• Tidak ada hasil yang ditemukan

Posisi Subyek-Obyek

Dalam dokumen Media Massa dan Isu Radikalisme Islam (Halaman 114-117)

Monika Sri Yuliart

1. Posisi Subyek-Obyek

Berkaitan dengan posisi subyek- obyek, maka hal-hal yang akan dianalisis adalah siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subyek), siapa yang diposisikan sebagai obyek yang diceritakan (obyek), serta aktor dan kelompok sosial mana yang mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri serta gagasannya.

Dilihat dari posisi subyek-obyek, artikel-artikel yang terdapat pada rubrik perempuan dalam website kompas (yang dalam hal ini disebut dengan rubrik “female”) menunjukkan bahwa memang artikel-artikel tersebut ditujukan untuk kaum perempuan, di mana perempuan diposisikan sebagai obyek yang diceritakan. Namun demikian, pembagian sub-sub tema cukup menunjukkan bahwa kaum perempuan tidak hanya ditampilkan dalam urusan domestik saja, walaupun sub tema yang menyangkut dengan urusan

domestik masih cukup mendominasi. Kasiyan (2008: 56-57) menyatakan bahwa fenomena dan realitas peran domestik yang dikenakan kepada perempuan pada akhirnya mengejawantahkan konsep ‘pengiburumahtanggaan’ atau ‘domestikasi’ atas perempuan di

masyarakat. Konsep ini jika dicermati cenderung bermakna diskriminatif bagi perempuan dalam representasinya. Dalam rubrik “female” website kompas, domestikasi perempuan tampak dari sub tema-sub tema sebagai berikut: (1) “ibu & anak”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “kehamilan & menyusui” dan “parenting”; (2) “etalase”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “produk baru”, “info kegiatan”, dan “direktori”; (3) “cantik & gaya”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “kecantikan”, “fashion”, “galeri”; (4) “relationship”, kemudian dibagi lagi menjadi “rahasia pria”, “anda & dia”, dan “seks”; (5) “bugar & sehat”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “diet” dan “bugar”; (6) “beranda”, yang dibagi lagi menjadi “isu wanita” dan “gaya hidup”; (7) “dapur”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “koleksi resepsi” dan “tips memasak”; dan (8) “konsultasi”, yang dalam hal domestikasi perempuan kemudian lebih dispesifikkan lagi ke dalam “konsultasi gizi”.

Sementara itu, selain menampilkan domestikasi perempuan, rubrik “female” website Kompas juga menampilkan perempuan di ranah publik. Hal ini bisa diamati dari sub tema-sub tema yang ada, seperti: (1) “karier”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “dunia kerja” dan “keuangan” dan (2) “konsultasi”, yang dalam hal representasi perempuan dalam konteks ruang publik dibagi lagi menjadi “konsultasi keuangan”, “pengembangan diri”, dan “fashion”.

Dari pemaparan di atas bisa diketahui

bahwa secara umum, representasi perempuan pada rubrik perempuan di kompas secara umum masih cenderung merepresentasikan wacana perempuan di ranah domestik, walaupun perempuan di ranah publik juga sudah ditampilkan, dengan pembagian sub tema yang cukup jelas. Dalam kaitannya dengan posisi subyek- obyek, artikel-artikel yang terdapat pada rubrik “female” website Kompas berdasarkan sub tema-sub tema yang ada, perempuan tidak selalu diposisikan sebagai pencerita.

Hal ini bisa dilihat dari artikel dengan judul “Tak Ingin Rambut Rontok? Jangan Diet Berkepanjangan!” padasub tema “kecantikan” (http://female.kompas. com/read/2014/11/20/133000320/ Tak.Ingin.Rambut.Rontok.Jangan.Diet. Berkepanjangan.). Artikel ini berisi mengenai tips yang harus dijalankan oleh seorang perempuan mengenai salah satu bahaya melakukan diet terlalu ketat. Pada artikel ini, posisi pencerita awalnya seolah- olah menggambarkan seorang perempuan. Namun, pada bagian selanjutnya artikel ini memamaparkan hasil penelitian dari seorang ahli yang adalah seorang pria. Sehingga, keseluruhan isi dari artikel tersebut juga seolah-olah merupakan saran pria kepada kaum perempuan bagaimana caranya agar diet yang ia lakukan tidak memberikan dampak yang buruk bagi unsur kecantikan perempuan yang lain, yaitu rambut yang rontok.

Contoh lain yang menampakkan bahwa perempuan tidak direpresentasikan sebagai pihak pencerita adalah pada artikel yang berjudul “Ajari Bayi Tidur Sendiri dengan Metode ‘Menangis’” yang terdapat pada sub tema “Ibu & Anak” (http://female.kompas.com/ read/2014/09/21/200000620/Ajari.Bayi. Tidur.Sendiri.dengan.Metode.Menangis.). Artikel ini berisi mengenai teknik

menidurkan bayi dengan membiarkannya menangis sebelum tidur. Posisi pencerita dalam artikel ini juga ditampilakan sebagai seorang pria, karen pada artikel ini juga memasukka materi mengenai sumber pemberitaan dari kaum pria, yaitu penulis buku tentang bayi dan juga dokter serta peneliti yang melakukan penelitian terkait dengan tema yang terdapat dalam artikel.

Kedua contoh di atas merupakan contoh yang diambil dari artikel yang merepresentasikan perempuan di ranah domestik. Untuk artikel yang merepresentasikan perempuan di ranah publik juga sesungguhnya tidak jauh berbeda. Seperti hal nya pada artikel yang terdapat pada sub bagian “karier”. Pada bagian ini terdapat artikel yang menunjukkan bawa pihak pencerita dalam artikel ini bukanlah digambarkan sebagai seorang peremuan, melainkan seorang laki-laki. Artikel ini berjudul “Studi Membuktikan, Olahraga Bisa Buat Performa Kerja Melesat” (http://female.kompas. com/read/2014/11/27/141500520/ Studi.Membuktikan.Olahraga.Bisa.Buat. Performa.Kerja.Melesat.).

Seperti halnya artikel yang lain, untuk meyakinkan pembacanya, artikel ini juga memasukkan hasil studi yang dilakukan oleh peneliti, di mana peneliti tersebut adalah seorang laki-laki. Terlebih lagi dalam artikel tersebut tertulis: “Olahraga memang memiliki segudang manfaat bagi kesehatan tubuh, seperti menurunkan tekanan darah, menyehatkan jantung, dan bentuk tubuh pun menjadi lebih menarik”.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kaum pria lah yang seolah-olah berbicara, karena merekalah yang mengklaim diri mereka paling mengerti bagaimana bentuk tubuh perempuan yang menarik menurut versi mereka, walaupun sesungguhnya artikel ini terdapat pada sub bagian “karier”, sub bagian yang merupakan

ranah publik, di mana tidak ada unsur domestikasi di dalamnya. Namun pada kenyataannya, setelah membaca artikel tersebut, semakin jelas bahwa walaupun terdapat sub bagian yang bukan merupakan domestikasi perempuan, tetap saja isi dari artikel tersebut memasukkan unsur domestikasi, bahkan dalam hal pencerita yang digambarkan sebagai seorang pria, bukan seorang perempuan.

Artikel lain yang berada pada sub bagian ranah publik, yaitu “konsultasi” terutama pada bagian “konsultasi fashion” juga menampilkan pencerita yang seorang pria. Pada artikel yang berjudul “Kebaya Berhijab untuk Wisuda” (http://female. kompas.com/read/2013/08/21/1326550/ K e b a y a . B e r h i j a b . u n t u k . W i s u d a ) . Dalam artikel tersebut, identitas yang berkonsultasi adalah seorang perempuan muda, sementara konsultan yang menjawab pertanyaan adalah seorang pria, ia juga seorang desainer yang memang memiliki reputasi baik dalam bidang fashion. Dengan memasang seorang pria sebagai konsultasn, maka artikel tersebut seolah-olah menunjukkan bahwa pria lah yang menjadi subyek pencerita dan berperan lebih aktif dibandingkan dengan perempuan yang salam hal ini menjadi obyek pencerita.

Dari semua analisis terkait dengan posisi subyek-obyek di atas, maka jika dilihat dari kelompok sosial yang ditampilkan, setiap artikel memiliki kekhasannya masing-masing. Namun, karena setiap artikel pasti sudah jelas tema dan pembahasannya, tentu saja kelompok sosial yang ditampilkan pada masing- asing artikel pun sudah sangat spesifi k, tergantung dari artikelnya tersebut. Misalnya saja pada artikel terakhir, artikel mengenai konsultasi fashion. Pada artikel ini perempuan yang ditampilkan adalah perempuan yang sesuai dengan tema dari

sub bagian ini, yaitu konsultasi fashion. Pada artikel ini yang melakukan konsultasi adalah seorang perempuan dengan usia 17 tahun. Sehingga ketika konsultan memberikan jawabannya pun maka kelompok sosial yang terwakili adalah kelompok sosial yang sama dengan gadis berusia 17 tahun yang memakai jilbab, dan mencoba mencari saran mengenai busana yang akan ia kenakan dalam wisudanya. Dengan spesifi knya artikel tersebut, maka semakin spesifi k pula kelompok sosial yang terwakili dalam artikel tersebut.

Dalam dokumen Media Massa dan Isu Radikalisme Islam (Halaman 114-117)

Dokumen terkait