• Tidak ada hasil yang ditemukan

Politikal ekonomi  Sosialisme

Dalam dokumen MAKALAH TEORI PERENCANAAN (Halaman 61-71)

3. Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scaning Theory)\

2.5.2.2. Politikal ekonomi  Sosialisme

Sosialisme adalah pandangan hidup dan ajaran kamasyarakatan tertentu , yang

berhasrat menguasai sarana-sarana produksi serta pembagian hasil-hasil produksi

secara merata . Sosialisme sebagai ideology politik adalah suatu keyakinan dan

kepercayaan yang dianggap benar oleh para pengikutnya mengenai tatanan politik

yang mencita-citakan terwujutnya kesejahteraan masyarakat secara merata melalui

jalan evolusi, persuasi , konstitusional –parlementer , dan tanpa kekerasan.

Sosialisme sebagai ideology politik timbul dari keadaan yang kritis di bidang

sosial, ekonomi dan politik akibat revousi industri . Adanya kemiskinan , kemelaratan

,kebodohan kaum buruh , maka sosialisme berjuang untuk mewujudkan kesejahteraan

secara merata.

Dalam perkembangan sosialisme terdiri dari pelbagai macam bentuk seperti

sesuai dengan nama pendirinya atau kelompok masyarakat pengikutnya seperti

Marxisme-Leninisme ,Febianisme , dan Sosial Demokratis.

Sosialisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada masyarakat –

bangsa yang memiliki tradisi demokrasi yang kuat. Unsur-unsur pemikiran yang ada

dalam gerakan sosialis sebagimana tergambar di Inggris mencakup :

a) Agama

b) Idealisme Etis Dan Estetis c) Empiris Fabian

d) Dan Liberalism

Sosialisme yang ada disetiap negara memiliki ciri khas sesuai dengan kondisi

sejarahnya . Dalam sosialisme tidak ada garis sentralitas dan tidak bersifat

internasional.

Sosialisme di negara-negara berkembang mengandung banyak arti . Sosialisme

berarti cita-cita keadilan sosial ; persaudaraan ; kemanusiaan dan perdamaian dunia

yang berlandaskan hukum ; dan komitmen pada perencanaan.

Di negara-negara Barat ( lebih makmur) sosialisme diartikan sebagai cara

mendistribusikan kekayaan masyarakat secara lebih merata sedangkan di Negara

berkembang sosialisme diartikan sebagai cara mengindustrialisasikan Negara yang

belum maju atau membangun suatu perekonomian industri dengan maksud manaikkan

tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat .

Sosialisme sebagai idiologi politik yang merupakan keyakinan dan kepercayaan

kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan evolusi, persuasi,

konstitusional-parlementer dan tanpa kekerasan. Sosialisme sebagai ideologi politik timbul dari

keadaan yang kritis di bidang sosial, ekonomi dan politik akibat revousi industri .

Adanya kemiskinan , kemelaratan ,kebodohan kaum buruh , maka sosialisme berjuang

untuk mewujudkan kesejahteraan secara merata.

Dalam perkembangan sosialisme terdiri dari pelbagai macam bentuk seperti

sosialisme utopia, sosialisme ilmiah yang kemudian akan melahirkan pelbagai aliran

sesuai dengan nama pendirinya atau kelompok masyarakat pengikutnya seperti

Marxisme-Leninisme, Febianisme , dan Sosial Demokratis. Sosialisme dapat tumbuh

dan berkembang dengan baik pada masyarakat –bangsa yang memiliki tradisi

demokrasi yang kuat.

 Teori Political Economy

Teori Ekonomi/political economy adalah suatu pemikiran kapitalisme yang

terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi

dari era Yunani kuno sampai era sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali

memikirkan tentang transaksi ekonomi dan membedakan di antaranya antara yang

bersifat "natural" atau "unnatural". Transaksi natural terkait dengan pemuasan

kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya oleh tujuan yang

dikehendakinya. Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan kekayaan yang

secara potensial tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan unnatural tak berbatas

karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang sebagai sarana menuju akhir

perdagangan moneter dan retail yang dia ejek sebagai "unnatural" dan bahkan tidak

bermoral. Pandangannya ini kelak akan banyak dipuji oleh para penulis Kristen di Abad

Pertengahan.

Aristotles juga membela kepemilikan pribadi yang menurutnya akan dapat

memberi peluang seseorang untuk melakukan kebajikan dan memberikan derma dan

cinta sesama yang merupakan bagian dari “jalan emas” dan “kehidupan yang baik ala

Aristotles.

Chanakya (c. 350-275 BC) adalah tokoh berikutnya. Dia sering mendapat julukan

sebagai IndianMachiavelli. Dia adalah professor ilmu politik pada Takshashila University

dari India kuno dan kemudian menjadi Prime Minister dari kerajaan Mauryan yang

dipimpin oleh Chandragupta Maurya. Dia menulis karya yang berjudul Arthashastra

(Ilmu mendapatkan materi) yang dapat dianggap sebagai pendahulu dari Machiavelli's

The Prince. Banyak masalah yang dibahas dalam karya itu masih relevan sampai

sekarang, termasuk diskusi tentang bagaiamana konsep manajemen yang efisien dan

solid, dan juga masalah etika di bidang ekonomi. Chanakya juga berfokus pada isu

kesejahteraan seperti redistribusi kekayaan pada kaum papa dan etika kolektif yang

dapat mengikat kebersamaan masyarakat.

 Liberalisme

Liberalisme menjadi teori yang paling dominan dalam hubungan internasional

semenjak berakhirnya perang dingin pada 1991. Kekalahan komunisme seakan

menjadi justifikasi kemenangan paham liberal yang sarat dengan kebebasan individu.

yang perhatiannya terpusat pada kebebsan individual. Image paling kuat melekat dalam

liberalisme adalah kedudukan negara adalah sebagai suatu manifestasi kebutuhan

untuk melindungi kebebasan tersebut. Negara menjadi pelayan dari keinginan kolektif

sekelompok orang yang menyerahkan kekuasaannya pada otoritas tertentu di luar

mereka.

Fokus pemikiran liberal memberikan berbagai penjelasan bagaimana kedamaian

dan korporasi antara aktor hubungan internasional dapat dicapai. Dalam liberal

tersendiri terdapat empat cabang dalam menguraikan bagaimana kedamaian bisa

dicapai (Dunne, 2001). Perspektif kedamaian dalam sudut pandang liberal dibagi

menjadi empat yakni liberal internasionalisme, idealisme, optimisme, dan liberal

institutionalisme.

a) Liberal internasionalisme

Dua pemikir yang muncul dari liberal internasionalisme adalah Immanuel

Kant dan Jeremy Bentham. Pemikiran liberal mereka tentu saja tidak jauh

dari kacamata mereka memandang situasi politik pada masa hidupnya

yakni pada era Enlightenment.

Kant melihat dunia internasional seolah carut marut karena tidak adanya

suatu hukum dan norma yang legitimate mengatur perilaku aktor-aktor

politiknya. Menurut Kant, perdamaian bisa dicapai apabila terdapat

hukum internasional dan kontrak federal antarnegara untuk meninggalkan

perang.

Bentham menambahkan pemikiran liberal Kant dengan menyebut contoh

Swiss yang terbukti mampu memfasilitasi konflik yang terjadi akibat

persaingan individu melalui pemerintahan bersama (federasi). Inti dari

pemikiran liberal internasionalisme adalah siginifikasi hukum

international. Menurut Bentham, hukum international tersebut dapat

terbentuk tanpa melalui pemerintahan dunia. Menurut liberal

internasionalisme masyarakat internasional berdasar hukum bisa terjadi

secara natural sebagaimana Adam Smith menjelaskan mekanisme pasar

dengan invisible hands. Ketika suatu negara mengikuti self interest

masing-masing, individu secara tidak sadar mendorong terwujudnya

kebaikan bersama.

b) Idealisme

Era idealisme dimulai sejak awal 1900 hingga akhir 1930 yang dimotivasi

oleh keinginan kuat untuk menghindari perang. Salah satu pencetus

idelalisme terkenal adalah Woodrow wilson yang tertuang dalam empat

belas point Wilson. Kelahiran idealisme ditandai oleh pasca perang dunia

I sebagai kritikan terhadap paham liberal internasionalisme yang

menyatakan bahwa perdamaian bersifat natural dan bisa terjadi dengan

sendirinya. Menurut Wilson, perdamaian tidak terjadi secara natural tapi

mesti dikontruksi. Lebih lanjut Wilson mengatakan bahwa perdamaian itu

bisa dikontruksi dengan membentuk institusi. Konsep utama dalam

pemikiran idealisme adalah keamanan bersama, collective security.

stabilitias keamanan di negara kawasan disebabkan interconnectedness,

oleh karena itu keamanan menjadi konsep bersama keamanan suatu

negara juga menjadi tanggung jawab negara lain.

c) Liberal Institusionalisme

Pandangan liberal institusionalisme muncul sebagai jawaban atas kritik

realisme merespon peristiwa terjadinya perang dunia dua dan gagalnya

Liga Bangsa-bangsa. Ini menjadikan sifat liberal institusionalisme menjadi

cenderung realist dan mengurangi normativeness (Dunne, 2001).

Liberal institusionalime menolak pandangan aktor bersifat state-centric.

Meskipun negara merupakan satu-satunya aktor tunggal hubungan

internasional, mereka menilai organisasi internasiona, perusahaan

multinasional merupakan aktor subordinate dalam sistem. Kehadiran

aktor subordinate menjalankan beberapa peran yang tidak dapat

dilakukan oleh negara.

Fenomena globalisasi tidak membuat paham liberal menjadi outdated,

sebaliknya liberal terus melakukan penyesuaian dengan konsep kini

supaya terus relevan memberikan penjelasan terhadap kejadian dalam

konteks global.

d) Neo-liberal internasionalisme

Neo-liberal internasionalisme cenderung menggunakan istilah globalisasi

kembangnya ekonomi secara lebih baik dan sepertil tradisis liberal

internasionalime lama, pertumbuhan ekonomi yang maksimal melalui

perdangan (commerce) dan free trade merupakan ladang subur bagi

benih-benih perdamaian diamana akan terjaling mutual understanding.

Mutual understanding inilah yan goleh neo-liberal internasionalisme

menjadi faktor kunci mencegah perang.

e) Neo-idealisme

Neo-idealisme muncul dengan ide bahwa ketergantungan sangat

bermanfaat untuk mendatangkan perdamaian dan menyebarkan

semangat demokrasi. Globalisasi menjadi perangkat efektif untuk

menyebarkan ide demokrasi. Demokrasi yang mengandung nilai-nilai

kebebasan dan perdamaian menjadi indikator paling valuabel untuk

menciptakan kerjasama melalui terbentuknya masyarakat global-global

society.

f) Neo-liberal institusionalisme

Prinsip kunci liberal institusionalisme adalah mengakui keberadaan aktor

non-negara dalam sistem (Keohane, 1989a). Neo-liberal institutionalisme

mengakui sistem cenderung anarki daripada kooperatif, sesuai dengan

pandangan realis, meskipun demikian namun kerjasama antaraktornya

tetap terjalin. Mengapa demikian? Sebab aktor negara bersifat rasional

seminimal mungkin melakukan kerjasama menggunakan asas mutual

gain atau absolute gain ¸bukannya relative gain.

Relative gain mengindikasikan bahwa kerjasama bersifat zero sum game,

state akan bekerjasasama jika ia mendapat keuntungan lebih dari yang

lainnya “who can get more”. Sementara itu, Absolute gain kerjasama

tetap terjadi dalam kondisi positive sum game,manakala menguntungkan

kedua pihak.

 Partisipasi

Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta atau keterlibatan yang berkaitan

dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro;1995).

Participation becomes, then, people's involvement in reflection and action, a

process of empowerment and active involvement in decision making throughout a

programme, and access and control over resources and institutions(Cristóvão,1990).

Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam

proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi,

perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan

tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill.

Hoofsteede (1971) menyatakan bahwa patisipasi adalah the taking part in one

ore more phases of the process sedangkan Keith Davis (1967) menyatakan bahwa

patisipasi “as mental and emotional involment of persons of person in a group situation

Verhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa, partisipasi

merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan

pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson dalam

Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari, partisipasi

merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat)

dalam suatu kegiatan tertentu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya

partisipasi dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut

konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau responses

atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan

merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).

Partisipasi masyarakat merutut Hetifah Sj. Soemarto (2003) adalah proses ketika

warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran

serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan

kebijakan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehiduapan mereka. Conyers (1991)

menyebutkan tiga alasan mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat

penting. Pertama partispasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh

informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakata, tanpa kehadirannya

program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal, alasan kedua adalah bahwa

masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa

dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan

mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap

negara karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila

masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Tipologi Partisipasi

Penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyrakat seringkali terhambat

oleh persepsi yang kurang tepat, yang menilai masyarakat “sulit diajak maju” oleh

sebab itu kesulitan penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyarakat juga

disebabkan karena sudah adanya campur tangan dari pihak penguasa. Berikut adalah

macam tipologi partisipasi masyarakat

1) Partisipasi Pasif / manipulative

Dalam dokumen MAKALAH TEORI PERENCANAAN (Halaman 61-71)

Dokumen terkait