• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

5. Pondok Pesantren

Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana sosial intelektual di Indonesia adalah Pondok Pesantren. Ia adalah model sistem sosial sekaligus sebagai sistem intelektual yang pertama dan tertua di Indonesia. Keberadaannya mengilhami model dan sistem-sistem pendidikan yang ditemukan saat ini. Ia bahkan tidak lapuk dimakan zaman dengan segala perubahannya. Karenanya banyak pakar, baik lokal maupun internasional melirik Pondok Pesantren sebagai bahan kajian, maka tidak jarang beberapa tesis dan disertasi membahas tentang lembaga pendidikan Islam tertua ini sebagai obyek maupun subyek penelitiannya.

Studi mengenai pesantren telah banyak dilakukan, sehingga istilah mengenai pesantren telah banyak dikemukakan oleh para ahli baik secara etimologi (bahasa) maupun terminologi. Soegarda Purbakawatja menjelaskan bahwa pesantren berasal dari kata adalah santri, yaitu seseorang yang belajar agama Islam, dengan demikian pesantren memiliki makna tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam.

Selain itu, Mastuhu memberikan gambaran yang gamblang bahwa dunia pesantren ternyata tidak selalu tampak seragam. Menurutnya, masing-masing pesantren memiliki keunikan-keunikan sendiri sehingga sulit dibuat satu perumusan yang dapat menampung semua pesantren.

Walaupun rumusan tentang pesantren agak sulit dibuat secara komprehensif, tetapi setidaknya akar-akar pengertian pesantren dapat digali dari asal-usul kata pesantren itu sendiri. Secara umum, pesantren diartikan sebagai tempat tinggal para santri. Oleh karena itu, perkataan pesantren disinyalir berasal dari kata santri juga, dengan penambahan awalan “pe” dan akhiran “an”.

Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.

Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan dinyatakan bahwa:

Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, di mana para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.

Marwan Saridjo dalam mengemukakan substansi pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan Islam yang memiliki ciri khas: yang mendidik adalah kiai, para santrinya tinggal di asrama (mukim), memiliki masjid sebagai tempat ibadah sekaligus tempat mengaji.

Muljono Damopolii mengungkapkan, bahwa pesantren yang merupakan wadah pendidikan Islam memiliki peran strategis dalam memajukan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam memajukan kualitas kehidupan keberagamaan (spritualitas) umat Islam. Peran strategis ini dilakukan dalam berbagai bentuk dakwah yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas pengetahuan umat Islam. Hal ini dapat dicapai melalui lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren, baik tradisional mapun modern.

Tujuan umum pesantren adalah membina warga Negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa

keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan Negara. Adapun tujuan khususnya yaitu sebagai berikut:

a. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga Negara yang pancasila.

b. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis.

c. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan memperoleh semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggungjawab kepada pembangunan bangsa dan Negara.

d. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungan).

e. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sector pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.

f. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat.

Ada tiga elemen yang mampu membentuk pondok pesantren sebagai sebuah subkultur yaitu:

1. Pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri tidak terkooptasi oleh negara.

2. Kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai abad.

3. Sistem nilai (value system) yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas. Suwendi mengatakan bahwa sistem pendidikan pondok pesantren yang

dibangun dalam rangkaian sejarah telah melahirkan sejumlah jiwa pesantren yang meniscayakan standarisasi nilai. Jiwa yang dibangun itu secara keseluruhan akan menjadi karakteristik-karakteristik yang belum pernah dibangun oleh sistem pendidikan manapun. Jadi pesantren yang dimaksud tersimplikasi dalam panca-jiwa pesantren berikut:

1. Jiwa keikhlasan.

2. Jiwa kesederhanaan tapi agung.

3. Jiwa ukhuwwah Islamiyyah yang demokratis. 4. Jiwa kemandirian.

5. Jiwa bebas dalam memilih alternatif jalan hidup dan menentukan masa depan dengan jiwa besar dan sikap optimis menghadapi segala problematika hidup berdasarkan nilai-nilai Islam.

Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja terletak di kecamatan Mengkendek kabupaten Tana Toraja didirikan pada tahun 1990 di area seluas 1000 m2. Ide dasa pembangunan Islamic Centre ini adalah sebagai pusat kegiatan umat islam Tana Toraja, yang meliputi bidang pendidikan, bidang keagamaan, ekonomi dan kesehatan. Sebagai tahap awal, direncanakan awal pembangunan lembaga pendidikan, dalam hal ini Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja.

Seperti halnya lembaga-lembaga pendidikan lainnya, sejak berdirinya pondok pesantren ini mengalami pasang surut. Walaupun demikian, berkat komitmen, kerja keras dan kebersamaan ummat islam Tana Toraja, pondok pesantren ini masih eksis dan terus berupaya berbenah diri meningkatkan kualitas pembinaan dan pengeloaan pendidikan.

Saat ini Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja membina 4 (empat) unit tingkatan sekolah ; Madrasah Ibtidayyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Dokumen terkait