generally used in every field however EAFM is specifically used only in fisheries. Therefore, this research uses both approaches to complete each weakness. Both methodologies are used to achieve an action in approaching the ecosystem, whereas SSM is the method being used to process the level. The action plan is expected to overcome the problems regarding the utilization of tunas in Nusa Tenggara.
Research method was developed in two approaches, namely SSM and EAFM approach. Both approaches have the same stage of the process, but the difference between the two lies in the analysis conducted at each stage of the process. At SSM approach, each stage of the process has been determined of which analysis should be performed, while this feature still unavailable on EAFM approach. SSM is an approach that can be universally used in the whole field, while EAFM is an approach which is used specifically for fisheries. Therefore, the development of methods on both approaches are intended to complement each other. The form of the development method which conducted in this research is by performing the process of EAFM approach using methods or analysis of SSM approach to produce an action plan. These action plan is expected to solve the problems of tuna utilization activities in Nusa Tenggara.
v issues for the second stage of EAFM approach. Results of research on the second stage of SSM showed that stakeholders involved on tuna utilization activities in Nusa Tenggara are the government, the management of the fishing port, and businessmen. There are stakeholders who do not function well, causing some of the problems related to FADs deployment license, productivity of tuna fishing unit, technical efficiency of fishing capacity and production inputs on tuna fishing unit, baby tuna fishing, tuna quality level, and conflicts related to the use of FADs by purse seiner.
The third and fourth stage of the SSM approach is systems thinking stage to perform the formulation of the problems on tuna utilization activities in Nusa Tenggara. The third stage is the preparation of problem definition which is intended to identify and prioritize the management objectives (the second stage of the EAFM approach). While the fourth stage of the SSM approach is to design a conceptual model that is intended to achieve the action plan in the third stage of the EAFM approach. The results showed that the problem lies within tuna utilization activities in Nusa Tenggara can be solved by transforming the FADs deployment management; certainty and profit in tuna fishing business; restriction of baby tuna fishing operation; and increasing the number of export-quality tuna.
The fifth and the sixth stages on SSM approach are to do a comparison between the conceptual model to the real world and to determine the desired changes. Both stages are series to achieve the action plan in the third stage of the EAFM approach. Both stages of the SSM approach conclude that the government needs to make some changes on the mechanism of strict and effective law-enforcement as well as determining ideal allocation number of FADs; to determine the optimal amount of effort allocation; to determine the efficient of production inputs; to carry out legislation, the development of fishing technology and management of tuna fishing season and the location; to provide training for tuna fishermen, fishing companies and tuna's collectors and the provision of cold chain facilities; as well as strict and effective law-enforcement for violations of fishing lines. The government needs to consider the changes involving businessmen in tuna fishing in order to improve the system of tuna utilization in Nusa Tenggara through sosialization and public consultation process. Furthermore, the government needs to involve universities or research institutions to do researches in order to achieve a more comprehensive result.
The seventh stage of the SSM is defining the changing action. This seventh stage is the last stage to achieve the third stage in EAFM approach, namely to determine an action plan. The result of this research is 20 strategies needed to achieve sustainable tuna utilization activities in Nusa Tenggara. Each strategy has its own action plan that can be applied in a specific time period. The action plan is carried out in a short, medium, or long time period.
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
vii
MODEL PEMANFAATAN IKAN TUNA DI NUSA TENGGARA
SECARA BERKELANJUTAN
SORAYA GIGENTIKA
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Teknologi Perikanan Laut
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
viii
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Eko Sri Wiyono, SPi, MSi Prof Dr Ali Suman
Penguji pada Sidang Promosi: Dr Eko Sri Wiyono, SPi, MSi Prof Dr Ali Suman
x
PRAKATA
Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan di Nusa Tenggara
pada tahun 2015 adalah pemanfaatan ikan tuna, dengan judul “Model Pemanfaatan Ikan Tuna di Nusa Tenggara secara Berkelanjutan”. Penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah membantu penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr Ir Tri Wiji Nurani, MSi; Dr Ir Sugeng H. Wisudo, MSi; dan Prof Dr Ir John Haluan, MSc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran selama penelitian hingga penulisan disertasi.
2. Dr Eko Sri Wiyono, SPi, MSi dan Prof Dr Ali Suman yang telah bersedia sebagai penguji pada ujian tertutup dan pada sidang promosi doktor, serta bersedia memberikan masukan terhadap penyempurnaan disertasi ini.
3. Kepala Dinas dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap serta staf pendataan pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTB, Provinsi NTT, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, Kabupaten Rote Ndao, dan Kabupaten Flores Timur yang telah membantu dalam pengumpulan data sekunder dan bersedia untuk diwawancara, serta bersedia menghubungkan dengan nelayan tuna.
Secara khusus, ucapan terima kasih diberikan kepada Pak Yanuar (staf Bidang Perikanan Tangkap – DKP Kabupaten Dompu); Bu Yani (staf bagian data – DKP Kabupaten Bima); Pak Faisal Tabali (staf bagian PDE – DKP Provinsi Kupang); Pak Yapi (staf bagian data – DKP Kabupaten Rote Ndao); dan Pak Juhn (staf bagian Penyuluh Perikanan – DKP Kabupaten Flores Timur).
4. Kepala/Pimpinan Pelabuhan Perikanan dan staf pendataan pada PPP Labuhan Lombok, PPI Sape, PPP Tenau, PPI Oeba, dan PPP Amagarapati yang telah bersedia memberikan data sekunder, bersedia diwawancara, serta membantu dalam menemui nelayan tuna.
Secara khusus, ucapan terima kasih diberikan kepada Pak Hasbullah dan Pak Lalu Saprudin (staf bagian data PPP Labuhan Lombok); Pak Yadin (staf PPI Sape); Pak Sam (staf bagian data – PPI Oeba); Pak Ferdi dan Pak Popi (staf bagian data – PPP Tenau); Pak Pitser (staf bagian data PPI Amagarapati); dan Pak Fitrah (staf bagian pendaratan ikan – PPI Amagarapati).
5. Pimpinan, Manajer Produksi, dan staf produksi di Perusahaan UD. Baura (Kabupaten Lombok Timur), CV. Sari Alam (Kabupaten Bima), PT. Charli Era Pranata dan UD. Bara (Kupang), serta PT. Okishin Flores dan PT. Primo Ikan (Kabupaten Flores Timur) yang telah memberikan izin untuk melakukan pengukuran ikan tuna dan bersedia untuk memberikan informasi melalui diskusi.
xi pengukuran ikan tuna serta bersedia untuk memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan.
7. Bapak Aditya Jaka Sembada, SPi dan Bapak Rahman Hakim Purnama, SPi, M Si sebagai perwakilan dari Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) – KKP; Ibu Elwidya Bastian, SPi sebagai perwakilan dari Direktorat Kapal dan Alat Penangkap Ikan – KKP yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi mengenai perikanan tuna.
8. Teman-teman enumerator Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) di PPP Labuhan Lombok (Riza, Bambang, dan Jo) dan PPI Oeba (Rui, Jufen, Epos, Sakera, dan Nelly) yang bersedia menerima penulis untuk terlibat dalam pengukuran ikan tuna.
9. Pak Demus yang telah memberikan tempat tinggal selama peneliti di Kupang; Bibi Sarah yang telah memberikan tempat tinggal selama peneliti di Rote; dan Pak Irfan yang telah memberikan tempat tinggal selama peneliti di Sape. 10. Rekan-rekan mahasiswa program doktor TPL 2013 (Didin Komarudin, Retno
Muninggar, Erfind Nurdin, Suri Purnama Febri, Mercy Patanda, Handy Chandra, Muhammad Rizal) yang telah banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan saling memberikan motivasi.
11. Orang tua tercinta (Ibunda Dra Gita Suciati, Apt dan Ayahanda Drs Burhanuddin), kakak dan adik tercinta (dr Soraya Gigantika dan Muhammad Farizan Prahara, ST), serta keluarga besar H. Saleh Amin dan H. Ibrahim Ibnu yang telah mendoakan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan disertasi.
12. Indah Kharina Bangun, SPi; Rizki Mulya Sari, SPi; Oktavianto Prastyo Darmono, SPi, MSi; Juliana Anggraeni, SPi; Herul Paturohman, SPi; Ristiani, Spi; dan Rachmad Caesario, SPi, MSi yang telah banyak memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri penulis dalam menyelesaikan pendidikan doktor, serta senior dan teman-teman di Laboratorium Metode Observasi Bawah Laut (MOBA).
13. Pihak lainnya yang tidak dapat disebut satu per satu.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada DIKTI yang telah mempercayakan kepada penulis untuk menerima Beasiswa BPP-DN Calon Dosen pada tahun 2013. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2017
Soraya Gigentika
xii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
DAFTAR ISTILAH xviii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kebaharuan (Novelty)
Kerangka Pemikiran Penelitian
1 1 3 5 5 5 6 2 METODE UMUM PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Kerangka Pendekatan Masalah Tahapan Penelitian
Jenis Data yang Dikumpulkan Metode Analisis 8 8 8 10 16 20 3 GAMBARAN UMUM PEMANFAATAN IKAN TUNA DI NUSA
TENGGARA
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
21 21 31 4 POLA PEMANFAATAN IKAN TUNA DI NUSA TENGGARA
Pendahuluan Metode Penelitian Hasil Pembahasan Simpulan 41 41 42 49 82 91 5 FORMULASI PERMASALAHAN PADA PEMANFAATAN IKAN
TUNA DI NUSA TENGGARA Pendahuluan Metode Penelitian Hasil Pembahasan Simpulan 92 92 93 95 104 108 6 MODEL KONSEPTUAL PEMANFAATAN IKAN TUNA DI NUSA
TENGGARA Pendahuluan Metode Penelitian Hasil Pembahasan Simpulan 108 108 109 110 123 132 7 STRATEGI PEMANFAATAN IKAN TUNA DI NUSA TENGGARA
Pendahuluan Metode Penelitian
xiii
DAFTAR ISI (lanjutan)
Hasil
Pembahasan Simpulan
134 156 161
8 PEMBAHASAN UMUM 162
9 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Saran
176 176 177
DAFTAR PUSTAKA 178
LAMPIRAN 187
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan sumber data yang dikumpulkan pada setiap tahapan SSM 16 2 Metode analisis untuk mencapai tujuan penelitian 20 3 Produksi ikan tuna di Provinsi NTB menurut jenisnya tahun 2009 –
2013 21
4 Nilai produksi ikan tuna di Provinsi NTB menurut jenis ikan tuna tahun
2009 – 2013 22
5 Jumlah unit penangkapan ikan tuna di Provinsi NTB tahun 2009 – 2013 23 6 Produksi ikan tuna di Provinsi NTB menurut jenis alat tangkap yang
digunakan tahun 2009 – 2013 23
7 Produksi ikan tuna di Provinsi NTB menurut kabupaten/kota tahun
2009 – 2013 24
8 Jumlah dan kondisi rumah dinas di PPP Labuhan Lombok 29 9 Jumlah dan kondisi fasilitas tambahan di PPP Labuhan Lombok 29 10 Produksi ikan tuna di Provinsi NTT menurut jenisnya tahun 2009 –
2013 32
11 Nilai produksi ikan tuna di Provinsi NTT menurut jenis ikan tuna tahun
2009 – 2013 33
12 Jumlah unit penangkapan ikan tuna di Provinsi NTT tahun 2009 – 2013 33 13 Produksi ikan tuna di Provinsi NTT menurut jenis alat tangkap yang
digunakan tahun 2009 – 2013 34
14 Produksi ikan tuna di Provinsi NTT menurut kabupaten/kota tahun
2009 – 2013 34
15 Produksi tiga jenis ikan tuna di Nusa Tenggara tahun 2009 – 2013 49 16 Hasil analisis usaha unit penangkapan pancing tonda berukuran
0 – 5 GT 77
17 Hasil analisis usaha unit penangkapan pancing tonda berukuran
5 – 10 GT 77
xiv
DAFTAR TABEL (lanjutan)
19 Hasil analisis usaha unit penangkapan pancing ulur berukuran 3 – 6 GT 79 20 Hasil analisis usaha unit penangkapan huhate 79 21 Identifikasi dan penentuan permasalahan pada pemanfaatan ikan tuna di
Nusa Tenggara 103
22 Elemen CATWOE untuk permasalahan pemasangan rumpon tanpa izin serta konflik nelayan tuna dengan nelayan purse seine dari daerah lain 111 23 Elemen CATWOE untuk permasalahan penurunan produktivitas serta
belum efisiennya kapasitas penangkapan secara teknis dan input
produksi pada unit penangkapan ikan tuna 115
24 Elemen CATWOE untuk permasalahan penangkapan baby tuna 118 25 Elemen CATWOE untuk permasalahan mutu ikan tuna 121
26 Penataan penggunaan rumpon 135
27 Rencana aksi untuk penataan penggunaan rumpon 138 28 Kepastian dan keuntungan usaha penangkapan ikan tuna 141 29 Rencana aksi untuk kepastian dan keuntungan usaha penangkapan ikan
tuna 144
30 Pembatasan penangkapan baby tuna 148
31 Rencana aksi untuk pembatasan penangkapan baby tuna 150 32 Peningkatan jumlah ikan tuna berkualitas ekspor yang didaratkan 153 33 Rencana aksi untuk peningkatan jumlah ikan tuna berkualitas ekspor
yang didaratkan 155
34 Indikator pada masing-masing aspek kajian yang digunakan pada
penelitian ini 163
35 Real world, strategi, dan world view pada kegiatan pemanfaatan ikan
tuna di Nusa Tenggara 172
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian 7
2 Lokasi penelitian 9
3 Tahapan penyusunan rencana EAFM 10
4 Tahapan proses SSM 11
5 Tahapan penelitian 15
6 Trend produksi ikan tuna yang didaratkan oleh nelayan di Provinsi
NTB menurut jenisnya pada tahun 2009 hingga tahun 2013 22 7 Trend produksi ikan tuna yang didaratkan oleh nelayan di Provinsi
NTT menurut jenisnya pada tahun 2009 hingga tahun 2013 32 8 Sebaran ukuran panjang ikan madidihang yang didaratkan di Nusa
xv
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
9 Sebaran ukuran panjang ikan tuna mata besar yang didaratkan di
Nusa Tenggara pada bulan April – Juni 2015 51
10 Sebaran ukuran panjang ikan albakora yang didaratkan di Nusa
Tenggara pada bulan April – Juni 2015 52
11 Peta perkiraan daerah penangkapan ikan tuna oleh nelayan di Nusa
Tenggara 53
12 Trend CPUE untuk unit penangkapan ikan madidihang yang
didaratkan di Nusa Tenggara tahun 2009 – 2013 54 13 Trend CPUE untuk unit penangkapan ikan tuna mata besar yang
didaratkan di Nusa Tenggara tahun 2009 – 2013 55 14 Trend CPUE untuk unit penangkapan ikan albakora yang didaratkan
di Nusa Tenggara tahun 2009 – 2013 56
15 Nilai IMP untuk ikan tuna yang didaratkan di Nusa Tenggara 57 16 Kapal pancing tonda yang terdapat di Nusa Tenggara 58 17 Ilustrasi pancing tonda saat dioperasikan (dilihat dari atas) 58
18 Kapal huhate yang terdapat di Nusa Tenggara 59
19 Kapal pancing ulur dengan ukuran antara 3 – 6 GT yang terdapat di
Nusa Tenggara 61
20 Ilustrasi ketika pancing ulur dioperasikan di perairan: (a) diatas kapal
atau (b) diatas rakit rumpon 62
21 Kapal pancing ulur berukuran < 3 GT di Nusa Tenggara yang
dioperasikan pada malam hari 63
22 Kapal pancing ulur berukuran < 3 GT di Nusa Tenggara yang
dioperasikan pada siang hari 63
23 Ilustrasi pengoperasian pancing ulur dengan kapal berukuran < 3 GT
yang terdapat di Nusa Tenggara 64
24 Ilustrasi pengoperasian pancing layang dengan kapal berukuran < 3
GT yang terdapat di Nusa Tenggara 65
25 Peta perkiraan lokasi pemasangan beberapa rumpon di Nusa
Tenggara 66
26 Tingkat kapasitas output pada efisiensi teknis (TECU) untuk unit
penangkapan pancing tonda di Nusa Tenggara 68
27 Tingkat pemanfaatan kapasitas variable input (VIU) untuk unit
penangkapan pancing tonda di Nusa Tenggara 69
28 Tingkat pemanfaatan kapasitas output pada efisiensi teknis (TECU)
untuk unit penangkapan pancing ulur di Nusa Tenggara 69 29 Tingkat pemanfaatan kapasitas variabel input (VIU) untuk unit
penangkapan pancing ulur di Kupang, Indonesia 70 30 Tingkat pemanfaatan kapasitas output pada efisiensi teknis (TECU)
untuk unit penangkapan huhate di Nusa Tenggara 71 31 Tingkat pemanfaatan kapasitas variable input (VIU) untuk unit
xvi
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
32 Checker pada daging ikan tuna 73
33 Kegiatan memasukkan es curah pada bagian kepala ikan tuna yang
telah dibersihkan dan ditimbang 74
34 Proses penyortiran atau pengelompokkan baby tuna berdasarkan mutu dan ukurannya pada suatu perusahaan perikanan di Nusa
Tenggara 74
35 Skema pemasaran ikan tuna yang didaratkan di Nusa Tenggara 75
36 Pola pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara 91
37 Rich picture pada kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara 102 38 Model konseptual untuk penataan penggunaan rumpon di Nusa
Tenggara 114
39 Model konseptual untuk kepastian dan keuntungan usaha
penangkapan ikan tuna di Nusa Tenggara 118
40 Model konseptual untuk pembatasan penangkapan baby tuna di Nusa
Tenggara 121
41 Model konseptual untuk peningkatan jumlah ikan tuna berkualitas
ekspor yang didaratkan di Nusa Tenggara 123
42 Perubahan proses dan perubahan struktur yang diperlukan untuk
transformasi penataan penggunaan rumpon 137
43 Perubahan proses dan perubahan struktur yang diperlukan untuk
transformasi kepastian dan keuntungan usaha penangkapan ikan tuna 143 44 Perubahan proses dan perubahan struktur untuk transformasi
pembatasan penangkapan baby tuna 149
45 Perubahan proses dan perubahan struktur untuk transformasi
peningkatan jumlah ikan tuna berkualitas ekspor yang didaratkan 154 46 Desain pengembangan metode untuk membuat model pemanfaatan
ikan tuna 170
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil length frequency analysis untuk tiga jenis ikan tuna yang
didaratkan di Nusa Tenggara pada bulan April – Juni 2015 188 2 Hasil perhitungan rasio rata-rata bergerak bulan (Rb) untuk mencapai
Indeks Musim Penangkapan (IMP) ikan tuna yang didaratkan di
Nusa Tenggara 189
3 Hasil perhitungan Indeks Musim Penangkapan (IMP) untuk ikan tuna
yang didaratkan di Nusa Tenggara 191
4 Hasil perhitungan TECU untuk kapal pancing tonda ≤ 5 GT 192
5 Hasil perhitungan TECU untuk kapal pancing tonda 6 – 10 GT 194
xvii
DAFTAR LAMPIRAN (lanjutan)
7 Hasil perhitungan TECU untuk kapal pancing ulur 6 – 10 GT 198
8 Hasil perhitungan TECU untuk kapal huhate ≤ 10 GT 200
9 Hasil perhitungan TECU untuk kapal huhate 11 – 20 GT 200 10 Hasil perhitungan TECU untuk kapal huhate 21 – 30 GT 201
11 Hasil perhitungan VIU untuk kapal pancing tonda ≤ 5 GT 202
12 Hasil perhitungan VIU untuk kapal pancing tonda 6 – 10 GT 204 13 Hasil perhitungan VIU untuk kapal pancing ulur ≤ 5 GT 206 14 Hasil perhitungan VIU untuk kapal pancing ulur 6 – 10 GT 208
15 Hasil perhitungan VIU untuk kapal huhate ≤ 10 GT 210
16 Hasil perhitungan VIU untuk kapal huhate 11 – 20 GT 210 17 Hasil perhitungan VIU untuk kapal huhate 21 – 30 GT 211 18 Perhitungan analisis usaha untuk unit penangkapan pancing tonda
berukuran ≤ 5 GT 212
19 Perhitungan analisis usaha untuk unit penangkapan pancing tonda
berukuran 6 – 10 GT 214
20 Perhitungan analisis usaha untuk unit penangkapan pancing ulur
berukuran < 3 GT 216
21 Perhitungan analisis usaha untuk unit penangkapan pancing ulur
berukuran 3 – 6 GT 217
22 Perhitungan analisis usaha untuk unit penangkapan huhate 219 23 Kondisi PPP Labuhan Lombok di Kabupaten Lombok Timur,
Provinsi NTB 221
24 Kondisi PPI Sape di Kabupaten Bima, Provinsi NTB 222 25 Kondisi lokasi pendaratan ikan di Kabupaten Dompu, Provinsi NTB 223 26 Kondisi PPP Kupang di Kota Kupang, Provinsi NTT 224 27 Kondisi PPI Oeba di Kota Kupang, Provinsi NTT 225 28 Kondisi PPI Amagarapati di Kabupaten Flores, Provinsi NTT 226 29 Alat penangkap ikan yang digunakan oleh nelayan tuna di Nusa
Tenggara 227
xviii
DAFTAR ISTILAH
Checker : Orang yang melakukan pengawasan, pemeriksaan,
pengontrolan pada daging ikan tuna yang didaratkan oleh nelayan dan menentukan kelompok kualitas daging ikan tuna.
CPUE : Catch per unit effort yaitu hasil tangkapan ikan dalam jumlah atau berat yang diambil oleh suatu upaya penangkapan tertentu.
Daerah penangkapan ikan (fishing ground)
: Daerah perairan yang merupakan lokasi potensial untuk menangkap jenis ikan tertentu.
DEA : Data Envelopment Analysis adalah model matematika
non-parametrik dengan teknik linear programing
dengan orientasi pada input dan output yang digunakan untuk mengukur kapasitas penangkapan ikan secara keragaan relatif.
DMU : Decision Making Units adalah unit pengambilan
keputusan dalam pendekatan Data Envelopment Analysis.
EAFM : Ecosystem Approach to Fisheries Management adalah sebuah konsep yang menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan, informasi, dan ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik, dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan.
Effort : Upaya penangkapan nominal yang diukur dari jumlah
hari melaut atau trip.
Efisiensi teknis : Mengukur pencapaian output maksimal dengan menggunakan sejumlah input tertentu.
FGD : Focus Group Discusion adalah salah satu teknik
pengumpulan data kualitatif yang didesain untuk memperoleh produk data atau informasi keinginan, kebutuhan, sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman peserta tentang suatu topik melalui interaksi sosial sekelompok individu dengan pengarahan dari seorang fasilitator atau moderator.
Fishing base : Pangkalan atau tempat pendaratan nelayan
Fix input : Input yang tetap pada operasi penangkapan ikan.
FPI : Fishing Index Power adalah indeks yang
xix berdasarkan produktivitas suatu armada terhadap armada yang lain.
Formulasi permasalahan
: upaya untuk mengungkap berbagai hal berkaitan dengan masalah yang akan dijawab atau dipecahkan
FL : Fork Length adalah panjang ikan yang diukur dari
ujung kepala yang terdepan sampai ujung bagian luar lekukan cabang sirip ekor.
GT : Gross Tonnage adalah satuan ukuran kapal.
Perhitungan GT kapal penangkap ikan yang umum digunakan di Indonesia adalah volume total kapal dikali nilai konstanta 0,25.
Ikan tuna : Jenis ikan yang memiliki bentuk tubuh seperti torpedo dengan kepala yang lancip, termasuk jenis ikan perenang cepat dan membentuk gerombolan, serta hidup di perairan tropis sampai subtropis.
Jenis ikan tuna yang dimaksud pada penelitian ini adalah ikan madidihang (Thunnus albacares), ikan tuna mata besar (Thunnus obesus), dan ikan albakora (Thunnus alalunga).
IUU fishing : Illegal, Unregulated, Unreported Fishing adalah
kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, dan aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia. IMP : Indeks Musim Penangkapan Ikan adalah nilai indeks
dari perhitungan metode rata-rata bergerak (moving average) yang menunjukkan pola musim penangkapan ikan.
Konflik : Proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya.
Model : Abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks yang digambarkan degan komponen-komponen yang relevan.
Model konseptual : Abstraksi dari ide atau gagasan penelitian dan/atau aturan formal yang berlaku yang berupa diagram alir berbentuk sistem yang menunjukkan proses untuk mencapai transformasi yang direkomendasikan untuk menyelesaikan masing-masing permasalahan.
Monitor : Kegiatan untuk mengamati perkembangan pelaksanaan program atau proyek.
xx
Pelabuhan perikanan : Tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
Pemanfaatan : Proses memperoleh sumberdaya ikan di perairan yang sedang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan secara finansial dan memperoleh nilai tambah, misalnya penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan terhadap protein hewani, devisa serta pendapatan negara.
Pendekatan : Titik awal dalam memandang sesuatu. Pola : Cara kerja; bentuk (struktur) yang tetap.
Regulasi : Cara untuk mengendalikan manusia atau masyarakat dengan suatu aturan atau pembatasan tertentu.
Remote area : Kawasan atau daerah terpencil yang menjadi lokasi
pendaratan ikan tuna. Lokasi tersebut bukan merupakan pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan, sehingga sarana dan prasarana pada lokasi tersebut sangat minim.
Rencana aksi : Serangkaian rencana tindakan, tugas atau langkah-langkah yang dirancang untuk mencapai tujuan.
Rich picture : Gambar yang menunjukkan hubungan dan penilaian,
pencarian simbol untuk menyampaikan persepsi mengenai situasi, mengindikasikan hubungan yang relevan dengan solusi situasi permasalahan.
Rood definition : Deskripsi terstruktur dari sebuah sistem aktivitas manusia yang relevan dengan situasi permasalahan yang menjadi perhatian di dalam penelitian SSM yang berbasis tindakan.
xxi
SSM : Soft System Methodology adalah kerangka kerja
pemecahan masalah yang terdiri dari tujuh prinsip proses dasar.
Stakeholder : Pemangku kepentingan adalah pihak yang
memanfaatkan, memiliki kepentingan, dapat mempengaruhi keputusan pengelolaan, serta pihak lain yang tidak terkait langsung dengan pemanfaatan ikan tuna tetapi kegiatannya dapat berdampak terhadap sumberdaya dan lingkungannya.
Strategi : Program atau langkah terencana yang dipilih untuk pencapaian tujuan atau solusi untuk masalah; Seni dan ilmu perencanaan dan memanfaatkan sumberdaya untuk penggunaan yang paling efisien dan efektif. Sumberdaya ikan : Potensi semua jenis ikan.
TECU : Technical Eficiency Capacity Utilization, efisiensi teknis kapasitas penangkapan.
Trip : Suatu proses yang dimulai dari kapal penangkapan ikan meninggalkan pelabuhan perikanan/fishing base, melakukan pencarian dan penangkapan ikan, sampai kembali lagi ke pelabuhan perikanan/fishing base. Unit penangkapan
ikan
: Satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap, dan nelayan.
Variable input : Input yang bisa berubah pada operasi penangkapan ikan.
VIU : Variable Input Utilization adalah tingkat penggunaan
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan tuna merupakan sumberdaya ikan yang sangat diminati, baik di Indonesia maupun di negara-negara lainnya di dunia. Ikan tuna memiliki kualitas daging yang sangat baik, lembut, dan lezat, serta memiliki kandungan gizi yang tinggi dan lengkap terutama kandungan protein (asam amino essensial lengkap), vitamin, mineral serta memiliki kandungan kolesterol rendah. Stanby (1982) vide
Suryono et al. (2013) menyatakan bahwa ikan tuna mengandung lemak rendah dan protein sangat tinggi (> 20%). Oleh karena itu, tidak heran jika permintaan terhadap daging tuna di pasar dunia terus mengalami peningkatan. Hidayati (2014) menyatakan bahwa perdagangan ikan tuna di dunai semakin kompetitif dengan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor ikan tuna di dunia pada tahun 1998 – 2012 sebesar 16,65%. Sementara itu, data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2011 menyatakan bahwa tidak kurang dari satu juta ton tuna Indonesia di ekspor ke berbagai negara seperti Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Uni Eropa.
Pada bidang perikanan tangkap, permintaan daging tuna yang terus meningkat menyebabkan perkembangan yang pesat bagi kegiatan penangkapan tuna di dunia. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Adrianto (2005), yaitu peningkatan permintaan ikan dunia meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia, maka intensitas penangkapan ikan duniapun meningkat secara signifikan. Selain itu, harga jual ikan tuna yang sangat tinggi dan relatif stabil sepanjang tahun juga menjadi alasan banyak para nelayan, termasuk nelayan Indonesia, yang melakukan kegiatan penangkapan ikan tuna.
Kegiatan penangkapan ikan tuna di Indonesia yang berkembang pesat ditunjukkan dengan adanya beberapa armada kapal ikan Indonesia yang telah melakukan operasi penangkapan di laut lepas dan telah mencapai Samudera Hindia bagian barat sampai ke perairan sekitar Maldives dan Mauritius (Martosubroto 2012). Beberapa alat tangkap digunakan oleh nelayan Indonesia untuk menangkap ikan tuna, diantaranya adalah pancing tonda, huhate, rawai tuna, jaring insang, bahkan purse seine. Pada dasarnya, purse seine digunakan untuk menangkap ikan cakalang oleh nelayan, namun kenyataannya para nelayan
purse seine yang tidak sengaja menemukan ikan tuna akan pula menangkap ikan tuna tersebut. Seperti yang diketahui bahwa penangkapan dengan menggunakan
purse seine sedang menjadi sorotan dikarenakan kemampuan menangkap purse seine yang sangat mengkhawatirkan untuk ketersediaan sumberdaya ikan dalam jangka panjang.
selar, serta jenis ikan pelagis kecil lainnya senang berkumpul di sekitar rumpon. Penggunaan rumpon di wilayah perairan Nusantara memunculkan keprihatinan karena tidak sedikit ikan-ikan tuna yang masih muda (belum matang gonad) tertangkap oleh nelayan yang menangkap di sekitar rumpon (Yusfiandayani 2004; Tamarol et al 2012).
Perairan di sekitar Nusa Tenggara merupakan perairan yang dilalui oleh ikan tuna untuk melakukan migrasi. Adapun perairan di sekitar Nusa Tenggara terdiri dari Samudera Hindia, Laut Sawu, Laut Timor, dan Laut Flores. Ketersediaan ikan tuna yang melimpah di perairan sekitar Nusa Tenggara menyebabkan sejumlah besar armada penangkapan ikan tuna memasang rumpon dan menangkap ikan tuna di perairan tersebut. Pemasangan rumpon menyebabkan ruaya ikan terhambat atau terganggu karena dengan adanya rumpon maka ikan akan berada di sekitar rumpon dalam waktu yang lama (Gafa et al. 1987 vide
Nurdin 2011). Selain itu, ikan tuna yang belum matang gonad akan mengurangi aktivitas renangnya jika berada di rumpon sehingga dapat dengan mudah untuk ditangkap (Menard et al. 2000). Kekhawatiran lainnya adalah berlebihnya jumlah rumpon yang dipasang dan tidak diperhatikannya jarak pemasangan antar rumpon. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2004, jarak pemasangan yang ideal antar rumpon adalah 10 mil laut dan tidak boleh dipasang dengan cara pemasangan yang mengakibatkan efek pagar (zigzag).
Persaingan dalam pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya adalah penangkapan ikan tuna secara illegal, unreported, dan unregulated (IUU fishing); penangkapan ikan tuna secara berlebihan; penangkapan ikan tuna yang belum matang gonad (baby tuna); penangkapan ikan tuna menggunakan bahan kimia yang berbahaya (seperti bom ikan tuna); pelanggaran batas-batas laut teritorial; dan lain sebagainya. Kegiatan pemanfaatan ikan tuna yang tidak bertanggung jawab di Nusa Tenggara tersebut bukan saja menjadi permasalahan bagi Indonesia, tetapi menjadi permasalahan pula bagi negara-negara di kawasan Samudera Hindia. Negara-negara di kawasan Samudera Hindia memiliki hak yang sama dalam pemanfaatan ikan tuna, sehingga akan memberikan dampak pada keberlanjutan perikanan tuna di Samudera Hindia. Oleh sebab itu, FAO membentuk The Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) pada tahun 1993, dimana IOTC berfokus pada kegiatan manajemen dan konservasi perikanan tuna di kawasan Samudera Hindia. Selain, Indonesia juga berada pada wilayah Samudera Pasifik sehingga Indonesia termasuk pada negara-negara yang terlibat pada pengelolaan perikanan tuna dalam The Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC). Melalui IOTC dan WCPFC tersebut, negara-negara di kawasan Samudera Hindia menerapkan beberapa aturan internasional terkait langkah-langkah manajemen dan konservasi terhadap perikanan tuna guna menjamin pembangunan perikanan berkelanjutan.
pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara yang terkait dengan aspek sumberdaya ikan, sosial, ekonomi, teknologi, serta kelembagaan. Kajian tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan EAFM (Ecosystem Approach for Fisheries Management), yaitu suatu pendekatan yang saat ini umum digunakan untuk pengelolaan perikanan yang menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan, informasi, dan ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik, dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan.
Namun, tahapan yang ditawarkan oleh pendekatan EAFM belum dilengkapi dengan analisis yang jelas pada setiap tahapannya. Oleh sebab itu, penelitian ini akan memberikan alternatif tahapan proses pada pendekatan SSM (Soft System Methodology) untuk mencapai strategi dan rencana aksi pada pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. Adapun wilayah Nusa Tenggara dipilih menjadi batasan sistem yang dikaji karena adanya isu terkait kegiatan pemanfaatan ikan tuna di wilayah tersebut yang menggunakan bom dan banyaknya pemasangan rumpon secara illegal atau tidak menggunakan izin. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah tidak mengeluarkan izin pemasangan rumpon dengan alasan jumlah rumpon yang telah melebihi jumlah optimal serta adanya konflik antara nelayan pancing tonda dan nelayan purse seine Bali terkait penggunaan rumpon. Adapun dampak serius yang muncul apabila pemanfaatan ikan tuna di perairan Nusa Tenggara tidak dievaluasi yaitu tidak diterimanya ekspor ikan tuna yang berasal dari perairan tersebut oleh negara pembeli tuna. Seperti yang diketahui bahwa harga ekspor tuna yang tinggi memberikan pemasukan yang besar bagi Indonesia.
Perumusan Masalah
Perairan Nusa Tenggara, baik di selatan maupun di utara Nusa Tenggara, merupakan salah satu daerah penangkapan ikan tuna yang potensial (Uktolseja et al. 1991; Merta et al. 2004), sehingga nelayan di Nusa Tenggara banyak yang melakukan penangkapan dan pendaratan ikan tuna. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa posisi daerah penangkapan ikan tuna di Nusa Tenggara yang tidak jauh dari fishing base menyebabkan kegiatan pemanfaatan ikan tuna di perairan tersebut banyak diminati oleh nelayan, pedagang, dan pengusaha perikanan tuna di Provinsi NTB dan NTT. Maraknya kegiatan penangkapan ikan tuna di perairan tersebut menimbulkan persaingan yang mengarah pada aktivitas penangkapan ikan tuna yang tidak bertanggung jawab.
Pada perairan Nusa Tenggara, terdapat beberapa kegiatan penangkapan ikan tuna yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip penangkapan ikan tuna yang bertanggungjawab. Apabila tidak ditindaklanjuti, hal tersebut akan menimbulkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan habitat ikan tuna tersebut, keberlanjutan sumberdaya ikan tuna, penjualan ikan tuna, bahkan kehidupan sosial bagi para
tindakan perubahan dengan mengetahui gap antara dunia nyata dengan prinsip-prinsip perikanan bertanggungjawab sehingga dapat ditentukan tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara.
Dunia nyata pada pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara dapat diketahui dengan melakukan kajian aspek-aspek yang terdapat pada pendekatan EAFM (Ecosystem Approach for Fisheries Management). Pendekatan EAFM tersebut digunakan sebagai acuan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan secara berkelanjutan pada saat ini. Selanjutnya, melalui pendekatan SSM (Soft System Methodology) akan dilakukan perbandingan antara dunia nyata dengan model konseptual yang didesain untuk pemanfaatan ikan tuna yang ideal di Nusa Tenggara. Melalui perbandingan tersebut selanjutnya dapat dihasilkan strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai pemanfaatan ikan tuna yang berkelanjutan di Nusa Tenggara.
Beberapa penelitian mengenai penggunaan pendekatan EAFM untuk pengelolaan perikanan telah dilakukan. Jaya dan Zulbainarni (2015) menggunakan indikator-indikator pada pendekatan EAFM untuk melakukan evaluasi terhadap pengelolaan perikanan pada WPP 711, 712, dan 573. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pada ketiga WPP tersebut telah dikelola dengan baik dan pemanfaatan sumberdaya ikan telah dikendalikan dengan baik. Selain penelitian tersebut, Budiarto et al. (2015) melakukan pula penelitian mengenai status pengelolaan perikanan rajungan dengan menggunakan pendekatan EAFM di WPP 712. Penelitian tersebut mengunakan enam domain indikator EAFM sebagai dasar analisis. Hasil yang diperoleh penelitian tersebut adalah pengelolaan rajungan di WPP 712 dalam kategori buruk hingga sedang. Penelitian lainnya yang menggunakan pendekatan EAFM adalah penelitian yang dilakukan oleh Kartamihardja et al. (2013). Penelitian tersebut menghasilkan beberapa opsi pengelolaan sumberdaya ikan arwana di Sungai Maro, Merauke – Papua, dimana opsi tersebut dihasilkan setelah melakukan kajian kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan arwana secara komanajemen dengan pendekatan EAFM.
melakukan rehabilitasi dan pengelolaan Sungai Cooum dan sekitarnya di Chennai, India.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pola pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara dilihat dari aspek-aspek pendekatan EAFM (aspek-aspek sumberdaya ikan, aspek-aspek teknologi penangkapan ikan, aspek ekonomi-sosial, dan aspek kelembagaan)?
2. Apa saja permasalahan dalam pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara? 3. Bagaimana model konseptual pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara? 4. Strategi apakah yang dapat diterapkan untuk aktivitas pemanfaatan ikan tuna
di Nusa Tenggara?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum pada penelitian ini adalah mendesain model pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara agar kegiatan pemanfaatan tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan. Sementara itu, tujuan khusus yang akan dicapai pada penelitian ini untuk dapat menghasilkan tujuan umum tersebut adalah:
1. Menentukan pola pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara berdasarkan aspek-aspek pendekatan EAFM.
2. Menentukan permasalahan dalam pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. 3. Membuat desain model konseptual dari kegiatan pemanfaatan ikan tuna di
Nusa Tenggara.
4. Merumuskan strategi pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan beberapa manfaat sehingga dapat mewujudkan kegiatan penangkapan ikan tuna yang berkelanjutan di Nusa Tenggara. Berikut merupakan empat manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini:
1. Memperkenalkan kegiatan pemanfaatan ikan tuna dengan menggunakan pendekatan EAFM kepada para stakeholder terkait.
2. Sebagai bahan informasi untuk pembangunan perikanan tuna yang berkelanjutan di Nusa Tenggara.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Provinsi NTB dan NTT, serta Pemerintah Pusat dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan pemanfaatan ikan tuna, khususnya di Nusa Tenggara.
4. Sebagai acuan dan bahan informasi untuk penelitian lebih mendalam mengenai pemanfaatan sumberdaya ikan tuna di Nusa Tenggara.
Kebaharuan (Novelty)
Kebaharuan (novelty) dari penelitian ini adalah pengembangan metodologi
Management (EAFM) untuk kajian di bidang perikanan, dalam hal ini untuk penyusunan model pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. Pendekatan EAFM telah banyak diaplikasikan untuk penilaian atau penyusunan rencana pengelolaan perikanan. Pendekatan EAFM tepat digunakan karena pengelolaan perikanan dilakukan dengan prinsip keseimbangan antara kepentingan sosial dan ekonomi. Sementara itu, SSM merupakan pendekatan untuk mengatasi permasalahan sistem secara umum. Kedua pendekatan tersebut dapat saling melengkapi untuk memberikan solusi terbaik pada permasalahan sistem. Pendekatan EAFM lebih tepat digunakan pada saat pengidentifikasian isu. Selanjutnya, penetapan tujuan pengelolaan serta perumusan strategi dan rencana aksi menggunakan pendekatan SSM karena pendekatan SSM memiliki metode analisis pada tahapan tersebut. Kemudian, model yang dihasilkan mendekati fakta di lapangan karena melibatkan partisipasi pemangku kepentingan atau stakeholder dari awal tahapan metodologi.
Kerangka Pemikiran Penelitian
Pendekatan yang saat ini umum digunakan dalam kajian pengelolaan perikanan berkelanjutan adalah pendekatan ekosistem atau dikenal dengan
Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM). Pendekatan tersebut banyak digunakan karena melalui pendekatan tersebut para pengambil keputusan dapat melakukan pengelolaan perikanan dengan menyeimbangkan keberlanjutan ekologi dan sosio-ekonomi. Menurut Charles (2001), perikanan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem sumberdaya ikan dan lingkungannya, subsistem sumberdaya manusia dan kegiatannya, serta subsistem manajemen. Oleh sebab itu, pendekatan EAFM merupakan suatu pendekatan pengelolaan perikanan yang saat ini dianggap efektif digunakan pada pengelolaan perikanan.
Perikanan merupakan suatu sistem yang komplek sehingga perlu dilakukan suatu pendekatan sistem untuk mengkaji perikanan. Pendekatan EAFM merupakan pendekatan sistem yang belum dilengkapi dengan analisis pada setiap tahapan prosesnya. Sementara itu, pendekatan Soft Syste Methodology (SSM) merupakan suatu pendekatan sistem yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan sistem terkait manajemen dan pada setiap tahapan prosesnya telah dilengkapi dengan analisis. Kedua pendekatan tersebut pada dasarnya memiliki tahapan proses yang sama untuk mencapai strategi dan/atau rencana aksi, sehingga sangat memungkinkan untuk melakukan pengembangan metodologi dengan dua pendekatan tersebut untuk menyusun model pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara.
Mendefinisikan dan menetapkan ruang lingkup pengelolaan
perikanan
Mulai
Permasalahan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara: - IUU fishing
- Penangkapan berlebihan - Penangkapan baby tuna - Penangkapan destruktif
- Pelanggaran batas-batas laut teritorial
Data sekunder penangkapan dan pendaratan ikan tuna
Data primer pengukuran ikan tuna
yang didaratkan
Wawancara mendalam dengan
stakeholder
Gap analysis antara model konseptual dengan real world
Perubahan yang diperlukan
Strategi pemanfaatan ikan tuna secara berkelanjutan Desain model konseptual
Rencana aksi
Selesai Pemahaman situasi
permasalahan
Identifikasi aspek sumberdaya ikan
Identifikasi aspek teknologi penangkapan ikan
Identifikasi aspek ekonomi-sosial
Identifikasi aspek kelembagaan
Pola pemanfaatan ikan tuna
Identifikasi dan prioritas tujuan
Analisis CATWOE Analisis Root
Definitions
Identifikasi dan prioritas isu Analisis
intervensi
Analisis sosial
Analisis politik
[image:31.595.89.506.73.785.2]Rich picture pemanfaatan ikan tuna
2 METODE UMUM PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan bulan Februari hingga bulan Juni tahun 2015. Pengumpulan data tersebut difokuskan pada beberapa pelabuhan perikanan dan lokasi pendaratan ikan di kedua provinsi tersebut, yaitu:
1. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuhan Lombok, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi NTB
2. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Soruadu, Kabupaten Dompu, Provinsi NTB 3. Desa Malaju dan Desa Lasi, Kecamatan Kilo, Kabupaten Dompu, Provinsi
NTB
4. PPI Sape, Kabupaten Bima, Provinsi NTB
5. Desa Nipah, Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima, Provinsi NTB 6. PPP Kupang, Kota Kupang, Provinsi NTT
7. PPI Oeba, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT
8. PPI Amagarapati, Kabupaten Flores Timur, Provinsi NTT Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Kerangka Pendekatan Masalah
Penelitian ini didasarkan pada isu terhadap kegiatan pemanfaatan ikan tuna di perairan Nusa Tenggara yang tidak bertanggung jawab. Hasil dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara dengan menggunakan bom ikan, melanggar batas territorial, dan menggunakan rumpon secara illegal (tidak memiliki izin), bahkan terdapat pula pendaratan ikan tuna yang belum matang gonad (baby tuna). Isu-isu tersebut kemudian akan digali lebih mendalam dengan pengamatan secara langsung pada lokasi penelitian, yaitu berbasis pada beberapa pelabuhan perikanan dan lokasi pendaratan ikan yang paling banyak mendaratkan ikan tuna di Provinsi NTB dan NTT. Adapun hasil pengamatan tersebut akan diperkuat dengan pengumpulan beberapa data terkait yang dapat digunakan untuk melakukan analisis ilmiah sehingga akan menghasilkan alternatif strategi pemanfaatan sumberdaya ikan tuna di Nusa Tenggara secara berkelanjutan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan berpikir sistem, yaitu Soft System Methodology (SSM) untuk menghasilkan model pemanfaatan ikan tuna secara berkelanjutan. Penggunaan SSM pada penelitian ini karena permasalahan yang akan diteliti sangat terkait dengan aktivitas manusia, yaitu aktivitas para
atau ill-defined. Selain itu, metode SSM merupakan metode yang berorientasi pada penyusunan pedoman untuk tindakan (action oriented) dan dapat digunakan dalam rangka memperhatikan upaya menyiapkan informasi yang relevan pada suatu kebijakan yang harus ditetapkan.
Strategi dan rencana aksi yang dihasilkan pada penelitian ini bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan pada kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. Tahapan yang dilakukan untuk mencapai strategi dan rencana aksi tersebut merupakan pengembangan metode dengan pendekatan EAFM dan pendekatan SSM. Pengembangan metode tersebut dimaksudkan untuk saling melengkapi kedua pendekatan tersebut. Tahapan untuk melakukan pemahaman situasi permasalahan yang terdapat pada pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara dilakukan dengan menggunakan identifikasi pola pemanfaatan ikan tuna. Identifikasi tersebut dilakukan dengan menganalisis empat aspek kajian pada pendekatan EAFM (aspek sumberdaya ikan, teknologi penangkapan ikan, ekonomi-sosial, dan kelembagaan). Selanjutnya, untuk mengidentifikasi dan menentukan isu, menentukan tujuan pengelolaan, serta penyusunan strategi dan rencana aksi dilakukan dengan menggunakan analisis pada tahapan proses pada pendekatan SSM.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan EAFM dan pendekatan SSM. Secara umum, kedua pendekatan tersebut memiliki tahapan proses yang serupa, namun perbedaan keduanya terdapat pada ketersediaan metode atau analisis yang digunakan pada setiap tahapan proses. Pendekatan SSM telah dilengkapi dengan analisis yang dilakukan pada setiap tahapan proses, sedangkan pendekatan EAFM tidak memiliki hal tersebut. Oleh sebab itu, sangat memungkinkan untuk saling melengkapi antar dua pendekatan tersebut.
Sumber: Heenan et al. (2015)
Pendekatan EAFM memiliki 5 tahapan proses, yaitu (1) mendefinisikan dan menetapkan ruang lingkup unit pengelolaan perikanan; (2) identifikasi dan prioritas isu dan tujuan; (3) menyusun rencana aksi untuk pengelolaan perikanan
dengan pendekatan ekosistem; (4) implementasi rencana aksi, serta (5) monitoring, evaluasi, dan adaptasi (Heenan et al. 2015). Tahapan proses
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Pada penelitian ini, pendekatan EAFM hanya akan dibahas sampai pada tahapan proses ketiga, yaitu menyusun rencana aksi untuk kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara.
2 Menyusun situasi permasalahan secara
terstruktur 1
Memahami situasi permasalahan
3
Menyusun definisi permasalahan
4 Membuat model
konseptual 5
Membandingkan model konseptual dengan dunia
nyata
6 Menentukan perubahan yang
diinginkan 7
Menentukan langkah tindakan untuk
perbaikan
Dunia nyata
[image:35.595.119.493.207.451.2]Berpikir sistem
Gambar 4 Tahapan proses SSM
Pendekatan SSM memiliki tujuh tahapan proses, yaitu (1) memahami situasi permasalahan yang tidak terstruktur; (2) menyusun situasi permasalahan secara terstruktur; (3) menyusun definisi permasalahan; (4) membuat model konseptual; (5) membandingkan model konseptual dengan dunia nyata; (6) menentukan perubahan yang diinginkan; dan (7) menentukan langkah tindakan untuk perbaikan (Checkland and Poulter 2006). Pada penelitian ini, ketujuh tahapan proses SSM tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. Gambar 4 menunjukkan tahapan proses SSM tersebut.
Bentuk saling melengkapi antara dua pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan analisis pada tahapan proses pendekatan SSM untuk mencapai tahapan proses pendekatan EAFM. Berikut merupakan tahapan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini:
1. Tahap 1 EAFM: Mendefinisikan dan menetapkan ruang lingkup unit pengelolaan perikanan
karena diketahui terdapat permasalahan terkait penangkapan ikan tuna di wilayah tersebut dan belum terdapat penelitian yang menggunakan soft system thinking untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Setelah melakukan batasan sistem yang dikaji, selanjunya dilakukan analisis situasi untuk mengetahui kondisi terkini terhadap sistem yang sedang dikaji. Pada pendekatan SSM, analisis situasi tersebut dilakukan pada tahap pertama, yaitu tahap pemahaman situasi permasalahan. Penelitian ini menggunakan indikator yang terdapat pada aspek kajian pendekatan EAFM untuk menentukan pola pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. Aspek kajian yang dimaksud yaitu aspek sumberdaya ikan, teknologi penangkapa ikan, ekonomi-sosial, dan kelembagaan.
Pada tahap pemahaman situasi permasalahan, analisis dilakukan berdasarkan pada hasil wawancara mendalam dengan stakeholder dan selanjutnya hasil wawancara tersebut dikonfirmasi dengan data time series yang berasal dari DKP Provinsi NTB, DKP Provinsi NTT, PPP Labuhan Lombok, PPI Oeba, PPP Kupang, dan PPI Larantuka, serta pengukuran secara langsung untuk ukuran ikan tuna yang didaratkan.
2. Tahap 2 EAFM: Mengidentifikasi dan menentukan prioritas isu dan tujuan Tahapan 2 EAFM ini umumnya dilakukan dengan teknik penilaian yang melibatkan stakeholder terkait, sehingga faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi unit pengelolaan dapat diidentifikasi. Analisis yang umum digunakan pada tahap kedua EAFM ini adalah component tree approaches,
causal chain analysis, risk mapping, dan/atau transect walks. Namun, pada penelitian ini, tahap mengidentifikasi dan menentukan prioritas isu dan tujuan dilakukan dengan analisis pada tahap proses kedua dan ketiga pendekatan SSM. Berikut merupakan rincian yang dilakukan pada kedua tahapan proses SSM tersebut:
a. Tahap 2 SSM: Menyusun situasi permasalahan secara terstruktur
Pada tahap ini dilakukan wawancara mendalam terhadap beberapa
stakeholder terkait kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh informasi terkait peran para stakeholder dalam kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara, serta norma dan nilai mereka dalam melakukan peran tersebut. Selain itu, wawancara mendalam juga menggali informasi dari para
stakeholder terkait pengaturan atau penyusunan kekuasaan/kewenangan dan proses untuk mengisi kekuasaan/kewenangan tersebut. Studi literatur juga dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai penyusunan kekuasaan tersebut.
Setelah dilakukan wawancara mendalam dengan para stakeholder, selanjutnya dilakukan analisis dari hasil wawancara mendalam tersebut. Analisis yang dilakukan pada tahap ini yaitu analisis intervensi, analisis sosial, dan analisis politik. Pada analisis intervensi, akan ditentukan siapa saja aktor yang memiliki peran sebagai client, problem solver, dan
problem owner. Kemudian, pada analisis sosial akan dirinci mengenai peran, norma dan nilai dari masing-masing stakeholder yang berperan sebagai problem owner. Analisis politik kemudian dilakukan untuk memperjelas disposition of power dan nature power untuk masing-masing
Hasil dari ketiga analisis yang telah dilakukan (analisis intervensi, analisis sosial, dan analisis politik) akan memperjelas interaksi yang terjadi pada setiap stakeholder dalam kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. Untuk lebih mempermudah melihat interaksi yang ada, maka hasil dari ketiga analisis tersebut dan berdasarkan pemahaman situasi permasalahan pada tahap 1 SSM dilakukan penyusunan rich picture. Rich picture yang dibuat berupa gambar yang akan menunjukkan struktur dan proses dalam kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. Struktur yang dimaksud yaitu struktur pelaporan dan pola komunikasi pada setiap
stakeholder, baik secara formal maupun informal. Sedangkan proses yang dimaksud yaitu pelaksanaan monitor dan kontrol. Selain itu, pada rich picture tersebut akan terlihat pula permasalahan yang ada pada setiap struktur dan proses kegiatan pemanfaatan ikan tuna tersebut. Pada rich picture, akan diberikan simbol yang berbeda untuk menyatakan struktur, proses, dan permasalahan, sehingga mempermudah dalam membedakan ketiganya.
Rich picture menunjukkan permasalahan pada pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara yang menjadi prioritas isu untuk diselesaikan atau diberikan upaya penyelesaiannya melalui tahap SSM selanjutnya.
b. Tahap 3 SSM: Menyusun definisi permasalahan
Pada tahap ini dilakukan analisis untuk menghasilkan alternatif upaya yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ditunjukkan pada rich picture. Analisis yang digunakan yaitu analisis
Root Definitions (RDs). Analisis tersebut menyatakan upaya penyelesaian masalah menggunakan rumus umum PQR, yaitu mengerjakan P dengan Q untuk mewujudkan R. Rumusan PQR tersebut selanjutnya dianalisis lebih rinci menggunakan analisis CATWOE, yaitu mengidentifikasi customer,
actor, tranformation proces, worldview, owner, dan enviromental. Identifikasi tersebut merupakan hasil dari wawancara mendalam dengan para stakeholder yang telah dilakukan pada tahap 2. Adapun hasil analisis RDs pada penelitian ini merupakan tujuan yang akan dicapai dalam pengelolaan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara.
3. Tahap 3 EAFM: Menyusun rencana aksi
Rencana aksi yang disusun pada tahap ketiga EAFM berdasarkan pada tujuan pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan pada tahap kedua EAFM, yaitu rencana aksi merupakan langkah-langkah untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan. Pada penelitian ini, rencana aksi diperoleh dari tiga tahapan proses pendekatan SSM, yaitu tahap 4, 5, 6, dan 7.
Rencana aksi disusun dengan tujuan untuk memberikan solusi secara teknis kepada problem owner untuk menyelesaikan atau meminimalisir permasalahan pada pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. Rencana aksi tersebut disusun berdasarkan pada perubahan yang diinginkan terhadap hasil perbandingan antara model konseptual dengan dunia nyata. Berikut tahapan SSM yang dilakukan untuk mencapai rencana aksi pada penelitian ini:
a. Tahap 4 SSM: Membuat model konseptual
di Nusa Tenggara. Adapun model konseptual diperoleh dari gagasan peneliti yang disesuaikan dengan aturan formal yang berlaku. Model konseptual yang dibuat pada penelitian ini memaparkan bekerjanya sistem sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Sistem dalam tahap ini, menggambarkan input dan output dalam transformasi yang menjadi tujuan.
Selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap model konseptual tersebut. Verifikasi dilakukan dengan pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara dan pihak yang memiliki kewenangan dalam mekanisme pengambilan keputusan pada kegiatan pemanfaatan ikan tuna tersebut. Adapun diskusi yang dilakukan pada tahap 4 ini berupa diskusi pribadi kepada perwakilan stakeholder terkait yang merupakan problem owner.
Model konseptual yang dihasilkan pada tahap ini menjadi sasaran yang akan dicapai dengan serangkaian rencana aksi pada tahap selanjutnya. b. Tahap 5: Membandingkan model konseptual dengan dunia nyata
Pada tahap 5 ini dilakukan perbandingan antara model konseptual dengan dunia nyata, yaitu untuk mengetahui apa saja yang seharusnya dilakukan dan apa saja yang sudah dilakukan dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan tuna di Nusa Tenggara. Melalui perbandingan tersebut diharapkan akan diperoleh gap antara model konseptual dengan dunia nyata. Adapun dunia nyata yang dimaksud yaitu kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara.
c. Tahap 6: Menentukan perubahan yang diinginkan
Sebelumnya, tahap 5 telah menghasilkan gap antara model konseptual dengan dunia nyata. Selanjutnya dari gap tersebut dilakukan perumusan alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk penyelesaian masalah yang terdapat dalam kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara. Perumusan strategi tersebut merupakan diskusi dengan para stakeholder
yang termasuk problem owner, sehingga diharapkan strategi yang dihasilkan pada penelitian ini merupakan strategi yang dapat diterima dan dijalankan oleh para pelaku kegiatan pemanfaatan ikan tuna di Nusa Tenggara.
d. Tahap 7: Menentukan langkah tindakan untuk perbaikan
Pada tahap ini, langkah tindakan dirancang sesuai dengan strategi yang dihasilkan pada tahap sebelumnya (tahap 6). Langkah tindakan tersebut berupa rencana aksi yang dapat diimplementasikan oleh stakeholder untuk mewujudkan strategi. Rencana aksi yang dihasilkan pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan apa aksi yang dilakukan, siapa yang akan melakukan aksi, bagaimana aksi dilakukan, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan aksi tersebut.
Keterangan:
Tahapan proses pendekatan ekosistem
Tahapan proses pendekatan SSM Mulai
Tahap 1 EAFM: Mendefinisikan dan Menetapkan Ruang Lingkup Unit Pengelolaan Perikanan
Tahap 1 SSM: Pemahaman Situasi Permasalahan
Analisis Aspek Sumberdaya Ikan:
-Length frequency analysis
-Trend CPUE
-Pola musim penangkapan -Daerah penangkapan ikan
Analisis Aspek Teknologi Penangkapan Ikan: -Desain API
-Fishing capacity
-Metode penangkapan ikan -Selektivitas API
-Desain alat bantu penangkapan
Analisis Aspek Ekonomi-Sosial: -Pengolahan ikan -Pemasaran ikan -Pendapatan usaha -Konflik -Pengetahuan lokal
Analisis Aspek Kelembagaan: -Kepatuhan
-Kelengkapan aturan main -Mekanisme pengambilan
keputusan -Kapasitas pemangku
kepentingan
Selesai
Tahap 2 EAFM: Identifikasi dan Prioritas Isu, serta penetapan tujuan pengelolaan
Tahap 2 SSM: Penyusunan Situasi Permasalahan
- Analisis Intervensi
- Analisis Sosial
- Analisis Politik
Penyusunan Rich Picture
Tahap 3 SSM: Penyusunan Definisi Permasalahan
Analisis CATWOE Analisis Root Definitions (RDs)
Tahap 3 EAFM: Menyusun Rencana Aksi
Tahap