• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Undang-Undang Yayasan Dalam Sistem Hukum Nasional

1. Posisi Undang-Undang Yayasan Dalam hirarki Peraturan Perundang-undangan

Di setiap negara peraturan hukum atau per- UU-an memiliki banyak bentuk dan tingkat cakupannya. Paling tinggi di antaranya ialah konsititusi negara. Di Indonesia, konstitusi dimaksud ialah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). UUD 1945

73

inilah hukum dasar39 dan menjadi acuan seluruh

peraturan per-UU-an yang ada, maupun yang akan dibentuk kemudian, baik tertulis maupun

tak tertulis seperti hukum adat40. Salah satu di

antaranya yang tertulis ialah UUY (lihat bagan-1 pada halaman 74).

Peraturan per-UU-an tersebut berada dalam suatu sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang sekaligus berkelompk-kelompok, mulai dari per- aturan tertinggi, UUD 1945, sampai pada

peraturan terendah, peraturan daerah41. Semua

peraturan tersebut mengacu pada nilai-nilai yang sama, nilai-nilai ideal bangsa dan negara Indonesia yaitu Pancasila. Nilai-nilai itulah yang merupakan cita hukum, yang menjadi sumber

segala sumber hukum42.

39 Lihat Pasal 3 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan,

40 Bunyi Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara

mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-

Undang” merupakan penegasan hukum atas posisi UUD terhadap

peraturan-peraturan yang ada.

41 Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.

74 Bagan-1

Hirarki Peraturan Perundang-Undangan43

Sebagai peraturan tertulis dalam konsep hirarkis, UUY berada di bawah UUD 1945 dengan cakupan terbatas pada bidang pengaturan ya- yasan. Di antaranya ialah mengatur dan mener- tibkan pendirian, pengorganisasian, dan pelaksa- naan kegiatan yayasan, tak terkecuali pengatur-

43 Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, Ibid. UUD 1945 Kepetapan MPR UU/PERPU Peraturan Pemerintah Peraturan Presiden Perda Propinsi Perda Kab/Kot UU Yayasan PP No 63 dan PP No 2

75

an penyesuaian anggaran dasar yayasan dengan UUY agar diakui sebagai badan hukum.

Peraturan yang mengatur yayasan terdiri atas dua jenis peraturan dengan jengjang yang ber- beda, yaitu : pertama UUY, yaitu yang mengatur hal-hal yang harus ada atau diadakan, yang harus dilakukan, dapat dilakukan atau dianjur- kan, serta hal-hal yang tidak boleh dilakukan atau dilarang dilakukan oleh yayasan; Kedua, PP yaitu mengatur pelaksanaan segala hal yang diatur dalam UUY tersebut.

Secara hirarkis, UUY merupakan norma hu- kum di bawah konstitusi dan dibentuk oleh lem- baga legislatif (DPR), sedangkan PP merupakan norma hukum di bawah UU dan dibentuk oleh

Presiden berdasarkan prinsip pendelegasian

kewenangan regulasi atau mengatur (legislative

delegation of rule-making power).

Dalam posisi yang demikian, norma hukum dan materi ketentuan UUY haruslah bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. UUY merupakan jabaran norma dan aturan pokok serta rincian lebih lanjut mengenai norma

hukum yang ada dalam UUD 194544. Selanjut-

nya, Norma hukum dan materi ketentuan PP juga

44 Ni’matul Huda &R. Nazriyah, Teori & Pengujian Peraturan

76

harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan UUY serta konstitusi. Apa yang

diatur PP, menurut Ni’matul Huda &R. Nazriyah45

hanyalah berisi ketentuan lebih lanjut (rincian) dari ketentuan yang terdapat dalam UUY. Prinsip ini ditegaskan pula dalam Pasal 12 UU No. 12

Tahun 2011, bahwa “Materi muatan Peraturan

Pemerintah berisi materi untuk menjalankan

Undang-Undang sebagaimana mestinya.”

Dalam posisi yang demikian, Ni’matul Huda &

R. Nazriyah46 menambahkan bahwa PP tidak

dapat mengubah, menambah, mengurangi, atau menyisipi suatu ketentuan atau memodifikasi materi dan pengertian yang telah ada dalam UU yang induknya, dalam hal ini.

Dalam kaitan itu, Bagir Manan47 menyatakan,

apabila peraturan yang lebih rendah bertentang- an dengan peraturan yang lebih tinggi, maka peraturan yang lebih rendah itu dapat dituntut

45Ni’matul Huda &R. Nazriyah, ibid, hal. 103 46Ni’matul Huda & R. Nazriyah, ibid, hal 106.

47 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstiusi, FH UII Press, Cet. II,

Juni 2004. Bandingkan juga Maria Farida Indrati S. Ilmu Perundang-undangan 1, Kanisius Yogyakarta, Cet. ke-1, tahun 2007. hal 243-244. Lihat juga Pasal 12 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan bahwa materi muata Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

77

untuk dibatalkan bahkan batal demi hukum (van

rechtswege nietig). Hal serupa berlaku bagi UUY. Apabila materi PP menyimpang atau bertentang- an dengan materi UUY, maka materi PP tersebut tidak memiliki kekuatan hukum untuk melaksa- nakan aturan UUY bahkan harus dibatalkan demi hukum. Pandangan ini didasarkan pada

asas lex superior derogat legi inferior.

Berdasarkan struktur dan materi muatan tampak bahwa keberadaan UUY dalam sistem dan hirarki hukum (nasional) Indonesia meru- pakan aktualisasi dari konstitusi Negara (UUD 1945). Nilai-nilai yang ada di dalamnya meru- pakan implementasi nilai-nilai konstitusi yang bersumber dari Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum nasional.

Pandangan tersebut bertitik tolak dari paling sedikit empat argumentasi. Pertama, UUY diben- tuk berdasarkan perintah konsititusi. Pasal 1

ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Perintah UUD

1945 ini mengandung banyak makna. Satu di antaranya ialah bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam kehidupan bersama, terma- suk oleh orang perseorangan, harus didasarkan pada ketentuan hukum. Sebagai perintah konsti- tusi, maka materi pengaturan UUY haruslah merupakan rincian lebih lanjut dari konstitusi

78

Negara. Keharusan tersebut diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa,

“Materi yang Harus diatur dengan Undang-

Undang berisi: a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Kedua, dibentuknya UUY bukan sekedar memenuhi perintah konstitusi untuk menata keberadaan yayasan. Yang pokok ialah bahwa pengaturan tersebut merupakan upaya untuk menegakkan supremasi hukum yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaraan kegiatan yayasan.

Ketiga, dari perspektif kultur hukum, tuntut- an dibentuknya UUY berawal dari kondisi ketia- daan aturan hukum yang jelas mengenai yaya- san. Dalam banyak pasal di berbagai peraturan per-UU-an istilah yayasan sebagai badan hukum memang banyak disebut-sebut. Namun, dalam ketentuan tersebut tidak ada kejelasan mengenai konsep yayasan, apa status hukumnya, serta

cara-cara pendiriannya48.

48 Sebagai contoh dapat dibaca pada Pasal 365, Pasal 899, 900,

1680 KUHPerdata. Permen No. 01/Per/Menpen/1969 tentang Pelaksanaan Ketentuan-ketentuan mengenai Perusahaan Pers juga menyebutkan Yayasan sebagai badan hukum, dan masih banyak lagi. Anwar Borahima, Op.cit, hal 1-2

79

Di sisi lain, menurut Anwar Borahima49 yang

juga diakui oleh penulis lain tentang yayasan, peran Yayasan dalam berbagai sektor kehidupan seperti pendidikan, kegiatan sosial dan keagama- an, cukup menonjol. Akibatnya, masyarakat mendirikan dan menyelenggarakan kegiatan ya- yasan mau tidak mau didasarkan pada kebiasaan yang dilihat atau didengar atau pada yurispru- densi Mahkamah Agung RI tentang Yayasan.

Ditinjau dari konsep sistem hukum Friedman, kondisi tersebut dapat disebut sebagai kultur hukum masyarakat yang mendorong terciptanya hukum, dalam hal ini UU No. 16 Tahun 2001. Setelah diberlakukan beberapa tahun, masyara- kat ternyata tidak memberi respon sesuai dengan tujuan pembentukannya. Banyaknya yayasan yang tidak melakukan penyesuaian AD pada ketentuan UU No 16 Tahun 2001 memberi sinyal bahwa UU tersebut belum memenuhi kebutuhan hukum masyarakat. Keadaan ini kembali mendo- rong dibentuknya UU No. 28 Tahun 2004.

Kondisi seperti itu merupakan bagian dari kultur hukum juga. Dalam kerangka berpikir Friedman, keadaan tersebut merupakan masuk-

an (inputs) untuk menyempurnakan hukum

yayasan (UUY). Apa yang diproses oleh DPR dan

80

pemerintah untuk menerbitkan UU No 28 Tahun 2004 semestinya bertitik tolak dari kondisi yang ada. Dengan demikian, UU No 28 Tahun 2004

dapat menjadi out put atau produk sistem hukum

nasional yang lebih sempurna di bidang Yayasan. Keempat, lahirnya reformasi yang ditandai dengan runtuhnya rezim Suharto pada bulan Mei

1998 dengan semboyan “berantas KKN” (Korupsi-

Kolusi-Nepotisme) turut mendorong lahirnya refomasi dalam bidang hukum di berbagai aspek, termasuk yayasan. Adanya tindakan-tindakan penyalahgunaan bentuk-bentuk yayasan untuk tujuan-tujuan komersial pada masa pemerin- tahan Presiden Suharto merupakan faktor pemi- cu penetapan pengaturan yayasan melalui UUY.

Berdasarkan jalan pikiran di atas, tampak bahwa posisi UUY dalam sistem hukum nasional cukup penting. Pembentukannya didasarkan pada pandangan filosofi, politis, sosial, dan yuridis yang kuat. Cakupan materinya memang terbatas, yaitu mencakup keberadaan yayasan, tetapi nilai yang terkandung di dalamnya turut menentukan bagaimana memanifestasikan nilai- nilai dalam norma dasar hukum atau Norma Fundamental Negara melalui UUY.

81