• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tahap I Biofermentasi Ampas Sagu dengan Jamur Tiram

4.1.1 Potensi Ampas Sagu sebagai Media Tumbuh Jamur

inkubasi Berbeda

4.1.1 Potensi Ampas Sagu sebagai Media Tumbuh Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)

Pleurotus ostreatus atau jamur tiram putih umumnya tumbuh dan berkembang pada media kayu yang sudah lapuk dengan kandungan nutrisi dan mineral yang rendah. Bahan-bahan yang termasuk dalam kelompok ini adalah bongkol jagung, jerami, merang, serbuk gergaji, kayu dan sisa pemintalan kapas (Lukitasari 2003).

Ampas sagu merupakan sisa pengolahan tepung sagu yang termasuk dalam kelompok media tumbuh jamur tiram karena komponen nutrisi dan serat yang masih terdapat dalam ampas sagu. Di pusat pengolahan sagu di Maluku, memang ditemukan jamur ela yang dimakan oleh penduduk. Kandungan nutrien ampas sagu seperti yang tersaji pada Tabel 11 memperkuat indikasi untuk memanfaatkan ampas sagu sebagai media tumbuh jamur. Pada Tabel 11 terlihat bahwa NDF, ADF (selulosa, lignin dan silika) merupakan komponen terbesar dari ampas sagu. Selulosa, hemiselulosa dan lignin adalah sumber karbon dan energi utama bagi pertumbuhan jamur tiram, sementara protein digunakan sebagai sumber nitrogen bagi tubuh buah (Li et al. 2001).

Penelitian Sukria (1990)tentang fermentasi ampas sagu aren dengan jamur tiram putih telah membuktikan bahwa ampas sagu dapat digunakan sebagai media tumbuh jamur, walaupun dalam penelitian tersebut tidak sampai pada fase pertumbuhan tubuh buah. Selanjutnya dilaporkan bahwa ampas sagu sebagai media tumbuh jamur tiram menghasilkan bahan kering yang cukup baik sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak.

Kajian pemanfaatan ampas sagu sebagai media tumbuh jamur juga diteliti dalam penelitian ini, dimana jamur tiram tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sampai mencapai pembentukan tubuh buah dan panen pada hari 50-80 hari setelah tanam. Jamur yang dihasilkan dari 1 kg substrat rata- rata 405 gram untuk tiga kali pemanenan. Hasil ini hampir sama dengan jamur

tiram yang ditanam pada media ampas gergaji yaitu rata-rata 400 gram per 1 kg substrat. Hal ini membuktikan bahwa ampas sagu berpotensi untuk digunakan sebagai media tumbuh jamur tiram, sehingga pada daerah-daerah penghasil sagu, ampas sagu dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh jamur tiram. Keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan ampas sagu sebagai media tumbuh jamur antara lain menambah nilai manfaat ampas sagu, mengurangi pencemaran lingkungan, dapat menambah pendapatan petani sagu dan budidaya jamur tiram dapat diusahakan dan dikembangkan.

Tabel 11 Kandungan nutrien ampas sagu bahan penelitian

Kandungan Nutrien Kadar (%)

Analisis Proksimat* Bahan kering 86.4 Protein kasar 2.1 Lemak 1.8 Serat kasar 20.3 Abu 4.6 BETN 71.3

Analisis Goering &Van Soest**

NDF 63.8 ADF 49.3 Selulosa 36.3 Hemiselulosa 14.6 Lignin 9.7 Silika 3.3 TDN*** 50.1

Keterangan: * = Hasil analisis laboratorium biologi hewan PAU; ** = Hasil analisis laboratorium Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB

***hasil perhitungan.

4.1.2 Pertumbuhan Miselium

Miselium merupakan kumpulan hifa yang sangat penting dalam proses transport nutrisi, air dan metabolit hasil fermentasi. Menurut Zadrazil (1978) pertumbuhan miselium jamur tiram optimum terjadi pada suhu 30 oC, meskipun jamur ini mempunyai kisaran suhu yang cukup luas untuk petumbuhannya yaitu 20-30 oC. Pada umumnya miselium mulai tumbuh pada hari ke 3-7 setelah ditanam. Pada penelitian ini pertumbuhan dimulai pada hari ke 3 setelah tanam dan selesai menutupi seluruh substrat pada hari ke 30-40 setelah tanam. Selanjutnya pertumbuhan tubuh buah dimulai pada hari ke 50-60 setelah tanam.

Penempelan miselium pada permukaan substrat untuk mendapatkan nutrisi, diawali dengan sekresi enzim untuk mencerna sumber nutrien yang tersedia yaitu dari molekul-molekul yang tidak larut menjadi substansi yang mudah larut. Jamur tiram putih mengsekresi enzim-enzim ekstraseluler dan intraseluler terutama enzim-enzim endoglukonase, silanase, fenol oksidase yang terdiri atas lakase dan beberapa peroksidase (lignin peroksidase, mangan peroksidase dan versatil peroksidase), enzim aril alkohol oksidase, aril alkohol dehidrogenase (sebelumnya dikenal sebagai aril aldehida reduktase), dan veratril alkohol oksidase. Enzim-enzim tersebut berperan mendegradasi selulosa, hemiselulosa, lignin juga berbagai hidrokarbon aromatik dan fenol seperti mineralisasi hidrokarbon polisiklik, fenantren menghambat pembentukan asetaldehid dan oksidasi dihidroksifenilalanin. Fenol oksidase bersifat biosintetik pada tanaman dan biodegradatif pada jamur sehingga berperan pada jamur dalam penyusunan dan pemecahan lignin (Sannia et al. 1991; Kerem et al. 1992).

Miselium jamur tiram putih tampak tumbuh memanjang pada permukaan dan ke dalam substrat (Gambar 10a), hal ini menjelaskan adanya upaya miselium untuk menyerap nutrien yang diperlukan bagi pertumbuhan jamur

Gambar 10 (a) Miselium jamur tiram putih pada hari ke 50 pada media tumbuh dengan pembesaran 1000x; (X)=miselium jamur tiram; (Y)= media tumbuh; (b)

media tumbuh sebelum fermentasi dengan pembesaran 500x ; (c) media tumbuh sesudah fermentasi dengen pembesaran 500x.

X Y

a

c b

Pertumbuhan miselium jamur tiram putih dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yaitu kandungan nutrien substrat. Apabila substrat miskin akan nutrisi maka miselium akan menyebar dengan cepat untuk mencari makanan. Kerusakan substrat dimulai pada saat disekresikannya enzim yang dapat mengubah substansi dalam bahan berselulosa yang tidak larut menjadi bentuk yang larut. Akibatnya miselium jamur akan terpenetrasi ke dalam dinding sel melalui lubang-lubang kecil yang terbentuk. Lignin dapat didegradasi tanpa terjadinya kehilangan selulosa, tetapi secara simultan hemiselulosa juga akan didegradasi. Hal ini menunjukkan bahwa jamur tiram putih memerlukan suatu sumber karbon yang mudah untuk dimetabolisir (Crawford 1981).

Gambar 10b memperlihatkan struktur anatomi dinding sel yang masih kompak karena belum mengalami proses fermentasi, sedangkan struktur anatomi dinding sel pada Gambar 10c sudah tidak kompak lagi. Hal tersebut memperlihatkan kerja enzim dalam merombak struktur dinding sel akibat proses fermentasi. Enzim peroksidase dan lakase yang dihasilkan oleh jamur tiram putih dapat memutuskan ikatan Cα-Cβ pada sub-struktur β-1 dan β-O-4 lignin, dimana dalam aktivitasnya diperlukan O2 dari aril alkohol. Aril alkohol sendiri

merupakan hasil oksidasi dari 3,4-dimetoksi benzil metil eter dengan bantuan enzim aril alkohol oksidase. Pemutusan ikatan Cα-Cβ dari sub-struktur β-1 dan β-

O-4 oleh peroksidase dan lakase akan dihasilkan fenilglikol, α-hidroksiasetofenon, benzildehida, 4-etosi-metoksi-benzaldehide, benziloksi-asetaldehide, vanilin, dimer α-karbonil, 2,6-dimetoksi-hidroquinon, gliseraldehida-2-guaiasil eter dan guaiakol dengan retensi atom hidrogen pada gugus Cα dan Cβ (Higuchi 1993).

Jamur tiram putih cenderung mengsekresi enzim untuk merombak senyawa yang lebih mudah dirombak terlebih dahulu. Misalnya jamur akan mengeluarkan enzim untuk merombak pati terlebih dahulu, sesudah itu akan dilanjutkan dengan perombakan senyawa lain yang lebih kompleks. Adanya kerja enzim yang diekskresikan pada proses fermentasi tampak pada Gambar 10b dan 10c. Platt and Hadar (1983) menyatakan bahwa selama periode pertumbuhan miselium, miselium jamur tiram (Pleurotus ostreatus) lebih mampu untuk mendegradasi lignin, dan degradasi lignin memegang peranan penting dalam

perkembangan miselium. Akan tetapi kemampuan degradasi itu akan berkurang ketika primodia (bakal tubuh buah) mulai berkembang membentuk tubuh buah.

4.1.3. Kandungan Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Ampas Sagu

Dokumen terkait