• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Obyek daya tarik wisata alam di Pantai Bukit Batu

5.3.1 Potensi sosial budaya masyarakat sekitar Pantai Bukit

5.3.1.1 Keragaman suku di Desa Burong Mandi

Masyarakat Desa Burong Mandi memiliki potensi sosial dan budaya yang dapat menjadi daya tarik wisata. Masyarakat Desa Burong Mandi didominasi oleh Suku Melayu yang masih memegang teguh adat dan kebudayaannya, sedangkan suku yang lain adalah Suku Bugis yang merupakan suku asli Sulawesi Selatan. Suku Bugis juga masih memegang teguh adat dan kebudayaannya. Hubungan kekerabatan antara Suku Melayu dan Suku Bugis terjalin dengan baik, hal ini terlihat dari perkawinan antar dua suku tersebut. Perkawinan antar suku tersebut menyebabkan terjadinya akulturasi. Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan kebudayaan asing, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun dapat di terima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri (Koentjaraningrat 1990). Perkawinan antar suku ini memperlihatkan bahwa di Desa Burong Mandi tidak ada konflik antar suku.

5.3.1.2 Keragaman agama di Desa Burong Mandi

Desa Burong Mandi memiliki dua buah vihara, yaitu Vihara Dewi Kwan Im dan Vihara Sunggokong. Vihara Dewi Kwan Im merupakan vihara terbesar dan tertua di Desa Burong Mandi. Etnis Tionghoa yang beragama Budha berdomisili di Desa Mengkubang. Desa Mengkubang terletak di sebelah Desa Burong Mandi, sedangkan seluruh masyarakat Desa Burong Mandi menganut

agama Islam. Masyarakat Desa Burong Mandi tidak keberatan dengan adanya dua vihara tersebut, bahkan masyarakat setempat sering melakukan acara desa di halaman Vihara Dewi Kwan Im.

5.3.1.3 Tarian tradisional

Tarian tradisional khas Desa Burong Mandi adalah tarian tikar lais, selamat datang dan hadra. Tarian tikar lais merupakan tarian yang menggunakan tikar yang terbuat dari tumbuhan Lais (Pandanus furcatus). Tarian ini bermakna sebagai ucapan terima kasih atas alam yang diberikan oleh Sang Maha Kuasa. Tarian tikar lais ditampilkan ketika diadakan festival di Desa Burong Mandi (Gambar 20). Pada acara penyambutan pengantin tarian yang ditampilkan adalah tarian selamat datang. Tarian tersebut bermakna sebagai simbol kebahagiaan kedua mempelai. Pada acara menyambut tamu penting yang ditampilkan adalah tarian Hadra. Hadra merupakan tarian yang diiringi dengan musik gendang yang berbeda bunyinya. Tarian tersebut bermakna sebagai penghormatan kepada tamu yang datang ke Desa Burong Mandi. Tarian-tarian tersebut dapa menjadi daya tarik wisata yang menarik bagi pengunjung dalam perencanaan wisata alam di Pantai Bukit Batu.

Gambar 20 Tarian tradisional khas Desa Burong Mandi; (a) Penari Tikar Lais (b) Salah satu gerakan dari Tarian Tikar Lais (Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung Timur).

5.3.1.4 Cerita rakyat Raja Berekor

Istilah Jangkar Pulau Belitung berasal dari cerita rakyat yang berjudul

Raja Berekor. Cerita ini berawal dari kerajaan di Pulau Bali. Seorang raja memiliki seorang putri cantik, namun putri tersebut mengidap suatu penyakit kelamin. Raja memutuskan untuk mengasingkan putri tersebut ke tengah hutan

bersama anjingnya. Beberapa bulan berlalu terdengar kabar bahwa putri tersebut hamil akibat bersetubuh dengan anjing peliharaannya. Kabar itu terdengar oleh raja. Raja segera menyucikan diri dan memohon kepada dewa agar menghancurkan hutan yang dihuni oleh putrinya. Sejak saat itu terputuslah semenanjung utara Pulau Bali.

Semenanjung utara Pulau Bali tersebut hanyut terbawa arus menuju utara. Di tengah laut terdapat dua orang nelayan yang sedang melaut. Nelayan tersebut bernama Datu Malim Angin dan Datu Langgar Tuban. Tak jauh dari tempat mereka tampak sebuah pulau yang melintas terbawa arus. Datu Malim Angin berhasil mencapai salah satu bagian pulau tersebut dan mengikatkan tali sauh pada sebuah batang pohon mali berduri. Setelah diikat, Datu Malim Angin menancapkannya pada sebuah gunung dan melemparkan jangkarnya ke laut. Datu Malim Angin berlari berlawanan arah dengan pohon Mali Berduri dan mematahkan sebatang pohon waru lalu menancapkannya di puncak gunung. Pulau itu dinamakan “Bali-Tong” berarti Bali yang terpotong. Konon gunung pertama adalah Gunung Baginde. Gunung Baginde dikenal dengan pancang selatan Pulau Belitung. Gunung kedua adalah Gunung Burung Mandi dan jangkarnya ditenggelamkan ke laut (Gambar 21).

Gambar 21 Jangkar Pulau Belitung yang ada di tengah laut Pantai Bukit Batu. 5.3.1.5 Upacara adat Selamatan Laut

Upacara adat Selamatan Laut dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Desa Burong Mandi. Upacara ini bertujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari hal yang tidak diinginkan selama berada di laut. Upacara ini diadakan setiap tanggal 26-27 Desember. Upacara adat ini menggunakan sesajen berupa koe limping serabi berjumlah dua puluh lima kue. Kue tersebut terdiri atas

lima macam warna yaitu merah, putih, hijau, kuning dan hitam. Setelah ketua adat selesai melakukan upacara adat, sesajen tersebut dibuang ke tengah laut. Masyarakat tidak diperbolehkan untuk mandi di laut selama tiga hari setelah melakukan upacara adat (Gambar 22).

Gambar 22 Upacara adat Selamatan Laut: (a) Ketua adat sedang menata

koelimping serabi (b) Prosesi upacara adat selamatan laut (Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung Timur).

5.3.1.6 Rumah adat Suku Bugis

Kampung Suku Bugis di Desa Burong Mandi sudah ada sejak tahun 1978. Mata pencaharian Suku Bugis yang menetap Desa Burong Mandi adalah nelayan. Salah satu yang menarik dari perkampungan Suku Bugis adalah rumah adat yang berbentuk rumah panggung yang terdiri dari tingkat atas, tengah dan bawah (Gambar 24). Tingkat atas pada rumah panggung biasanya digunakan untuk menyimpan padi dan benda pusaka, tingkat tengah sebagai tempat tinggal yang terbagi atas ruang tamu, ruang tidur, ruang makan. Sedangkan tingkat dasar digunakan untuk menyimpan alat pertanian dan kandang ternak.

Gambar 24 Rumah panggung Suku Bugis di Desa Burong Mandi.

5.3.1.7 Vihara Dewi Kwan Im

Vihara Dewi Kwan Im berdiri sejak tahun 1747. Awalnya vihara ini digunakan sebagai tempat ibadah. Namun, sekarang vihara ini juga digunakan sebagai objek wisata budaya bagi pengunjung yang datang ke Desa Burong Mandi. Beberapa acara yang rutin diselengggarakan di halaman Vihara Dewi Kwan Im, antara lain pada Bulan Agustus diadakan pertunjukan Barongsai dan tarian tradisional (Gambar 23). Pertunjukan tersebut dilaksanakan untuk merayakan pesta ulang tahun Dewi Kwan Im. Pada Bulan November juga diselenggarakan acara festival Barongsai keliling kampung dan aksi pemasangan lampion di Vihara Dewi Kwan Im.

Gambar 23 Vihara Dewi Kwan Im yang terletak di Desa Burong Mandi: (a) Tarian dari Sanggar Batu Sembayang di depan Vihara Dewi Kwan Im, (b) Pertunjukan Barongsai di depan Vihara Dewi Kwan Im

(Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung Timur).

5.3.1.8 Kerajinan tangan khas Desa Burong Mandi

Kerajinan tangan khas Desa Burong Mandi berbahan dasar tumbuhan Lais (Pandanus furcatus) yang sudah dianyam menjadi tikar. Tikar lais tersebut dibentuk menjadi tas, dompet, tempat tissue dan tempat untuk ari-ari bayi. Selain berbahan dasar tikar lais, terdapat kerajinan tangan yang berbahan dasar plastik bekas (bungkus makanan/minuman) yang dirangkai menjadi sebuah tas. Harga kerajinan tangan ini berkisar antara Rp. 5.000 – Rp.100.000. Kerajinan ini sudah dijual-belikan di galeri cinderamata. Galeri Cinderamata ini berlokasi di Pantai Burung Mandi (Gambar 25).

Gambar 25 Kerajinan tangan khas Desa Burong Mandi: (a) Tas dan tempat untuk ari-ari bayi yang terbuat dari tikar lais, (b) Ibu Mila (sebelah kanan) pembuat kerajianan tangan khas Burong Mandi.

5.3.2 Keinginan masyarakat untuk berperan serta dalam wisata alam di Pantai Bukit Batu.

Perencanaan wisata alam di Pantai Bukit Batu didukung sepenuhnya oleh masyarakat Desa Burong Mandi. Wawancara dilakukan kepada 93 responden untuk mengetahui pendapat masyarakat terhadap perencanaan wisata alam di Pantai Bukit Batu. Responden tersebut terdiri dari 47 laki-laki (51%) dan 46 perempuan (49%). Masyarakat tersebut umumnya berprofesi sebagai pekerja tambang dan nelayan. Masyarakat menilai Pantai Bukit Batu berpotensi untuk dikembangkan sebagai tempat wisata, namun masyarakat menghendaki adanya kerjasama antara pengelola dan masyarakat setempat untuk bersama-sama mengembangkan wisata alam di Pantai Bukit Batu.

Masyarakat menilai daya tarik di Pantai Bukit Batu adalah Pantai Malang Lepau sebanyak 46%, Bukit Malang Lepau sebanyak 30%, Batu Bertumpuk sebanyak 16% dan terakhir adalah Teluk Malang Lepau sebanyak 8%. Masyarakat menilai seluruh objek di Pantai Bukit Batu berpotensi sebagai tempat wisata dan dapat membuka peluang bagi masyarakat yang ingin terlibat dalam kegiatan wisata alam.

Peran serta yang akan mereka lakukan antara lain menjadi pedagang makanan khas Belitung (27%), pemandu wisata bagi pengunjung (25%), berjualan cinderamata khas Desa Burong Mandi (16%), menyewakan homestay (13%), menyewakan kapal (11%), petugas (6%) dan tukang parkir (2%) (Gambar 26). Masyarakat menginginkan pengelolaan Pantai Bukit Batu dalam wisata alam

memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar, namun tetap memperhatikan kelestarian alam.

Gambar 26 Peran serta masyarakat.

5.4 Pengunjung

5.4.1 Karakteristik pengunjung

Pengunjung yang datang ke Pantai Burung Mandi berusia 15-67 tahun. Nasution (2007) membagi kelompok umur menjadi tiga, yaitu remaja (15-24 tahun), dewasa (25-50 tahun) dan tua (>50 tahun). Pengunjung Pantai Burung Mandi didominasi oleh remaja sebanyak 65%, dewasa sebanyak 18% dan tua sebanyak 17%.

Pengunjung terdiri atas laki-laki sebanyak 62% dan perempuan sebanyak 38%. Pengunjung laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan karena pengunjung laki-laki ingin berwisata untuk melepaskan kelelahan setelah bekerja. Hal ini sesuai dengan Mason (2008) yang menyatakan bahwa salah satu faktor pengunjung melakukan wisata adalah untuk melarikan diri dari kehidupan sehari- hari. Mayoritas pengunjung berpendidikan perguruan tinggi (PT) sebanyak 53.33% karena Desa Burong Mandi sering digunakan untuk Praktek Kerja Lapang (PKL) atau penelitian. Jenis pekerjaan pengunjung juga didominasi oleh pelajar dan mahasiswa sebanyak 60% (Tabel 12).

16% 27% 11% 13% 6% 25% 2% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% Pedagang cinderamata Pedagang makanan Penyewaan kapal

Homestay Petugas Pemandu

wisata Tukang Parkir P ers en

92% 8% 0% 20% 40% 60% 80% 100% Menikmati keindahan alam Penelitian P ers en Tujuan kunjungan

Tabel 12 Karakteristik pengunjung

No Karateristik Persentase (%) 1 Jenis Kelamin Laki-laki 61.67 Perempuan 38.33 2 Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar (SD) 16.00

Sekolah Menengah Pertama (SMP) 15.00

Sekolah Menengah Atas (SMA) 16.00

Perguruan Tinggi (PT) 53.33 3 Profesi/Pekerjaan Pelajar/mahasiswa 60.00 Wiraswasta 10.00 PNS 6.67 Pegawai Swasta 3.33 Buruh tambang 15.00 Lainnya 5.00 4 Kelompok Umur Remaja (15-24 tahun) 65.00 Dewasa (25-50 tahun) 18.33 Tua (>50 tahun) 16.67

5.4.2 Tujuan dan kegiatan pengunjung di Pantai Bukit Batu

Pengunjung yang diberikan kuisioner adalah pengunjung yang sudah pernah mengunjungi Pantai Bukit Batu. Tujuan kunjungan di Pantai Bukit Batu untuk menikmati keindahan alam (92%) dan tujuan penelitian (8%) (Gambar 27).

Gambar 27 Tujuan kunjungan ke Pantai Bukit Batu.

Kegiatan pengunjung selama berada di Pantai Bukit Batu adalah fotografi sebanyak 50%, karena Pantai Bukit Batu memiliki pemandangan, tumbuhan dan satwa yang menarik. Kegiatan lain yang dilakukan adalah memancing (18%),

berenang (12%), penelitian (7%) dan menikmati pemandangan (13%) (Gambar 28).

Gambar 28 Kegiatan yang dilakukan di Pantai Bukit Batu.

5.4.3 Keinginan pengunjung

Daya tarik dan aksesibilitas merupakan penentu utama keberhasilan dalam penyelenggaraan wisata alam (Dirjen PHKA 2003). Sebanyak 43% pengunjung menyatakan Pantai Malang Lepau menjadi daya tarik pertama di Pantai Bukit Batu. Sebanyak 23% pengunjung menyatakan bahwa Bukit Malang Lepau adalah daya tarik kedua, karena keberadaan bukit di Pantai Bukit Batu memberikan nuansa berbeda dengan pantai lain di Belitung Timur. Sebanyak 20% Batu Bertumpuk menjadi daya tarik ketiga, karena batuan di Pantai Bukit Batu berukuran sangat besar. Daya tarik keempat adalah Teluk Malang Lepau sebanyak 13%, karena teluk berada diantara nuansa bukit dan laut (Gambar 29).

Gambar 29 Daya tarik di Pantai Bukit Batu.

Kegiatan yang ingin dilakukan pengunjung adalah menikmati pemandangan sebanyak 63%, kegiatan wisata minat khusus (surfing, difing)

sebanyak 17% dan wisata pendidikan sebanyak 20% (Gambar 30). Aksesibilitas

50% 18% 12% 7% 13% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

Fotografi Memancing Berenang Penelitian Menikmati

pemandangan

P

ers

en

Kegiatan yang dilakukan

43% 23% 20% 13% 0% 10% 20% 30% 40% 50% Pantai Malang Lepau Bukit Malang Lepau Batu Bertumpuk Teluk Malang Lepau P ers en

menuju Pantai Bukit Batu sebanyak 85% menyatakan baik, karena jalan berupa aspal dan bebas kemacetan. Pengunjung yang berpendapat aksesibilitas di Belitung kurang baik sebanyak 15%, karena kurangnya transportasi umum dan rambu-rambu lalu lintas.

Gambar 30 Kegiatan yang diinginkan pengunjung.

Dokumen terkait