3. Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scaning Theory)\
2.5.2.2. Politikal ekonomi Sosialisme
Sosialisme adalah pandangan hidup dan ajaran kamasyarakatan tertentu , yang
berhasrat menguasai sarana-sarana produksi serta pembagian hasil-hasil produksi
secara merata . Sosialisme sebagai ideology politik adalah suatu keyakinan dan
kepercayaan yang dianggap benar oleh para pengikutnya mengenai tatanan politik
yang mencita-citakan terwujutnya kesejahteraan masyarakat secara merata melalui
jalan evolusi, persuasi , konstitusional –parlementer , dan tanpa kekerasan.
Sosialisme sebagai ideology politik timbul dari keadaan yang kritis di bidang
sosial, ekonomi dan politik akibat revousi industri . Adanya kemiskinan , kemelaratan
,kebodohan kaum buruh , maka sosialisme berjuang untuk mewujudkan kesejahteraan
secara merata.
Dalam perkembangan sosialisme terdiri dari pelbagai macam bentuk seperti
sesuai dengan nama pendirinya atau kelompok masyarakat pengikutnya seperti
Marxisme-Leninisme ,Febianisme , dan Sosial Demokratis.
Sosialisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada masyarakat –
bangsa yang memiliki tradisi demokrasi yang kuat. Unsur-unsur pemikiran yang ada
dalam gerakan sosialis sebagimana tergambar di Inggris mencakup :
a) Agama
b) Idealisme Etis Dan Estetis c) Empiris Fabian
d) Dan Liberalism
Sosialisme yang ada disetiap negara memiliki ciri khas sesuai dengan kondisi
sejarahnya . Dalam sosialisme tidak ada garis sentralitas dan tidak bersifat
internasional.
Sosialisme di negara-negara berkembang mengandung banyak arti . Sosialisme
berarti cita-cita keadilan sosial ; persaudaraan ; kemanusiaan dan perdamaian dunia
yang berlandaskan hukum ; dan komitmen pada perencanaan.
Di negara-negara Barat ( lebih makmur) sosialisme diartikan sebagai cara
mendistribusikan kekayaan masyarakat secara lebih merata sedangkan di Negara
berkembang sosialisme diartikan sebagai cara mengindustrialisasikan Negara yang
belum maju atau membangun suatu perekonomian industri dengan maksud manaikkan
tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat .
Sosialisme sebagai idiologi politik yang merupakan keyakinan dan kepercayaan
kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan evolusi, persuasi,
konstitusional-parlementer dan tanpa kekerasan. Sosialisme sebagai ideologi politik timbul dari
keadaan yang kritis di bidang sosial, ekonomi dan politik akibat revousi industri .
Adanya kemiskinan , kemelaratan ,kebodohan kaum buruh , maka sosialisme berjuang
untuk mewujudkan kesejahteraan secara merata.
Dalam perkembangan sosialisme terdiri dari pelbagai macam bentuk seperti
sosialisme utopia, sosialisme ilmiah yang kemudian akan melahirkan pelbagai aliran
sesuai dengan nama pendirinya atau kelompok masyarakat pengikutnya seperti
Marxisme-Leninisme, Febianisme , dan Sosial Demokratis. Sosialisme dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik pada masyarakat –bangsa yang memiliki tradisi
demokrasi yang kuat.
Teori Political Economy
Teori Ekonomi/political economy adalah suatu pemikiran kapitalisme yang
terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi
dari era Yunani kuno sampai era sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali
memikirkan tentang transaksi ekonomi dan membedakan di antaranya antara yang
bersifat "natural" atau "unnatural". Transaksi natural terkait dengan pemuasan
kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya oleh tujuan yang
dikehendakinya. Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan kekayaan yang
secara potensial tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan unnatural tak berbatas
karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang sebagai sarana menuju akhir
perdagangan moneter dan retail yang dia ejek sebagai "unnatural" dan bahkan tidak
bermoral. Pandangannya ini kelak akan banyak dipuji oleh para penulis Kristen di Abad
Pertengahan.
Aristotles juga membela kepemilikan pribadi yang menurutnya akan dapat
memberi peluang seseorang untuk melakukan kebajikan dan memberikan derma dan
cinta sesama yang merupakan bagian dari “jalan emas” dan “kehidupan yang baik ala
Aristotles.
Chanakya (c. 350-275 BC) adalah tokoh berikutnya. Dia sering mendapat julukan
sebagai IndianMachiavelli. Dia adalah professor ilmu politik pada Takshashila University
dari India kuno dan kemudian menjadi Prime Minister dari kerajaan Mauryan yang
dipimpin oleh Chandragupta Maurya. Dia menulis karya yang berjudul Arthashastra
(Ilmu mendapatkan materi) yang dapat dianggap sebagai pendahulu dari Machiavelli's
The Prince. Banyak masalah yang dibahas dalam karya itu masih relevan sampai
sekarang, termasuk diskusi tentang bagaiamana konsep manajemen yang efisien dan
solid, dan juga masalah etika di bidang ekonomi. Chanakya juga berfokus pada isu
kesejahteraan seperti redistribusi kekayaan pada kaum papa dan etika kolektif yang
dapat mengikat kebersamaan masyarakat.
Liberalisme
Liberalisme menjadi teori yang paling dominan dalam hubungan internasional
semenjak berakhirnya perang dingin pada 1991. Kekalahan komunisme seakan
menjadi justifikasi kemenangan paham liberal yang sarat dengan kebebasan individu.
yang perhatiannya terpusat pada kebebsan individual. Image paling kuat melekat dalam
liberalisme adalah kedudukan negara adalah sebagai suatu manifestasi kebutuhan
untuk melindungi kebebasan tersebut. Negara menjadi pelayan dari keinginan kolektif
sekelompok orang yang menyerahkan kekuasaannya pada otoritas tertentu di luar
mereka.
Fokus pemikiran liberal memberikan berbagai penjelasan bagaimana kedamaian
dan korporasi antara aktor hubungan internasional dapat dicapai. Dalam liberal
tersendiri terdapat empat cabang dalam menguraikan bagaimana kedamaian bisa
dicapai (Dunne, 2001). Perspektif kedamaian dalam sudut pandang liberal dibagi
menjadi empat yakni liberal internasionalisme, idealisme, optimisme, dan liberal
institutionalisme.
a) Liberal internasionalisme
Dua pemikir yang muncul dari liberal internasionalisme adalah Immanuel
Kant dan Jeremy Bentham. Pemikiran liberal mereka tentu saja tidak jauh
dari kacamata mereka memandang situasi politik pada masa hidupnya
yakni pada era Enlightenment.
Kant melihat dunia internasional seolah carut marut karena tidak adanya
suatu hukum dan norma yang legitimate mengatur perilaku aktor-aktor
politiknya. Menurut Kant, perdamaian bisa dicapai apabila terdapat
hukum internasional dan kontrak federal antarnegara untuk meninggalkan
perang.
Bentham menambahkan pemikiran liberal Kant dengan menyebut contoh
Swiss yang terbukti mampu memfasilitasi konflik yang terjadi akibat
persaingan individu melalui pemerintahan bersama (federasi). Inti dari
pemikiran liberal internasionalisme adalah siginifikasi hukum
international. Menurut Bentham, hukum international tersebut dapat
terbentuk tanpa melalui pemerintahan dunia. Menurut liberal
internasionalisme masyarakat internasional berdasar hukum bisa terjadi
secara natural sebagaimana Adam Smith menjelaskan mekanisme pasar
dengan invisible hands. Ketika suatu negara mengikuti self interest
masing-masing, individu secara tidak sadar mendorong terwujudnya
kebaikan bersama.
b) Idealisme
Era idealisme dimulai sejak awal 1900 hingga akhir 1930 yang dimotivasi
oleh keinginan kuat untuk menghindari perang. Salah satu pencetus
idelalisme terkenal adalah Woodrow wilson yang tertuang dalam empat
belas point Wilson. Kelahiran idealisme ditandai oleh pasca perang dunia
I sebagai kritikan terhadap paham liberal internasionalisme yang
menyatakan bahwa perdamaian bersifat natural dan bisa terjadi dengan
sendirinya. Menurut Wilson, perdamaian tidak terjadi secara natural tapi
mesti dikontruksi. Lebih lanjut Wilson mengatakan bahwa perdamaian itu
bisa dikontruksi dengan membentuk institusi. Konsep utama dalam
pemikiran idealisme adalah keamanan bersama, collective security.
stabilitias keamanan di negara kawasan disebabkan interconnectedness,
oleh karena itu keamanan menjadi konsep bersama keamanan suatu
negara juga menjadi tanggung jawab negara lain.
c) Liberal Institusionalisme
Pandangan liberal institusionalisme muncul sebagai jawaban atas kritik
realisme merespon peristiwa terjadinya perang dunia dua dan gagalnya
Liga Bangsa-bangsa. Ini menjadikan sifat liberal institusionalisme menjadi
cenderung realist dan mengurangi normativeness (Dunne, 2001).
Liberal institusionalime menolak pandangan aktor bersifat state-centric.
Meskipun negara merupakan satu-satunya aktor tunggal hubungan
internasional, mereka menilai organisasi internasiona, perusahaan
multinasional merupakan aktor subordinate dalam sistem. Kehadiran
aktor subordinate menjalankan beberapa peran yang tidak dapat
dilakukan oleh negara.
Fenomena globalisasi tidak membuat paham liberal menjadi outdated,
sebaliknya liberal terus melakukan penyesuaian dengan konsep kini
supaya terus relevan memberikan penjelasan terhadap kejadian dalam
konteks global.
d) Neo-liberal internasionalisme
Neo-liberal internasionalisme cenderung menggunakan istilah globalisasi
kembangnya ekonomi secara lebih baik dan sepertil tradisis liberal
internasionalime lama, pertumbuhan ekonomi yang maksimal melalui
perdangan (commerce) dan free trade merupakan ladang subur bagi
benih-benih perdamaian diamana akan terjaling mutual understanding.
Mutual understanding inilah yan goleh neo-liberal internasionalisme
menjadi faktor kunci mencegah perang.
e) Neo-idealisme
Neo-idealisme muncul dengan ide bahwa ketergantungan sangat
bermanfaat untuk mendatangkan perdamaian dan menyebarkan
semangat demokrasi. Globalisasi menjadi perangkat efektif untuk
menyebarkan ide demokrasi. Demokrasi yang mengandung nilai-nilai
kebebasan dan perdamaian menjadi indikator paling valuabel untuk
menciptakan kerjasama melalui terbentuknya masyarakat global-global
society.
f) Neo-liberal institusionalisme
Prinsip kunci liberal institusionalisme adalah mengakui keberadaan aktor
non-negara dalam sistem (Keohane, 1989a). Neo-liberal institutionalisme
mengakui sistem cenderung anarki daripada kooperatif, sesuai dengan
pandangan realis, meskipun demikian namun kerjasama antaraktornya
tetap terjalin. Mengapa demikian? Sebab aktor negara bersifat rasional
seminimal mungkin melakukan kerjasama menggunakan asas mutual
gain atau absolute gain ¸bukannya relative gain.
Relative gain mengindikasikan bahwa kerjasama bersifat zero sum game,
state akan bekerjasasama jika ia mendapat keuntungan lebih dari yang
lainnya “who can get more”. Sementara itu, Absolute gain kerjasama
tetap terjadi dalam kondisi positive sum game,manakala menguntungkan
kedua pihak.
Partisipasi
Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta atau keterlibatan yang berkaitan
dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro;1995).
Participation becomes, then, people's involvement in reflection and action, a
process of empowerment and active involvement in decision making throughout a
programme, and access and control over resources and institutions(Cristóvão,1990).
Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam
proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi,
perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan
tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill.
Hoofsteede (1971) menyatakan bahwa patisipasi adalah the taking part in one
ore more phases of the process sedangkan Keith Davis (1967) menyatakan bahwa
patisipasi “as mental and emotional involment of persons of person in a group situation
Verhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa, partisipasi
merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan
pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson dalam
Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari, partisipasi
merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat)
dalam suatu kegiatan tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya
partisipasi dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut
konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau responses
atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan
merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).
Partisipasi masyarakat merutut Hetifah Sj. Soemarto (2003) adalah proses ketika
warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran
serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
kebijakan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehiduapan mereka. Conyers (1991)
menyebutkan tiga alasan mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat
penting. Pertama partispasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh
informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakata, tanpa kehadirannya
program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal, alasan kedua adalah bahwa
masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa
dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan
mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap
negara karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila
masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Tipologi Partisipasi
Penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyrakat seringkali terhambat
oleh persepsi yang kurang tepat, yang menilai masyarakat “sulit diajak maju” oleh
sebab itu kesulitan penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyarakat juga
disebabkan karena sudah adanya campur tangan dari pihak penguasa. Berikut adalah
macam tipologi partisipasi masyarakat
1) Partisipasi Pasif / manipulative