• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

2. Fokus penelitiannya adalah Survei Implementasi Program Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Apakah program penguatan pendidikan karakter berbasis kelas di satuan pendidikan sekolah dasar se-Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman sudah terimplementasi?

2. Bagaimana kesesuaian implementasi pelaksanaan program penguatan pendidikan karakter berbasis kelas di satuan pendidikan sekolah dasar se-Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman?

E. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui implementasi program penguatan pendidikan karakter berbasis kelas di satuan pendidikan sekolah dasar se-Kacamatan Ngaglik Kabupaten Sleman.

2. Mendeskripsikan kesesuaian implementasi pelaksanaan program penguatan pendidikan karakter berbasis kelas di satuan pendidikan sekolah dasar se-Kacamatan Ngaglik Kabupaten Sleman.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bermakna bagi beberapa pihak diantaranya:

1. Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan kepala sekolah mengenai rencana program penguatan pendidikan karakter yang dapat diterapkan di kelas pada setiap proses pembelajaran.

2. Guru

a. Proses pembelajaran di kelas dapat berjalan dengan baik dan membantu setiap individu berkembang maksimal dalam belajar.

b. Membantu guru dalam memberikan pengetahuan tentang program penguatan pendidikan karakter berbasis kelas dan dapat mengimplementasikannya saat pembelajaran di kelas.

3. Peserta didik

Memberikan penguatan karakter kepada peserta didik dalam menghadapi tantangan abad ke-21 yakni dalam berpikir kritis, kreatifitas, komunikasi, dan kolaborasi.

4. Peneliti

a. Mengetahui implementasi program penguatan pendidikan karakter berbasis kelas yang sudah dilaksanakan oleh guru kelas I-VI di satuan pendidikan sekolah dasar se-Kecamatan Ngaglik. b. Berdasarkan pengetahuan mengenai cara mengimplementasikan

program PPK berbasis kelas, peneliti dapat mengimplementasikan program penguatan pendidikan karakter berbasis kelas dimasa yang akan datang setelah menjadi guru SD.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Karakter adalah suatu sifat yang membedakan individu satu

dengan individu yang lainnya.

2. Program Penguatan Pendidikan Karakter adalah salah satu gerakan pendidikan di sekolah yang bertujuan untuk memperkuat pendidikan karakter siswa dengan bantuan atau dukungan baik kerja sama sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

3. PPK Berbasis Kelas adalah salah satu pendidikan di kelas yang mempergunakan kelas sebagai tempat pengembangan karakter siswa.

4. Satuan Pendidikan adalah suatu layanan yang menyelenggarakan pendidikan baik melalui jalur formal, informal dan non-formal pada setiap jenjang maupun jenis pendidikan.

5. Sekolah Dasar adalah salah satu satuan pendidikan formal yang diselenggarakan pada tingkat dasar.

6. Kecamatan Ngaglik adalah salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sleman, Provinsi DIY yang berbatasan dengan Kecamatan Pakem, Kecamatan Mlati, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Depok. Sekolah dasar negeri di Kecamatan Ngaglik berjumlah 30, sedangkan sekolah swasta berjumlah 10 dengan total guru sebanyak 455.

11 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, akan diuraikan landasan teori yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian. Pembahasan ini terdiri dari kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.

A. Kajian Pustaka

1. Pendidikan Karakter a. Pengertian Karakter

Suyanto (dalam Kurniawan, 2013: 28) menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan Albertus (dalam Mu’in, 2016: 160) menyatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan sejak kecil. Sementara Winnie (dalam Mu’in, 2016: 106) memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian tentang karakter. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang dalam hal bertingkah laku. Apabila seseorang memiliki sifat jujur maka orang tersebut telah berperilaku baik atau mulia. Sebaliknya apabila seseorang memiliki sifat yang tidak jujur berarti orang tersebut berperilaku buruk. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan personality. Seseorang bisa dikatakan berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Berdasarkan beberapa pendapat mengenai karakter, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa karakter adalah suatu kepribadian yang dimiliki oleh seseorang yang menjadi ciri khas dari orang tersebut atau bagaimana seseorang tersebut bertingkah laku baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Sebagian besar orang tua tentu menginginkan karakter yang baik untuk anaknya. Aristoteles (dalam Lickona, 2014: 71) mendefinisikan karakter yang baik sebagai hidup tingkah laku yang benar dalam hal berhubungan dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri. Hal ini diperkuat dengan pendapat Lickona (2014: 72) yang mengatakan bahwa karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang saling berkaitan yaitu terdiri dari pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Selain itu, seseorang dikatakan memiliki karakter yang baik apabila dia mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik serta melakukan hal yang baik atau kebiasaan dalam cara berpikir, kebiasaan dalam hati dan kebiasaan dalam tindakan (Lickona, 2012: 82). Ketiga hal tersebut penting untuk dapat mengarahkan kehidupan yang bermoral. Dengan begitu, seseorang yang apabila memiliki ketiga ciri tersebut dapat membentuk kedewasaan moral.

b. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter sejatinya sudah lama dijalankan di Indonesia, hanya saja belum dirumuskan melalui indikator yang jelas. Pendidikan karakter itu sendiri adalah usaha sadar manusia untuk mengembangkan keseluruhan dinamika relasional antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya, agar pribadi itu semakin dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat semakin bertanggung jawab atas

pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka berdasarkan nilai-nilai moral yang menghargai kemartabatan manusia (Albertus, 2013: 57). Selain itu, Wibowo (dalam Kurniawan, 2013: 31) mengatakan bahwa pendidikan karakter sebagai pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik sehingga mereka memiliki karakter luhur, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah kesesuaian yang dapat dilakukan untuk menanamkan maupun mengembangkan nilai-nilai luhur dalam kehidupannya baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Pendidikan karakter tentu dapat diajarkan melalui lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Namun, peran orang tua sangat penting dalam pembentukan pendidikan karakter anak, karena orang tua merupakan guru pertama yang dapat memberi pengaruh besar terhadap anaknya. Melalui hal-hal kecil, anak sejak dini dapat diajarkan berbagai hal dalam membentuk karakter yang baik yang dapat menjadi sebuah kebiasaan yang baik. Misalnya saja, anak dilatih untuk selalu berbuat jujur. Dengan begitu, dimasa yang akan datang sudah terbiasa berperilaku jujur kepada siapapun.

2. Program Penguatan Pendidikan Karakter a. Pengertian Penguatan Pendidikan Karakter

Tim PPK Kemendikbud (2017: 1) mengungkapkan bahwa program penguatan pendidikan karakter adalah salah satu program gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter peserta didik melalui proses pembentukan, transformasi, transmisi, dan pengembangan potensi peserta didik dengan cara harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik) yang sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. Hal tersebut, selaras dengan filosofi Ki Hajar Dewantara. Berikut ini merupakan filosofi Ki Hajar Dewantara yang dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Filosofi Ki Hajar Dewantara

Gambar 2.1 merupakan filosofi Ki Hajar Dewantara yang terdiri dari olah hati (etika) berkaitan dengan sikap beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil risiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik. Olah pikir/literasi berkaitan

Olah Hati (etika) Olah Pikir (literasi) Olah Karsa (estetika) Olah Raga (kineste tika)

dengan sikap cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi iptek, dan reflektif. Olah rasa/karsa berkaitan dengan sikap ramah, saling menghargai, toleran, peduli, suka menolong, gotong royong, nasionalisme, kosmopolit, mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras dan beretos kerja. Olah raga berkaitan dengan sikap bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, ceria, dan gigih.

Berdasarkan filosofi Ki Hajar Dewantara, maka nilai-nilai karakter tersebut dikristalisasikan menjadi lima nilai-nilai utama karakter. Berikut ini penjelasan mengenai nilai-nilai utama karakter menurut (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 8-9) dan diperkuat dengan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018.

Gambar 2.2 Nilai-nilai Utama Karakter Nilai Utama Religiusitas Nasionalisme Kemandirian Gotong Royong Integritas

1) Religiusitas

Nilai karakter religiusitas mencerminkan sikap iman terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dapat terlihat dari perilaku seperti melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianutnya, dapat menghargai perbedaan agama, dapat menjunjung tinggi sikap toleransi, serta dapat hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Dalam nilai karakter religiusitas ini mencakup tiga hubungan dimensi sekaligus yaitu, hubungan antara individu dengan Tuhan Yang Maha Esa, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta atau lingkungan. Nilai religiusitas ini dapat diwujudkan dengan perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Subnilai religiusitas antara lain dapat bertoleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, cinta damai, bullying dan tindakan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak orang lain, menjaga dan mencintai lingkungan. Salah satu contoh penerapan di sekolah adalah peserta didik tidak membeda-bedakan teman yang berbeda keyakinan.

2) Nasionalisme

Nilai karakter nasionalisme merupakan suatu cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kepedulian, kesetiaan yang tinggi terhadap bahasa, sosial, budaya, ekonomi, dan politik maupun bangsa, serta menempatkan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau kelompoknya. Subnilai nasionalisme antara lain, rela berkorban, cinta tanah air, menjaga dan melestarikan

lingkungan, taat terhadap hukum, disiplin, serta dapat menghormati berbagai keberagaman suku, ras, budaya, dan agama. Contoh penerapannya di sekolah yaitu peserta didik mengikuti upacara bendera dengan khidmat.

3) Kemandirian

Nilai karakter kemandirian merupakan sikap yang mencerminkan tidak bergantung kepada orang lain serta mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk mewujudkan harapan, mimpi maupun cita-cita. Subnilai kemandirian antara lain kerja keras, kreatif, profesional, pemberani, tangguh, serta dapat menjadi pembelajar sepanjang masa. Misalnya di sekolah peserta didik mengikuti kegiatan pramuka untuk mengajarkan nilai kemandirian, kerja keras, dan gotong royong.

4) Gotong Royong

Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan semangat dalam bekerjasama dan saling bahu membahu terkait menyelesaikan persoalan bersama, serta memberi bantuan terhadap orang yang membutuhkan. Subnilai gotong royong antara lain bekerjasama, musyawarah, mufakat, tolong menolong, empati, solidaritas, saling menghargai, komitmen atas suatu keputusan bersama, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan. Penerapan yang dapat dilakukan di sekolah seperti peserta didik melaksanakan piket sesuai dengan jadwal.

5) Integritas

Nilai karakter integritas merupakan perilaku yang didasarkan pada kesesuaian menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan serta mempunyai komitmen yang tinggi dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan. Subnilai integritas antara lain kejujuran, setia, tanggung jawab, mencintai kebenaran, dapat menjadi teladan, serta menghargai martabat setiap individu. Kelima nilai utama karakter ini bukanlah nilai yang dapat berdiri sendiri, melainkan nilai-nilai tersebut saling berkaitan satu sama lain, yang berkembang secara dinamis. Contoh penerapanya di sekolah adalah peserta didik mengerjakan soal ujian dengan jujur.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai utama karakter terdiri lima nilai antara lain nilai religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas yang saling berkaitan satu sama lain.

b. Strategi Implementasi PPK Di Satuan Pendidikan

Tim PPK Kemendikbud (2017: 18) mengungkapkan bahwa strategi implementasi PKK di satuan pendidikan dapat dilakukan melalui kegiatan berikut ini.

1) Kegiatan Intrakurikuler

Kegiatan intakurikuler adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah secara teratur dan terjadwal yang wajib diikuti oleh peserta didik.

2) Kegiatan Kokurikuler

Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan yang menunjang intrakurikuler yang dilaksanakan di luar jam intrakurikuler dengan tujuan agar siswa lebih dapat mendalami materi dalam kegiatan intrakurikuler. Kegiatan kokurikuler dapat berupa penugasan maupun proyek yang berhubungan dengan materi intrakurikuler yang harus diselesaikan peserta didik.

3) Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pengembangan karakter di luar jam sekolah (intrakurikuler) dengan tujuan untuk dapat menyalurkan dan mengembangkan bakat serta minat dengan memperhatikan karakteristik peserta didik dan daya dukung yang tersedia. Kegiatan ekstrakurikuler dapat berupa pramuka, PMR, basket, kesenian, dan lain-lain.

c. Tujuan Program Penguatan Pendidikan Karakter

Tim PPK Kemendikbud (2017: 16) mengungkapkan bahwa gerakan PPK memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan makna dan nilai karakter sebagai jiwa atau generator utama penyelenggaraan pendidikan.

2) Membangun dan membekali Generasi Emas Indonesia 2045 menghadapi dinamika perubahan di masa depan dengan keterampilan abad 21.

3) Mengembalikan pendidikan karakter sebagai ruh dan fondasi pendidikan melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga.

4) Merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekosistem pendidikan (kepala sekolah, guru, siswa, pengawas, dan komite sekolah) untuk mendukung perluasan implementasi pendidikan karakter.

5) Membangun jejaring pelibatan masyarakat (publik) sebagai sumber-sumber belajar di dalam dan di luar sekolah.

6) Melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia dalam mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

d. Basis Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter

Tim PPK Kemendikbud (2017: 15) mengungkapkan bahwa basis gerakan PPK terbagi menjadi tiga yaitu Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas, Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah, dan Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat. Tim PPK Kemendikbud (2017: 27-35) mengatakan bahwa dalam mengimplementasikan program penguatan pendidikan karakter berbasis kelas dapat dilakukan melalui berbagai hal antara lain: pengintegrasian PPK dalam kurikulum, manajemen kelas, melalui pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran, melalui mata pelajaran khusus, melalui gerakan literasi, melalui layanan bimbingan dan konseling. Sedangkan untuk basis budaya sekolah dapat diimplementasikan dengan menentukan nilai utama PPK, menyusun jadwal harian/mingguan, mendesain kurikulum, evaluasi peraturan sekolah, pengembangan tradisi sekolah, pengembangan kegiatan

kokurikuler maupun ekstrakurikuler. Sedangkan PPK berbasis masyarakat dapat diimplementasikan melalui pembelajaran berbasis museum, cagar budaya dan sanggar seni, mentoring dengan seniman dan budayawan lokal, kelas inspirasi, gerakan literasi dan kerja sama dengan komunitas keagamaan. Namun, peneliti hanya berfokus dalam implementasi program PPK berbasis kelas.

3. Program Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas

Kelas adalah salah satu tempat utama proses terjadinya pendidikan secara nyata di sekolah. Di kelas tentunya antara guru dan murid saling berinteraksi satu sama lain untuk mempelajari dan mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan. Dalam dunia pendidikan dapat dikatakan bahwa berhasil tidaknya sebuah pendidikan akan sangat tergantung dari bagaimana seorang guru dan siswa membangun lingkungan kelas yang nyaman dan menyenangkan. Hubungan antara guru dan murid, murid dengan murid di kelas akan menentukan berhasil tidaknya sebuah program pendidikan karakter. (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 27) mengungkapkan implementasi program penguatan pendidikan karakter berbasis kelas dapat dilakukan dengan beberapa kategori antara lain sebagai berikut:

a. Pengintegrasian PPK dalam Kurikulum

Pengintegrasian PPK dalam kurikulum mengandung arti bahwa pendidik dapat mengintegrasikan nilai-nilai PPK ke setiap mata pelajaran selama proses pembelajaran berlangsung. Tujuan dari pengintegrasian PPK dalam kurikulum yaitu kesesuaian peserta didik dapat menanamkan serta mempraktikkan nilai-nilai yang terkandung dalam PPK.

Pendidik tentu dapat memanfaatkan secara maksimal materi yang sudah tersedia dalam kurikulum dengan penguatan pendidikan karakter. Berikut ini langkah-langkah yang dapat dilaksanakan dalam menerapkan PPK melalui pembelajaran terintegrasi dalam kurikulum (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 27-28):

1) Melakukan analisis KD melalui identifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran.

2) Mendesain RPP yang memuat fokus penguatan karakter dengan memilih metode pembelajaran dan pengelolaan (manajemen) kelas yang relevan.

3) Melaksanakan pembelajaran sesuai skenario dalam RPP.

4) Melaksanakan penilaian autentik atas pembelajaran yang dilakukan. 5) Melaksanakan refleksi dan evaluasi terhadap keseluruhan proses

pembelajaran.

Berikut ini tabel 2.1 salah satu contoh penerapan nilai karakter dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas 1 Tema 1. Diriku Subtema 3. Aku Merawat Tubuhku.

Tabel 2.1 Contoh Penerapan Nilai Karakter dalam RPP Muatan

Pelajaran Kompetensi Dasar Indikator

Karakter yang Diharapkan

PPKn

3.1 Mengidentifikasi hubungan antara simbol dan sila-sila Pancasila dalam lambang negara Garuda Pancasila

3.1.1 Menunjukkan perilaku yang berkaitan dengan sila Pancasila.

Cinta tanah air, percaya diri,

Bahasa Indonesia

3.1 Merinci ungkapan, ajakan, perintah, penolakan yang terdapat dalam teks cerita atau

lagu yang

menggambarkan sikap hidup rukun.

3.1.1 Menggarisbawahi kalimat ajakan. 3.1.2 Memilih kalimat ajakan berdasarkan teks. Kemandirian, percaya diri, ketekunan, ketelitian

Tabel 2.1 di atas karakter yang dapat dikembangkan seperti cinta tanah air, percaya diri, kemandirian, ketekunan, dan ketelitian.

b. PPK Melalui Manajemen Kelas

Pembelajaran di dalam kelas merupakan momen yang sangat penting dalam menerapkan pendidikan karakter. Guru tidak lain adalah sosok seorang manajer atau pemimpin di dalam kelas yang akan mengendalikan dan mengarahkan lingkungan kelas tersebut. Manajemen kelas berarti membangun suasana kelas yang akan mendukung proses kegiatan pengajaran dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas. Berhasil atau tidaknya pembaharuan dalam pendidikan, sangat tergantung pada interpretasi para guru terhadap kebijakan pembaharuan tersebut. Pembaharuan kurikulum di tingkat nasional tidak akan berjalan dengan efektif apabila guru tidak dapat menerapkanya di dalam kelas. Oleh karena itu, seorang guru memiliki peran yang penting bagi setiap pembaruan

pendidikan. Seorang pendidik memiliki kewenangan untuk mempersiapkan kegiatan sebelum masuk kelas, saat mengajar, dan setelah proses pembelajaran dengan mempersiapkan pembelajaran yang berfokus pada nilai-nilai utama karakter. Dalam proses manajemen kelas salah satu contoh yang dapat diterapkan bagi seorang pendidik adalah mempersiapkan peserta didik secara psikologis dan emosional memasuki materi pembelajaran untuk menanamkan nilai kedisiplinan dan komitmen bersama. Tujuan dari dibuatnya pengaturan kelas adalah membantu memaksimalkan peserta didik dalam belajar sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Pengelolaan kelas yang baik dapat membentuk penguatan karakter.

Koesoema (2018: 147) mengungkapkan bahwa pengelolaan kelas secara umum dapat dibagi menjadi 3 tema besar yaitu penyiapan lingkungan fisik yang mendukung, strategi-strategi proaktif dalam pembelajaran, serta tindakan pencegahan dan respon ketika terjadi perilaku menyimpang di kelas atau perilaku indisipliner. Persiapan lingkungan fisik berkaitan dengan keseluruhan sarana dan prasarana pendidikan yang ada, kenyamanan ruang kelas, dan perabotnya, serta peraturan tata letak bangku dan posisi peserta didik, pembentukan kelompok belajar dalam proses pembelajaran. Selain itu, lingkungan fisik disini juga dapat berupa alat yang tersedia untuk pembelajaran misalnya proyektor, LCD, papan tulis, alat peraga, kapur, spidol dan lain-lain. Strategi-strategi proaktif yang bisa dilakukan guru di dalam kelas diantaranya membuat peraturan dan prosedur rutin yang perlu diikuti anggota kelas, memperhatikan dan hormat

satu sama lain, mengembangkan hubungan kelas yang saling mendukung, menerapkan pembelajaran yang dinamis, hidup, menarik dan membuat peserta didik terlibat penuh. Strategi intervensi dan respon terhadap perilaku disruptif di kelas antara lain menanggapi persoalan spontan yang muncul dengan bijak dan penuh arahan, melakukan intervensi secara cermat ketika ada persoalan-persoalan dan gangguan-gangguan di kelas, baik itu terjadi spontan atau tak terduga, dan melakukan strategi pengaturan fisik bila diperlukan agar kelas tidak semakin kacau. Berikut ini ada beberapa contoh pengelolaan kelas yang berusaha memberikan penguatan karakter:

1) Peserta didik menyimak penjelasan guru saat di kelas. Hal ini dapat menanampakan nilai saling menghargai dan toleransi.

Gambar 2.3 Peserta didik menyimak penjelasan guru

2) Peserta didik dapat mengangkat tangannya saat mengajukan pertanyaan kepada guru dapat menguatkan nilai saling menghargai dan percaya diri.

Gambar 2.4 Peserta didik mengangkat tangan

3) Pemberian sanksi yang mendidik pada peserta didik yang terlambat dalam mengumpulkan tugas dapat menguatkan nilai disiplin, bertanggung jawab, dan komitmen diri.

4) Guru dapat mendorong peserta didik untuk melakukan tutor teman sebaya. Misalnya saat mengerjakan tugas teman yang lebih pintar dapat membantu temanya yang kurang dalam belajar. Hal ini dapat menguatkan peserta didik dalam menanamkan nilai gotong royong, kepedulian sosial, bertanggung jawab, dan percaya diri.

c. PPK Melalui Pilihan dan Penggunaan Model atau Metode Pembelajaran Dalam proses pembelajaran, guru harus pandai dalam memilih baik metode, pendekatan, maupun model pembelajaran yang akan digunakan dan tentunya sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh guru adalah pendekatan pembelajaran saintifik (scientific learning). Daryanto (2014: 51) mengungkapkan bahwa pendekatan pembelajaran saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik aktif dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan

mengamati, merumuskan masalah, mengumpulkan data, menganalisis, menarik kesimpulan, maupun mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Metode yang dipilih juga harus dapat membantu guru dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan peserta didik seperti kecakapan dalam berpikir kritis, berpikir kreatif, kecakapan berkomunikasi, dan kerjasama dalam pembelajaran. Metode tersebut antara lain metode tanya jawab, eksperimen, pemberian tugas dan resitasi, diskusi, demonstrasi, ceramah, debat, role playing dan lain-lain.

Dokumen terkait