• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi produksi

Dalam dokumen 5 HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 44-51)

Dalam suatu perusahaan, faktor-faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang akan diperoleh. Untuk mengetahui potensi produksi tanaman kemiri, maka ada 4 faktor yang dianggap paling berperan dalam menentukan besar kecilnya hasil yang diperoleh setiap periode waktu, yaitu luas lahan, umur tanaman, jumlah tanaman yang menghasilkan serta tenaga kerja. Faktor lain yang umumnya paling berperan adalah pupuk, tetapi petani tidak melakukan pemupukan karena dengan pemupukan bisa menyebabkan kerugian sebab banyak ranting yang patah pada saat buah sudah besar.

Tenaga kerja pada kegiatan usaha kemiri umumnya berasal dari kalangan keluarga sendiri. Tetapi bagi petani yang sudah memasuki usia tidak produktif dan bagi keluarga yang memiliki mata pencaharian yang lainnya, seperti PNS, tukang, supir, dagang, dan lain-lain, cenderung mempekerjakan tenaga kerja dari anggota keluarga terdekat atau masyarakat sekitarnya (Yusran 1999, 2005; Simatupang 2001; Sihotang 2007). Pekerjaan yang dilakukan antara lain membersihkan tumbuhan bawah, pengumpulan buah dan pengolahan hasil.

Ketersediaan lahan merupakan hal penting dalam melakukan usaha tanaman kemiri. Keberadaan lahan tanaman kemiri yang ada di lokasi penelitian cukup luas yaitu rata-rata 2,67 ha, luas paling kecil 0,45 ha dan luas paling besar 6 ha. Luas kepemilikan lahan ini berbeda dengan rata-rata luas kepemilikan lahan yang ada di Jawa yang hanya berkisar 0,25 ha (Hardjanto 2003). Tanaman kemiri rakyat yang ada saat ini banyak terdapat pada lahan yang bertopografi curam sampai terjal dengan kemiringan 250 ke atas, pada tepi sungai, jurang dan lembah. Umur tanaman akan mempengaruhi besar kecilnya produksi per pohon. Umur tanaman kemiri akan berproduksi pada tahun ke-5 sampai tahun ke-35. Umur tanaman bisa lebih dari 50 tahun, tetapi tidak akan sampai di atas 100 tahun, hal ini terkait dengan kekuatan batang tanaman yang rendah. Tanaman kemiri dikenal sebagai tanaman yang mudah busuk, mudah roboh dan mudah terserang hama dan penyakit. Walaupun tanaman kemiri sudah melewati umur 35 tahun, kemiri akan tetap menghasilkan, tetapi hasilnya akan terus menurun seiring dengan pertambahan umurnya (Paimin 1994, Deptan 2006a).

Produksi kemiri per satuan luas sangat berpengaruh pada jumlah pohon yang menghasilkan dimana hal ini terkait dengan jarak tanamnya. Untuk tujuan menghasilkan buah, jarak tanaman yang paling baik adalah jarak tanam yang lebar seperti 8m x 8m (Paimin 1994) sampai 10m x 10m (Sunanto 1994; Deptan 2006a), dengan tujuan agar kemiri yang tumbuh menghasilkan tajuk yang lebar sehingga menghasilkan buah yang banyak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kemiri yang akan diperoleh petani dipengaruhi oleh faktor jumlah tenaga kerja, luas lahan, umur tanaman, dan jumlah pohon menghasilkan. Hasil pengolahan data dengan menggunakan fungsi produksi cobb-douglas (Soekartawi 2002) adalah seperti pada Tabel 30.

Tabel 30 Hasil estimasi fungsi produksi tanaman kemiri

Predictor Coef P Konstanta 1,252 0,000 Tenaga Kerja (X1) 0,791 0,000* Luas lahan (X2) 0,078 0,423 Umur tanaman (X3) -0,126 0,160 Jumlah pohon (X4) 0,150 0,057**

Keterangan : * Signifikan pada taraf nyata 5%, ** Signifikan pada taraf nyata 10%

Untuk analisis data yang menggunakan model regressi linier berganda, maka ada empat asumsi yang harus terpenuhi, yaitu asumsi multikolinearitas, heterokedastisitas, autokorelasi dan komponen sisaan menyebar normal (normalitas).

Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sesama variabel bebas (independen) saling berhubungan atau berkorelasi. Jika model regressi baik, maka tidak terjadi korelasi di antara variabel bebasnya. Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat diketahui dari nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai VIF tidak melebihi 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 (nilai tolerance diperoleh dari 1/VIF atau 1/10), maka dapat dikatakan bahwa data terbebas dari multikolinearitas. Pada Lampiran 8 dapat dilihat bahwa tidak ada variabel yang memiliki nilai VIF yang melebihi 10 dan nilai tolerance (1/VIF) masih di atas 0,1, sehingga dapat dikatakan bahwa model regresssi linier berganda yang dihasilkan tidak ada multikolinearitas.

Asumsi heterokedastisitas adalah asumsi dimana varians dari residual tidak sama untuk satu pengamatan ke pengamatan yang lain atau hasil pengamatan tidak memiliki pola tertentu. Pola yang tidak sama ini ditunjukkan dengan nilai yang tidak sama antar satu varians dari residual atau disebut dengan gejala heterokedastisitas, sedangkan gejala varians dari residual yang sama dari satu pengamatan dengan pengamaan lainnya disebut dengan homokedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala heterokedastisitas dapat dilihat dari gambar residual versus fitted value. Pada gambar grafik di Lampiran 8 terlihat bahwa residual versus fitted value memiliki sebaran data cenderung acak dan tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat dikatakan bahwa asumsi heterokedastisitas telah dipenuhi.

Uji autokorelasi digunakan untuk pengujian asumsi dimana variabel dependen (Y) tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri, artinya bahwa nilai dari variabel dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai periode sebelumnya atau nilai periode sesudahnya. Untuk mengetahui gejala autokorelasi diketahui dari gambar observation order dengan residual, dimana hasilnya akan menunjukkan acak tidak beraturan. Pada gambar di Lampiran 8 dapat dilihat bahwa hasil pengamatan adalah acak tidak beraturan sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada gejala autokorelasi.

Asumsi normalitas dapat diketahui melalui plot Normal Probability Plot. Apabila setiap pencaran data residual berada di sekitar garis lurus melintang, maka dikatakan bahwa residual mengikuti fungsi distribusi normal. Pada gambar di Lampiran 8 dapat dilihat bahwa sebaran residual berada dalam garis lurus melintang dan sebaran residual cenderung membentuk garis lurus. Hasil ini menunjukkan bahwa asumsi komponen sisaan menyebar normal atau mengikuti distribusi normal.

Untuk melihat pengaruh variabel yang dianggap mempengaruhi produksi secara bersamaan, maka dilakukan uji F. Hasil uji F pada model adalah F = 99,48 > F(4,57,0,1) = 3,649 dan nilai α = 0,10 > P = 0,000, maka model yang diperoleh dapat secara bersama digunakan untuk menerangkan produksi kemiri atau faktor luas lahan, tenaga kerja, umur tanaman dan jumlah pohon menghasilkan berpengaruh secara signifikan terhadap produksi kemiri. Hasil analisis regresi

memperlihatkan nilai R-Sg (adj) 86,6%, artinya bahwa 86,6% produksi kemiri dapat dijelaskan oleh faktor luas lahan, faktor tenaga kerja, faktor umur tanaman dan faktor jumlah pohon menghasilkan, sedangkan sisanya sebesar 13,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model.

Adapun persamaan regressi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Log Y = log 1,252 + log 0,791 X1 + log 0,078 X2 – log 0,126 X3 + log 0,150 X4

Persamaan di atas perlu dikembalikan kepersamaan semula dengan cara meng-anti-log-kan persamaan yang sudah diperoleh, dan hasilnya adalah

Y = 0,097 X10,791 X2 0,078 X3-0,126 X40,150

Pada persamaan dapat dilihat bahwa koefisien b1, b2 dan b4 adalah positif, maka peningkatkan tenaga kerja, luas lahan dan jumlah pohon menghasilkan cenderung meningkatkan produksi kemiri. Sedangkan nilai koefisien b3 adalah negatif, maka peningkatkan umur tanaman akan mengurangi produksi kemiri. Bila ditinjau dari nilai P, maka tenaga kerja dan jumlah pohon signifikan pada taraf nyata 10%, sedangkan luas lahan dan umur tanaman masing-masing tidak signifikan.

Pada faktor tenaga kerja, nilai koefisien pada persamaan yang dihasilkan bernilai positif, artinya jika terjadi penambahan jumlah tenaga kerja akan diikuti peningkatan produksi kemiri. Jika dilihat dari uji statistik secara parsial diperoleh bahwa faktor tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi kemiri dengan nilai koefisien 0,791. Hal ini menunjukkan bahwa produksi kemiri cukup respon terhadap penggunaan tenaga kerja, apabila dilakukan penambahan tenaga kerja sebanyak 10% akan diikuti dengan kenaikan produksi kemiri sebesar 7,91%, ceteris paribus. Untuk pengelolaan kemiri, tenaga kerja diperlukan dalam kegiatan pembersihan lahan, pengumpulan buah, penjemuran dan pengupasan kemiri. Sehingga tenaga kerja sangat berperan dalam menghasilkan dan meningkatkan produksi kemiri masyarakat.

Pada faktor luas lahan, nilai koefisien pada persamaan yang dihasilkan bernilai positif, artinya jika terjadi penambahan luas lahan akan diikuti peningkatan produksi kemiri. Jika dilihat dari uji statistik secara parsial diperoleh bahwa faktor luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kemiri dengan

nilai koefisien 0,078. Hal ini menunjukkan bahwa produksi kemiri tidak respon terhadap luas lahan atau tidak signifikan dalam mempengaruhi produksi kemiri.

Besar kecilnya luas lahan, pada dasarnya akan memberikan pengaruh pada produksi kemiri yang akan diperoleh. Tetapi pada hasil analisis ini, luas lahan tidak berpengaruh dalam meningkatkan produksi kemiri. Hal ini dapat dihubungkan dengan jumlah tanaman pada suatu lahan. Jarak tanam kemiri rakyat adalah berbeda-beda, maka jumlah tanaman pada setiap lahan yang dimiliki oleh petani juga berbeda-beda. Pada pemilik tertentu, mungkin lahan yang dimilikinya luas dan jumlah tanamannya sangat banyak, tetapi pada pemilik lahan lainnya, lahannya mungkin luas tetapi jumlah tanamannya sangat sedikit. Sehingga, faktor luas lahan kurang berpengaruh dalam meningkatkan produksi kemiri, tetapi luas lahan mungkin akan berpengaruh jika setiap contoh yang diperoleh menggunakan pola jarak tanam yang sama sehingga pada luasan yang sama jumlah tanaman yang ada juga sama.

Pada faktor umur tanaman, nilai koefisien pada persamaan yang dihasilkan bernilai negatif, artinya jika terjadi penambahan umur tanaman maka akan diikuti dengan penurunan produksi kemiri. Jika dilihat dari uji statistik secara parsial diperoleh bahwa faktor umur tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kemiri dengan nilai koefisien 0,126. Hal ini menunjukkan bahwa produksi kemiri tidak respon terhadap umur tanaman atau tidak signifikan dalam mempengaruhi produksi kemiri. Walaupun umur tanaman tidak signifikan dalam mempengaruhi produksi kemiri, tetapi nilai keofisien yang negatif menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan produksi kemiri seiring dengan penambahan umur tanaman. Penurunan produksi kemiri pada model sangat dipengaruhi oleh pertambahan umur tanaman, semakin tinggi umur tanaman apalagi jika sudah melewati umur produktif, maka hasil yang diperoleh juga akan menurun. Umur rata-rata tanaman kemiri pada sampel adalah 37,37 tahun. Paimin (1994) menyebutkan bahwa produksi tanaman kemiri akan meningkat dari tahun ke-6 sampai umur 35 tahun. Sementara jika umur tanaman lewat 35 tahun, maka produksi kemiri pelahan-lahan akan menurun dan pada saat tertentu akhirnya tidak produktif lagi.

Jika mengikuti kondisi di atas, luas lahan yang produktif adalah 83 ha dengan produksi rata-rata 670,92 kg/ha. Sedangkan luas lahan di atas 35 tahun

adalah 84,95 ha dengan rata-rata produksi sudah dalam kondisi menurun yaitu 497,75 kg/ha. Perbedaan produksi rata-rata pada usia di bawah 35 tahun dengan rata-rata produksi di atas 35 tahun adalah 173,16 kg/ha. Hal ini menunjukkan bahwa produksi kemiri yang dihasilkan akan menurun karena dipengaruhi oleh umur tanaman yang sudah melewati batas produktif. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi kesehatan tanaman, kondisi kesuburan lahan dan tingkat keintensifan dalam mengelola lahan dan memelihara tanaman. Untuk meningkatkan produksi kemiri, maka sebaiknya dilakukan peremajaan tanaman pada tanaman yang sudah berumur tua khususnya tanaman yang sudah melewati umur produktif di atas 35 tahun.

Pada faktor jumlah pohon, nilai koefisien pada persamaan yang dihasilkan bernilai positif, artinya jika terjadi penambahan jumlah pohon, maka akan diikuti peningkatan produksi kemiri. Jika dilihat dari uji statistik secara parsial diperoleh bahwa faktor jumlah pohon berpengaruh nyata terhadap produksi kemiri dengan nilai koefisien 0,15. Hal ini menunjukkan bahwa produksi kemiri cukup respon terhadap jumlah pohon. Apabila terjadi penambahan pohon sebanyak 10%, akan diikuti dengan kenaikan produksi kemiri sebesar 1,5%, ceteris paribus. Sebenarnya, kondisi ini bisa diterima atau bisa juga tidak, karena produksi kemiri akan dipengaruhi oleh jarak tanam. Jika tujuan penanaman kemiri adalah untuk menghasilkan buah maka jarak tanam sebaiknya 10m x 10m (Deptan 2006a; Sunanto 1994), 8m x 8m atau 8m x 10m (Paimin 1994). Sedangkan bila tujuan penanaman adalah untuk menghasilkan kayu maka jarak tanamnya adalah 4m x 4m (Paimin 1994; Sunanto 1994).

Jumlah pohon yang ada pada satuan luas lahan sangat tergantung pada jarak tanam yang digunakan oleh petani. Rata-rata jumlah pohon per satuan luas pada lokasi penelitian adalah 115 pohon/ha. Jika luas lahan 1 ha, maka jarak tanam yang mendekati jumlah pohon di atas adalah 8m x 10m atau 10m x 10m. Jika kondisi di lapangan dibandingkan dengan jarak tanam yang dianjurkan untuk tujuan menghasilkan buah (Paimin 1994; Sunanto 1994; Deptan 2006a), maka kondisi jumlah pohon kemiri di lapangan sudah sesuai dengan tujuan untuk menghasilkan buah yaitu sekitar 100 pohon/ha untuk jarak tanam 10m x 10m dan 125 pohon untuk jarak tanam 8m x 10m. Sementara itu, rata-rata jumlah pohon

menghasilkan sampai umur 35 tahun adalah 123 pohon/ha dan rata-rata jumlah pohon menghasilkan pada usia di atas 35 tahun (produksi mulai menurun) adalah 107 pohon/ha. Penurunan ini terjadi karena banyak pohon yang mati.

Tabel 30 menunjukkan bahwa jumlah koefisien regressi fungsi produksi tanaman kemiri sebesar 0,893. Hal ini menunjukkan bahwa produksi kemiri berlangsung pada tahapan ”decreasing retun to scale”, yaitu penambahan jumlah seluruh faktor produksi secara bersamaan akan memberikan penambahan proporsi hasil produksi yang lebih kecil. Artinya, bahwa setiap penambahan faktor produksi secara bersamaan sebanyak 100% maka akan terjadi penambahan hasil atau produksi kemiri sebesar 89,3%.

Simatupang (2001) pernah melakukan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi produksi kemiri pada tahun 2000 dengan sampel yang berbeda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor luas lahan dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi kemiri sedangkan faktor umur tanaman dan jumlah pohon tidak berpengaruh nyata. Sementara penjumlahan koefisien regressi yang di peroleh berada pada tahap ”increasing retun to scale” sebesar 1,002, maka penambahan jumlah seluruh faktor produksi secara bersamaan akan memberikan penambahan proporsi hasil produksi yang lebih besar. Artinya, bahwa setiap penambahan faktor produksi secara bersama-sama 100% (variabel luas lahan, umur tanaman, tenaga kerja dan jumlah tanaman) akan meningkatkan produksi sebesar 100,2%.

Sihotang (2007) juga pernah melakukan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi produksi getah kemenyan. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor umur tanaman, jumlah pohon dan tenaga kerja signifikan dalam mempengaruhi produksi getah kemenyan sedangkan faktor luas lahan tidak signifikan.

Dari hasil ketiga penelitian ini menunjukkan bahwa setiap faktor memberikan nilai dan pengaruh yang berbeda-beda. Faktor tenaga kerja adalah faktor yang memberikan pengaruh signifikan dalam meningkatkan produksi kemiri dan kemenyan, hal ini terkait dengan proses pengelolaan lahan dan proses lanjutan sampai hasil dapat dijual. Sementara faktor umur tanaman menghasilkan koefisien regressi yang bernilai negatif, hal ini menunjukkan bahwa umur tanaman yang diteliti sudah memasuki umur tidak produktif sehingga

penambahan umur tanaman akan cenderung memberikan hasil yang makin sedikit.

Dalam dokumen 5 HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 44-51)

Dokumen terkait