• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Tinjauan Pustaka

6. Policy Analysis Matrix (PAM)

Untuk dapat mengetahui apakah suatu komoditi perdagangan memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif serta mengetahui bagaimana dampak dari suatu pemberlakuan kebijakan pemerintah dapat

dilakukan dengan menggunakan model Policy Analysis Matrix (PAM)

(Siregar et al., 1999). Pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM)

dikemukakan oleh Monke dan Pearson (1989) merupakan sistem analisis yang memasukkan berbagai kebijakan yang mempengaruhi penerimaan dan biaya produksi pertanian. Suatu matriks yang disusun dengan memasukkan komponen-komponen utamanya penerimaan, biaya dan keuntungan. PAM dapat disusun untuk mempelajari masing-masing system produksi pertanian

C B A S’ S D Pw

Q

P

Q1 Q2 P’

dengan menggunakan data usahatani, pemasaran dari petani ke pengolah, pengolahan dan pemasaran dari pengolah ke pedagang. Selanjutnya, dapat ditaksir dampak kebijakan komoditi dan ekonomi makro dengan cara membandingkan dengan tanpa ada kebijakan (Wahyudi, 1989).

Pada Policy Analysis Matrix (PAM), penerimaan, biaya dan keuntungan

dikelompokkan berdasar harga privat dan harga sosial. Harga privat adalah harga yang benar-benar diterima oleh produsen. Sementara harga sosial adalah harga yang berlaku jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna. Selisih antara harga privat dengan harga sosial adalah angka transfer yang digunakan untuk mengukur dampak dari kebijakan pemerintah (Wahyudi, 1989).

Tabel 6. Policy Analysis Matrix (PAM)

Penerimaan Biaya Input Keuntungan

Tradeable Domestik

Privat A B C D

Sosial E F G H

Divergensi I J K L

Sumber: Monke and Pearson (1989)

Keterangan

-Keuntungan finansial/privat (D=A-B-C)

-Keuntungan ekonomis/sosial (H=E-F-C)

-Output transfer (I=A-E) -Input transfer (J=B-F) -Factor transfer (K=C-G)

-Net transfer (L=D- H atau L=I-J-K) -Private cost ratio (PCR): C/(A – B)

-Domestic resource cost ratio (DRC): G/(E – F)

-Nominal protection coefficient on tradeable inputs (NPCI): B/F -Effective protection coefficient (EPC): (A– B)/(E – F)

-Koefisien profitabilitas (PC): (A–B–C)/(E–F–G)or D/H -Rasio subsidi untuk produsen (SRP): L/E or (D –H)/E

PAM terdiri dari dua set perhitungan. Pertama, perhitungan profitabilitas (kemampuan menciptakan keuntungan) usaha tani atau pemanfaatan sumberdaya alam; seperti tergambar secara horizontal, di mana tingkat keuntungan dapat dilihat pada kolom paling kanan yang merupakan selisih dari penerimaan (kolom paling kiri) dan pengeluaran/biaya (kolom-kolom di tengah). Ada dua perhitungan profitabilitas, yaitu profitabilitas finansial atau

privat dan profitabilitas ekonomis atau sosial. Profitabilitas finansial atau

profitabilitas privat yang mengacu pada penerimaan dan pengeluaran aktual,

menunjukkan daya saing dari suatu sistem usaha tani pada tingkat teknologi dan dalam lingkungan kebijakan tertentu. Sedangkan profitabilias ekonomis/sosial, seperti terlihat di baris kedua adalah perhitungan untung-rugi dengan menggunakan harga-harga ekonomis/sosial yang mencerminkan keunggulan komparatif atau tingkat effisiensi dari suatu sistem usaha tani atau

penggunaan lahan. Nilai hasil usaha tani atau output (E) dan nilai asupan

pertanian (F), mengacu pada harga-harga internasional (dalam hal ini harga c.i.f untuk barang dan jasa yang diimpor, dan harga f.o.b untuk barang dan jasa yang diekspor) yang sudah terbebas dari berbagai kebijakan perdagangan seperti pajak, subsidi dan tarif. Nilai faktor domestik (G) berupa modal, tenaga kerja dan lahan yang digunakan dalam suatu sistem usaha tani/penggunaan lahan, didekati dengan menduga nilai pengorbanan atas penggunaan sumberdaya tersebut.

Kedua, effect of divergence, yaitu selisih antara hasil perhitungan dengan

menggunakan harga finansial dan hasil perhitungan dengan menggunakan harga ekonomisnya, guna melihat derajat perbedaan sebagai akibat dari

effect of divergences terlihat pada baris ketiga dalam Tabel 4. Meskipun baris ketiga ini hanya melihat selisih antara perhitungan profitabilitas finansial dan perhitungan ekonomis atas penerimaan, biaya dan keuntungan, baris ini merupakan inti dari pendekatan PAM. Setiap perbedaan yang muncul, yaitu selisih hasil perhitungan harga finansial dan harga ekonomisnya, memberikan indikasi adanya dampak kebijakan atau kegagalan pasar dalam satu sistem ekonomi (Budidarsono dan Kusuma, 2003).

Untuk mengukur dan menentukan keunggulan komparatif suatu komoditi yang diproduksi di suatu daerah dan diperdagangkan digunakan alat analisis Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) atau Nisbah Biaya Sumberdaya

Domestik. Domestic Resource Cost (DRC), sebagai indikator untuk mengukur

atau menentukan keung-gulan komparatif dari suatu komoditi yang diproduksi dan diperdagangkan. DRC adalah analisis rasio antara biaya sumberdaya domestik dan nilai tambah yang diperoleh berdasarkan harga sosial.

Jika nilai DRC < 1 maka dapat disimpulkan bahwa komoditi yang dikembangkan memiliki keunggulan komparatif, artinya sumberdaya domestik yang harus dikorbankan untuk menghemat atau memperoleh devisa dari kegiatan tersebut lebih kecil dari sumberdaya domestik yang tersedia dikorbankan oleh sistem ekonomi wilayah secara keseluruhan. Sehingga apabila nilai DRC/SER semakin mendekati nol menunjukkan keunggulan komparatif yang tinggi, oleh karena itu daerah yang memiliki nilai DRC/SER lebih kecil dibandingkan dengan daerah lain artinya komoditi yang dikembangkan lebih mempunyai keunggulan komparatif di daerah tersebut atau efisien menghadapi persaingan pemasaran komoditi serupa di pasaran internasional.Sebaliknya, jika nilai DRC > 1 maka komoditi yang dikembangkan tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif (Bautista, et.al, 1979 dalam Nurifah dkk., 2008).

Analog dengan konsep DRCR, maka Privat Cost Ratio (PCR) dapat

kompetitif dalam hal ini adalah biaya imbangan privat yang dikeluarkan guna memperoleh satu unit devisa US$. Dalam hal ini semua biaya dan penerimaan

dihitung berdasarkan harga yang berlaku (prevailing price)

(Nurifah dkk., 2008).

Campur tangan pemerintah dapat terlihat dari besarnya Output Transfer

(OT) yang menunjukkan besarnya perbedaan penerimaan usahatani yang benar-benar diterima oleh petani dengan penerimaan yang menggunakan harga sosial. Jika nilai output transfer > 0 mengandung arti produsen menerima harga riil yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga

bayangannya. Sedangkan Nominal Protection Coefficient Output (NPCO)

atau koefisien proteksi nominal efektif merupakan rasio antara penerimaan yang dihitung berdasarkan harga privat dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial. NPCO digunakan untuk melihat apakah suatu komoditi diproteksi atau tidak. Bila nilai NPCO < 1 berarti konsumen dan produsen dalam negeri menerima harga yang lebih murah dari harga yang sesungguhnya.

Dalam analisis Policy Analysis Matrix, dampak kebijakan pemerintah

terhadap faktor domestik dapat dilihat dari besarnya nilai Factor Transfer

(FT) sedangkan terhadap input tradeable dapat dilihat dari besarnya nilai

Transfer Input (TI). Besarnya dampak kebijakan pemerintah dalam hal input

dapat diketahui dari nilai Nominal Protection Coefficient Input (NPCI).

Dampak kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradeable dapat

dilihat dari kebijakan perdagangan, subsidi dan pajak.

Nominal Protection Coefficient Input atau Koefisien Proteksi Nominal

Input merupakan rasio dari biaya input tradeable pada harga privat dan harga

sosial. Nilai Nominal Protection Coefficient Input > 1 menunjukkan adanya

proteksi untuk produsen input non tradeable sehingga penggunaan input

terdapat subsidi input yang berarti mendorong produsen di dalam negeri untuk menggunakan input tersebut.

Selain input tradeable, petani juga menggunakan input non tradeable

yang tidak diperdagangkan di pasar dunia. Besaran yang menunjukkan perbedaan antara harga sosial dengan harga sesungguhnya yang diterima

produsen untuk pembayaran faktor produksi yang non tradeable disebut

transfer factor. Nilai input transfer merupakan selisih antara biaya input tradeable pada harga privat dan sosial. Nilai input transfer bisa bertanda

negatif dan bisa positif. Jika nilai input transfer bertanda positif (>1)

mempunyai arti terdapat kebijakan pemerintah atau distorsi pasar pada input tradeable yang merugikan pelaku usahatani karena membuat harga input tradeable menjadi lebih mahal. Jika input transfer negatif, artinya petani menerima manfaat dari kebijakan pemerintah atau distorsi pasar pada input tradeable yang menguntungkan produsen.

Kebijakan pemerintah dibidang input dan output dapat dilihat dari Net

Transfer (NT) atau Transfer Bersih, Profitability Coefficient (PC) atau

Koefisien keuntungan, Effective Protection Coefficient (EPC) atau Koefisien

proteksi efektif dan Subsidies Ratio to Producent (SRP) atau Rasio Subsidi

Produsen. Nilai Net Transfer merupakan selisih dari keuntungan bersih privat

dengan keuntungan bersih sosial. Apabila nilai Net Transfer <0 (negatif)

menunjukkan tidak ada insentif ekonomi untuk meningkatkan produksi dan

apabila Net Transfer >0 (positif) mencerminkan tambahan surplus produsen

sebagai konsekuensi kebijakan pemerintah.

Analisis Effective Protection Coefficient (EPC) merupakan gabungan

antara Nominal Protection Coefficient Output dengan Nominal Protection

Coefficient Input. Effective Protection Coefficient menggambarkan sampai sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat

produksi domestik secara efektif. Profitability Coefficient (PC) merupakan

menunjukkan pengaruh dari kebijakan yang menyebabkan keuntungan privat

berbeda dengan keuntungan sosial. Nilai Profitability Coefficient >1

mengandung arti bahwa keuntungan yang diterima petani lebih besar dari keuntungan yang akan diterima apabila tidak ada campur tangan pemerintah dan sebaliknya jika nilai Profitability Coefficient <1.

Effective Protection Coefficient (EPC) adalah rasio penerimaan privat

dikurangi biaya tradeable privat dengan penerimaan sosial dikurangi biaya

tradeable sosial. Nilai Effective Protection Coefficient >1 berarti terdapat

insentif kebijakan pemerintah untuk berproduksi, apabila nilai Effective

Protection Coefficient <1 kebijakan pemerintah menimbulkan hambatan untuk berproduksi dan kalau EPC=1 kebijakan pemerintah tidak menimbulkan

isentif pemerintah. Subsidies Ratio to Producer (SRP) merupakan persentase

rasio antara transfer bersih dengan penerimaan sosial (L/E). Rasio ini menunjukkan proporsi transfer terhadap nilai output kebijakan pemerintah atau penambahan/pengurangan penerimaan karena adanya kebijakan pemerintah (Nutrisia, 2004).

Dokumen terkait