• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN Paparan data dan temuan hasil penelitian memuat tentang :

KAJIAN PUSTAKA A. Potret Wanita Karier

B. Potret Keluarga Harmonis 1.Pengertian Keluarga

Keluarga adalah batu dasar dari bangunan suatu umat (bangsa) yang terbentuk dari keluarga-keluarga yang berhubungan erat satu dengan lainnya. Kuat lemahnya bangunan itu tergantung kepada kuat lemahnya keluarga yang menjadi batu dasar tersebut.

Keluarga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat. Keluarga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Rumah tangga adalah modal dan kunci dasar tercapaianya pembangunan.

2. Hakekat Keluarga

Keluarga adalah merupakan suatu markas atau pusat di mana pergaulan hidup menggetar. Keluarga merupakan susunan yang dapat mengekalkan keturunan. Sebenarnya rumah tangga adalah alam pergaulan manusia yang sudah diperkecil. Keluarga itu lahir dan tumbuh apa yang disebut kekuasaan, agama, pendidikan dan hukum. Keluarga adalah jamaah yang bulat, teratur dan sempurna (Letter, 1985: 1-2).

Rumah tangga (keluarga) merupakan suatu organisasi yang mempunyai suatu ikatan batin. Kuat dan lemahnya rumah tangga (keluarga) tergantung dari manusia-manusianya yang membuat ikatan tersebut, dan tergantung pula dari macam ikatan yang hendak dibuat.

34

Ikatan tersebut terkenal dengan kata ikatan cinta dan kasih sayang. Dari ikatan cinta dan kasih sayang itulah akan menjadikan suatu keluarga yang harmonis.

3. Kedudukan Keluarga dalam Masyarakat

Keluarga adalah komunitas terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari manusia yang tumbuh dan berkembang sejak dimulainya kehidupan, sesuai dengan tabiat dan naluri manusia, yaitu memandang seuatu dengan matanya, menyikapi seuatu dengan jalan hukum, kecenderungan memilih arah yang baik, serta mengupayakannya dengan segala yang dimilikinya. Oleh karena itu ahli ilmu kemasyarakatan perpendapat bahwa rumah adalah tempat pertama mencetak dan membentuk pribadi umat, baik laki-laki atau wanita. Bila tempat atau sumber ini baik, jernih, bersih dan bebas dari segala kotoran maka akan selamatlah pembentukan umat ini dari segala kotoran yang merusakkan. Wanita karier banyak kuantitas individu pilihan yang saleh dan baik, yang dibutuhkan mayoritas masyarakat untuk menumbuhkan kekuatan kelompok dengan bahu-membahu sebagai tiang keutamaan.

Sumber ini penuh dengan kotoran, maka tunggulah kehancuran dan kerusakannya. Karena persiapan pembentukan umat yang buruk dan tidak profesional dimana petunjuk dan aturan yang diberlakukan dalam keluarga membahayakan dan menyimpang maka pada akhirnya menyebabkan kesusahan dan kebinasaan bagi masyarakat. Islam membantu secara umum melalui al-Qur’an, Sunnah,

35

Fiqih, hukum dan ketentuannya akan terbentuknya sumber-sumber pertama (keluarga) dari sumber-sumber masyarakat. Ditetapkan baginya metode hukum, petunjuk, dan pengarahan yang terkumpul dari undang-undang dan aturan (Kisyik, 2005: 214-215).

4. Kemitraan Antara Suami dan Istri dalam Keluarga

Pada dasarnya konsep hubungan suami dan istri yang ideal menurut islam adalah konsep kemitrasejajaran atau hubungan yang setara. Namun, konsep kesetaraan atau kemitrasejajaran dalam hubungan suami dan istri ini tidak begitu saja mudah diterapkan dalam kenyataan sehari-hari. Kenyataanya, banyak hambatan-hambatan untuk mewujudkan nilai-nialai ideal tersebut. Setiap manusia memiliki keterbatasan satu sama lain. Kemampuan antara satu manusia dengan manusia yang lain juga memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, wajar bila pada satu masa kaum laki-lakilah yang diunggulkan berhak menyandang posisi sebagai pemimpin, karena pada waktu dulu kala laki-laki yang memiliki kelebihan, sehingga memungkinkan baginya untuk mencari nafkah. Sementara kaum perempuam pada waktu itu dalam kondisi yang sebaliknya. Sekarang perempuan telah memiliki peluang yang sama dengan laki-laki untuk menjadi unggul dalam berbagai bidang kehidupan, bahkan secara ekonomis sudah tidak bergantung laki pada laki-laki.

Hubungan antara laki-laki dan perempuan bukan lagi sebagai pemimpin dan yang memimpin, tetapi lebih sebagai mitra. Hal ini berarti jika laki-laki tidak memiliki keunggulan, termasuk belum

36

mampu menafkahi keluarga, maka gugurlah perannya sebagai pemimpin keluarga. Karena sebagai manusia laki-laki tersebut tidak memiliki keunggulan dibandingkan dengan istrinya. Begitupun sebaliknya, bila perempuan yang memiliki keunggulan, maka perempuanlah yang menjadi pemimpin keluarga, karena perempuan yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan suaminya (Munti, 1999: 58-59).

Konsep kemitraan atau kesetaraan ini, jika seuatu keluarga mampu menjalankan kosep tersebut dengan baik, sebagaimana jika seorang suami dan istri saling bahu-membahu dalam pekerjaan rumah tangga dan menghasilkan suatu hal yang positif, maka keluarga tersebut akan menjadi keluaraga yang bahagia (harmonis).

5. Ciri-ciri Keluarga harmonis

a. Keluarga harmonis didirikan dengan landasan taqwa, yaitu dijalankan sesuai dengan perintah Allah Swt

1. Islam sebagai landasan hidup dalam keluarga.

2. Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai pedoman hidup keluarga.

3. Iman dan Taqwa sebagai landasan keluarga.

b. Terpenuhinya kebutuhan dari anggota keluarga baik lahir ataupun batin, jasmani dan rohani.

Macam-macam kebutuhan-kebutuhan orang pada umumnya atau anak adalah kebutuhan jasmani, kebutuhan keamanan, kebutuhan untuk dicintai, kebutuhan harga diri, kebutuhan menyatakan diri.

37

1. Kebutuhan jasmani, seperti: makan, tidur dan perlindungan; 2. Kebutuhan keamanan, setiap oranag ataupun anak tidak merasa

nyaman jika keselamatannya terancam;

3. Kebutuhan untuk dicintai, setiap orang ataupun anak selalu menginginkan cinta dan kasih, karena kebahagiaan sejati itu terletak pada cinta dan kasih, dapat mencintai dan dicintai. Pendikan ini ditunjukkan dengan adanya gejala bahwa setiap orang selalu membutuhkan orang lain, khusunya seorang anak memerlukan cinta dan kasih dari orang tuanya;

4. Kebutuhan harga diri, setiap orang dan anak merasa terhina jika kepribadiannya tersinggung. Setiap orang memerlukan penghargaan atas diri dan karya-karyanya, serta pendapat-pendapatnya;

5. Kebutuhan menyatakan diri, tiap orang atau anak baik itu besar ataupun kecil, memiliki keinginan untuk menyatakan drinya, maksudnya untuk diakui oleh masyarakat, walaupun pada umumnya kurang disadari. Kebutuhan ini tercermin dengan adanya kegiatan yang dilakukan baik oleh orang-orang dewasa maupun anak-anak (Citrobroto, 1986: 47-48).

Allah berfiman dalam Al-Qur’an Surah Ar-Rum ayat 21 tentang kuarga sakinah yaitu:

َلَعَجَو اَهْيَلِإ اىُنُكْسَتِل اًجاَوْزَأ ْمُكِسُفْنَأ ْنِم ْمُكَل َقَلَخ ْنَأ ِهِتاَيآ ْنِمَو

َنوُ دَّكَفَتَي تٍ ْىَ ِل تٍااَي َ َ ِلَ ِ دَّنِإ ً َ ْ َ َو ً دَّ َىَم ْمُكَنْيَ

38 Artinya:

“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran) -Nya ialah dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa dan kasih sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda (kebesaran Allah Swt) bagi kaum yang berfikir” (Qs. Ar-Rum 21). C. Upaya Wanita Karier dalam Pembentukan Keluarga Harmonis

1. Pembentukan Keluarga Harmonis

Wanita karier dalam pembentukan keluarga harmonis dengan mengutamakan hak-hak suami, mengabdi kepada suami, jujur terhadap suami, adanya saling pengertian, adanya tenggang rasa dan kebebasan, berupaya dalam pemebentukan keluarga harmonis.

a. Mengutamakan Hak-hak Suami

1) Wajib bagi seorang istri untuk mentaatinya dalam hal yang ma’ruf,

yaitu ketaatan yang telah diwajibkan oleh kitab-kitab Allah.

2) Wajib bagi seorang istri untuk perhatian dengan rumah tangganya dan menjaga harta suami serta menyiapkan tempat istirahat dan ketenangannya.

3) Seorang istri seyogyanya menjaga perasaan suaminya dan menjauh dari hal-hal yang menyakitinya dari perkataan, perbuatan atau akhlak yang buruk.

4) Tidak boleh bagi seorang istri ke luar dari rumah kecuali dengan seizin suaminya, dan tidak boleh banginya mengijinkan siapapun

39

untuk masuk kedalam rumah suaminya tanpa ridho dan ijinnya (Al-Arfai, 2003: 43).

b. Pengabdian Kepada Suami

Dasar hubungan antara suami dan istri adalah persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki diciptakan lebih mampu untuk bekerja, berjuang, serta berbuat di luar rumah, sedangkan wanita diciptakan lebih mampu untuk mengurusi rumah tangga, mendidik anak, membuat kenyamanan dan ketentraman sebuah rumah tangga. Maka laki-laki dibebani apa yang sesuai baginya dan wanita dibebani tugas yang sesuai dengan tabiatnya. Dengan demikian urusan rumah tangga baik urusan dalam maupun urusan luar menjadi teratur tanpa seorang pun dari suami dan istri itu menjadi penyebab retaknya rumah tangga mereka sendiri.

Jadi pengabdian istri kepada suami sangat diutamakan, walaupun istrinya seorang wanita karier setidaknya pengabdian kepada suami hendaknya diutamakan agar keluarga tersebut menjadi keluarga yang bahagia karena seorang istri mampu mengabdi kepada suami. c. Jujur terhadap Suami

Menjaga keutuhan di dalam rumah tangga dan memperkuat ikatan keluarga merupakan tujuan yang diharapkan untuk mewujudkan rasa saling percaya, jujur, dan saling terbuka antara suami dan istri (Kisyik, 2005: 170-172).

Wanita karier itu hendaknya selalu terbuka dan jujur tehadap suaminya, karena apapun yang dilaukan wanita karier itu akan lebih

40

baik jika mendapat ridho dari suami. Wanita karier yang selalu terbuka dan jujur maka akan keluarganya akan menjadi keluarga yang harmonis.

d. Adanya Saling Pengertian

Kebahagiaan tidak akan tercapai tanpa adanya saling pengertian dan penyesuaian. Masing-masing pihak harus memahami kehendak dan keinginan pasangannya, masalah selera dan latar belakang kehidupan keluarganya. Kelemahan dan kelebihan bukan dipertentangkan tetapi harus dikembangkan, sedangkan kelemahan harus diatasi dalam waktu singkat, yang penting masing-masing anggota keluarga harus serempak menuju garis penyesuaian.

e. Adanya Tenggang Rasa dan Kebebasan

Harta yang paling bahagia dalam kehidupan adalah kebahagiaan. Jika seseorang merasa kebahagiaannya dirampas, maka hal itu merupakan bumerang yang sewaktu-waktu dapat meledak kebahagiaan keluarga. Dalam Islam hubungan perkawinan bukan hanya untuk suami dan istri saja, tetapi untuk keakraban keluarga terutama ayah dan ibu yang akan merasa lebih bahagia dengan bahagianya anak-anak. Perlu waktu untuk berdialog dengan anak-anak untuk menghindarkan mereka dari kenakalan remaja, yang merupakan masalah kompleks dan suakr dicari sebab masalahnya.

f. Berupaya dalam Pembentukan Keluarga Harmonis 1) Memiliki semangat kebersamaan secara iklas

41

Pasangan suami dan istri sebaiknya mempunyai kebersamaan lahir batin yang mendalam, dalam suatu keluarga sebagai seorang istri hendaknya iklas dalam menerima segala hal dengan apa yang telah dimiliki oleh suaminya. Walaupun seoarang istri kini menjadi wanita karier hendaknya meneria keadaan yang saat ini dialami pada suami. Dengan rasa iklas lahir dan batin maka akan menjadi keluarga yang selalu bersyukur dan penuh dengan kebahagiaan.

2) Menjaga Kebersihan Aqidah

Keluarga yang ingin hidupnya menjadi bahagia dan harmonis maka wajib memeiliki aqidah yang bersih agar tidak terombang-ambing oleh berbagai macam kepercayaan yang merusak ketentraman, ketenangan, dan keteguhan hati dalam menghadapi persoalan hidup. Jadi wanita karier sebisa mungkin mampu menjaga kebersihan aqidah, walaupun sibuk dengan kariernya bila memiliki aqidah yang baik maka akan baiklah keluarganya.

3) Memelihara Ibadah

Rumah tangga yang harmonis selalu membutuhkan kejernihan hati dan pikiran serta kesetabilan emosi dalam menghadapi problem kehidupan sehari-hari. Maka wanita yang berkarier hendaknya selalu menjaga dan memelihara ibadahnya agar suapaya ruah tangga wanita karier dapat menjadi keluarga harmonis karena saling memelihara ibadah yang mampu menjernihkan hati (Thalib, 2001: 13-15).

42

Wanita karier yang mampu menjalankan tiga hal tersebut besar kemungkinan seorang wanita karier akan mampu menjadikan keluarganya keluarga yang harmonis (bahagia) sakinah, mawadah, dan warrahmah. Selain menjadi wanita karier, istri yang shalelah akan membantu suami menuju akhirat. Sekurang-kurangnya istri dalam membantu suami dalam memperoleh kebutuhan. Mulai dari menyediakan makanan sampai mengurus rumah tangga dan lain-lain, termasuk memperhatikan urusan keluarga untuk menunaikan ibadah dengan sebaik-baiknya (Al-Buhiy, 1983: 40).

D. Upaya Wanita Karier dalam Pembentukan Akhlak pada Keluarga

Dokumen terkait