• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM POLA PEMBINAAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN PEMBANGUNAN MUHAMMADIYAH TANA TORAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM POLA PEMBINAAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN PEMBANGUNAN MUHAMMADIYAH TANA TORAJA"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh: SUMARNI 105430021715

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

(2)
(3)
(4)

iv

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Sumarni

Nim : 105430021715

Jurusan : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Judul skripsi : Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Pola Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, 2020 Yang Membuat Pernyataan

(5)

v

SURAT PERJANJIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sumarni NIM : 105430021715

Jurusan : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).

2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam penyusunan skripsi. 4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3 saya bersedia

menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, 2020

Yang Membuat Perjanjian

(6)

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO :

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Al-Baqarah: 153).

Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, Hidup dan Matiku Hanya Untuk Allah SWT. “ Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang seharusnya ditunjukan untuk mencari ridho Allah bahkan hanya untuk mendapatkan kedudukan/kekayaan duniawi maka ia tidak akan mendapatkan bauhnya surga nanti pada hari kiamat” (HR. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252 dan Ahmad 2: 338).

PERSEMBAHAN

Skripsi ini adalah bagian dari ibadahku kepada Allah SWT, karena kepadaNyalah kami menyembah dan kepadaNyalah kami mohon pertolongan Sekaligus sebagai ungkapan terima kasihku kepada : Kedua orang tuaku, ketua prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pembimbing saya, keluarga, sahabat dan teman-teman atas saran dan keikhlasan yang diberikan kepada saya serta do’a yang mendukukung penulis mewujudkan harapan menjadi kenyataan

(7)

vii ABSTRAK

Sumarni. 2020 Implementasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Pola Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja. Skripsi. Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Di bimbing oleh Bapak Nurdin sebagai pembimbing I dan Ibu Jumiati Nur sebagai pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pancasila dalam pembinaan santri, dan kendala Pembina dalam mengimplementasikan nilai-nilai pancasila dalam pembinaan santri di pondok pesantren pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja.

Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui observasi langsung, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian ini menggunakan purposive, yaitu penentuan subjek penelitian dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang digunakan antara lain subjek mengerti masalah dan paham terhadap masalah yang diteliti. Subjek utama dalam penelitian ini yakni kepala pondok pesantren dan Pembina putra dan putri.. Adapun teknik analisis datanya dengan cara pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai pancasila dalam pembinaan santri dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Kendala Pembina dalam mengimplemantasikan nilai-nilai pancasila yakni karena faktor lingkungan atau masyarakat yang kurang memadai serta faktor karakter santri yang berbeda-beda. Pesantren dalam mengatasi kendala tersebut dengan terus memberikan bimbingan, pembiasaan dan pembinaan kepada santri.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Allah Maha Penyayang dan Pengasih, demikian kata untuk mewakili atas segala karunia dan nikmat-Nya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa dan rasio pada-Mu, Sang Khalik. Skripsi ini adalah setitik dari sederetan berkah-Mu.

Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang.

Kesempurnaan bagaikan fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan, tetapi menghilang jika didekati. Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis kerahkan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya selesaidalam ruang lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Motivasi dari berbagi pihak sangat membantu dalam perampungan tulisan ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Mustakin Upa’ dan Karia yang telah berjuang, berdoa, mengasuh, membesarkan, mendidik, dan membiayai penulis dalam proses pencarian ilmu. Demikian pula, penulis mengucapkan kepada keluarga yang tak hentinya memberikan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

(9)

ix

Kepada Bapak Drs. Nurdin, M.Pd., dan Ibu Dra. Jumiati Nur, M.Pd. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sejak awal penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ambo Asse, M.Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., PhD. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Dr. Muhajir, M. Pd., ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan serta seluruh dosen dan para staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Kepala Pondok, Pembina dan guru-guru Pesantren Pmbangunan Muhammadiyah Tana Toraja yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian. Penulis juga mengucakan terima kasih kepada teman seperjuangan, kepada teman-teman FIMSZ (Fajri, Ira Sinar Sari) yang selalu memotivasi dan memberikan saran-saran, kepada pengurus UKM cabang 43 Unismuh Makassar terkhusus kepada Widiarti, SE, Hermiati Taufik, SE, dan Jira Baktik yang selalu membantu dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini, serta seluruh rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Angkatan 2015 atas segala kebersamaan, motivasi, saran, dan bantuannya kepada penulis yang telah memberi warna dalam hidupku.

(10)

x

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Aamiin.

Makassar, Agustus 2020 Penulis SUMARNI NIM. 105430021715

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. SURAT PERNYATAAN... iii

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Kajian Pustaka ... 7 1. Implementasi ... 7 2. Nilai-nilai Pancasila ... 8 3. Pola Pembinaan ... 15 4. Santri ... 19 5. Pondok Pesantren ... 20 B. Kerangka Pikir ... 25

BAB III METODE PENELITIAN... 28

A. Jenis Penelitian ... 28

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 28

C. Sumber Data Penelitian ... 29

D. Instrument Penelitian ... 30

E. Teknik Pengumpulan Data ... 32

(12)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Gambaran Umum Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja .. 35

1. Sejarah dan Tujuan 2. Visi dan Misi ... 38

3. Profil dan Struktur Organisasi ... 40

4. Keadaan Santri ... 5. Sarana dan Prasarana ... B. Hasil Penelitian ... 45

1. mplementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja ... 45

2. Kendala Pembina dalam Mengimplementasikan Nilai-nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja ... 59

C. Pembahasan ... 62

1. Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja ... 65

2. Kendala Pembina dalam Mengimplementasikan Nilai-nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja ... 72

BAB V PENUTUP ... 75 A. Kesimpulan ... 74 B. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 77 LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1 Jumlah Santri Tiga Tahun Terakhir ... 43 2. Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana ... 44

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Kerangka Pikir... 27 2. Gambar 4.2 Struktur Organisasi ... 42

(15)

1 A. Latar Belakang

Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang terlahir dari kebudayaan dan sejarah masyarakat Indonesia yang telah ada jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka. Para pendiri bangsa berhasil menggali nilai-nilai luhur dan kemudian merumuskan menjadi sebuah pedoman atau ideologi yakni Pancasila.

Pancasila yang notabenya merupakan kebudayaan yang telah ada di tengah-tengah masyarakat Indonesia tetap lestari hingga saat ini. Eksistensi Pancasila seiring berjalanya waktu mengalami cobaan ketika terjadi gejolak gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia. Pemberontakan PKI masa itu dapat menjadi acuan bagaimana Pancasila tetap berdiri, hal ini membuktikan Pancasila memang bukan hanya ideologi yang muncul secara tiba-tiba, namun merupakan nilai-nilai yang telah melekat dalam diri bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki nilai luhur yang tercermin dalam sila-sila Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa yang terdapat pada sila pertama Pancasila menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia menempatkan Tuhan pada kedudukan yang paling tinggi dan hal ini bukanlah suatu nilai yang tiba-tiba muncul. Seperti yang kita ketahui Indonesia secara sejarah merupakan masyarakat yang telah mengenal ajaran Tuhan, ini terlihat dimana berbagai agama

(16)

telah menyebar luas sebelum kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Soekarno.

Budaya gotong-royong serta sikap kekeluargaan masyarakat Indonesia mencerminkan betapa nilai kemanusiaan telah ada jauh sebelum Pancasila dirumuskan. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai luhur.

Nilai- nilai pancasila menjadi sumber segala aturan baik aturan yang bersifat fomal maupun informal. Pendidikan nasional merupakan aspek pokok harus berlandaskan pancasila karena merupakan proses awal dalam pengaplikasian nilai-nilai pancasila secara umum dalam hidup bermasyarakat.

Pancasila juga sebagai dasar negara merupakan kesepakatan politik ketika negara Indonesia didirikan melalui sidang BPUPKI yang dihadiri dari berbagai utusan, baik dari utusan Islam maupun non-Islam. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila artinya lima dasar atau lima asas yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad 17 yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular. Dalam buku Sutasoma ini, Pancasila selain mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai 1) tidak boleh melakukan kekerasan; 2) tidak boleh mencuri; 3) tidak boleh berjiwa dengki; 4) tidak boleh berbohong, dan; 5) tidak boleh mabuk minuman keras/obat-obatan terlarang (Surip, Syarbaini, & Rahman, 2015, hal. 1820). Menurut Latif (2015) angka

(17)

3

“lima” bukan hanya sebagai simbolis, angka lima merupakan integritas dari keyakinan bangsa Indonesia.

Dilihat dari segi agama, misalnya, rukun Islam ada lima, salat wajib ada lima (magrib, isya, subuh, zuhur, dan asar) yang dikerjakan sehari semalam. Tokoh pandawa juga lima. Bukan hanya itu, angka lima memang memberikan hal yang berbeda bagi bangsa Indonesia.

Pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan dalam berbangsa dan bernegara sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila. Pancasila sebagai konsensus nasional yang dapat diterima oleh semua paham, golongan, dan kelompok masyarakat di Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional diperlukan strategi dan usaha serta dukungan dari segala aspek baik secara materi maupun fisikal. Pendidikan Nasional memiliki peranan yang penting sebagai upaya melestarikan nilai-nilai luhur Pancasila. Nilai-nilai pancasila dewasa ini semakin terkikis oleh arus globalisasi yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak positif maupun negaif.

Pelaksanaan nilai-nilai pancasila semakin mengalami kemerosotan. Kemerosotan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila semakin terasa ketika tidak berlakunya lagi TAP MPR No. II/MPR/1978 dengan dikeluarkanya TAP MPR No. XVIII/MPR/1998. TAP MPR No. II/MPR/1978 berisikan pedoman tentang bagaimana mengamalkan nilai-nilai pancasila yang lebih umum dikenal sebagai P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).

(18)

4

Oleh karenanya, suatu keniscayaan bahwa Pancasila difungsikan dalam setiap elemen kelembagaan, pendidikan, kebudayaan, dan organisasi-organisasi di Indonesia. Misalnya pesantren sebagai pendidikan tertua di Indonesia sangat berkembang pesat dan besar. Perkembangannya pun tidak hanya pada tekstual, namun lebih mengikuti perkembangan zaman, dengan tujuan mempersiapkan siswa atau santri lebih maju, bukan hanya ahli di bidang agama, namun tentang kepemerintahan juga digalakkan dengan diadakan Pendidikan-pendidikan di pondok pesantren.

Secara umum pola pembinaan yang diterapkan oleh setiap instansi pendidikan, khususnya pondok pesantren di indonesia pasti berdasarkan asas pancasila, namun dalam penerapannya, sudah menjdi hal yang lumrah dengan adanya kendala-kendala yang kemudian menjadi penghalang dari penerapan pembinaan yang berasas pancasila di lingkungan pondok pesantren.

Pondok pesantren pembangunan muhammadiyah Tana Toraja merupakan salah satu sarana pendidikan yang diharapkan dapat membentuk santri yang mampu mengembangkan skill (keterampilan), bakat serta kemampuan yang dimiliki oleh setiap santri tanpa meninggalkan ranah kognitif ( berfikir rasional ), maupun ranah religius terutama dalam hal berperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila

Namun harus juga dipahami bahwa faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap penanaman nilai-nilai pancasila pada santri yang sedang dalam tahap menuntut ilmu, karena secara umum pondok pesantren yang berada didaerah yang

(19)

5

identik dengan penduduk muslim yang mayoritas, namun ada juga pondok pesantren yang berada pada daerah yang penduduknya mayoritas non muslim. Khususnya di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja yang notabenenya adalah pondok pesantren yang berdiri pada daerah yang mana penduduknya mayoritas non muslim, pasti akan memiliki kendala yang lebih menantang lagi untuk penerapan nilai-nilai pancasila pada santrinya. Maka dari itu peneliti berharap bahwa Pesantren yang berada di daerah mayoritas non muslim juga dapat menerapkan semua nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-harinya.

Oleh karena itu sangat diperlukan peran seorang pembina dalam memberikan bimbingan dan pembelajaran dalam rangka menanamkan serta menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pola Pembinaan Santri Di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja”

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja ?

2. Apa kendala pembina dalam mengimplementasi nilai–nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja ?

(20)

6 C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja

2. Untuk mengetahui kendala pembina dalam mengimplementasi nilai – nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja

D. Manfaat Penelitian

1. Secara umum, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai implementasi nilai-nilai pancasila dan pola pembinaan terhadap santri di pondok pesantren

2. Secara teoritis, penelitian ini dapat dapat dimanfaatkan sebagai masukan dan sumbangan pemikiran mengenai implementasi nilai-nilai pancasila dalam pola pembinaan santri di pondok pesantren

3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sebagai bahan rujukan bagi peneliti lain terhadap objek penelitian yang sama. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi lembaga dan instansi yang terkait.

(21)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

1. Implementasi

Implementasi berasal dari Bahasa inggris yang berarti “Pelaksanaan”. Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Popular yang berarti Penerapan, Pelaksanaan. Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi, dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap. Dikemukakan bahwa implementasi adalah :”put something into effect” (penerapan sesuatu yang memberikan efek atas dampak).

Jadi implementasi secara sederahana adalah pelaksanaan atau penerapan. Sedangkan pengertian secara luas, implementasi adalah bukan sekedar aktivitas tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Pancasila sebagai Dasar Negara dan landasan ideologi Bangsa Indonesia.Namun sebaliknya sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari ideologi Negara dalam format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap pancasila.Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan Seminar Nasional Hukum 432 substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya.

(22)

Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya bersal dari faktor domestik, tetapi juga dunia internasional. Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian Pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena didalam Pancasila terkandung nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa.

2. Nilai-nilai Pancasila a. Pengertian Nilai

Nilai atau “Value” (bahasa. Inggris) termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, Theory of Value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan”(Worth) atau “kebaikan” (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.

Muchson AR (2000 : 16) mendefinisikan nilai yang dalam bahasa Inggrisnya adalah value sebagai harga, penghargaan, atau taksiran. Maksudnya adalah harga yang melekat pada sesuatu atau penghargaan terhadap sesuatu. Sementara itu, menurut Mulyana (2004: 24) nilai merupakan sesuatu yang diinginkan sehingga melahirkan tindakan pada diri seseorang.

Nilai tersebut pada umumnya mencakup tiga wilayah, yaitu nilai intelektual (benar-salah), nilai estetika (indah-tidak indah), dan nilai etika (baik-buruk). Sementara itu, menurut Kaelan (2002 : 123), nilai itu pada hakekatnya adalah sifat

(23)

atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. b. Nilai-nilai Pancasila

Pancasila yang berisi seperangkat nilai-nilai dasar ideal, merupakan komitmen kebangsaan, identitas bangsa dan menjadi dasar pembangunan karakter keindonesiaan. Mendasarkan pada perspektif teori fungsionalisme struktural, sebuah negara bangsa yang majemuk seperti Indonesia membutuhkan nilai bersama yang dapat dijadikan nilai pengikat integrasi (integrative value), titik temu (common denominator), jati diri bangsa ( national identity) dan sekaligus nilai yang dianggap baik untuk diwujudkan (ideal value) (Winarno Narmoatmojo, 2010: 1)

Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu: Ketuhana, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Kelima nilai ini merupakan satu kesatuan yang utuh, tak terpisahkan mengacuh kepada tujuan yang satu. Pancasila sebagai suatu sistem nilai termasuk kedalam nilai moral (nilai kebaikan) dan merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak

1) Nilai Ketuhanan

Didalam pancasila sila pertama yang berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa” terkandung nilai ketuhanan. Nilai ketuhanan adalah nilai yang menggabarkan bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat yang memiliki agama dan meyakini akan adanya Tuhan. Dengan keyakinan tersebut maka secara langsung harus bertakwa kepada Tuhan dan menjalankan aturan-aturan yang ada didalam agama oleh setiap

(24)

pemeluknya. Dengan kata lain menjalakan semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

2) Nilai Kemanusiaan

Didalam sila kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” terkandung nilai kemanusiaan. Dan makna dari nilai kemanusiaan tersebut adalah pengakuan dan menghormati martabat dan hak orang lain / sesama manusia, saling tolong menolong, dan bersikap sebagai manusia yang beradab. 3) Nilai persatuan

Untuk sila ketiga Pancasila yang berbunyi “ Persatuan Indonesia” terdapat nilai persatuan yang memiliki makna walaupun Indonesia merupakan negara kepulauan dan dihuni oleh bebagai suku bangsa persatuan haruslah tetap dijunjung dengan tidak saling membeda-bedakan apalagi sampai terjadi perpecahan. Dalam nilai persatuan juga terkandung nilai patriotisme dan cinta tanah air, dimana setiap rakyat Indonesia haruslah bersatu dan rela berkorban demi tanah air tercinta.

4) Nilai Kerakyatan

Dalam sila keempat pancasila yang berbunyi “ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” yang dimana nilai yang terkandung dalam sila ini adalah nilai kerakyatan yang berarti kedaulatan berada ditangan rakyat, setiap rakyat berhak memilih perwakilan mereka, setiap rakyat memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, dan musyawarah seta gotong royongmerupakan nilai yang terkandung dalam sila keempat

(25)

5) Nilai Keadilan

Terakhir untuk sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang dimana didalamnya terkandung nilai keadilan yang berarti keadilan dalam kehidupan sosial haruslah meliputi seluruh rakyat Indonesia, persamaan hak dalam berbagai hak yang dilandasi dengan hak dan kewajiban setiap orang, dan sikap saling menghormati orang lain agar dapat tercapainya keadilan.

Menurut Moerdiono (dalam Mulyono: 2-3) terdapat tiga tataran nilai dalam ideologi Pancasila yaitu dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Ketiga nilai tersebut adalah sebagai berikut:

a) Nilai dasar

yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat amat abstrak bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma.

Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar yang berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara. Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat.

(26)

b) Nilai instrumental

yaitu suatu nilai yang bersifat konstektual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai Pancasila, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Dari kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.

c) Nilai praksis

yaitu nilai yang terdapat dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai pancasila. Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai–nilai Pancasila, baik secara tertertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara perseorangan.

Pancasila sebagai nilai yang termasuk nilai moral atau nilai kerohanian juga mengakui adanya nilai material dan nilai vital. Hal ini bersumber dari dasar Pancasila, yaitu manusia yang mempunyai susuna kodrat, sebagai makhluk yang tersusun atas jiwa (rohani) dan raga (materi). Disamping itu Pancasila sebagai

(27)

sistem nilai juga mengakui nilai-nilainya secara lengkap dan harmonis, yaitu nilai kebenaran (epistimologis), estetis, etis, maupun nilai religius. Oleh karena itu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sangat lengkap, karena terdiri dari nilai-nilai di atas.

c. Implementasi nilai-nilai Pancasila

Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan (Nurdin Usman, 2002: 70). Menurut Muhammad Joko Susilo (2008: 174) Implementasi merupakan penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap.

Berdasarkan definisi implementasi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi nilai-nilai Pancasila adalah pelaksanaan atau pengamalan nilai-nilai Pancasila yang dilaksanakan dalam suatu kegiatan atau aktivitas. Pancasila sangat penting untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan agar cita-cita dan harapan bangsa Indonesia dapat tercapai.

(28)

Secara umum, pengamalan sila Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : a. Pengamalan secara objektif

Pengamalan objektif dilakukan dengan menataati peraturan perundang undangan sebagai norma hukum negara yang berdasarkan Pancasila. Menurut Kaelan (2010: 259) menyatakan bahwa pengamalan Pancasila yang obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan bernegara yang meliputi kelembagaan negara dan bidang-bidang lainnya seperti ekonomi, politik, hokum terutama penjabarannya dalam undang-undang. Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan negara dalam menerapkannya.

Setiap warga negara atau penyelenggara negara tidak boleh menyimpang dari peraturan perundang-undangan, jika menyimpang maka akan dikenakan sanksi. Pengamalan secara objektif bersifat memaksa artinya jika ada yang melanggar aturan hukum maka akan dikenakan sanksi. Pengamalan secara objektif ini merupakan konsekuensi dari mewujudkan nilai pancasila sebagai norma hukum negara.

b. Pengamalan secara subjektif

Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila secara pribadi atau kelompok dalam berperilaku atau bersikap pada kehidupan sehari-hari. Pengamalan secara subjektif dilakukan oleh siapa saja baik itu warga negara biasa, aparatur negara, kalangan elit politik maupun yang lainnya. Pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Melanggar norma etik tidak mendapat sanksi hukum namun akan

(29)

mendapat sanksi dari diri sendiri. Adanya pengamalan secara subjektif ini merupakan konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai normaetik bangsa dan negara.

3. Pola Pembinaan

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pola berarti gambar, contoh dan model. Adapun pembinaan adalah usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang baik. Menurut Arifin pembinaan yaitu usaha manusia secara sadar untuk membimbing dan mengarahkan kepribadian serta kemampuan anak, baik dalam pendidikan formal maupun non formal.

Pembinaan memberikan arah penting dalam masa perkembangan anak, khususnya dalam perkembangan sikap dan perilaku. Untuk itu, pembinaan bagi anak-anak pasti sangat diperlukan sejak dini guna memberikan arah dan penentuan pandangan hidupnya, pembentukan Akhlak dipengaruhi oleh Faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang di buat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.

Pola pembinaan pada dasarnya diciptakan untuk menjalin hubungan sehari-hari dengan anak-anak asuh. Pola pembinaan disertai tindakan dari lembaga atau pengasuh untuk membentuk anak. Pola pembinaan merupakan cara atau teknik yang dipakai oleh lembaga atau pengasuh di dalam mendidik dan membimbing anak-anak asuhnya agar kelak menjadi orang yang berguna. Menurut Ibnu Maskawaih di dalam bukunya sudarsono berpendapat bahwa pembinaan akhlak

(30)

dititik beratkan kepada pembentukan mental anak atau remaja agar tidak mengalami penyimpangan.

Pola pembinaan juga merupakan suatu untuk menjalankan peran orang tua, cara orang tua menjalankan peranan yang penting bagi perkembangan anak selanjutnya, dengan memberi bimbingan dan pengalaman serta memberikan pengawasan agar anak dapat menghadapi kehidupan yang akan datang dengan sukses, sebab di dalam keluarga yang merupakan kelompok sosial dalam kehidupan individu, anak akan belajar dan menyatakan dirinya sebagai manusia sosial dalam hubungan dan interaksi dengan kelompok

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pola pembinaan adalah cara dalam mendidik dan memberi bimbingan dan pengalaman serta memberikan pengawasan kepada anak-anak agar kelak menjadi orang yang berguna, serta memenuhi kebutuhan fisik dan psikis yang akan menjadi faktor penentu dalam menginterpretasikan, menilai dan mendeskripsikan kemudian memberikan tanggapan dan menentukan sikap maupun berperilaku.

Terdapat beberapa jenis pola pembinaan, yaitu: a) Pola Pembinaan yang Otoriter

Menurut Enung ada beberapa pendekatan yang diikuti orang tua dalam berhubungan dan mendidik anak-anaknya salah satu di antaranya adalah sikap dan pendidikan otoriter. Pola pembinaan otoriter ditandai dengan ciri-ciri sikap orang tua yang kaku dan keras dalam menerapkan peraturan-peraturan maupun disiplin. Orang tua bersikap memaksa dengan selalu menuntut kepatuhan anak agar bertingkah laku seperti yang dikehendaki oleh orang tuanya.

(31)

Karena orang tua tidak mempunyai pegangan mengenai cara bagaimana mereka harus mendidik, maka timbullah berbagai sikap orang tua yang mendidik menurut apa yang dinggap terbaik oleh mereka sendiri, diantaranya adalah dengan hukuman dan sikap acuh tak acuh, sikap ini dapat menimbulkan ketegangan dan ketidak nyamanan, sehingga memungkinkan kericuhan di dalam rumah.

Kemudian menurut Baumrind juga mengemukakan bahwa pola asuh otoritatif atau demokrasi, pada pola asuh ini orang tua yang mendorong anak-anaknya agar mandiri namun masih memberikan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Shapiro bahwa, “Orang tua otoriter berusaha menjalankan rumah tangga yang didasarkan pada struktur dan tradisi, walaupun dalam banyak hal tekanan mereka akan keteraturan dan pengawasan membebani anak.”

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua yang permisif, tidak dapat menanamkan perilaku moral yang sesuai dengan standar sosial pada anak. Karena orang tua bersifat longgar dan menuruti semua keinginan anak.

Berdasarkan beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa masing-masing dari pola asuh yang diterapkan akan menghasilkan macam-macam bentuk perilaku moral pada anak. Oleh karena itu orang tua harus memahami dan mengetahui pola asuh mana yang paling baik dia terapkan dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

(32)

b) Pola Pembinaan yang Permisif

Dalam pola pembinaan ini anak diberi kebebasan yang penuh dan diijinkan membuat keputusan sendiri tanpa mempertimbangkan orang tua serta bebas apa yang diinginkan. Pola asuh permisif dikatakan pola asuh tanpa disiplin sama sekali. Orang tua enggan bersikap terbuka terhadap tuntutan dan pendapat yang dikemukakan anak.

Menurut Kartono dalam pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya dan anak diijinkan membuat keputusan sendiri tentang langkah apa yang akan dilakukan, orang tua tidak pernah memberikan pengarahan dan penjelasan kepada anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh permisif hampir tidak ada komunikasi antara anak dengan orang tua serta tanpa ada disiplin sama sekali.

c) Pola Pembinaan yang Demokratis

Hurlock berpendapat bahwa pola pembinaan demokrasi adalah salah satu teknik atau cara mendidik dan membimbing anak, di mana orang tua atau pendidik bersikap terbuka terhadap tuntutan dan pendapat yang dikemukakan anak, kemudian mendiskusikan hal tersebut bersama-sama. Pola ini lebih memusatkan perhatian pada aspek pendidikan dari pada aspek hukuman, orang tua atau pendidik memberikan peraturan yang luas serta memberikan penjelasan tentang sebab diberikannya hukuman serta imbalan tersebut.

Pola asuh demokrasi ditandai dengan sikap menerima, responsif, berorientasi pada kebutuhan anak yang disertai dengan tuntutan, kontrol dan pembatasan. Sehingga penerapan pola asuh demokrasi dapat memberikan keleluasaan anak

(33)

untuk menyampaikan segala persoalan yang dialaminya tanpa ada perasaan takut, keleluasaan yang diberikan orang tua tidak bersifat mutlak akan tetapi adanya kontrol dan pembatasan berdasarkan norma-norma yang ada.

4. Santri

Santri adalah orang yang mendalami pengetahuan tentang agama Islam dengan pergi ke tempat yang jauh seperti pesantren. Santri juga bisa diartikan anak didik yakni orang yang mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan dan bimbingan dari pendidik serta mempunyai kewajiban untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku selama daqlam proses belajar.

Menurut C.C. Berg dalam M. Ridwan Nasir menjelaskan bahwa istilah santri berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India berarti orang-orang yang tahu buku suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku-buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.

Dari pengertian santri di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa santri adalah anak didik yang tinggal di suatu asrama yang bernama pondok pesantren untuk mengkaji hazanah keilmuan Islam.

Pada umumnya santri terbagi dalam dua kategori yaitu:

a. Santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari tempat yang jauh dan menetap di pesantren.

b. Santri kalong yaitu para siswa yang berasal dari desa-desa di sekitar pesantren. Mereka pulang pergi dari rumahnya sendiri.

(34)

1. Berkeinginan mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam secara lebih mendalam langsung di bawah bimbingan seorang Kyai yang memimpin pesantren tersebut.

2. Berkeinginan untuk memperoleh pengalaman kehidupan pesantren baik dalam bidang pengajaran, pengorganisasian, maupun hubungan dengan pesantren-pesantren lain.

3. Berkeinginan memusatkan perhatian pada studi di pesantren tanpa harus disibukkan dengan kewajiban sehari-hari di rumah.

5. Pondok Pesantren

Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana sosial intelektual di Indonesia adalah Pondok Pesantren. Ia adalah model sistem sosial sekaligus sebagai sistem intelektual yang pertama dan tertua di Indonesia. Keberadaannya mengilhami model dan sistem-sistem pendidikan yang ditemukan saat ini. Ia bahkan tidak lapuk dimakan zaman dengan segala perubahannya. Karenanya banyak pakar, baik lokal maupun internasional melirik Pondok Pesantren sebagai bahan kajian, maka tidak jarang beberapa tesis dan disertasi membahas tentang lembaga pendidikan Islam tertua ini sebagai obyek maupun subyek penelitiannya.

Studi mengenai pesantren telah banyak dilakukan, sehingga istilah mengenai pesantren telah banyak dikemukakan oleh para ahli baik secara etimologi (bahasa) maupun terminologi. Soegarda Purbakawatja menjelaskan bahwa pesantren berasal dari kata adalah santri, yaitu seseorang yang belajar agama Islam, dengan demikian pesantren memiliki makna tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam.

(35)

Selain itu, Mastuhu memberikan gambaran yang gamblang bahwa dunia pesantren ternyata tidak selalu tampak seragam. Menurutnya, masing-masing pesantren memiliki keunikan-keunikan sendiri sehingga sulit dibuat satu perumusan yang dapat menampung semua pesantren.

Walaupun rumusan tentang pesantren agak sulit dibuat secara komprehensif, tetapi setidaknya akar-akar pengertian pesantren dapat digali dari asal-usul kata pesantren itu sendiri. Secara umum, pesantren diartikan sebagai tempat tinggal para santri. Oleh karena itu, perkataan pesantren disinyalir berasal dari kata santri juga, dengan penambahan awalan “pe” dan akhiran “an”.

Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.

Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan dinyatakan bahwa:

(36)

Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, di mana para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.

Marwan Saridjo dalam mengemukakan substansi pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan Islam yang memiliki ciri khas: yang mendidik adalah kiai, para santrinya tinggal di asrama (mukim), memiliki masjid sebagai tempat ibadah sekaligus tempat mengaji.

Muljono Damopolii mengungkapkan, bahwa pesantren yang merupakan wadah pendidikan Islam memiliki peran strategis dalam memajukan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam memajukan kualitas kehidupan keberagamaan (spritualitas) umat Islam. Peran strategis ini dilakukan dalam berbagai bentuk dakwah yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas pengetahuan umat Islam. Hal ini dapat dicapai melalui lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren, baik tradisional mapun modern.

Tujuan umum pesantren adalah membina warga Negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa

(37)

keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan Negara. Adapun tujuan khususnya yaitu sebagai berikut:

a. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga Negara yang pancasila.

b. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis.

c. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan memperoleh semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggungjawab kepada pembangunan bangsa dan Negara.

d. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungan).

e. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sector pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.

f. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat.

Ada tiga elemen yang mampu membentuk pondok pesantren sebagai sebuah subkultur yaitu:

1. Pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri tidak terkooptasi oleh negara.

(38)

2. Kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai abad.

3. Sistem nilai (value system) yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas. Suwendi mengatakan bahwa sistem pendidikan pondok pesantren yang

dibangun dalam rangkaian sejarah telah melahirkan sejumlah jiwa pesantren yang meniscayakan standarisasi nilai. Jiwa yang dibangun itu secara keseluruhan akan menjadi karakteristik-karakteristik yang belum pernah dibangun oleh sistem pendidikan manapun. Jadi pesantren yang dimaksud tersimplikasi dalam panca-jiwa pesantren berikut:

1. Jiwa keikhlasan.

2. Jiwa kesederhanaan tapi agung.

3. Jiwa ukhuwwah Islamiyyah yang demokratis. 4. Jiwa kemandirian.

5. Jiwa bebas dalam memilih alternatif jalan hidup dan menentukan masa depan dengan jiwa besar dan sikap optimis menghadapi segala problematika hidup berdasarkan nilai-nilai Islam.

Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja terletak di kecamatan Mengkendek kabupaten Tana Toraja didirikan pada tahun 1990 di area seluas 1000 m2. Ide dasa pembangunan Islamic Centre ini adalah sebagai pusat kegiatan umat islam Tana Toraja, yang meliputi bidang pendidikan, bidang keagamaan, ekonomi dan kesehatan. Sebagai tahap awal, direncanakan awal pembangunan lembaga pendidikan, dalam hal ini Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja.

(39)

Seperti halnya lembaga-lembaga pendidikan lainnya, sejak berdirinya pondok pesantren ini mengalami pasang surut. Walaupun demikian, berkat komitmen, kerja keras dan kebersamaan ummat islam Tana Toraja, pondok pesantren ini masih eksis dan terus berupaya berbenah diri meningkatkan kualitas pembinaan dan pengeloaan pendidikan.

Saat ini Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja membina 4 (empat) unit tingkatan sekolah ; Madrasah Ibtidayyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

B. Kerangka Pikir

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama, maka nilai yang terkandung dalam agamanya dijadikan sebagai dasar dalam membentuk karakter bangsa. Pancasila dijadikan sebagai pedoman karena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Pancasila adalah dasarnya. Selain itu, mengingat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan beraneka macam budaya, oleh karena itu, maka suatu keharusan dalam menanamkan nilai karakter bangsa berdasarkan nilai budaya yang ada di mana mereka berada.

Implementasi nilai-nilai pancasila pada hakikatnya dalam kehidupan bermasyarakat secara menyeluruh merupakan sebuah realisasi praktis untuk mencapai tujuan bangsa, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berkepribadian luhur memiliki jiwa dan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang telah dimiliki sejak jaman nenek moyang. Nilai-nilai yang telah tertanam

(40)

dalam jiwa, hati dan sanubari bangsa Indonesia yang dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari yang hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun dengan sesamanya.

Pola pembinaan santri yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja Kec. Mengkendek Kab. Tana Toraja menjadi suatu hal yang penting bagi perkembangan pembinaan santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja. Karena hal ini relevan dengan kondisi para santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja yang giat untuk menuntut ilmu.

Pola pembinaan merupakan suatu usaha untuk melakukan untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik. Pola pembinaan yang dilakukan dalam pondok pesantren dapat berupa pembinaan yang berkaitan dengan nilai-nilai pancasila terhadap santri dan tindakan yang dilakukan pembina pondok pesantren ialah melakukan bimbingan, pemahaman dan pembelajaran terhadap santri

Proses pembinaan yang dilakukan di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja Kec. Mengkendek Kab. Tana Toraja memiliki ciri khas tersendiri dalam rangka membina para santri, yaitu dengan selalu mengontrol dan terus membina dengan baik sehingga para santri tumbuh menjadi anak yang berakhlak islami.

Pola pembinaan santri merupakan salah satu media yang potensial untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila terhadap santri. Melalui pembinaan ini diharapkan dapat menjadikan santri dapat bertanggung jawab sebagai generasi penerus bangsa yang berkarakter islam.

(41)

Oleh karena maka penulis kerangka pikir pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM POLA PEMBINAAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN PEMBANGUNAN MUHAMMADIYAH TANA TORAJA

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM POLA PEMBINAAN SANTRI

KENDALA PEMBINA DALAM IMPLEMENTASI NILAI – NILAI PANCASILA TERBENTUKKNYA NILAI-NILAI PANCASILA DALAM POLA PEMBINAAN SANTRI

(42)

28 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007:6).

Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara penliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2007 :10).

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja yang beralamat Jalan Poros Enrekang-Makale Km 12, Kelurahan Rante Kalua, Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja, pada penelitian ini berkaitan dengan permasalahan implementasi nilai-nilai pancasila dalam pola pembinaan santri di pondok pesantren pembangunan muhammadiyah Tana Toraja.

(43)

Subjek penelitian dilakukan dengan menggunakan purposive atau pengambilan subjek dari sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang digunakan antara lain sampel mengerti masalah dan paham masalah yang akan diteliti. Subjek penelitian ini adalah kepala pondok pesantren/mudir, pembina yang ada di pondok pesantren pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja.

C. Sumber Data Penelitian

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer merupakan data yang didapat secara langsung dari sumber-sumber pertama baik dari individu maupun dari kelompok atau sumber data yang lansung memberikan data pada pengumpul data.

a. Informan utama dari penelitian ini adalah kepala pondok Pesantren/Mudir. b. Pembina santri di pondok pesantren pembangunan muhammadiyah Tana Toraja.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atau data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain atau bisa dikatakan sumber yang tidak lansung memberikan data pada pengumpul data.Data tersebut meliputi buku-buku, arsip, dokumentasi dan literatur yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

(44)

Dalam menentukan sumber data dalam penelitian ini menggunakan cara snowball sampling (sampel bergulir) yang merupakan salah satu bentuk dari purposipe sampling (penunjukan langsung) yaitu dengan menentukan satu atau lebih informan kunci terlebih dahulu kemudian menentukan informan pendukung lainnya, sebagaimana yang di katakan Hunaini Usmani:

Responden dalam metode penelitian kualitatif berkembang terus (snowball) secara bertujuan (purposif) sampai data yang di kumpulkan dianggap memuaskan. Alat pengumpulan data atau instrumen penelitian kualitatif ialah si peneliti sendiri atau peneliti merupakan key instrumen (instrumen kunci).

Dalam penelitian ini sumber data yang di maksudkan adalah:

a. Informan yang menguasai atau memahami keadaan santri di pondok pesantren. Dalam hal ini adalah bidang kesantrian pondok pesantren pembangunan muhammadiyah Tana Toraja.

b. Informan yang masih berkecimpung atau terlibat dalam kegiatan pada objek yang sedang diteliti. Dalam hal ini adalah pembina pondok Pesantren pembangunan muhammadiyah Tana Toraja.

c. Informan yang memiliki waktu yang cukup untuk dimintai informasi sebagai usaha pemenuhan kesempurnaan data. Dalam hal ini adalah para guru dan beberapa santri

D. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data sebuah penelitian yang dilakukan dengan berbagai metode-metode penelitian seperti observasi, wawancara, dan dukumentasi,

(45)

memerlukan alat bantu sebagai instrumen. Instrumen yang di maksud yaitu kamera, telepon genggam untuk recorder, pensil. Ballpoint, dan buku.

Kamera digunakan ketika penulis melakukan observasi untuk merekam kejadian yang penting pada suatu peristiwa baik dalam bentuk foto maupun video. Recorder digunakan untuk merekam suara ketika melakukan pengumpulan data, baik menggunakan metode wawancara, observasi dsn sebagainya. Sedangkan pensil, ballpoint, dan buku digunakan untuk menuliskan atau menggambarkan informasi data yang di dapat dari narasumber.

a. Pedoman wawancara

Labovits (1981:70-71) wawancara terdiri dari sehimpunan butir atau pertanyaan (tersusun atau bebas) yang diajukan dan dikemukakan oleh seorang pewawancara dalam situasi tatap muka dengan responden. Menurut Setyobudiyanto (2005:133) teknik wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan langsung antara pewancara dengan responden atau informan.

Sedangkan menurut Bagong (2006:69) wawancara (interview) dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi (data) dari responden dengan cara bertanya langsung secara bertatap muka (face to face). Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan teknik/cara pengumpulan data dengan mengadakan percakapan langsung secara betatap muka (face to face). Namun demikian teknik wawancara ini dalam perkembangannya tidak harus dilakukan secara berhadapan langsung

(46)

(face to face),melainkan dapat saja dengan memanfaatkan sarana komunikasi lain, misalnya telepon dan internet.

b. Lembar observasi

Lembar Observasi bertujuan untuk mengamati kegiatan Pembinaan santri selama berlangsung .Lembar observasi ini ditunjukkan kepada peneliti untuk melihat sejauh mana kemampuan peneliti dalam melaksanakan tugasnya.

c. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan sebagai pedoman dalam memperoleh data-data dokumentasi seperti profil pesantren, buku pedoman pembinaan santri struktur kepengurusan pondok pesantren maupun data-data yang diperlukan oleh peneliti (dokumentasi terlampir)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah yang paling utama dalam penelitian, disebabkan tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data yang sesuai. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan, Sugiyono, (2016:308).

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi

Metode observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui hasil pengamatan secara langsung pada objek penelitian

(47)

mengenai implementasi nilai-nilai Pancasila dalam pola pembinaan santri di Pondok pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja

2. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan kepada si peneliti, wawancara ini dapat di pakai untuk melengkapi data yang di peroleh (Mardalis 2007:54).

Wawancara ini dilakukan dalam pengumpulan data. Penulis melaksanakan wawancara dengan cara berdialog atau bertanya secara langsung dengan melibatkan beberapa pembina dan guru yang kemudian dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini dan kemudian dijadikan sebagai rujukan dalam menarik kesimpulan.

Dalam wawancara ini penulis melakukannya secara terencana. Wawancara yang penulis lakukan bertujuan untuk mendapatkan beragam keterangan dengan cara mengajukan beragam pertanyaan, sehingga dapat diketahui tanggapan dari pembina dan beberapa informan lainnya.

3. Dokumentasi

Kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan menelusuri dan mempelajari dokumen-dokumen yang sudah ada. Hal ini dimaksud untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan materi penelitian. Dokumentasi dilakukan dengan mempelajari buku-buku dan hasil laporan yang berkaitan dengan penelitian.

(48)

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam dan dilakukan secara terus-menerus sampai datanya jenuh. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2010: 334).

1. Pengumpulan data

Yaitu mengumpulkan data di lokasi penelitian dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan untuk menentukan fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data berikutnya.

2. Reduksi data

Yaitu sebagai proses seleksi, pemfokusan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang ada di lapangan langsung, dan diteruskan pada waktu pengumpulan data, dengan demikian reduksi data dimulai sejak peneliti memfokuskan wilayah penelitian.

(49)

3. Penyajian Data

Yaitu data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk laporan sistematis dengan dilengkapi bagan, data, tabel, gambar, atau foto yang sesuai. Bentuk penyajian laporannya berupa deskriptif dan logis.Dalam tahap ini peneliti menyajikan data yang telah dikategorisasikan kedalam laporan secara sistematis sehingga mudah dipahami oleh pembaca.Data disajikan dalam bentuk narasi yang berupa informasi mengenai fokus penelitian.

4. Penarikan kesimpulan

Yaitu dalam pengumpulan data, peneliti harus mengerti dan tanggap terhadap sesuatu yang diteliti langsung di lapangan dengan menyusun pola-pola pengarahan dan sebab akibat.

(50)

36 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja

1. Sejarah dan Tujuan

Pendirian Pesantren Pembangunan Muhammadiyah pada awalnya merupakan program bantuan Pemerintah Qatar kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang hendak mendirikan adanya sebuah lembaga Islamic Centre sebagai pusat pembinaan dan kajian masyarakat muslim mengenai keislaman. Selanjutnya Pimpinan Pusat Muhammadiyah menunjuk Sulawesi Selatan sebagai lokasi pendirian lembaga tersebut, oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah memilih Kabupaten Tana Toraja sebagai lokasi pendirian program bantuan pembangunan lembaga Islamic Centre tersebut.

Dipilihnya Tana Toraja sebagai lokasi pendirian Islamic Centre tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan, bahwa Tana Toraja merupakan daerah minoritas muslim yang membutuhkan adanya lembaga pembinaan umat yang terkelola dengan baik dan sistematis agar mampu mempertahankan umat Islam dari upaya pendangkalan akidah maupun pemurtadan.

Salah satu persyaratan utama pendirian Islamic Centre adalah Pimpinan Daerah Muhammadiyah yang ditunjuk harus mampu menyiapkan lokasi tempat pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tana

(51)

Toraja segera menindaklanjutinya dengan membentuk Panitia Pendirian Islamic Centre Muhammadiyah yang terdiri atas beberapa tokoh yang selanjutnya dikenal sebagai tokoh pendiri, antara lain Tjora Makkawaru (alm.), Muhallim (alm.), Abdul Aziz Tera, H. Abd. Rahman Kadir, H. A.R. Marissangan, Syamsuddin Paisal, M. N. Kamase, H. Muh. Lamadang (alm.), H. Tajuddin Nawi (alm.), Muktar Andilolo, Ahmad Zainal Muttaqin, dan beberapa nama lainnya.

Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja terletak di Jl. Poros Makale-Makassar Km. 11 Ge’tengan 91871. Berdiri di area tanah seluas ± 20.000 . Pada awal didirikan, Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja hanya memiliki 26 ruang belajar dan perlahan-lahan bertambah jumlah bangunan sesuai dengan jumlah kebutuhan. Jika pada awalnya area tanah yang begitu luas hanya terdapat tiga bangunan, dan dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran terhadap 36 peserta didik.

Akan tetapi dengan bergulirnya waktu yang begitu cepat dan animo masyarakat yang besar terhadap lembaga pendidikan keagamaan tersebut, maka saat ini Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja telah memiliki luas tanah lebih dari 20.000 serta diperuntukan pada kegiatan pembelajaran peserta didik dan tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan.

Setelah dibangun selama + 18 bulan dan rampung pada pertengahan tahun 1990, akhirnya Pesantren Pembangunan Muhammadiyah mulai beroperasi pada 14 Juli 1990 dan menerima santri-santriyah pada tahun pelajaran 1990/1991 dengan jumlah 29 orang yang merupakan utusan dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah se- Tana Toraja. Pada awal berdirinya, diangkat Drs. Muhallim

(52)

dan Drs. Abdul Aziz Tera sebagai Direktur dan Wakil Direktur Pesantren dan Drs. Nirwan Muallim selaku Kepala Madrasah Tsanawiyah.

Setelah mulai beroperasi beberapa bulan, pada tanggal 28 Oktober 1990, Pesantren Pembangunan Muhammadiyah diresmikan oleh Bupati Dati II Tana Toraja, T.R. Andilolo, Ph.D. yang disaksikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Pimpinan dan Tokoh Muhammadiyah, serta disambut antusias oleh seluruh warga masyarakat muslim khususnya warga Muhammadiyah Tana Toraja.

Adapun tujuan didirikan Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja, adalah sebagai salah satu upaya untuk menciptakan generasi cerdas secara intelektual dan spiritual, jujur dan amanah serta peka terhadap fenomena ummat dan bangsa itulah kader.

Selain itu, Pesanten Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja sebagai lembaga Pendidikan di Muhammadiyah, berinovasi meramu kurikulum dalam proses pembelajaran sehingga Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan(BSNP) dengan memadukan kurikulum Kementerian pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan kepesantrenan yang senantiasa mengedepankan akhlaqul karimah dan keterampilan (IMTAQ dan IPTEK).

Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja terdaftar di Departemen Agama dengan Nomer Statistik Pesantren (NSP) 510073180004. Saat ini Pesantren ini menyelenggarakan beberapa tingkatan pendidikan yakni :

(53)

Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

2. Visi dan Misi

Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja memiliki Visi dan Misi sebagai berikut :

1) Visi

Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah yang berlandaskan Al-Quran dan Al-Sunnah dengan watak tajdid menjadi Pondok Pesantren unggul Berkemajuan

2) Misi

a) Menyiapkan Santri yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia mempunyai kemampuan yang memadai dan beramal menuju terwujudnya masyarakat utama yang diridhoi Allah SWT.

b) Mengamalkan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam.

c) Menjadikan Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja sebagai lahan perkaderan ulama, pendidik, kader persyarikatan, Kader ummat dan kader bangsa dalam rangka melangsungkan dan menyempurnakan amal usaha Muhammadiyah.

3) Tujuan

a) Menjawab tuntutan dan perkembangan masyarakat yang menginginkan putra– putrinya dapat belajar di sekolah yang bermutu, terbimbing agamanya bagi

(54)

perannya pada masa datang, baik secara individual yaitu menjadi hamba Allah yang taat sedangkan secaara kolegial mampu menciptakan kemakmuran di muka bumi.

b) Menampung anak–anak cerdas dan berbakat untuk dikembangkan secara optimal sehingga tersedai Sumber Daya Manusia yang berkualitas sebagai kader ummat dan bangsa pada masa datang.

c) Menjadikan arena pembinaan dan pembentukan kader inti Muhammadiyah yang siap berkompetisi di segala bidang dalam era globalisasi, dengan bekal pengetahuan agama, Iptek, keterampilan dan bahasa yang memadai.

d) Menjadikan rujukan bagi Pesantren Muhammadiyah khususnya dan Pesantren lain pada umumnya.

e) Mengembangkan bakat dan potensi individu secara demokratis sesuai dengan undang-undang bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan program kurikuler tidak terikat oleh waktu tetapi oleh kemampuan, sedangkan bakat individu didorong dan disalurkan secara wajar (Program Akselerasi).

f) Menjadikan arena pendidikan sebagai indikasi bagi terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar- benarnya dengan prestasi amal usaha ( output ) pendidikan yang unggul.

g) Menjadikan pusat penelitian dan pengembangan pendidikan Muhammadiyah pada masa yang akan datang.

h) Menjadikan tempat beramal (berbakti) dan mengembangkan diri kader-kader persyarikatan di bidang pendidikan dan tidak menutup kemungkinan dapat

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Gambar Struktur Organisasi 4.2
Tabel 4.1 Jumlah Santri Tiga Tahun Terakhir  5.  Sarana dan Prasarana
Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana

Referensi

Dokumen terkait

Karya tulis berupa skripsi ini dengan judul “Karakteristik Patch yang Diinkorporasi dengan Minyak Atsiri Kemangi” telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji dalam

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru tentang definisi metode pengajaran, persepsi dari ketiga guru partisipan sesuai dengan teori Muslich 2010 dan Raharjo 2012 yang

Sama seperti penjelasan sebelumnya, sebenarnya tingginya keterpaduan (integrasi) pasar jangka pendek ini disebabkan oleh informasi pasar yang bersifat simetris yang

Penyelesaian akar permasalahan menggunakan tools lean manufacturing yaitu dengan pengklasifikasian bahan baku, perbaikan layout gudang dan pembuatan display pada gudang

Adapun tujuan dibuatnya laporan akhir adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III Jurusan Elektro Program Studi Teknik

Guru menyampaikan informasi kepada siswa bahwa mereka akan banyak belajar tentang nilai-nilai kepahlawanan dari raja-raja pada masa Hindu, Buddha, dan Islam.. y Siswa diminta

Multimodal Therapy terhadap peningkatan ke- mampuan kognitif, afektif dan perilaku REBT pada klien skizofrenia dengan masalah kepe- rawatan perilaku kekerasan dan

Bila pasien pulang diluat jam kerja untuk urusan administrasi akan dilakukan di hari berikutnya Untuk Jam pulang pasien rawat inap hanya bisa dilakukan di jam kerja kasir :. -