• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III MMI Cabang Yogyakarta dan Wacana Penegakan Syari’ah

D. MMI dan politik: demokrasi tidak sesuai

Dalam konteks politik MMI berpandangan krisis berkepanjangan yang mendera

negeri ini disebabkan karena pengkhianatan terhadap tujuh kata pada Piagam Jakarta.78

MMI percaya jika Piagam Jakarta ditegakkan maka segala persoalan bangsa Indonesia

78Yang dimaksud “Ketuhanan yang maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya” Irfan mengatakan “demokrasi sebagai sistem politik yang sudah menjadi kecenderungan umum di berbagai negara, jelas sesuatu yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan syari’at Allah. Demokrasi merupakan hasil pergumulan manusia yang tentu saja profan, sekuler, sementara apa yang dihukum Tuhan sebagai solusinya mereka memberikan solusi khilafah dengan merujuk apa yang dilakukan pada era nabi dan sahabatnya”. wawancara dengan Irfan S. Awwas, 12 Agustus 2003.

akan terselesaikan, karena syari’ah merupakan skema kehidupan yang sempurna dan meliputi seluruh tatanan masyarakat.79

Bentuk pengkhianatan itu adalah dengan menjadikan demokrasi sebagai sistem

politik. Bagi MMI, demokrasi adalah upaya pengasimilasian kesalahan.80

Demokrasi

sebagai sistem politik yang sudah menjadi kecenderungan umum di berbagai negara, jelas merupakan sesuatu yang bertentangan dengan wa man lam yahkum bi ma anzala

Allah, karena merupakan pergumulan manusia dan “Barat” yang bukan saja profan,

tetapi juga sekuler dan jahiliyah karena meniadakan Tuhan.81 Irfan megatakan:

Ajaran demokrasi dalam kaitannya dengan kewajiban menjalankan perintah

Tuhan adalah satu kesalahan yang besar dan ancaman serius masyarakat Muslim. Dalam proses sejarah mereka yang panjang, umat Islam banyak mengadopsi ajaran sesat dan bid’ah intelektual yang membahayakan diri mereka sendiri, di mana kuasa Tuhan dihilangkan. Mereka tidak melihat apa yang mereka terapkan bertentangan dengan hukum al Qur’an Sunnah, maupun leluhur suci. Dan di antara bid’ah-bid’ah intelektual yang membawa pengaruh buruk ini, adalah demokrasi yang menundukkan pikiran dan menguasai hati mereka, sehingga baik mereka yang muda maupun yang tua, tanpa dosa semua menyambutnya dengan meriah, mereka memujinya habis-habisan, tanpa mempedulikan racun moral dan asal usul yang kafir. Demokrasi sebagai ajaran

kedaulatan rakyat bertentangan dengan kedaulatan Tuhan.82

Dengan cara pandang dan keyakinan seperti itu, MMI memandang pendirian

negara Islam adalah tugas dan tanggung jawab umat Islam. Dasarnya, Muhammad adalah pemimpin agama dan politik sekaligus. Muhammad waktu pertama kali

79 Penjelasan Fuad al Ansyari, Diskusi “Formalisasi Syari’ah Islam Dalam Konstitusi Negara”, 21 Sepetember 2001, dokumen Pusat Studi Islam (PSI), UII.

80

Disebabkan demokrasi membawa pesan-pesan modernitas, negara-negara demokrasi adalah negara-negara bangsa sekuler yang didasarkan pada kedaulatan rakyat, sedang bagi MMI dan kelompok-kelompok fundamentalis Islam pada umumnya, kedaulatan tertinggi di tangan Tuhan (Hakimiyyat Allah). Qutb, misalnya melihat sejarah penuh puing, tapi ia percaya manusia bisa kembali ke era pra puing ke zaman keemasan Qutb menuduh orang yang percaya mereka bisa memimpin diri sendiri oleh mereka sendiri juga, manusia dibawah aturan manusia sama saja dengan megalomania, manusia hanya diciptakan oleh tuhan dan harus diperintah oleh tuhan. Sivan, Emmanuel, Radical Islam, Medieval Theology and Modern Politic, Yale University Press, New Haven and London, 1985. hal 25.

81 Irfan.. Idem

82 Wawacancara dengan Irfan S. Awwas pada Konfrensi Press pada pembukaan Kongress II MMI. 13 Agustus 2003.

membangun negara Islam adalah dengan menjadikan asas La ilaha illallah Muhammad

Rasulullah sebagai asas negara dan pemerintahan, serta asas kehidupan bagi Muslim.83

Dalam kaitan dengan sistem pemerintahan, MMI berpendirian perintahan harus dibangun di atas perundangan-undangan syari’ah dan harus diterapkan dalam kondisi apapun. Irfan menjelaskan:

“Negara Islam merupakan kekuatan politik yang berfungsi untuk menerapkan dan memberlakukan hukum-hukum Islam, serta mengembangkan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia sebagai sebuah risalah dengan dakwah dan jihad. Negara Islam inilah yang dijadikan Islam untuk menerapkan hukum-hukumnya secara menyeluruh di seluruh bidang kehidupan secara tegas dikatakan sistem pemerintahan Islam merupakan antitesis dari demokrasi yang dikembangkan di negara Barat yang mendasarkan legitimasi kepada kedaulatan rakyat. Islam dengan tegas menolak filsafat kedaulatan rakyat dan menyandarkan kekuasaan

kepada landasan kedaulatan Tuhan dan kekhalifahan Islam”.84

Rasionalisasinya, segala program di MMI dilandasi dan diarahkan untuk tujuan itu, mulai dari penerapan syari’ah dalam kehidupan sehari-hari hingga membangun aliansi dengan berbagai institusi. MMI berpendirian bahwa menjalankan hidup berdasarkan perintah syari’ah merupakan sebuah panggilan yang harus dipahami

secara luas. Syari’ah adalah sistem hukum dinamis yang dapat diperluas hingga ke

seluruh aspek kehidupan sebagai way of life yang ditetapkan Allah bagi Muslim, berupa nilai, ajaran-ajaran dan norma-norma sosial. Untuk menegakkan syari’at, mujahid memulainya dari diri sendiri. Mujahid berjuang meningkatkan kualitas individu, melakukan koreksi terhadap penyimpangan syari’at (amar ma’ruf nahi munkar), serta melaksanakan butir-butir Piagam Yogyakarta plus 31 butir seruannya, yang secara garis berisi himbauan untuk melaksanakan syari’at, mempererat ukhuwah Islamiyah,

83 Wawancara Arham dengan Irfan S. Awwas, 10 Agustus 2003.

84 Irfan S. Awwas, Diskusi “Formalisasi Syari’ah Islam Dalam Konstitusi Negara”, 21 Sepetember 2001, dokumen Pusat Studi Islam (PSI), UII Dok.

mengembangkan sikap tasamuh (toleransi) kepada penganut agama lain, dan menolak konsep negara sekuler.85

Imajinasi MMI tentang negara Islam, sebagaimana dideskripsikan Irfan bahwa

negara Islam adalah seorang khalifah yang menerapkan hukum syari’ah.86 Negara Islam

adalah lembaga tertinggi yang berfungsi menyelenggarakan pemerintahan Islam, menerapkan hukum-hukum Islam, serta mengembangkan dakwah dakwah dan jihad ke seluruh dunia. Hanya dengan berdirinya negara Islam, ajaran-ajaran Islam dapat dilaksanakan secara menyeluruh dalam kehidupan masyarakat. Negara Islam atau

khilafah islamiyah merupakan antitesis dari demokrasi yang dikembangkan Barat yang

mendasarkan legitimasi kedaulatan rakyat.87 Islam menolak kedaulatan rakyat. Islam menyandarkan kedaulatan politik kepada kedaulatan Tuhan dan kekhalifahan manusia.

Khalifah sebenarnya mempunyai dua makna, pertama, pemimpin. Teks Al Qur’an

menyebut setiap manusia dilahirkan sebagai pemimpin yang mempunyai tugas dan

kewajiban untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi.88 Demikian, setiap manusia

adalah wakil Tuhan atau khalifatullah fil ardh. Dan, kedua, bermakna kepala negara

85 Piagam Yogyakarta, lampiran 3

86 Di dalam Al-Qur’an, kata khalafa disebut sebanyak 127 kali, berikut 12 kata jadian, yang berarti menggantikan atau meninggalkan, dan dalam arti kata benda, yaitu pengganti atau pewaris. Menurut Dawam Rahardjo, khalifah mempunyai arti yang berbeda dari kedua arti di atas, misalnya, berselisih, menyalahi janji,....Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al Qur’an : Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, ( Jakarta : Paramadina, 1996), hlm. 349. Istilah khilafah sendiri tidak bisa dipisahkan dari kata khalifah. Khalifah dipahami sebagai seorang pemimpin yang mendasarkan aturan pemerintahannya pada hukum syari’ah atau “khalifatullah fil ardh”, dan, kelembagaannya disebut khilafah. Dinamakan khalifah, karena orang tersebut berstatus sebagai “wakil Allah” dan “penganti Rasulullah” dalam memelihara agama, mengurus kepentingan, dan mengendalikan kehidupan umat. Ismail Yusanto, Kompas, 8 Maret 2005. Penggunaan gelar khalifah, pertama kali diterapkan pada masa kepemimpinan Abu Bakar, kemudian tradisi ini berlanjut kepada para khalifah berikutnya, yaitu Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Pada masa dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fathimiyah, gelar khalifah masih dipakai meski lembaga ke-khilafa-an didasarkan pada sistem kekeluargaan.... Tim PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Intermasa, 1992), II: 606. Khalifah dapat berarti juga “...given to those who succesed the prophet Muhammad a real or nomimal, ruler of the Islamic world..., the Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, Jhon L. Esposito. (Ed), (New York, Oxford University Press, 1995), hlm. 239.

87 Namun menurut Asghar Ali Engineer menyatakan bahwa sejak awal al- Qur’an tidak memberikan konsep-konsep tentang negara, tetapi lebih membahas tentang konsep-konsep masyarakat. Islam dan Pembebasan ( Islam and Relevance to Our Age), alih bahasa Hairus Salim dkk, Yogyakarta : LKiS, 1993, 17.

88 Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu....Q.S. Sad (38) : 26.

(penguasa) dalam sistem pemerintahan Islam. Pemahaman khalifah di MMI pada makna kedua, yaitu sebagai wakil Tuhan dan rasul (khalifatullah war rasul), yang mempunyai tugas dan kewajiban menyejahterakan kehidupan di muka bumi.

Karena khalifah dipandang sebagai wakil Tuhan dan Rasul, maka otoritas khalifah dianggap berasal dari Tuhan, kehendaknya sama dengan kehendak Tuhan, sehingga penolakan atas mereka dianggap penolakan terhadap perintah Allah, yang dapat

mendatangkan fitnah bagi umat Islam.89 MMI mendasarkan pandangan ini pada QS al

Imran; 104.90 Namun, meski khalifah adalah pusat kekuasaan, ia tidak berkuasa mutlak,

khalifah bukan penguasa mutlak. Kedaulatan pada khilafah Islamiyah berada di tangan

Allah (Baldatun al Syiyasah). Bagi MMI, kedaulatan hanya milik Allah. Kedaulatan

negara harus didasarkan pada kehendak Allah.91

Kewenangan khalifah juga dibatasi oleh Al Qur’an dan Sunnah. Meskipun seorang khalifah diberi kewenangan membuat hukum, namun, dengan tetap merujuk wahyu. Syari’ahlah otoritas tertinggi. Khalifah cuma memiliki wewenang untuk mengadopsi hukum yang dianggapnya paling tepat dan tetap berdasar pada Al Qur’an dan Hadits. Selama khalifah merujuk ke wahyu, kaum muslim wajib mentaatinya. Akan tetapi bila ia menyimpang dan melanggar dari wahyu, Muslim wajib mengoreksinya. Tidak ada tuntutan ketaatan kepada manusia dalam hal maksiat kepada Allah (muhasabah lil hukma). Seorang Muslim malah harus menyampaikan kata-kata yang hak

(benar) di depan penguasa yang zhalim.92 Mekanisme inilah yang memungkinkan

umat kritis. Konsep amar ma’ruf nahi munkar menurut MMI harus menjadi mekanisme

89 Fitnah di sini dipahami sebagai malapetaka besar yang menimbah umat Islam karena ketidak setiaan mereka pada otentisitas Islam Emmanuel Sivan, Radical..opcit , 11

90 “Hai orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan Rasulnya dan kepada pemimpinmu”

91 Irfan, Ibid.

pertanggungjawaban dalam melakukan kritik terhadap pemerintah. Analognya adalah kritik terhadap Rasul ketika perjanjian Hudaibiyah lebih menguntungkan kaum kafir .

Di samping itu, ada Makhamah Madzhalim (semacam pengadilan yang mengadili perkara penguasa dengan umat), dan Majlisul Ummah (semacam otoritas umat untuk menghukum pemimpinnya yang dianggap zhalim). Dan, pada tahap tertentu, umat boleh mengangkat senjata melawan khalifah zhalim jika proses diplomasi dilakukan dan menemui jalan buntu. Diplomasi di MMI dipahami sebagai jihad, sehingga orang yang mati berjuang karena mengoreksi penguasa yang zhalim dianggap syahiddus sahada

(pemimpin para suhada).93

Peran khalifah lebih pada fungsi eksekutif (pelaksana kedaulatan rakyat). Meskipun ia tidak sepenuhnya memiliki hak legislasi, karena pembuat hukum adalah hak Allah SWT. Ia mempunyai kewenangan sebagai qadhi (mahkamah agung) tapi sebatas pengadil, bukan pembuat keputusan. Khalifah wajib menerapkan dan memutuskan hukum berdasarkan al Qur’an dan Hadits. Sistem inilah yang ditawarkan MMI untuk mengganti sistem demokrasi yang dianggap bertentangan dengan syari’ah.

Dokumen terkait